User Tools

Site Tools


resume:per:03pj2022ringkas

Perubahan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-03/PJ/2022

TENTANG

FAKTUR PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak serta Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan karakteristik konsumen akhir telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam membuat dan mengadministrasikan Faktur Pajak, perlu diberikan pedoman pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;

c. bahwa saat ini, ketentuan mengenai Faktur Pajak terdapat dalam beberapa peraturan yang terpisah sehingga perlu dilakukan simplifikasi dalam 1 (satu) peraturan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Faktur Pajak.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);

2. Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);

3. Peraturan Pemerintah Nomor **1 TAHUN 2012** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **9 TAHUN 2021** tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG FAKTUR PAJAK.

BAB I - KETENTUAN UMUM

Pasal 1 - Definisi

yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang KUP
  2. Undang-Undang PPN
  3. PPN
  4. PPnBM
  5. BKP
  6. JKP
  7. Pembeli BKP
  8. Penerima JKP
  9. Wajib Pajak
  10. Pengusaha Kena Pajak
  11. Faktur Pajak
  12. Pajak Masukan
  13. Informasi Elektronik
  14. Tanda Tangan Elektronik
  15. Sertifikat Elektronik
  16. NPWP
  17. NIK
  18. NSFP
  19. Kode Aktivasi
  20. Password
  21. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
  22. SPT Masa
  23. PER-04/PJ/2020

Pasal 2 - Gambaran Besar

(1) PKP serah BKP JKP wajib Faktur.

(2) Faktur harus cantum keterangan serah.

(3) Faktur wajib elektronik.

(4) PKP dapat betul ganti batal Faktur.

(5) PKP serah konsumen akhir dapat Faktur tanpa cantum keterangan identitas beli nama tanda tangan jual.

(6) Faktur harus penuh syarat formal material.

(7) Faktur wajib lapor SPT.

(8) PKP dapat minta data Faktur elektronik bila rusak hilang.

(9) Faktur kertas dapat keadaan tertentu.

BAB II - KEWAJIBAN DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

Pasal 3 - Untuk dan Saat

(1) PKP wajib Faktur untuk:

a. serah BKP Pasal 4(1)a &/ Pasal 16D UU PPN;

b. serah JKP Pasal 4(1)c UU PPN;

c. ekspor BKP berwujud Pasal 4(1)f UU PPN;

d. ekspor BKP tidak berwujud Pasal 4(1)g UU PPN; &/

e. ekspor JKP Pasal 4(1)h UU PPN.

(2) Faktur ayat (1) harus pada:

a. saat serah BKP &/ JKP;

b. saat terima bayar sebelum serah;

c. saat terima termin serah tahap kerja;

d. saat ekspor BKP &/ JKP; atau

e. saat Iain ketentuan PPN.

(3) Saat ayat (2)a ayat (2)d dasar ketentuan pajak.

Pasal 4 - Faktur Pajak Gabungan

(1) PKP dapat 1 Faktur seluruh serah BKP &/ JKP ke sama 1 bulan kalender.

(2) Faktur ayat (1) Faktur Pajak gabungan.

(3) Faktur ayat (2) paling lama akhir bulan serah.

(4) bayar sebelum serah Faktur tetap akhir bulan serah ayat (3).

(5) lebih 1 kode transaksi dapat Faktur ayat (2) kode sama.

(6) Faktur ayat (2) tidak dapat serah fasilitas.

(7) Contoh ketentuan Lampiran A 1.

BAB III - KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK DAN KETENTUAN PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK

Pasal 5 - Minimal Isi Faktur

Keterangan dalam Faktur Pasal 2 (2) paling sedikit memuat:

a. nama alamat NPWP menyerahkan,

b. identitas beli terima:

1. nama alamat dan NPWP WPDN badan IP;

2. nama alamat NPWP/NIK SPDN sesuai ketentuan;

3. nama alamat nomor paspor SPLN orang pribadi; atau

4. nama alamat SPLN badan atau bukan subjek Pasal 3 UU PPh;

c. jenis barang jasa harga dan potongan;

d. PPN yang dipungut;

e. PPnBM yang dipungut;

f. kode nomor seri tanggal buat Faktur; dan

g. nama tanda tangan yang berhak.

Pasal 6 - Penulisan Alamat

(1) Nama alamat NPWP serah BKP JKP Pasal 5 a wajib sesuai surat pengukuhan.

(2) Identitas beli BKP terima JKP nama alamat NPWP NIK nomor paspor Pasal 5 b wajib diisi sebenarnya.

(3) SPDN nama alamat (2) dapat SKT surat pengukuhan PKP beli BKP terima JKP.

(4) cantum SKT surat pengukuhan PKP berbeda sebenarnya harus aju ubah data agar sesuai.

(5) ubah data (4) berdasarkan Peraturan.

(6) serah BKP JKP ke pemusatan, tapi kirim ke yang dipusatkan, berlaku:

a. nama NPWP (2) yaitu tempat pemusatan; dan

b. alamat (2) yaitu alamat tempat terima.

(7) Pusat (6) diatur Peraturan Sistem elektronik &/ tempat lapor WP Besar Khusus madya.

(8) Contoh cantum (2) & (3) nama alamat NPWP (6) dalam Lampiran A 2.

Pasal 7 - Keterangan Jenis

(1) Jenis barang jasa Pasal 5 c wajib keterangan sebenarnya.

(2) PKP serah kendaraan bermotor baru registrasi, jenis wajib paling sedikit merek tipe varian nomor rangka.

(3) PKP serah tanah &/ bangunan, jenis wajib paling sedikit alamat lengkap.

(4) PKP serah ke beli BKP kawasan dagang labuh bebas, jenis wajib nama BKP sebenarnya kode pos tarif sesuai buku tarif kepabeanan Indonesia.

Pasal 8 - Rupiah Kurs

(1) PPN Pasal 5 d PPnBM Pasal 5 e dihitung satuan Rupiah.

(2) Dalam serah dilakukan selain Rupiah, harus konversi ke Rupiah dengan kurs KMK berlaku saat buat.

Pasal 9 - NSFP

(1) Kode NSFP Pasal 5 f terdiri 16 digit, yaitu:

a. 2 kode transaksi;

b. 1 kode status; dan

c. 13 NSFP oleh DJP.

