User Tools

Site Tools


peraturan:uu:41tahun2008
                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

Menimbang : 

a.  bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan 
    Belanja Negara (APBN) diajukan oleh Presiden setiap tahun untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan 
    Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah ; 
b.  bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan 
    Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya 
    kemakmuran rakyat; 
c.  bahwa APBN Tahun Anggaran 2009 disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan 
    negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara dalam rangka mendukung 
    terwujudnya perekonomian nasional berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip 
    kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta 
    dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; 
d.  bahwa penyusunan APBN Tahun Anggaran 2009 berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah tahun 
    2009 dan memperhatikan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang aman dan 
    damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat; 
e.  bahwa sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, Pemerintah harus 
    menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk 
    memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; 
f.  bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2009 antara Dewan Perwakilan
    Rakyat bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah 
    sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 33/DPD/2008 tanggal 2 Juli 2008; 
g.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f, perlu 
    membentuk Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009. 

Mengingat :

1.  Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 31 ayat (4), dan 
    Pasal 33 ayat (1), (2), (3), dan (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
2.  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313); 
3.  Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 
    tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, 
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
4.  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
    3687); 
5.  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 
    1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Nomor 3986); 
6.  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 
    tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara. Republik Indonesia Nomor 3988); 
7.  Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236); 
8.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 
9.  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297); 
10. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 
11. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 
    tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan 
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357); 
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Nomor 4389); 
14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab 
    Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 4421); 
16.     Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 
17.     Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan 
    Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan 
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 
18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586); 
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 
20. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 
    tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan 
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661.); 
21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 
    1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 
22. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 
    tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 
23. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
    4852);
24.     Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang 
    Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua 
    menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan 
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 
25. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 
    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 133, 
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indsnesia Nomor 4893). 


                        Dengan Persetujuan Bersama
                DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
                          dan 
                   PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 


                           MEMUTUSKAN: 

Menetapkan :
 
UNDANG-UNDANG TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009. 


                        Pasal 1 

Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan: 
1.  Pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan 
    perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar 
    negeri. 
2.  Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan 
    pajak perdagangan internasional. 
3.  Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak 
    pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan 
    bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya.
4.  Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang berasal dari bea masuk dan 
    bea keluar. 
5.  Penerimaan negara bukan pajak adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk 
    penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara (BUMN), 
    penerimaan negara bukan pajak lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). 
6.  Cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan (recoverable cost) oleh 
    Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan menggunakan hasil produksi minyak bumi dan gas 
    bumi (migas) sesuai dengan ketentuan/ peraturan yang berlaku. 
7.  Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari sumbangan oleh pihak swasta 
    dalam negeri dan pemerintah daerah serta sumbangan oleh pihak swasta dan pemerintah luar negeri, 
    yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus 
    menerus, dialokasikan untuk mendanai kegiatan tertentu. 
8.  Belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja 
    pemerintah pusat dan transfer ke daerah. 
9.  Belanja pemerintah pusat menurut organisasi adalah belanja pemerintah pusat yang dialokasikan 
    kepada kementerian negara/lembaga, sesuai dengan program-program Rencana Kerja Pemerintah 
    yang akan dijalankan. 
10. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk 
    menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi 
    ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, fungsi 
    pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial. 
11. Belanja pemerintah pusat menurut jenis adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk 
    membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja
    hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. 
12.     Belanja pegawai adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam
    bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah pusat, pensiunan, anggota 
    Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang 
    bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah 
    dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. 
13. Belanja barang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang 
    dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang 
    tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada 
    masyarakat serta belanja perjalanan. 
14. Belanja modal adalah belanja pemerintah pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal 
    dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik 
    lainnya. 
15. Pembayaran bunga utang adalah belanja pemerintah pusat yang digunakan untuk membayar 
    kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun luar 
    negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan untuk utang outstanding dan tambahan 
    utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang. 
16. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, 
    menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak 
    sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. 
17. Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada bahan bakar minyak dan tenaga listrik, 
    sehingga harga jualnya terjangkau masyarakat yang membutuhkan. 
18. Belanja hibah adalah belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah 
    kepada Badan usaha Milik Negara, Badan usah Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau lembaga/
    organisasi internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
    tidak secara terus menerus. 
19. Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang yang diberikan 
    kepada masyarakat melalui kementerian negara/lembaga, guna melindungi dari terjadinya berbagai 
    risiko sosial. 
20. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat 
    diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai
    dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum. 
21. Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa 
    dana perimbangan, dana otonomi khusus dan penyesuaian, serta hibah ke daerah. 
22. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada 
    daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang terdiri atas 
    dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, sebagaimana dimaksud dalam 
    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan 
    Pemerintahan Daerah. 
23. Dana bagi hasil, selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang 
    dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah
    dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 
    Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 
24. Dana alokasi umum, selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN 
    yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk
    mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, sebagaimana dimaksud dalam 
    Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan 
    Pemerintahan Daerah. 
25. Dana alokasi khusus, selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN 
    yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus 
    yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, sebagaimana dimaksud dalam 
    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan 
    Pemerintahan Daerah. 
26. Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus 
    suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang 
    Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 
    tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang dan Undang- Undang Nomor 11 
    Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 
27. Dana Penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka 
    melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu mendukung percepatan pembangunan di 
    daerah. 
28. Hibah ke daerah adalah dana yang bersumber dari APBN dalam bentuk rupiah, serta pinjaman dan 
    hibah luar negeri (PHLN) yang diterushibahkan ke daerah, yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat 
    tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus, dan dialokasikan untuk mendanai 
    kegiatan tertentu. 
29. Sisa lebih pembiayaan anggaran, selanjutnya disingkat SILPA, adalah selisih lebih realisasi pembiayaan 
    atas realisasi defisit anggaran yang terjadi. 
30.     Pembiayaan defisit anggaran adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup 
    anggaran negara dalam APBN. 
31.     Pembiayaan dalam negeri adalah semua penerimaan pembiayaan yang berasal dari perbankan , dan 
    nonperbankan dalam negeri yang terdiri dari hasil privatisasi, hasil pengelolaan aset, surat berharga 
    negara, dan pengeluaran pembiayaan yang terdiri dari dana investasi pemerintah, dan dana bergulir. 
32. Privatisasi adalah penjualan saham persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain 
    dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan 
    masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham oleh masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam 
    Undang-Undang Nornor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 
33. Surat berharga negara, selanjutnya disingkat SBN meliputi surat utang negara dan surat berharga 
    syariah negara.
34. Surat utang negara, selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang 
    dalam matauang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh 
    Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam 
    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. 
35. Surat berharga syariah negara, selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah 
    surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian 
    penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam matauang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana 
    dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. 
36. Dana Investasi Pemerintah adalah dukungan Pemerintah dalam bentuk kompensasi finansial dan/atau 
    kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha. 
37. Restrukturisasi BUMN adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN, yang merupakan 
    salah satu langkah strategis untuk rnemperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja 
    dan meningkatkan nilai perusahaan. 
38. Pembiayaan luar negeri neto adalah semua pembiayaan yang berasal dari penarikan pinjaman luar 
    negeri yang terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek, dikurangi dengan pembayaran cicilan 
    pokok pinjaman luar negeri. 
39. Pinjaman program adalah pinjaman yang diterima dalam bentuk tunai (cash financing) yang 
    pencairannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati kedua belah pihak seperti 
    matriks kebijakan (policy matrix) atau dilaksanakannya kegiatan tertentu.
40.     Pinjaman proyek adalah pinjaman luar negeri yang digunakan untuk membiayai kegiatan tertentu yang
    telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka 
    Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dan berdasarkan Undang-Undang ini.
41. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui 
    kementerian negara/lembaga dan alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk
    gaji pendidik, namun tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai 
    penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggungjawab pemerintah.
42. Persentase anggaran pendidikan adalah perbandingan alokasi anggaran pendidikan terhadap total 
    anggaran belanja negara.
43.     Tahun anggaran 2009 adalah masa 1 (satu) tahun terhitung mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
    tanggal 31 Desember 2009 


                        Pasal 2 

(1) Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009 diperoleh dari sumber-sumber: 
    a.  Penerimaan perpajakan; 
    b.  Penerimaan negara bukan pajak; dan  
    c.  Penerimaan hibah. 
(2)     Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf a direncanakan sebesar 
    Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar 
    sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah). 
(3)     penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar 
    Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar 
    lima ratus lima puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah). 
(4)     Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar 
    Rp938.800.000.00,00 (sembilan ratus tiga puluh delapan miliar delapan ratus juta rupiah).
(5)     Jumlah anggaran pendapatan negara dan hibah Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) direncanakan sebesar Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus 
    delapan puluh lima triliun tuiuh ratus dua puluh lima miliar tiga ratus dua puluh delapan juta lima ratus 
    dua puluh dua ribu rupiah). 