2. Tanggal buat Faktur Pasal 5 f tanggal Faktur dibuat.

3. Format tata cara guna kode NSFP (1) dalam Lampiran B.

Pasal 10 - Penandatangan Faktur

(1) Nama PKP menandatangani Pasal 5 g wajib sesuai KTP WNI paspor WNA berlaku.

(2) PKP menandatangani (1) nama didaftarkan penanda tangan aplikasi Sistem.

(3) PKP dapat tunjuk lebih 1 menandatangani (2).

(4) pemusatan yang ditunjuk sebelum harus mendaftarkan sebagai penanda tangan.

(5) Tanda tangan Pasal 5 g berupa Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 11 - Keterangan Faktur

(1) Penjelasan isi keterangan Pasal 5 dalam Lampiran C.

(2) PKP dapat tambah keterangan lain Pasal 5.

BAB IV - BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

Pasal 12 - Bentuk e-Faktur

(1) Faktur elektronik Pasal 2 (3) dibuat aplikasi sistem oleh DJP cantum Tanda Tangan Elektronik.

(2) Faktur elektronik (1) disebut e-Faktur.

(3) e-Faktur berupa dokumen elektronik hasil aplikasi sistem oleh DJP (1).

(4) Aplikasi sistem oleh DJP (3) disebut aplikasi e-Faktur.

(5) Aplikasi e-Faktur (4) dilengkapi tunjuk guna.

(6) e-Faktur tidak wajib cetak kertas.

(7) Contoh e-Faktur bentuk PDF &/ kertas dalam Lampiran D.

Pasal 13 - Aplikasi e-Faktur

(1) Aplikasi e-Faktur Pasal 12 (4) terdiri:

a. Client Desktop;

b. Web Based; dan

c. Host-to-Host

(2) Host-to-Host (1) c oleh PKP buat e-Faktur melalui penyedia ditunjuk DJP.

(3) Penyedia (2) ditetapkan Keputusan DJP dasar Peraturan DJP.

Pasal 14 - Syarat membuat e-Faktur

(1) PKP dapat buat e-Faktur Pasal 12 (2) sepanjang memiliki:

a. Sertifikat Elektronik;

b. akun PKP diaktivasi; dan

c. NSFP beri oleh DJP.

(2) minta beri Sertifikat Elektronik (1) a dasar PER-04.

(3) minta beri aktivasi akun (1) b dasar PER-04.

(4) minta aktivasi (3) penuh syarat PER-04, kepala KPP KP2KP:

a. serah surat Kode Aktivasi ke PKP; dan

b. kirim Password ke PKP melalui email terdaftar DJP.

(5) Contoh format surat Kode Aktivasi (4) a dalam Lampiran E.

Pasal 15 - Permintaan NSFP, Kode Aktivasi, dan Password

(1) NSFP Pasal 14 (1) c dasar minta oleh PKP secara:

a. elektronik melalui laman oleh DJP; atau

b. langsung KPP tempat kukuh / KP2KP Wilayah meliputi:

1. tempat tinggal PKP OP warisan belum terbagi; atau

2. tempat kedudukan PKP badan IP.

(2) minta NSFP (1) a laksana dasar tunjuk guna oleh DJP.

(3) minta NSFP (1) b cara surat permintaan contoh dalam Lampiran F 1.

(4) NSFP hanya beri ke PKP penuh syarat:

a. miliki Kode Aktivasi Password Pasal 14 (4);

b. miliki akun PKP diaktivasi; dan

c. telah lapor SPT Masa PPN 3 Masa terakhir. sesuai wajib jatuh tempo berturut tanggal minta.

(5) Atas minta NSFP (1) a penuh syarat (2) & (4), DJP beri guna format dalam Lampiran G.

(6) Atas minta NSFP (1) b penuh syarat (3) & (4), kepala KPP beri guna format Lampiran H 1.

(7) Jumlah NSFP yang beri ke:

a. PKP baru kukuh bulan minta NSFP belum buat lapor Faktur dalam SPT, paling banyak 75; atau

b. PKP telah buat lapor Faktur dalam SPT, ketentuan berikut:

(8) lupa hilang Kode Aktivasi Password (4) a PKP dapat aju cetak ulang Kode Aktivasi kirim ulang Password tertulis, format Lampiran I.

(9) Permohonan (8) harus langsung ke KPP tempat kukuh.

Pasal 16 - Permintaan NSFP Jumlah Tertentu

(1) kecuali jumlah Pasal 15 (7), minta jumlah tertentu dapat oleh PKP:

a. baru kukuh bulan minta NSFP;

b. pemusatan tempat terutang; dan/atau

c. peningkatan usaha,

, yang karena kegiatan usahanya membutuhkan NSFP dengan jumlah tertentu

(2) minta NSFP jumlah tertentu (1) a aju paling lama 3 Masa sejak kukuh.

(3) minta NSFP jumlah tertentu (1) b aju paling lama 3 Masa sejak pemusatan.

(4) PKP penuh ketentuan (1), minta jumlah tertentu langsung KPP tempat kukuh/KP2KP Wilayah meliputi:

1. tempat tinggal PKP OP & warisan belum terbagi; atau

2. tempat kedudukan PKP badan & IP,

dengan cara menyampaikan surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F angka 2

(5) minta jumlah tertentu (4) penuh syarat (2) / (3) serta Pasal 15 (4), kepala KPP beri NSFP jumlah tertentu format dalam Lampiran H 2.

Pasal 17 - Tanggal Mulai Buat Faktur

NSFP untuk buat Faktur mulai tanggal beri Pasal 15 (5)/(6)/Pasal 16 (5) sesuai tahun beri.

Pasal 18 - Jangka Waktu Unggah

(1) e-Faktur Pasal 12 (2) wajib unggah guna aplikasi peroleh setuju, paling lambat tanggal 15 bulan berikut setelah tanggal buat.

(2) setuju dari DJP (1) sepanjang:

a. NSFP nomor diberi oleh DJP; dan

b. e-Faktur diunggah dalam jangka waktu (1).

(3) e-Faktur tidak peroleh setuju DJP bukan Faktur.

(4) Contoh ketentuan (1) (2) (3), dalam Lampiran A 3.

Pasal 19 - Faktur Penjualan e-Faktur

Faktur jual masuk pengertian e-Faktur Pasal 12 (2) sepanjang:

a. cantum keterangan Pasal 5; dan

b. diunggah guna aplikasi e-Faktur Host-to-Host & peroleh setuju DJP, paling lambat batas Pasal 18 (1).

Pasal 20 - Tidak Pungut Bebas DTP

Faktur serah BKP JKP tidak dipungut dibebaskan ditanggung pemerintah, harus beri keterangan:

a. tidak dipungut, dibebaskan, atau ditanggung pemerintah; dan

b. peraturan pajak yang mendasari,

melalui aplikasi e-Faktur

Pasal 21 - TLDDP Berikat KEK

(1) PKP TLDDP tempat timbun berikat KEK wajib buat e-Faktur Pasal 12 (2) atas serah BKP ke beli BKP di kawasan dagang labuh bebas.

(2) kecuali wajib buat e-Faktur Pasal 12 (2), Faktur atas:

a. serah BKP JKP ke beli BKP terima JKP konsumen akhir sesuai ketentuan Pasal 13 (5a) UU PPN;

b. serah BKP JKP ekspor BKP wujud tidak wujud JKP bukti dokumen tertentu dipersamakan Faktur, sesuai ketentuan Pasal 13 (6) UU PPN; dan

c. serah BKP ke OP pegang paspor LN Pasal 16E UU PPN sesuai ketentuan pajak tata cara aju selesai minta kembali barang OP pegang paspor LN.

BAB V - TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN DAN PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

Pasal 22 - Faktur Pengganti

(1) PKP dapat betul ganti Faktur Pasal 2 (4) salah isi tulis tidak muat keterangan benar lengkap jelas dengan Faktur pengganti.

(2) Tata cara Faktur pengganti (1) dalam Lampiran J.

Pasal 23 - Pembatalan Faktur

(1) PKP harus batal Faktur Pasal 2 (4) untuk Faktur atas serah:

a. BKP JKP yang transaksi batal; atau

b. barang jasa seharusnya tidak buat Faktur.

(2) Tata cara batal Faktur (1) dalam Lampiran K.

Pasal 24 - Pembetulan SPT Ganti Batal

(1) betul ganti Pasal 22 (1) batal Pasal 23 (1) gunakan aplikasi e-Faktur.

(2) Faktur pengganti Pasal 22 (1) batal Faktur Pasal 23 (1) sepanjang SPT Masa lapor Faktur ganti batal masih dapat disampaikan pembetulan sesuai ketentuan pajak.

(3) PKP serah BKP JKP telah lapor Faktur diganti batal (2) dalam SPT, harus pembetulan SPT bersangkutan sesuai ketentuan pajak.

(4) PKP beli BKP terima JKP telah lapor Faktur diganti batal (2) dalam SPT, harus pembetulan SPT bersangkutan sesuai ketentuan pajak.

BAB VI - FAKTUR PAJAK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN

Pasal 25 - PKP Pedagang Eceran

(1) serah BKP JKP ke beli BKP terima JKP karakteristik konsumen akhir Pasal 2 (5) merupakan penyerahan yang dilakukan secara eceran.

(2) Karakteristik konsumen akhir (1) meliputi:

a. pembeli penerima konsumsi langsung yang dibeli diterima; dan

b. pembeli penerima jasa tidak guna manfaat yang dibeli diterima kegiatan usaha.

(3) PKP kegiatan usaha serah ke karakteristik konsumen akhir (2), termasuk melalui PMSE, merupakan PKP pedagang eceran.

(4) PKP pedagang eceran (3) tidak dasar KLU, tapi transaksi serah ke karakteristik konsumen akhir (2).

Pasal 26 - Faktur Pedagang Eceran

(1) PKP PE Pasal 25 (3), dapat buat Faktur tanpa cantum:

a. keterangan identitas beli BKP terima JKP Pasal 5 b; dan

b. nama tanda tangan yang berhak Pasal 5 g,

untuk tiap serah ke karakteristik konsumen akhir Pasal 25 (2),

(2) Faktur (1) harus cantum paling sedikit:

a. nama alamat NPWP serah BKP JKP;

b. jenis barang jasa harga potongan harga;

c. PPN PPnBM yang dipungut; dan

d. kode NSFP tanggal buat Faktur.

(3) Nama alamat NPWP yang serah BKP JKP (2) a wajib sesuai surat pengukuhan PKP.

(4) Jenis barang jasa (2) b wajib sebenarnya mengenai yang diserahkan.

(5) PPN PPnBM dipungut (2) c dapat:

a. termasuk dalam harga jual ganti; atau

b. cantum terpisah dari harga jual ganti.

(6) Kode NSFP (2) d dapat tentu sendiri sesuai lazim usaha PKP PE.

(7) Faktur (2) dibuat paling sedikit untuk:

a. Pembeli BKP Penerima JKP; dan

b. arsip PKP PE.

(8) Arsip PKP PE (7) b dapat Faktur dalam media elektronik sarana simpan data.

(9) PPN dalam Faktur (2) PM tidak dapat dikreditkan.

Pasal 27 - Bentuk Faktur PKP PE

(1) Faktur Pasal 26 (2) bon kontan faktur jual segi cash register karcis kuitansi tanda bukti serah bayar lain sejenis.

(2) Faktur (1) dapat bentuk elektronik.

(3) PKP PE dapat betul ganti batal Faktur (1) sesuai lazim usaha PKP PE.

(4) Bentuk ukuran Faktur (1) (2) disesuaikan kepentingan PKP PE.

(5) Pengadaan Faktur (1) (2) dilakukan oleh PKP PE.

Pasal 28 - Faktur Swaguna Non-Hubungan PE Fasilitas

(1) PKP dapat buat Faktur Pasal 26 (2) atas:

a. pakai sendiri BKP JKP tidak kait kegiatan produksi selanjutnya guna kegiatan tidak hubungan langsung kegiatan usaha PKP bersangkutan; dan

b. pemberian cuma-cuma ke beli BKP terima JKP karakteristik konsumen akhir Pasal 25 (2).

(2) PKP PE dapat buat Faktur Pasal 26 (2) untuk serah dapat fasilitas tidak dipungut dibebaskan PPN.

Pasal 29 - BKP JKP Tertentu ke Konsumen Akhir

(1) kecuali ketentuan Pasal 26 (2), Faktur serah BKP JKP tertentu ke karakteristik konsumen akhir Pasal 25 (2) dibuat sesuai Pasal 2 (2) & (3).

(2) BKP tertentu (1) meliputi:

a. angkutan darat kendaraan bermotor;

b. angkutan air kapal pesiar kapal ekskursi kapal feri yacht;

c. angkutan udara pesawat terbang helikopter balon udara;

d. tanah bangunan; dan

e. senjata api peluru.