                        Pasal 3 

(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri dari: 
    a.  Pajak dalam negeri; dan 
    b.  Pajak perdagangan internasional. 
(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar 
    Rp697.346.970.000.000,00 (enam ratus sembilan puluh tujuh triliun tiga ratus empat puluh enam 
    miliar sembilan ratus tujuh puluh juta rupiah), yang terdiri dari: 
    a.  Pajak Penghasilan sebesar Rp357.400.470.000.000,00 (tiga ratus lima puluh tujuh triliun empat 
        ratus miliar empat ratus tujuh puluh juta rupiah), termasuk PPh ditanggung Pemerintah atas: 
        (i)komoditi panas bumi sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah); (ii) bunga 
        atas surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional sebesar 
        Rp1.200.000.000,000,00 (satu triliun dua ratus miliar nipiah); dan (iii) terminasi dini hak 
        eksklusif PT Telkom (Pasal 25/29 badan) sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh 
        miliar rupiah), yanq pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 
    b.  Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebesar 
        Rp249.508.700.000.000,00 (dua ratus empat puluh sembilan triliun lima ratus delapan miliar 
        tujuh ratus juta rupiah), termasuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) atas: (i) sektor-sektor 
        tertentu dalam rangka penanggulangan dampak perlambatan ekonomi global dan pemulihan  
        sektor riil (counter cyclical) sebesar Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah); dan (ii) 
        BBM bersubsidi (PT Pertamina/Persero) sebesar Rp 10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun
        rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 
    c.  Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp28.916.300.000.000,00 (dua puluh delapan triliun 
        sembilan ratus enam belas miliar tiga ratus juta rupiah). 
    d.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebesar Rp7.753.600.000.000,00 (tujuh triliun 
        tujuh ratus lima puluh tiga miliar enam ratus juta rupiah), termasuk BPHTB ditanggung 
        pemerintah atas kekurangan DTP BPHTB PT Pertamina (Persero) tahun 2007 sebesar 
        Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan 
        Peraturan Menteri Keuangan. 
    e.  Cukai sebesar Rp49.494.700.000.000,00 (empat puluh sembilan triliun empat ratus sembilan 
        puluh empat miliar tujuh ratus juta rupiah). 
    f.  Pajak lainnya sebesar Rp4.273.200.000.000,00 (empat triliun dua ratus tujuh puluh tiga miliar 
        dua ratus juta rupiah). 
(3) Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b 
    direncanakan sebesar Rp28.496.000.000.0O0,00 (dua puluh delapan triliun empat ratus sembilan puluh 
    enam miliar rupiah), yang terdiri dari: 
    a.  Bea masuk sebesar Rp19.160.400.000.000,00 (sembilan belas triliun seratus enam puluh 
        miliar empat ratus juta rupiah), termasuk bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor 
        (PDRI) ditanggung pemerintah untuk sektor-sektor tertentu sebesar Rp2.500.000.000.000,00 
        (dua triliun lima ratus miliar rupiah), yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri 
        Keuangan.   
    b.  Bea keluar sebesar Rp9.335.600.000.000,00 (sembilan triliun tiga ratus tiga puluh lima miliar 
        enam ratus juta rupiah). 
(4) Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat 
    (3) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 


                        Pasal 4
 
(1)     Penerirnaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) terdiri dari: 
    a.  Penerimaan sumber daya alam; 
    b.  Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara; 
    c.  Penerimaan negara bukan pajak lainnya; dan 
    d.  Pendapatan BLU. 
(2)     Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar 
    Rp173.496.521.477.000,00 (seratus tujuh puluh tiga triliun empat ratus sembilan puluh enam miliar 
    lima ratus dua puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah), terdiri dari: 
    a.  Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA Migas) sebesar 
        Rp162. 123.070.000.000,00 (seratus enam puluh dua triliun seratus dua puluh tiga miliar tujuh 
        puluh juta rupiah), dengan ketentuan: 
        (i)     Penerimaan SDA Migas tersebut memperhitungkan cost recovery sebesar 
            US$ 11.050.750.000,00 (sebelas miliar lima puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu dolar
            Amerika Serikat), naik dari besaran tahun 2008 sebesar US$10.473.000.000,00 
            (sepuluh miliar empat ratus tujuh puluh tiga juta dolar Amerika Serikat), yang 
            disebabkan oleh kenaikan lifting gas on stream Exxon dan Tangguh, serta swap 
            Conoco dan Chevron. 
        (ii)    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditugaskan untuk melakukan audit atas kewajaran 
            unsur biaya dalam cost recovery sejak tahun 1997, dan apabila terdapat temuan 
            ketidakwajaran, maka BPK wajib melaporkan estimasi besaran kerugian negara yang 
            timbul, termasuk kerugian daerah dalam kerangka bagi hasil, dan disampaikan dalam 
            Laporan Pemerintah tentang Pelaksanaan APBN Semester I Tahun Anggaran 2009 
            untuk dapat ditindaklanjuti 
        (iii)   Pemerintah ditugaskan untuk rnenerbitkan Peraturan Pemerintah tentang cost recovery
            yang antara lain memuat: 
            1.  Unsur biaya yang dapat dikategorikan dan diperhitungkan sebagai unsur cost 
                recovery. 
            2.  Standar atau norma universal yang diberlakukan terhadap kewajaran unsur 
                biaya dalam perhitungan beban pajak dan cost recovery. 
            3.  Standar tersebut tidak hanya berpedoman pada Exhibit Contract, namun juga 
                disesuaikan dengan standar pembebanan yang berlaku umum sebagaimana 
                dimaksud pada butir (2). 
            4.  Cost recovery senantiasa harus mengikuti peraturan perundang-undangan 
                yang berlaku di Indonesia, sehingga acuan cost recovery dalam Exhibit 
                Contract perlu ditinjau kembali. 
            5.  Pemberlakuan Peraturan Pemerintah tersebut dilakukan efektif mulai 1 
                Januari 2009. 
        (iv)    Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS) ditugaskan 
            untuk memperkuat pengawasan dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara 
            dari sektor migas. 
    b.  Penerimaan sumber daya alam nonminyak bumi dan gas bumi (SDA Nonmigas) sebesar 
        Rp11.373.451.477 .00,00 (sebelas triliun tiga ratus tujuh puluh tiga miliar empat ratus lima 
        puluh satu juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu rupiah). 
(3) Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b 
    direncanakan sebesar Rp30.794.000.000.000,00 (tiga puluh triliun tujuh ratus sembilan puluh empat 
    miliar rupiah). 
(4) Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan 
    sebesar Rp49.210.801.248.000,00 (empat puluh sembilari triliun dua ratus sepuluh miliar delapan ratus
    satu juta dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah). 
(5) Pendapatan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan sebesar 
    Rp5.442.235.797.000,00 (lima triliun empat ratus empat puluh dua miliar dua ratus tiga puluh lima juta 
    tujuh ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah).  
(6)     Penunjukan Gelora Bung Karno dan Kompleks Kemayoran sebagai Badan Layanan Umum dalam 
    rangka optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d 
    dapat ditinjau kembali sesuai peraturan perundang-undangan, dalam hal ini terhadap sebagian aset 
    yang dikelola oleh Badan Layanan Umum Gelora Bung Karno dan sebagian atau seluruh aset yang 
    dikelola Badan Layanan Umum Kompleks Kemayoran akan ditetapkan sebagai Penyertaan Modal 
    Negara dalam suatu Badan Usaha Milik Negara. 
(7) Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), 
    ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 


                        Pasal 5 

(1) Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 terdiri dari:
    a.  Anggaran belanja pemerintah pusat; dan 
    b.  Anggaran transfer ke daerah. 
(2) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan 
    sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar 
    tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). 
(3) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar 
    Rp320.690.992.000.000,00 (tiga ratus dua puluh triliun enam ratus sembilan puluh miliar sembilan 
    ratus sembilan puluh dua juta rupiah). 
(4) Jumlah anggaran belanja negara Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan 
    ayat (3) direncanakan sebesar Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh 
    tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). 


                        Pasal 6 

(1)     Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a 
    dikelompokkan atas: 
    a.  Belanja pemerintah pusat menurut organisasi; 
    b.  Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan 
    c.  Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja. 
(2) Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 
    direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh 
    enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). 
(3) Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan 
    sebesar Rp716.376.946.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh enam miliar 
    tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). 
(4) Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c 
    direncanakan sebesar Rp716.376.346.122.000,00 (tujuh ratus enam belas triliun tiga ratus tujuh puluh 
    enam miliar tiga ratus empat puluh enam juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). 
(5) Rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat menurut unit organisasi/bagian anggaran, 
    fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja dibahas bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat dan 
    Pemerintah. 
(6) Rincian anggaran belanja pemerintah pusat Tahun Anggaran 2009 menurut organisasi sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), menurut fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dan 
    menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam 
    Peraturan Presiden yang menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini yang 
    ditetapkan paling lambat tanggal 30 Nopember 2008. 


                        Pasal 7 

Pengendalian anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam tahun anggaran 2009 ditempuh dengan 
kebijakan penetapan besaran subsidi BBM sesuai dengan Undang-Undang APBN dengan toleransi alokasi 
maksimum dari realokasi cadangan risiko fiskal. 


                        Pasal 8 

Pengendalian anggaran subsidi listrik dalam tahun anggaran 2009 dilakukan melalui: 
a.  Penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk pelanggan dengan 
    daya 6.600 VA (volt ampere)ke atas. 
b.  Perluasan penerapan kebijakan tarif insentif dan disinsentif untuk pelanggan dengan daya di bawah 
    6.600 VA. 
c.  Penerapan diversifikasi tarif regional seperti Batam dan Tarakan pada daerah-daerah lain. 
d.  Penyediaan kebutuhan pasokan gas untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) dari PT Perusahaan 
    Gas Negara (PT PGN) dan KKKS berkoordinasi dengan BP MIGAS. 
e.  Penyediaan Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang berasal dari kebutuhan ketersediaan 
    inkind batubara. 


                        Pasal 9 

(1) Pemerintah menjamin kecukupan pasokan gas yang dibutuhkan perusahaan produsen pupuk dalam 
    negeri dalam rangka menjaga ketahanan pangan. 
(2)     Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi pangan terutama pupuk pada masa yang akan datang, 
    pemerintah menjarnin harga gas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk dalam 
    negeri dengan harga domestik. 
(3)     Pemerintah Daerah diberi kewenangan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi melalui mekanisme 
    rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). 


                        Pasal 10 

(1)     Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk mempercepat penanggulangan 
    kemiskinan, maka bantuan langsung masyarakat (BLM) dalam program/kegiatan nasional 
    pemberdayaan masyarakat (PNPM) yang terdiri dari program pengembangan kecamatan (PPK), 
    program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP), program pengembangan infrastruktur 
    perdesaan (PPIP), dan percepatan pembangunan daerah tertinggal dan khusus (P2DTK) dalam Daftar 
    Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009, dapat diluncurkan sampai dengan akhir 
    April 2010 sebagai anggaran belanja tambahan Tahun Anggaran 2010.
(2)     Pengajuan usulan luncuran program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan 
    kepada Menteri Keuangan dalam bentuk konsep DIPA Luncuran (DIPA-L) paling lambat pada tanggal 
    16 Januari 2010; 
(3) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan DIPA-L sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), 
    ditetapkan oleh Pemerintah. 
(4) Pemerintah dapat melakukan kontrak dan pembiayaan tahun jamak terbatas sampai dengan tahun 
    2010 untuk mengatasi keperluan rnendesak dan belum terprogram yang pada tahap awal sumber 
    dananya antara lain berasal dari bantuan sosial penanggulangan bencana. 


                        Pasal 11 

(1) Dalam rangka menjaga kesinambungan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009, maka 
    program/kegiatan penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2009 yang dilakukan dalam tahun 2008 
    namun belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan 
    penyelesaiannya ke tahun 2009. 
(2) Pendanaan untuk program/kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari bagian 
    anggaran 069 (belanja lain-lain) dalam tahun 2009
(3) Penyelesaian kegiatan-kegiatan tersebut yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa publik 
    mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku.
(4) Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
    ditetapkan oleh Pemerintah.

 
                        Pasal 12
    
(1) Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam tahun 2008 namun
    belum dapat diselesaikan sampai dengan akhir Desember 2008 dapat dilanjutkan penyelesaiannya
    ke tahun 2009.
(2) Pendanaan untuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari pagu kementerian
    negara/lembaga masing-masing dalam tahun anggaran 2009.
(3)     Pengaturan lebih lanjut pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) ditetapkan
    oleh Pemerintah. 


                        Pasal 13 

(1) Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, maka alokasi dana pada Badan 
    Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dapat digunakan untuk melunasi kekurangan pembayaran 
    pembelian tanah, bantuan kontrak rumah, tunjangan hidup dan biaya evakuasi di luar peta terdampak 
    pada tiga desa (desa Besuki, Kedung Cangkring dan Penjarakan), serta untuk bantuan kontrak rumah, 
    tunjangan hidup, biaya evakuasi dan relokasi pada sembilan rukun tetangga di tiga desa (Siring Barat, 
    Jatirejo, dan Mindi). 
(2) Kekurangan pembayaran pembelian tanah di luar peta area terdampak pada tiga desa (desa Besuki, 
    Kedung Cangkring, dan Penjarakan) dilakukan setelah pembayaran pembelian tanah di dalam peta 
    area terdampak selesai dilakukan. 


                        Pasal 14 

Pemerintah diberi kewenangan untuk melakukan pengeluaran dalam rangka memenuhi setiap kewajiban yang 
timbul sehubungan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht). 


                        Pasal 15 

(1)     Perubahan rincian lebih lanjut dari anggaran belanja pemerintah pusat berupa: 
    a.  pergeseran anggaran belanja: 
        (i)     antarunit organisasi dalam satu bagian anggaran; 
        (ii)    antarkegiatan dalam satu program sepanjang pergeseran tersebut merupakan hasil 
            optimalisasi; dan/atau 
        (iii)   antarjenis belanja dalam satu kegiatan. 
    b.  perubahan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan peiak (PNBP); 
        dan  
    c.  perubahan pinjaman , dan hibah luar negeri (PHLN) sebagai akibat dari luncuran dan 
        percepatan penarikan PHLN; 
    ditetapkan oleh Pemerintah. 
(2)     Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di atas 
    pagu APBN untuk perguruan tinggi non-Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan BLU ditetapkan oleh 
    Pemerintah. 
(3)     Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 
    sepanjang masih dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka 
    tugas pembantuan, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka 
    dekonsentrasi. 
(4)     Perubahan rincian belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan 
    antarprovinsi/ kabupaten/kota untuk kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh unit organisasi di 
    tingkat pusat maupun oleh instansi vertikalnya di daerah. 
(5)     Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), dan (4) dilaporkan Pemerintah kepada DPR 
    dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. 