(3) JKP tertentu (1) meliputi:

a. jasa sewa angkutan darat kendaraan bermotor;

b. jasa sewa angkutan air kapal pesiar kapal ekskursi kapal feri yacht;

c. jasa sewa angkutan udara pesawat terbang helikopter balon udara; dan

d. jasa sewa tanah bangunan.

BAB VII - PERSYARATAN FORMAL DAN MATERIAL FAKTUR PAJAK, FAKTUR PAJAK TIDAK LENGKAP, FAKTUR PAJAK TERLAMBAT DIBUAT, DAN FAKTUR PAJAK DIANGGAP TIDAK DIBUAT

Pasal 30 - Syarat Formal Material

(1) syarat formal Pasal 2 (6) bila isi benar lengkap jelas, sesuai syarat Pasal 5.

(2) syarat material Pasal 2 (6) bila isi keterangan sebenarnya serah BKP JKP.

Pasal 31 - Tidak Formal Tidak Lengkap

(1) Faktur tidak penuh formal Pasal 30 (1) dalam hal:

a. e-Faktur Pasal 12 (2) tidak cantum keterangan Pasal 5 Faktur Pasal 26 (1) tidak cantum keterangan Pasal 26 (2);

b. cantum keterangan tidak sebenarnya; dan/atau

c. isi keterangan tidak sesuai ketentuan pengisian keterangan.

(2) Faktur (1) merupakan Faktur yang diisi tidak lengkap.

(3) PKP buat Faktur (2) kena sanksi administratif Pasal 14 (4) UU KUP.

(4) PPN cantum Faktur (2) PM yang tidak dapat dikreditkan.

(5) Contoh Faktur isi tidak lengkap (2) dalam Lampiran A 4.

Pasal 32 - Faktur Terlambat Dibuat

(1) Faktur terlambat buat dalam tanggal cantum Faktur lewat saat Faktur seharusnya dibuat Pasal 3 (2)/Pasal 4 (3).

(2) PKP buat Faktur (1) kena sanksi administratif Pasal 14 (4) UU KUP.

(3) Contoh Faktur terlambat (1) & tidak terlambat dalam Lampiran A 5.

Pasal 33 - Faktur Dianggap Tidak Dibuat

(1) Faktur anggap tidak dibuat dalam hal buat setelah lewat 3 bulan sejak seharusnya dibuat Pasal 3 (2)/Pasal 4 (3).

(2) PKP buat Faktur (1) kena sanksi administratif 14 (4) UU KUP.

(3) PPN cantum Faktur (1) PM tidak dapat dikreditkan.

(4) Contoh Faktur anggap tidak buat (1) dalam Lampiran A 6.

BAB VIII - PELAPORAN FAKTUR PAJAK

Pasal 34 - Kewajiban Pelaporan Faktur di SPT Masa

(1) PKP yang buat Faktur wajib lapor Faktur dalam SPT Pasal 2 (7) Masa sama tanggal buat.

(2) Tata cara lapor Faktur (1) dasar ketentuan bentuk isi tata cara isi sampai SPT.

(3) PKP tidak penuh wajib lapor Faktur (1) kena sanksi sesuai ketentuan pajak.

BAB IX - TATA CARA PENGAJUAN PERMINTAAN DAN PEMBERIAN DATA e-FAKTUR YANG RUSAK ATAU HILANG

Pasal 35 - Permintaan Data e-Faktur

(1) minta data e-Faktur Pasal 2 (8) dapat aju oleh PKP elektronik laman DJP langsung KPP tempat kukuh jika data rusak hilang.

(2) minta (1) batas data buat unggah ke DJP serta peroleh setuju dari DJP.

(3) minta data langsung KPP (1) dengan surat minta data format dalam Lampiran L.

(4) Kepala KPP beri data (1) langsung paling lama 20 hari kerja sejak surat minta diterima lengkap.

BAB X - KEADAAN TERTENTU

Pasal 36 - Keadaan Tertentu

(1) PKP buat Faktur bentuk kertas Pasal 2 (9) dalam keadaan tertentu sebabkan PKP tidak dapat buat e-Faktur.

(2) Keadaan tertentu (1) yaitu peperangan kerusuhan revolusi bencana alam pemogokan kebakaran sebab lain luar kuasa PKP ditetap oleh DJP.

(3) Bentuk ukuran Faktur kertas (1) format dalam Lampiran M.

(4) Format tata cara guna kode NSFP Faktur kertas (1) sama Lampiran B.

(5) Faktur kertas (3) paling sedikit untuk:

a. beli BKP terima JKP; dan

b. arsip PKP buat Faktur.

(6) Dalam keadaan tertentu (2) perlu betul ganti, dibuat bentuk kertas.

(7) keadaan tertentu (2) tetap berakhir oleh DJP, data Faktur kertas (1) & (6) wajib rekam unggah ke DJP guna aplikasi untuk persetujuan DJP.

(8) keadaan tertentu (2) Faktur perlu batal, Faktur direkam aplikasi saat keadaan tertentu (2) tetap berakhir oleh DJP.

(9) Ketentuan batas waktu unggah e-Faktur ke DJP Pasal 18 (1) tidak berlaku dalam keadaan tertentu (2).

BAB XI - KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 37 - Pengkreditan Pajak Masukan

(1) e-Faktur telah unggah ke DJP dengan aplikasi telah setuju dari DJP Pasal 18 (1) merupakan Faktur yang dibuat PKP.

(2) PPN dalam Faktur (1) dokumen tertentu dipersamakan Faktur Pasal 13 (6) UU PPN PM dapat dikreditkan PKP Pembeli Penerima sepanjang PPN:

a. bukan PPN Pasal 9 (8) UU PPN; dan

b. cantum dalam Faktur penuh formal Pasal 30 (1) material Pasal 30 ayat (2).

(3) Pengkreditan PM PKP Pembeli Penerima (2) tidak tergantung lapor dalam SPT PKP yang buat.

BAB XII - KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38 - Peralihan PM Dapat Dikreditkan - saat Peraturan ini mulai berlaku:

(1) kecualikan ketentuan Pasal 31 (4), PPN Faktur yang:

a. cantum alamat Pembeli Penerima berbeda surat pengukuhan, sepanjang sebenarnya;

b. buat sebelum implementasi aplikasi guna NSFP selain oleh DJP;

c. buat sebelum implementasi aplikasi guna NSFP ganda;

d. buat sebelum implementasi aplikasi tanggal buat mendahului surat beri NSFP; dan/atau

e. ditandatangani yang berhak tapi tidak/terlambat beri tahu KPP,

dibuat dasar PER-24/PJ/2012 merupakan PM dapat dikreditkan sepanjang penuh ketentuan pengkreditan sesuai ketentuan pajak; dan

(2) aplikasi e-Faktur Host-to-Host Pasal 1A (2) a PER-16/PJ/2014 tetap dapat guna sampai dicabutnya Keputusan DJP penetapan PKP yang gunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.

BAB XIII - KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39 - Pencabutan saat Peraturan mulai berlaku:

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:

A. PER-58/PJ/2010 PKP PE;

B. PER-24/PJ/2012 Tata Cara Faktur Pajak;

C. PER-16/PJ/2014 Faktur Elektronik; dan

D. KEP-754/PJ/2001 Konfirmasi Faktur Sistem Informasi,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 40 - Mulai Berlaku 1 April 2022

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.

Akhir

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2022

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

SURYO UTOMO

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran A - CONTOH KASUS

  1. Contoh mengenai pembuatan Faktur Pajak gabungan.
    1. PT A yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada PT B dan menerima pembayaran dari PT B selama bulan April 2022 sebagai berikut:

      Tanggal Uraian Harga Jual/
      Pembayaran (Rp)
      4 Penyerahan BKP 1.000.000,00
      11 Penyerahan BKP 1.500.000,00
      18 Penyerahan BKP 2.000.000,00
      19 Penerimaan pembayaran dari PT B atas penyerahan tanggal 4 April 2022 1.000.000,00
      25 Penyerahan BKP 2.500.000,00
      26 Penerimaan pembayaran uang muka dari PT B untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan Mei 2022 250.000,00
      30 Penyerahan BKP 3.000.000.00

      Dalam hal atas penyerahan tersebut hanya menggunakan 1 (satu) kode transaksi dan PT A memilih membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib membuat Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan dan pembayaran uang muka yang diterima pada bulan April 2022, yaitu dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp10.250.000,00 (Rp1.000.000,00 + Rp1.500.000,00 + Rp2.000.000,00 + Rp2.500.000,00 + Rp250.000,00 + Rp3.000.000,00).

    2. PTA yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV C sebagai berikut:
      1. penjualan BKP berupa komputer pada tanggal 2, 9, 16, 23, dan 30 April 2022; dan
      2. pemberian cuma-cuma BKP berupa keyboard dan mouse komputer pada tanggal 4, 11, 18, dan 25 April 2022. .. Berdasarkan data di ates maka PT A wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi 01 atas penyerahan (penjualan) BKP berupa komputer dan kode transaksi 04 atas penyerahan (pemberian cuma-cuma) BKP berupa keyboard dan mouse komputer. Dalam hal PT A memilih untuk membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib membuat:
        1. 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 01 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa komputer yang dilakukan pada bulan April 2022; dan
        2. 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 25 April 2022 atau paling lama tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 04 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa keyboard dan mouse komputer yang dilakukan pada bulan April 2022.
    3. Contoh pencantuman nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dalam Faktur Pajak.
      1. Pada bulan Mei 2022, PT D yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP dengan rincian sebagai berikut.
        1. Penyerahan BKP kepada PT E yang beralamat di Gedung Tinggi, Lantai 9, Jalan Gatot Subroto No. 420, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Alamat PT E tersebut merupakan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya yang juga tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP PT E. Atas penyerahan tersebut, PT D wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat PT E yaitu Gedung Tinggi, Lantai 9, Jalan Gatot Subroto No. 420, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190.
        2. Penyerahan BKP kepada CV F yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Kav. 560, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Alamat CV F tersebut merupakan alamat yang sebenamya atau sesungguhnya, Namun, alamat yang masih tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP CV F yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 561, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Perbedaan alamat tersebut terjadi karena CV F baru pindah alamat dan belum mengajukan permohonan perubahan data. Atas penyerahan tersebut, PT D wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat CV F sesuai dengan:

          1. alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 560, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190; atau
          2. alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP, yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 561, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190.

          Mengingat alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP berbeda dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya maka CV F harus mengajukan permohonan perubahan data berupa alamat dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.

        3. Penyerahan BKP kepada PT G yang kantor pusatnya beralamat di Jalan T.M.P. Kalibata No. 100G, RT 60/RW 70, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan 12750. PT G pusat terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua dengan NPWP 01.999.999.9-055.000 sehingga tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan di PT G pusat. PT G mempunyai cabang yang berada di kawasan berikat yang atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN tidak dipungut. PT G cabang tersebut beralamat di Jalan Raya. Semarang Kendal KM 12, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang 50181. PT G cabang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat dengan NPWP 01.999.999.9-503.001.

          Dalam hal atas penyerahan tersebut, BKP dikirimkan ke alamat PT G cabang maka PT D wajib membuat Faktur Paiak yang mencantumkan nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP yaitu sebagai berikut:

          1. nama diisi dengan nama PT G pusat;
          2. NPWP diisi dengan NPWP PT G pusat, yaitu 01.999.999.9-055.000; dan
          3. alamat diisi dengan alamat PT G cabang, yaitu Jalan Raya Semarang Kendal KM 12, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang 50181.
    4. Contoh mengenai batas waktu pengunggahan (peng-upload-an) dan persetujuan e-Faktur.
      1. a. PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 11 April 2022. PT H membuat e-Faktur pada tanggal 11 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 11 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal 14 Mei 2022.

        Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, e-Faktur yang dibuat dan diunggah (di-upload) oleh PT H tersebut dapat diberikan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak karena diunggah (di—upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 15 Mei 2022.

      2. PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 18 April 2022. PT H membuat e-Faktur pada tanggal 18 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 18 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal 16 Mei 2022.

        Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan persetujuan (reject) atas e-Faktur yang diunggah (di-upload) tersebut karena diunggah (di-upload) setelah tanggal 15 Mei 2022. e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (reject) tersebut bukan merupakan Faktur Pajak.

    5. Contoh Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap.

      PT I merupakan PKP yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri (pabrikan) sepatu. Berdasarkan surat pengukuhan PKP, diketahui PT I memiliki NPWP 03.456.789.1-012.000 dan beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42G, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Selain menjual sepatu kepada distributor, PT I juga melakukan penjualan kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir melalui toko ritelnya yang bernama Toko I-Sepatu.