                        Pasal 16 

(1) Anggaran transfer ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri dari: 
    a.  Dana perimbangan; 
    b.  Dana otonomi khusus dan penyesuaian; dan 
    c.  Hibah ke daerah. 
(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar 
    Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar 
    empat ratus tiga belas juta delapan ratus ribu rupiah). 
(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan 
    sebesar Rp23.738.578.200.000,00 (dua puluh tiga triliun tujuh ratus tiga puluh delapan miliar lima 
    ratus tujuh puluh delapan juta dua ratus ribu rupiah). 
(4) Hibah ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c nihil. 


                        Pasal 17 

(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri dari: 
    a.  Dana bagi hasil; 
    b.  Dana alokasi umum; dan 
    c.  Dana alokasi khusus. 
(2) Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar 
    Rp85.718.725.000.000,00 (delapan puluh lima triliun tujuh ratus delapan belas miliar tujuh ratus dua 
    puluh lima juta rupiah). 
(3) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar 
    Rp186.414.100.000.000,00 (seratus delapan puluh enam triliun empat ratus empat belas miliar seratus 
    juta rupiah). 
(4) Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c direncanakan sebesar 
    Rp24.819.588.800.000,00 (dua puluh empat triliun delapan ratus sembilan belas miliar lima ratus 
    delapan puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah). 
(5) Perhitungan dan pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam 
    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan 
    Pemerintahan Daerah. 
(6) Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan 
    ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 


                        Pasal 18 

(1)     Dana otonorni khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b terdiri 
    dari: 
    a.  Dana otonomi khusus; dan 
    b.  Dana penyesuaian. 
(2)     Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a direncanakan sebesar 
    Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan ratus lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh 
    empat juta rupiah). 
(3)     Dana penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b direncanakan sebesar 
    Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta 
    dua ratus ribu rupiah). 


                        Pasal 19 

(1)     Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2009 sebesar 
    Rp985.725.328.522.000,00 (sembilan ratus delapan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh lima miliar 
    tiga ratus dua puluh delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah Anggaran Belanja Negara sebesar 
    Rp1.037.067.338.122.000,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh
    delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), 
    sehingga dalam Tahun Anggaran 2009 terdapat Defisit Anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00 
    (lima puluh satu triliun tiga ratus empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah), 
    yang akan dibiayai dari Pembiayaan Defisit Anggaran. 
(2)     Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh 
    dari sumber: 
    a.  Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh triliun tujuh ratus 
        sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta rupiah); 
    b.  Pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00 (sembilan triliun empat 
        ratus empat puluh delapan miliar dua ratus empat puluh juta empat ratus ribu rupiah). 
(3)     Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2009 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
    adalah sebagaimana tercantum dalam penjelasan ayat ini. 


                        Pasal 20 

(1)     Pada pertengahan Tahun Anggaran 2009, Pemerintah menyusun Laporan tentang Realisasi 
    Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Semester Pertama Tahun Anggaran 2009 
    mengenai: 
    a.  Realisasi pendapatan negara dan hibah; 
    b.  Realisasi belanja negara; dan 
    c.  Realisasi pembiayaan defisit anggaran.
(2)     Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyertakan prognosa untuk 6 
    (enam) bulan berikutnya. 
(3)     Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Dewan Perwakilan 
    Rakyat paling lambat pada akhir bulan Juli 2009, untuk dibahas bersama antara Dewan Perwakilan 
    Rakyat dengan Pemerintah. 


                        Pasal 21 

(1)     Anggaran Pendidikan adalah sebesar Rp207.413.531.763.000,00 (dua ratus tujuh triliun empat ratus 
    tiga belas miliar lima ratus tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu rupiah).
(2) Persentase anggaran pendidikan adalah sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen), yang 
    merupakan perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap 
    total anggaran belanja negara sebesar Rp1.037.067.338.122.00,00 (seribu tiga puluh tujuh triliun enam 
    puluh tujuh miliar tiga ratus tiga puluh delapan juta seratus dua puluh dua ribu rupiah). 


                        Pasal 22 

Anggaran belanja bunga utang yang merupakan bagian dari Belanja Pemerintah Pusat telah memperhitungkan 
hasil restrukturisasi tingkat bunga surat utang (SU) 002 dan SU-004 yang mengacu pada besaran tingkat bunga 
special rate Bank Indonesia (SRBI) 01 sebesar 0,1% (nol koma satu persen). 


                        Pasal 23 

(1)     Dalam keadaan darurat, apabila terjadi hal-hal sebagai berikut: 
    a.  penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi ekonomi makro lainnya 
        yang menyebabkan turunnya pendapatan negara, dan/atau meningkatnya belanja negara 
        secara signifikan; 
    b.  kenaikan biaya utang, khususnya imbal hasil Surat Berharga Negara, secara signifikan; 
        dan/atau 
    c.  krisis sistemik dalam sistem keuangan dan perbankan nasional yang membutuhkan tambahan 
        dana penjaminan perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), 
    Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan langkah-langkah: 
    1.  pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dan/atau pengeluaran melebihi pagu yang 
        ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2009; 
    2.  pergeseran anggaran belanja antarprogram, antarkegiatan, dan/atau antarjenis belanja dalam 
        satu kementerian negara/lembaga dan/atau antar kementerian negara/lembaga; 
    3.  penghematan belanja negara dalam rangka peningkatan elisiensi, dengan tetap menjaga 
        sasaran program/ kegiatan prioritas yang tetap harus tercapai; 
    4.  penarikan pinjaman siaga dari kreditor bilateral maupun multilateral; 
    5.  penerbitan Surat Berharga Negara melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN tahun yang 
        bersangkutan. 
(2)     Pemerintah menyampaikan langkah-langkah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 
    Laporan semester I Pelaksanaan APBN dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.


                        Pasal 24 

(1) Dalam hal realisasi penerimaan negara tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara 
    pada saat tertentu, kekurangannya dapat ditalangi dari dana saldo anggaran lebih (SAL). 
(2) Pemerintah dapat menerbitkan Surat Berharga Negara untuk membiayai kebutuhan pengelolaan kas 
    bagi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neqara (APBN), apabila dana tunai pengelolaan 
    kas tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan awal tahun anggaran berikutnya. 
(3) Pemerintah dapat melakukan pembelian kembali SBN untuk kepentingan stabilisasi pasar, dengan tetap
    memperhatikan jumlah kebutuhan penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang 
    ditetapkan. 


                        Pasal 25 

(1)     Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 dengan perkembangan 
    dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah dalam 
    rangka penyusunan perkiraan Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 
    Anggaran 2009, apabila terjadi: 
    a.  Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam 
        Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009; 
    b.  Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal; 
    c.  Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, 
        antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; 
    d.  Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun-tahun anggaran sebelumnya harus 
        digunakan untuk pembiayaan anggaran Tahun Anggaran 2009. 
(2)     Saldo anggaran lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak termasuk saldo anggaran 
    lebih yang merupakan saldo kas di Badan Layanan umum (BLU), yang penggunaannya ditetapkan oleh 
    Menteri Keuangan sesuai ketentuan yang berlaku dan dilaporkan dalam pertanggungiawaban 
    pelaksanaan APBN. 
(3)     Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Anggaran Pendapatan dan
    Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum Tahun Anggaran 2009 berakhir. 


                        Pasal 26 

(1)     Setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir, Pemerintah menyusun pertanggungjawaban atas pelaksanaan 
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 berupa Laporan Keuangan Pemerintah
    Pusat. 
(2)     Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Laporan Realisasi 
    Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan 
(3)     Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan informasi 
    pendapatan dan belanja secara akrual. 
(4)     Neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyajikan aset dan kewajiban berdasarkan basis 
    akrual. 
(5)     Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual dalam laporan keuangan tahun 2009 dilaksanakan 
    secara bertahap pada badan layanan umum. 
(6)     Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan 
    Standar Akuntansi Pemerintahan. 
(7)     Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan 
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009, setelah Laporan Keuangan 
    Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, 
    paling lambat 6 (enam) bulan setelah Tahun Anggaran 2009 berakhir untuk mendapatkan persetujuan 
    Dewan Perwakilan Rakyat. 


                        Pasal 27 

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya 
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 



                        Disahkan di Jakarta 
                        pada tanggal 10 Nopember 2008 
                        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

                        ttd. 

                        DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 

Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 10 Nopember 2008 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA, 

ttd. 

ANDI MATTALATTA 





              LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2OO8 NOMOR 171





 
                             PENJELASAN 
                                   ATAS

                UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
                       NOMOR 41 TAHUN 2008 

                        TENTANG 

                     ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 
                      TAHUN ANGGARAN 2009 

    
I.  UMUM 

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009 disusun dengan berpedoman 
    pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2009, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok 
    Kebijakan Fiskal Tahun 2009 sebagaimana telah dibahas dan disepakati bersama, baik dalam 
    Pembicaraan Pendahuluan maupun Pembicaraan Tingkat I Pembahasan RAPBN Tahun Anggaran 2009 
    antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan 
    ketentuan dalam Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan 
    Negara. Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2009 juga mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial, dan 
    politik, yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang 
    diperkirakan akan ditempuh dalam tahun 2009. 

    Dengan memperhatikan perkembangan faktor eksternal dan stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan 
    ekonomi Indonesia dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai sekitar 6,0% (enam koma nol persen). 
    Meskipun perlambatan perekonomian global akan menyebabkan menurunnya kinerja ekspor nasional,
    pemerintah akan berupaya agar realisasi pertumbuhan ekonomi sesuai dengan asumsi tersebut. 
    Melalui pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diperkirakan masih cukup tinggi, dan iklim investasi 
    yang semakin kondusif diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para investor dalam negeri dan luar 
    negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sementara itu, impor Indonesia akan lebih
    difokuskan pada barang modal sehingga dapat memicu perkembangan industri pengolahan dalam 
    negeri. 

    Melalui kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang terkoordinasi, nilai tukar rupiah diperkirakan 
    akan berada pada kisaran Rp9.400,00 (sembilan ribu empat ratus rupiah) per satu dolar Amerika 
    Serikat. Stabilitas nilai tukar rupiah ini mempunyai peranan penting terhadap pencapaian sasaran 
    inflasi tahun 2009, dan perkembangan suku bunga perbankan. Dalam tahun tahun 2009, dengan 
    terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, dan terjaminnya pasokan dan lancarnya arus distribusi 
    kebutuhan bahan pokok, maka laju inflasi diperkirakan dapat ditekan pada tingkat 6,2% (enam koma 
    dua persen). Sejalan dengan itu, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan mencapai 
    7,5% (tujuh koma lima persen). Di lain pihak, dengan mempertimbangkan pertumbuhan permintaan 
    minyak dunia yang sedikit melambat seiring perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, serta ketatnya 
    spare capacity di negara-negara produsen minyak karena investasi di sektor perminyakan yang relatif 
    lambat, maka rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar 
    internasional dalam tahun 2009 diperkirakan akan berada pada kisaran US$80,0 (delapan puluh koma 
    nol dolar Amerika Serikat) per barel, sedangkan tingkat lifting minyak mentah diperkirakan sekitar 960 
    (sembilan ratus enam puluh) ribu barel per hari. 

    Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di tahun 2009, terdapat beberapa
    tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu, sasaran program kerja pemerintah dalam tahun 2009 
    diharapkan dapat memberikan kemajuan penting dalam pelaksanaan tiga agenda pembangunan 
    sebagaimana digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, 
    yaitu: (a) mewujudkan Indonesia yang aman dan damai; (b) mewujudkan Indonesia yang adil dan 
    demokratis; dan (c) mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Sementara itu, tema pembangunan tahun 
    2009 adalah "Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan." 

    Dalam upaya mewujudkan tema pembangunan tersebut, Pemerintah menghadapi berbagai masalah 
    dan tantangan, antara lain: (i) masih relatif tingginya jumlah penduduk miskin; (ii) terbatasnya akses 
    dan dana dalam sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin; (iii) relatif rendahnya kualitas 
    pendidikan dan kesehatan masyarakat; dan (iv) masih lemahnya daya tarik investasi dan daya saing 
    sektor riil. 

    Untuk menghadapi masalah dan tantangan tersebut guna mewujudkan tema pembangunan dalam 
    tahun 2009, telah ditetapkan prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 
    Tahun 2009 sebagai berikut: Pertama, peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan. 
    Kedua, percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang 
    didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi. Ketiga, peningkatan upaya anti 
    korupsi, reformasi birokrasi, pemantapan demokrasi, serta pertahanan dan keamanan dalam negeri. 
    
    Prioritas pembangunan nasional tersebut dijabarkan dalarn pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2009 
    sebagai berikut: (i) pelaksanaan amandemen Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang 
    saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR; (ii) peningkatan pembangunan infrastruktur, 
    terutama bandara dan pelabuhan; (iii) pelaksanaan pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) 
    melalui pendistribusian BBM bersubsidi dengan sistem tertutup dan kebijakan lain yang dianggap perlu 
    agar subsidi lebih tepat sasaran, dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan daya
    beli masyarakat; (iv) perhitungan pendapatan dalam negeri neto sebagai basis penetapan pagu DAU 
    nasional memperhitungkan antara lain beban subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi pupuk, dan subsidi 
    benih; dan (v) pelaksanaan amandemen Undang- Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). 
    Di samping itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Pemerintah perlu 
    melakukan perbaikan quality of spending dan penajaman prioritas terhadap belanjanya. 

    Dengan demikian, kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2009 diarahkan 
    terutama untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan 
    memperluas lapangan kerja, serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan 
    mengurangi kemiskinan, di samping tetap menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan 
    penyelenggaraan operasional pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. 
    Sejalan dengan arah kebijakan tersebut, maka prioritas alokasi anggaran belanja pemerintah pusat 
    dalam tahun 2009 akan difokuskan pada: (i) kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kebutuhan dasar 
    operasional di setiap kementerian negara/lembaga; (ii) melanjutkan program pengentasan kemiskinan 
    melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), 
    Program Keluarga Harapan (PKH), dan Jamkesmas; (iii) meningkatkan alokasi program kementerian 
    negara/lembaga untuk peningkatan produksi pangan, infrastruktur dan energi alternatif; 
    (iv)pengurangan subsidi BBM melalui efisiensi di PT Pertamina dan PT PLN; (v) melanjutkan rehabilitasi 
    dan rekonstruksi daerah-daerah pasca bencana aLam; serta (vi)mengamankan pelaksanaan Pemilu 
    2009. 

    Selanjutnya, APBN juga diarahkan untuk melaksanakan amanat konstitusi dalam rangka memenuhi 
    hak warga negara atas: (i) pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; (ii) hidup 
    sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, 
    serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; dan (iii) jaminan sosial yang memungkinkan 
    pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia bermartabat, dan mendapat pendidikan yang 
    layak. Di samping itu, keseimbangan pembangunan, termasuk di dalamnya penganggaran, perlu tetap 
    harus dijaga agar dapat mencapai prioritas-prioritas perbaikan kesejahteraan masyarakat secara 
    keseluruhan dan pelaksanaan tugas kenegaraan yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 
    1945 (UUD 1945). 