      1. PT I menjual sepatu kepada distributor Tuan Ogi, warga negara Indonesia orang pribadi, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 423, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan identitas Pembeli BKP sebagai berikut:

        Nama : Ogi

        Alamat : Jalan Gatot Subroto No. 42B, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190

        NPWP : 00.000.000.0-000.000

        NlK/paspor : -

        Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena Faktur Pajak tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 humf b angka 2 Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu mencantumkan NPWP 00.000.000.0-000.000, tetapi tidak mencantumkan NIK.

      2. PT I menjual sepatu kepada distributor CV J, NPWP 72.345.678.9-012.000, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42D, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan kode transaksi 04 pada isian kode dan NSFP. Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena. Faktur Pajak berisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka 2 huruf a angka 1) Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu mencantumkan kode transaksi 04, seharusnya kode tansaksi 01.
      3. PT I menjual sepatu kepada konsumen akhir Nyonya Fio melalui Toko I-Sepatu. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak bagi PKP pedagang eceran berupa faktur penjualan dengan mencantumkan identitas penjual BKP sebagai berikut:

        Nama : PT I

        NPWP :03.456.789.1-012.000

        Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu tidak mencantumkan alamat PT I.

    6. Contoh Faktur Pajak terlambat dibuat dan tidak terlambat dibuat.
      1. PT K yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV L yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada tanggal 12 April 2022. PT K membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 April 2022 dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 13 April 2022.

        Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang terlambat dibuat. PT K dikenai sanksi adnfinistratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. Dalam hal CV L merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

      2. Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, Faktur Pajak yang dibuat oleh PT H bukan merupakan Faktur Paiak yang terlambat dibuat karena meskipun diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 14 Mei 2022, tetapi tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut sama dengan tanggal saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, yaitu tanggal 11 April 2022.
    7. Contoh Faktur Pajak dianggap tidak dibuat.

      CV M yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada. PT N yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada tanggal 20 April 2022. Namun, tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak yaitu 20 Juli 2022.

      Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dianggap tidak dibuat karena dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, yaitu setelah melewati tanggal 19 Juli 2022.

      CV M dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, dan dalam hal PT N merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Lampiran B - FORMAT DAN TATA CARA PENGGUNAAN KODE DAN NSFP

  1. Format kode dan NSFP.

    Format kode dan NSFP terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:

    1. 2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi;
    2. 1 (satu) digit berikutnya adalah kode status; dan
    3. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah NSFP.

    Format kode dan NSFP secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:

     Format Kode dan NSFP

    Penulisan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.

    Direktorat Jenderal Pajak memberikan NSFP kepada PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan. Misalnya, untuk tahun 2022 akan dimulai dari NSFP 000-22.00000001, dan seterusnya.

    Contoh penulisan kode dan NSFP yaitu sebagai berikut:

    1. 010.000-22.00000001,

      berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status Faktur Pajak normal (bukan Faktur Pajak pengganti), dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai dengan NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, tahun pembuatan Faktur Pajak 2022.

    2. 011.000-22.00000001,

      berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status Faktur Pajak pengganti, dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti, tahun pembuatan Faktur Pajak yang diganti 2022.

  2. Tata cara penggunaan kode dan NSFP.
    1. Tata Cara penggunaan kode transaksi pada Faktur Pajak.
      1. Kode transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut.
        • 01: Digunakan untuk

        • 02: Digunakan untuk

        • 03: Digunakan untuk

        • 04: Digunakan untuk

        • 05: Digunakan untuk

        • 06: Digunakan untuk

        • 07: Digunakan untuk

        • 08: Digunakan untuk

        • 09: Digunakan untuk

      2. Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM, tetap menggunakan kode transaksi 07 atau 08, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 01 sampai dengan 06 dan kode transaksi 09.
      3. Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08, penyerahan kepada pemungut PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN yang bersangkutan tetap menggunakan kode transaksi 02 atau 03, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, 06, dan 09.
      4. Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08 serta 02 dan 03, penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN tetap menggunakan kode transaksi 06, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, den 09.
      5. Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan 09 maka kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi 01.
      6. Dalam hal penyerahannya kepada pemungut PPN, tetapi PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh pemungut PPN yang bersangkutan maka. kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 5).
    2. Tata cara penggunaan kode status pada Faktur Pajak.
      1. Kode status diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
        1. 0 (nol) untuk status normal; atau
        2. 1 [satu) untuk status pengganti.
      2. Dalam hal dibuat Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka kode status yang digunakan tetap kode status 1 (satu).
    3. Tata cara penggunaan NSFP.
      1. NSFP terdiri atas 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun pembuatan pads. digit keempat dan digit kelima.
      2. NSFP diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.

        Contoh:

        PKP meminta dan dapat diberikan 100 NSFP maka NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa;

        • 900.22.00000001 s.d. 900.22.00000100;
        • 900.22.99999901 s.d. 901.22.00000000;
        • 900.22.99999999 s.d. 901.22.00000098, dan sebagainya.
      3. NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun pembuatan yang tertera dalam NSFP sebagaimana dimaksud pada angka 1) mulai tanggal surat pemberian NSFP.

        Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud pada angka 2) maka NSFP hanya dapat digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak dalam tahun 2022.

Lampiran C - TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK

  1. Kode dan NSFP.

    Diisi dengan kode dan NSFP yang format dan tata cara penggunaannya tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini.

  2. Identitas PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.

    1. Nama

      Diisi dengan nama PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.

    2. Alamat

      Diisi dengan alamat PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.

    3. NPWP

      Diisi dengan NPWP PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.

    Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, PKP harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dam/atau alamat dalam surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.

  3. Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP.

    Diisi dengan identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:

    1. nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
    2. nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
    4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.

    Nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya. Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP.

    Penulisan alamat lazimnya didahului dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor bangunan dan RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos. Dalam hal terdapat kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan) maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan.

    Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di atas, dalam hal suatu alamat berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor bangunan maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nomor RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos.

    Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Waiib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.

    Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. nama dan NPWP diisi dengan nama clan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan
    2. alamat diisi dengan alamat tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan yang menerima BKP dan/atau JKP.