    Selanjutnya, sesuai dengan amanat UUD 1945, negara memprioritaskan APBN dan APBD untuk 
    memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan mengalokasikan 
    sekurang-kurangnya 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN dan APBD untuk pendidikan 
    nasional. Pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20,0% (dua puluh koma nol persen) tersebut 
    disamping untuk memenuhi amanat Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945, juga dalam rangka memenuhi 
    Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 Nomor 13/PUU-VI/2008. Menurut putusan 
    Mahkamah Konstitusi, selambat-lambatnya dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah dan DPR
    harus telah memenuhi kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran sekurang-kurangnya 
    20,0% (dua puluh koma nol persen) untuk pendidikan. Selain itu, Pemerintah dan DPR memprioritaskan
    pengalokasian anggaran pendidikan 20,0% (dua puluh koma nol persen) dari APBN Tahun Anggaran 
    2009 agar UU APBN Tahun Anggaran 2009 yang memuat anggaran pendidikan tersebut mempunyai 
    kekuatan hukum yang mengikat dan sejalan dengan amanat UUD 1945. Hal tersebut harus diwujudkan 
    dengan sungguh-sungguh, agar Mahkamah Konstitusi tidak menyatakan bahwa keseluruhan APBN yang
    tercantum dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang 
    disebabkan oleh adanya bagian dari UU APBN, yaitu mengenai anggaran pendidikan, yang 
    bertentangan dengan UUD 1945. 

    Dalam kaitannya dengan penanganan bencana alam, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti 
    Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2005 yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 10 
    Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 
    Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi 
    Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, telah dibentuk BRR 
    NAD-Nias dalam rangka melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah Provinsi NAD dan 
    Kepulauan Nias pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah tersebut pada akhir 
    tahun 2004. Selain tugas melaksanakan kegiatan pemulihan, BRR NAD-Nias juga mengemban 2 (dua) 
    tugas pokok, yaitu: (i) mengelola proyek rehabilitasi dan rekonstruksi yang berdasarkan dokumen 
    pelaksanaan anggaran (didanai oleh APBN), dan (ii) mengkoordinasikan proyek-proyek rehabilitasi dan
    rekonstruksi yang dibiayai oleh lembaga/negara donor atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing.

    Perpu Nomor 2 Tahun 2005, Pasal 26 menyebutkan bahwa: (i) masa tugas BRR akan berakhir setelah 
    4 (empat) tahun; (ii) setetah berakhirnya masa tugas BRR, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi 
    menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan 
    perundang-undangan; (iii) setelah berakhirnya masa tugas BRR, segala kekayaannya menjadi 
    kekayaan milik negara yang selanjutnya dapat diserahkan kepada pemerintah daerah; dan 
    (iv) pengakhiran masa tugas BRR beserta akibat hukumnya ditetapkan dengan Perpres. 

    Dengan demikian, tahun 2008 merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan proyek-proyek fisik oleh 
    BRR NAD-Nias. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan proses administrasi penuntasan tugas, 
    BRR NAD-Nias masih dapat beroperasi hingga April 2009. Oleh karena itu, mulai tahun 2008 sudah 
    mulai dilakukan persiapan penuntasan masa tugas BRR NAD-Nias. Berkaitan dengan berakhirnya masa 
    tugas BRR NAD-Nias, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu: (i) pengelolaan 
    pendanaan pasca BRR NAD-Nias; (ii) pengalihan peralatan dan perangkat (aset) melalui identifikasi 
    terhadap: tahap pengalihan aset, jenis-jenis pengalihan aset, aset-aset BRR NAD-Nias, dan aset-aset 
    lembaga/negara donor/NGO; (iii) pengalihan personel (SDM); serta (iv) pengalihan dokumen. 

    Dalam kerangka tersebut, pada tahun 2009, pelaksanaan lanjutan program rehabilitasi dan 
    rekonstruksi NAD-Nias akan diserahkan kewenangannya kepada kementerian negara/lembaga (K/L) 
    dan pemerintah daerah, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian, 
    pembiayaan program rehabilitasi dan rekonstruksi tidak lagi dialokasikan pada bagian anggaran 094 
    (BRR NAD-Nias), tetapi langsung dialokasikan kepada masing-masing K/L yang bersangkutan. 
    Sementara itu, biaya operasional BRR NAD-Nias akan dialokasikan pada bagian anggaran 069 
    (anggaran pembiayaan dan perhitungan). Kementerian negara/lembaga yang akan melanjutkan 
    kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias antara lain Departemen Dalam Negeri, Departemen 
    Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Agama, Badan Pertanahan Nasional, dan 
    Bappenas. 

    Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyerahan, pelimpahan, dan penugasan 
    urusan pemerintahan kepada daerah secara nyata dan bertanggungjawab, juga diikuti dengan 
    pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara proporsional, demokratis, adil 
    dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah melalui reformulasi 
    kebijakan dana perimbangan dan kebijakan lain terkait dengan transfer ke daerah. Sejalan dengan hal 
    tersebut, penerapan kebijakan transfer ke daerah dalam tahun 2009 ditujukan untuk: (i) terus 
    melaksanakan desentralisasi fiskal untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah secara konsisten; 
    (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar daerah; 
    (iii) mengurangi kesenjangan dan perbaikan pelayanan publik di daerah; dan (iv) mengalihkan secara 
    bertahap sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk mendanai kegiatan 
    yang sudah menjadi urusan daerah ke DAK. 

    Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah tersebut, 
    diperlukan sumber-sumber pendapatan negara dan pembiayaan anggaran. Beberapa faktor yang 
    mempengaruhi besaran pendapatan negara dalam APBN Tahun Anggaran 2009, baik penerimaan 
    perpajakan maupun PNBP, yaitu: kondisi ekonomi makro, realisasi pendapatan pada tahun 
    sebelumnya, kebijakan yang dilakukan dalam bidang tarif, subyek dan obyek pengenaan, serta 
    perbaikan dan efektivitas administrasi pemungutan. 

    Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan pengaruhnya pada perhitungan target pendapatan tahun 
    2009, yaitu adanya perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang telah selesai pada tahun 
    2007 dan 2008. Undang-undang dimaksud antara lain: paket UU Perpajakan, UU Kepabeanan, UU Cukai,
    serta berbagai UU sektoral. Perubahan UU perpajakan akan berdampak pada penerimaan negara dan 
    perekonomian, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, 
    perubahan UU perpajakan yang terdiri dari perubahan UU Ketentuan Umum Perpajakan dan UU Pajak 
    Penghasilan diperkirakan akan memberikan dampak pada penurunan penerimaan perpajakan (tax 
    potential loss). 

    Langkah-langkah kebijakan perpajakan yang diambil dalam tahun 2009 antara lain: (i) menyediakan 
    fasilitas fiskal dan nonfiskal bagi penanaman modal dengan memperluas cakupan sektor dan wilayah 
    dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk 
    Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu; (ii) 
    memperluas kantor pelayanan pajak yang berbasis sistem administrasi modern di Jawa dan Bali; 
    (iii) menyempurnakan manajemen risiko kepabeanan; (iv) melanjutkan harmonisasi tarif bea masuk 
    impor; dan (v) mengimplementasikan ASEAN Single Window. 