    Jika Pembeli BKP atau Penerima JKP mempakan subjek pajak dalam negeri orang pribadi dan dalam Faktur Pajak dicantumkan identitas berupa nama, alamat, dan NIK, maka kolom NPWP dapat diisi dengan NPWP orang pribadi tersebut atau 00.000.000.0-000.000.

    Jika Pembeli BKP atau Penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri orang pribadi, subjek pajak luar negeri badan, atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan, maka kolom NPWP dalam Faktur Pajak diisi dengan 00.000.000.0-000.000.

  4. Pengisian mengenai BKP dan/ atau JKP yang diserahkan.
    1. Kolom “No.”

      Diisi dengan nomor urut dari BKP dan/ atau JKP yang diserahkan.

    2. Kolom “Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.”

      Diisi dengan jenis BKP dan/atau JKP yang diserahkan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.

      1. Dalam hal diterima uang muka, termin, atau angsuran, kolom ini ditambah dengan keterangan, misalnya uang muka, termin, atau angsuran, atas penyerahan BKP den/atau JKP.
      2. Dalam hal diketahui jumlah unit atau satuan tertentu lainnya, PKP harus menambahkan keterangan jumlah unit atau satuan tertentu lainnya tersebut atas BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
      3. Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru kepada Pembeli BKP untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru, kolom ini wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka, dengan format:

        #merek#tipe#varian#nomor rangka.

        Contoh:

        PT O yang merupakan PKP dealer kendaraan bermotor baru merek OTR menyerahkan 3 (tiga) unit kendaraan bermotor baru kepada Tuan P sebagai pembeli dengan rincian data sebagai berikut:

        Merek Tipe Varian Jumlah Unit Harga Jual per unit (Rp) Nomor Rangka
        OTR Alpha MT 1 200.000.000 MHYKZEBISCJ115045
        OTR Betha AT 2 350.000.000 MHYABCBICBA124588
        MHYABCSICBA125124

        Berdasarkan data di atas, kolom “Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak” diisi sebagai berikut:

        No. Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
        1. OTR#Alpha#MT#MHYKZEBISCJ115045 200.000.000
        2. OTR#Betha#AT#MHYABCBICBA124588 350.000.000
        3. OTR#Betha#AT#MHYABCSICBA125124 350.000.000
      4. Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan, kolom ini wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud, yang lazimnya didahului dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor unit (tanah/bangunan) dan RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta. diakhiri dengan kode pos.

        Dalam hal terdapat kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan) maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan.

        Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di atas:

        1. dalam hal suatu alamat berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor unit (tanah/bangunan) maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nomor RT/ RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos; dan
        2. dalam hal penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan oleh PKP yang menyerahkan properti baru yang belum terbentuk struktur RT/RW dan belum memiliki nama jalan maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nama kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan), nomor unit (tanah/bangunan), nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos.
    3. Kolom “Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.”
      1. Diisi dengan harga jual atau penggantian atas BKP dan/atau JKP yang diserahkan sebelum dikurangi dengan uang muka atau termin.
      2. Dalam hal diterima uang muka atau termin maka yang menjadi dasar penghitungan PPN yaitu jumlah uang muka atau termin yang bersangkutan.
  5. Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.

    Diisi dengan penjumlahan dari nilai dalam kolom “Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.”

  6. Potongan Harga.

    Diisi dengan total nilai potongan harga BKP dan/atau JKP yang diserahkan, dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan.

  7. Uang Muka yang Telah Diterima.

    Diisi dengan nilai uang muka yang telah diterima dari penyerahan BKP dan/atau JKP.

  8. Dasar Pengenaan Pajak.

    Diisi dengan:

    1. nilai pada jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin sebagaimana dimaksud pada angka 5 dikurangi dengan potongan harga dan uang muka yang telah diterima;
    2. dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
    3. nilai tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang menjadi dasar penghitungan PPN yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN.
  9. Total PPN.

    Diisi dengan jumlah PPN yang terutang sebesar:

    1. tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8; atau
    2. besaran tertentu PPN yang dipungut sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN.
  10. Total PPnBM.

    Hanya diisi apabila terjadi penyerahan BKP yang tergolong mewah, yaitu sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud panda angka 8.

  11. ………………., tanggal ……………………..

    Diisi dengan tempat dan tanggal Faktur Pajak dibuat.

  12. Nama dan Tanda Tangan.

    Diisi dengan nama dan Tanda Tangan Elektronik PKP orang pribadi yang menandatangani Faktur Pajak atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani Faktur Pajak.

  13. Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah maka:

    1. hanya Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8, Total PPN sebagaimana dimaksud pada angka 9, dan Total PPnBM sebagaimana dimaksud pada angka 10, yang harus dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat; dan
    2. untuk Faktur Pajak pengganti, kurs yang digunakan yaitu kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak yang diganti pertama kali seharusnya dibuat.

Lampiran D - CONTOH BENTUK e-FAKTUR

 Contoh Bentuk //e//-Faktur
 Penjelasan Contoh Bentuk //e//-Faktur

Lampiran E - CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN KODE AKTIVASI

 Contoh Format Kode Aktivasi

Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi
  1. Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  2. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  3. Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
  4. Diisi dengan nomor surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
  5. Diisi dengan tanggal surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
  6. Diisi dengan nama PKP.
  7. Diisi dengan NPWP PKP.
  8. Diisi dengan alamat PKP.
  9. Diisi dengan nomor surat permintaan aktivasi akun PKP.
  10. Diisi dengan tanggal surat permintaan aktivasi akun PKP.
  11. Diisi dengan Kode Aktivasi PKP.
  12. Diisi dengan username PKP.
  13. Diisi dengan alamat posel (email) PKP yang tercantum dalam surat permintaan aktivasi akun PKP.
  14. Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
  15. Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.

Lampiran F - CONTOH FORMAT SURAT PERMINTAAN NSFP

 Contoh Permintaan NSFP

Petunjuk Pengisian Surat Permintaan NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
  1. Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
  2. Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani.
  3. Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP.
  4. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  5. Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  6. Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP.
  7. Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
  8. Diisi dengan nama PKP.
  9. Diisi dengan NPWP PKP.
  10. Diisi dengan alamat PKP.
  11. Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP.
  12. Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka(11).
  13. Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
  14. Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN.
  15. Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (14).
  16. Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).

 Contoh Permintaan NSFP Jumlah Tertentu

Petunjuk Pengisian Surat Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu
  1. Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
  2. Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani.
  3. Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP.
  4. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  5. Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  6. Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP.
  7. Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
  8. Diisi dengan nama PKP.
  9. Diisi dengan NPWP PKP.
  10. Diisi dengan alamat PKP.
  11. Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP, yang mencerminkan proyeksi kebutuhan NSFP selama 3 (tiga) Masa Pajak.
  12. Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka(11).
  13. Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
  14. Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan alasan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
  15. Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN.
  16. Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (15). Dalam hal isian pada angka (14) diisi dengan alasan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, kolom ini diisi dengan jumlah keseluruhan Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang serta seluruh PKP yang tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan.
  17. Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).

Lampiran G - CONTOH FORMAT SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK

 Contoh Pemberian NSFP

PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK
  1. Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  2. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  3. Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
  4. Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
  5. Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
  6. Diisi dengan nama PKP.
  7. Diisi dengan NPWP PKP.
  8. Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik.
  9. Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik.
  10. Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP.
  11. Diisi dengan nomor awa] NSFP yang diberikan.
  12. Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.

Lampiran H - CONTOH FORMAT SURAT PEMBERIAN NSFP

 Contoh Pemberian NSFP

Petunjuk Pengisian Surat Pemberian NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
  1. Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  2. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  3. Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
  4. Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP.
  5. Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP.
  6. Diisi dengan nama PKP.
  7. Diisi dengan NPWP PKP.
  8. Diisi dengan alamat PKP.
  9. Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP.
  10. Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP.
  11. Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
  12. Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan.
  13. Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
  14. Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
  15. Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
  16. Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.

 Contoh Pemberian NSFP Jumlah Tertentu

Petunjuk Pengisian Surat Pemberian NSFP dengan Jumlah Tertentu
  1. Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  2. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  3. Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
  4. Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu.
  5. Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu.
  6. Diisi dengan nama PKP.
  7. Diisi dengan NPWP PKP.
  8. Diisi dengan alamat PKP.
  9. Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
  10. Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
  11. Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
  12. Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan.
  13. Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
  14. Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
  15. Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
  16. Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.

Lampiran I - CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN CETAK ULANG KODE AKTIVASI DAN KIRIM ULANG PASSWORD

 Contoh Permohonan Cetak Ulang

Petunjuk Pengisian Surat Permohonan Cetak Ulang Kode Akfivasi/Kirim Ulang Password
  1. Diisi dengan nomor surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
  2. Diisi dengan tanggal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/Kirim ulang Password ditandatangani.
  3. Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password.
  4. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  5. Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  6. Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password.
  7. Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password. Dalam hal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/ldrim ulang Password ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
  8. Diisi dengan nama PKP.
  9. Diisi dcngan NPWP PKP.
  10. Diisi dengan alamat PKP.
  11. Diisi dengan alamat posel (email) utama yang dimiliki PKP.
  12. Diisi dengan alamat posel (email) alternatif selain alamat posel (email) sebagaimana dimaksud pada angka (11).
  13. Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).

Lampiran J - TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK PENGGANTI

  1. Atas permintaan PKP Pembeli BKP den/atau Penerima JKP atau atas kemauan sendiri, PKP yang membuat Faktur Pajak membetulkan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau penulisan dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti menggunakan aplikasi e-Faktur.
  2. Pembuatan Faktur Pajak pengganti dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang—undangan di bidang perpajakan.
  3. Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau penulisan tidak diperkenankan dilakukan selain dengan cara sebagaimana dimaksud pada angka 1.
  4. Pembuatan Faktur Pajak pengganti dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini.
  5. Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada angka 1, diisi berdasarkan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
  6. NSFP Faktur Pajak pengganti tetap menggunakan NSFP yang sama dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti.
  7. Tanggal Faktur Pajak pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak pengganti dibuat.
  8. Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP telah melaporkan Faktur Pajak yang djganti dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  9. Dalam hal PKP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak masukan maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  10. Faktur Pajak pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
  11. Pelaporan Faktur Pajak pengganti dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada angka 10 harus mencantumkan kode dan NSFP Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan dalam formulir SPT Masa PPN.

Lampiran K - TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

  1. PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak menggunakan aplikasi e—Faktur untuk Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
    1. BKP dan/atau JKP yang transaksinya dibatalkan; atau
    2. barang dan/atau jasa yang seharusnya tidak dibuatkan Faktur Pajak.
  2. Pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dibatalkan masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  3. Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
  4. Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasikan oleh PKP yang membuat Faktur Pajak.
  5. Dalam hal PKP yang membuat Faktur Pajak belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
  6. Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP atau barang dan/atau menyerahkan JKP atau jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
  7. Dalam hal PKP Pembeli BKP atau pembeli barang dan/atau Penerima JKP atau penerima jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak masukan maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.

Lampiran L - CONTOH FORMAT SURAT PERMINTAAN DATA e-FAKTUR

 Contoh Permintaan Data Efaktur

Petunjuk Pengisian Surat Permintaan Data e-Faktur
  1. Diisi dengan nomor surat permintaan data e-Faktur sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
  2. Diisi dengan tanggal surat permintaan data e-Faktur ditandatangani.
  3. Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan data e-Faktur.
  4. Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  5. Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
  6. Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan data e-Faktur.
  7. Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan data e-Faktur. Dalam hal surat permintaan data e-Faktur ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
  8. Diisi dengan nama PKP.
  9. Diisi dengan NPWP PKP.
  10. Diisi dengan alamat PKP.
  11. Diisi dengan Masa Pajak awal dari data e-Faktur yang diminta.
  12. Diisi dengan tahun dari Masa Pajak awal sebagaimana dimaksud pada angka (11).
  13. Diisi dengan Masa Pajak akhir dari data e-Faktur yang diminta.
  14. Diisi dengan tahun dari Masa Pajak akhir sebagaimana dimaksud pada angka (13).
  15. Diisi dengan alasan permintaan data e-Faktur.
  16. Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).

Lampiran M - CONTOH FORMAT BENTUK DAN UKURAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK KERTAS (HARDCOPY)

 Contoh Faktur Pajak Kertas

Petunjuk Pengisian Faktur Pajak Berbentuk Kertas (Hardcopy)
  1. Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
  2. Tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali untuk tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g Peraturan Direktur Jenderal ini.
  3. Tanda tangan untuk Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) diisi dengan tanda tangan basah PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal ini.

Akhir

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

SURYO UTOMO

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
u.b.
KEPALA BAGIAN UMUM,

ttd

DWI BUDI ISWAHYU
NIP 19701102 199012 1 001

resume/per/03pj2022ringkas.txt · Last modified: 2023/03/23 00:14 by jack