    Sementara itu, kebijakan di bidang PNBP dalam tahun 2009 akan tetap ditujukan untuk 
    mengoptimalkan penerimaan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), bagian laba 
    BUMN, PNBP lainnya, serta pendapatan badan layanan umum (BLU). Sasaran tersebut dilakukan 
    dengan melanjutkan reformasi administrasi dan penyempurnaan kebijakan PNBP melalui: 
    (i) peninjauan dan penyempurnaan peraturan PNBP pada kementerian negara/lembaga; (ii) monitoring,
    evaluasi dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan PNBP pada kementerian negara/lembaga; 
    (iii) penyusunan rencana dan pagu penggunaan PNBP yang lebih realistis pada kementerian negara/
    lembaga; (iv) pemantauan, penelaahan, evaluasi, dan verifikasi laporan PNBP pada kementerian 
    negara/lembaga dan SDA nonmigas; (v)peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP pada 
    kementerian negara/lembaga; (vi) percepatan penyelesaian kewajiban Pertamina/KKKS kepada 
    Pemerintah terkait dengan kegiatan migas; (vii) peningkatan koordinasi terkait dengan pencapaian 
    target produksi /lifting minyak mentah dan volume gas bumi; dan (viii) perbaikan terhadap kebijakan 
    cost recovery pada Kontrak Production Sharing (KPS). Di samping itu, untuk meningkatkan kinerja 
    BUMN antara lain akan dilakukan pengalokasian anggaran yang bersumber dari laba BUMN untuk 
    pengembangan sektor-sektor strategis dan penguatan sektor manufaktur (barang modal) dalam rangka
    memperbaiki peran BUMN dalam perekonomian nasional. Di lain pihak, optimalisasi penerimaan hibah 
    akan dilakukan antara lain melalui monitoring pencairan atas komitmen para donor dalam rangka 
    hibah, khususnya untuk rehabilitasi dan rekonstruksi daerah-daerah yang terkena musibah bencana 
    serta re-evaluasi peraturan-peraturan tentang tata cara pengadaan/pengelolaan hibah sehingga seluruh
    pengelolaan hibah memiliki arah yang lebih jelas, dan tercatat dalam perhitungan APBN. 

    Selanjutnya, kebijakan umum pembiayaan anggaran antara lain dititikberatkan pada penetapan 
    sasaran surplus/defisit anggaran berdasarkan proyeksi penerimaan negara maupun rencana alokasi 
    belanja negara. Berdasarkan proyeksi dan berbagai langkah kebijakan di atas, dalam APBN Tahun 
    Anggaran 2009 diperkirakan masih terdapat defisit anggaran. Sebagian besar defisit tersebut akan 
    dibiayai dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman luar negeri. Untuk menutupi defisit tersebut, 
    dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemandirian dalam pembiayaan anggaran, dengan 
    lebih memprioritaskan pendanaan yang tersedia, murah dan berisiko rendah yang bersumber dari 
    dalam negeri. 
    
    Dalam kondisi pasar keuangan yang tidak stabil akibat ketatnya likuiditas global, untuk mengurangi 
    tekanan terhadap kebutuhan pembiayaan anggaran tahun 2009, penerbitan SBN akan dilakukan secara 
    berhati-hati dan menjaga pada risiko sekecil mungkin. Untuk mengantisipasi kondisi pasar keuangan 
    yang memburuk yang dapat berdampak pada perekonomian nasional, dipandang perlu dipersiapkan 
    langkah-langkah di bidang kebijakan fiskal. Dalam UU APBN Tahun Anggaran 2009 telah dipersiapkan 
    payung hukum apabila terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan deviasi asumsi makro secara 
    signifikan, kenaikan biaya penerbitan SBN dan masalah sistemik di sektor keuangan. 
    Langkah-langkah penanggulangan berupa pembiayaan siaga yang berasal dari pemberi pinjaman 
    lembaga keuangan multilateral dan bilateral. Dalam keadaan tersebut, Pemerintah bertekad untuk 
    tidak mengurangi belanja prioritas, bahkan akan menambah, jika diperlukan, sehingga dapat dijadikan 
    cadangan terhadap rumahtangga dan sektor yang terkena dampaknya. 

    Terkait hal tersebut, strategi pembiayaan anggaran harus dilakukan secara hati-hati agar 
    sumber-sumber pembiayaan anggaran tersebut dapat digunakan seoptimal rnungkin guna menghindari 
    terjadinya beban fiskal di masa mendatang yang berpotensi mengganggu kesinambungan fiskal (fiscal 
    sustainability). Selain itu, strategi pembiayaan anggaran harus diimplementasikan secara terkoordinasi 
    agar dapat tercapai pengelolaan fiskal secara prudent, kebijakan moneter yang kredibel, dan 
    pengelolaan utang yang sehat serta pengelolaan kas yang efisien. 

II.     PASAL DEMI PASAL 

    Pasal 1 
        Cukup jelas. 

    Pasal 2 
        Cukup jelas. 

    Pasal 3 
        Ayat (1) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (2) 

            Penerimaan pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan 
            pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah (DTP) sebagaimana
            dimaksud pada huruf a dan b tersebut tidak diperhitungkan dalam besaran penerimaan
            dalam negeri neto, dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang 
            sama.

            Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b 
            antara lain adalah sektor migas, energi, pangan, industri terpilih, dan sektor-sektor
            publik.

        Ayat (3)

            Penerimaan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI) yang ditanggung
            pemerintah (DTP) sebagaimana dimaksud pada huruf a tersebut tidak diperhitungkan
            dalam besaran penerimaan dalam negeri neto, dan dialokasikan sebagai belanja 
            subsidi pajak dalam jumlah yang sama.

            Yang dimaksud dengan sektor-sektor tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a
            antara lain adalah sektor migas, panas bumi, listrik, penerbangan, pelayaran, industri
            terpilih, dan transportasi publik.

        Ayat (4)

            Penerimaan perpajakan sebesar Rp725.842.970.000.000,00 (tujuh ratus dua puluh 
            lima triliun delapan ratus empat puluh dua miliar sembilan ratus tujuh puluh juta 
            rupiah) terdiri dari :
                                            (dalam rupiah)
            
            411     Pendapatan pajak dalam negeri           697.346.970.000.000,00
                4111    Pendapatan pajak penghasilan (PPh)  357.400.470.000.000,00
                    41111   Pendapatan PPh migas        56.723.470.000.000,00         
                        411111  Pendapatan PPh      24.196.640.000.000,00
                            minyak bumi 
                        411112  Pendapatan PPh      32.526.830.000.000,00
                            gas alam      

                    411112  Pendapatan PPh non migas    296.938.510.000.000,00
                        411121  Pendapatan PPh 
                            Pasal 21          46.935.110.000.000,00
                        411122  Pendapatan PPh 
                            Pasal 22            6.160.500.000.000,00
                        411123  Pendapatan PPh 
                            Pasal 22 impor        25.755.360.000.000,00
                        411124  Pendapatan PPh 
                            Pasal 23          24.556.560.000.000,00
                        411125  Pendapatan PPh 
                            Pasal 25/29 
                            orang pribadi           3.510.910.000.000,00
                        411126 Pendapatan PPh 
                            Pasal 25/29 badan    136.978.000.000.000,00
                        411127  Pendapatan PPh 
                            Pasal 26          22.794.370.000.000,00
                        411128 Pendapatan PPh 
                            final             30.247.700.000.000,00 
                    41113   Pendapatan PPh fiskal           3.738.490.000.000,00
                        411131  Pendapatan PPh fiskal 
                            luar negeri             3.738.490.000.000,00
                4112    Pendapatan pajak pertambahan nilai 
                    dan pajak penjualan atas barang      249.508.700.000.000,00 
                    mewah 
                4113    Pendapatan pajak bumi dan bangunan    28.916.300.000.000,00 
                4114    Pendapatan BPHTB                7.753.600.000.000,00 
                4115    Pendapatan Cukai              49.494.700.000.000,00 
                    41151   Pendapatan Cukai          49.494.700.000.000,00
                        411511  Pendapatan Cukai 
                            Hasil Tembakau        48.240.100.000.000,00
                        411512  Pendapatan Cukai 
                            Ethyl Alkohol              479.000.000.000,00
                        411513  Pendapatan Cukai 
                            Minuman mengandung 
                            Ethyl Alkohol                  775.600.000.000,00   
                    4116    Pendapatan pajak lainnya         4.273.200.000.000,00
            412     Pendapatan pajak perdagangan internasional     28.496.000.000.000,00
                4121    Pendapatan bea masuk               19.160.400.000.000,00 
                4L22    Pendapatan bea keluar                9.335.600.000.000,00


    Pasal 4 

        Ayat (1) 

            Cukup jelas. 
        
        Ayat (2)
 
            Cukup jelas. 
        
        Ayat (3)
 
            Cukup jelas. 

        Ayat (4)
 
            Cukup jelas. 

        Ayat (5)
 
            Cukup jelas. 

        Ayat (6) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (7) 

            Penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp258.943.558.522.000,00 (dua ratus lima 
            puluh delapan triliun sembilan ratus empat puluh tiga miliar lima ratus lima puluh 
            delapan juta lima ratus dua puluh dua ribu rupiah) terdiri dari :

                                                (dalam rupiah)
            421     Penerimaan sumber daya alam         173.496.521.477.000,00 
                4211    Pendapatan minyak bumi      123.029.740.000.000,00
                    421111  Pendapatan minyak bumi  123.029.740.000.000,00      
                4212    Pendapatan gas bumi           39.039.330.000.000,00 
                    421211  Pendapatan gas bumi       39.093.330.000.000,00 
                4213    Pendapatan pertambangan umum        8.723.451.477.000,00 
                    421311  Pendapatan iuran tetap               84.432.994.000,00 
                    421312  Pendapatan royalti           8.693.018.483.000,00 
                4214    Pendapatan kehutanan                 2.500.000.000.000,00
                    42141   Pendapatan dana reboisasi        1.235.600.000.000,00
                    42142   Pendapatan provisi sumber 
                        daya hutan               1.249.211.400.000,00 
                    42143   Pendapatan IIUPH (IHPH)           15.188.600.000,00 
                4215    Pendapatan perikanan                     150.000.000.000,00 
                    421511  Pendapatan perikanan                 150.000.000.000,00 
            422     Peradapatan bagian laba BUMN                30.794.000.000.000,00 
                4221    Pendapatan bagian pemerintah 
                    atas laba BUMN                  30.794.000.000.000,00
            423     Pendapatan PNBP lainnya             49.210.801.248.000,00 
                4231    Pendapatan penjualan dan 
                    sewa                        14.758.133.834.000,00
                     42311  Pendapatan penjualan 
                        hasil produksi/ sitaan lainnya        6.677.938.625.000,00   
                        423111  Pendapatan penjualan
                            hasil pertanian, 
                            kehutanan, dan      
                            perkebunan                  3.520.794.000,00
                        423112  Pendapatan penjualan
                            hasil peternakan dan
                            perikanan                 11.505.412.000,00
                        423113  Pendapatan penjualan
                            hasil tambang              6.527.056.277.000,00
                        423114  pendapatan penjualan
                            hasil sitaan/rampasan
                            dan harta peninggalan              15.866.577.000,00
                        423115  Pendapatan penjualan
                            obat-obatan dan hasil
                            farmasi lainnya             219.500.000,00
                        4213116Pendapatan penjualan
                            informasi, penerbitan,
                            film, survey, 
                            pemetaan dan hasil  
                            cetakan lainnya             41.168.401.000,00
                        423117  Pendapatan penjualan
                            dokumen-dokumen
                            pelelangan                       220.390.000,00
                        423119  Pendapatan penjualan 
                            lainnya                     78.381.274.000,00
                    42312   Pendapatan penjualan aset               33.147.260.000,00
                        423121  Pendapatan 
                            penjualan rumah,
                            gedung, bangunan,
                            dan tanah                         41.000.000,00
                        423122  Pendapatan
                            penjualan kendaraan
                            bermotor                     1.511.037.000,00
                        423123  Pendapatan 
                            penjualan sewa beli             30.533.997.000,00
                        423129  Pendapatan 
                            penjualan aset 
                            lainnya yang berlebih/
                            rusak/dihapuskan         1.061.226.000,00
                    42313   Pendapatan penjualan dari
                        kegiatan hulu migas            7.944.490.000.000,00
                        423132  Pendapatan minyak
                            mentah (DMO)               7.944.490.000.000,00
                    42314   Pendapatan sewa               102.557.949.000,00
                        423141  Pendapatan sewa
                            rumah dinas/
                            rumah negeri                    20.241.365.000,00
                        423142  Pendapatan sewa
                            gedung, bangunan,
                            dan gudang                  70.991.502.000,00
                        423143  Pendapatan sewa
                            benda-benda 
                            bergerak             6.270.268.000,00
                        423149  Pendapatan sewa
                            benda-benda
                            tak bergerak lainnya                 5.054.814.000,00
                4232    Pendapatan jasa                      16.332.891.374.000,00
                    42321   Pendapatan jasa I                11.649.193.285.000,00
                        423211  Pendapatan 
                            rumah sakit dan
                            instansi kesehatan 
                            lainnya                                         38.612.097.000,00
                        423212  Pendapatan tempat 
                            hiburan/taman/museum 
                            dan pungutan usaha               
                            pariwisata alam (PUPA)      14.355.393.000,00
                        423213  Pendapatan surat
                            keterangan, visa, paspor,
                            SIM, STNK, dan BPKB        2.964.659.160.000,00
                        423214  Pendapatan hak dan
                            perijinan              5.991.429.217.000,00
                        423215  Pendapatan sensor/
                            karantina, pengawasan/
                            pemeriksaan                58.906.261.000,00
                        423216  Penpapatan jasa
                            tenaga, pekerjaan,
                            informasi, pelatihan,
                            teknologi, pendapatan
                            BPN, pendapatan DJBC           2.190.947.932.000,00
                        423217  Pendapatan jasa Kantor
                            Urusan Agama                   73.218.000.000,00
                        423218  Pendapatan jasa bandar
                            udara, kepelabuhan, dan
                            kenavigasian                  317.065.225.000,00
                    42322   Pendapatan jasa II             1.274.489.052.000,00
                        423221  Pendapatan jasa 
                            lembaga keuangan
                            (jasa giro)                42.157.432.000,00
                        423222  Pendapatan jasa
                            penyelenggaraan 
                            telekomunikasi             1.122.807.075.000,00
                        423225  Pendapatan biaya 
                            penagihan pajak negara 
                            dengan surat paksa               3.660.932.000,00
                        423226  Pendapatan uang     
                            pewarganegaraan                       3.500.000.000,00
                        423227  Pendapatan bea lelang              38.307.983.000,00 
                        423228  Pendapatan biaya 
                            pengurusan piutang 
                            dan lelang negara              61.556.630.000,00
                        423229  Pendapatan registrasi
                            dokter dan dokter gigi       2.500.000.000,00 
                    42323   Pendapatan jasa luar negeri               380.007.249.000,00 
                        423231  Pendapatan dari 
                            pemberian surat 
                            perjalanan Republik 
                            Indonesia                 285.081.659.000,00
                        423232  Pendapatan dari jasa
                            pengurusan dokumen
                            konsuler            85.662.391.000,00
                        423239  Pendapatan rutin lainnya
                            dari luar negeri              9.263.199.000,00
                    42324   Pendapatan layanan jasa 
                        perbankan                 8.903.458.000,00
                        423241  Pendapatan layanan
                            jasa perbankan            8.903.458.000,00
                    42325   Pendapatan atas pengelolaan
                        rekening tunggal Perbendaharaan
                        (treasury single account) dan/atau
                        atas penempatan uang negara         3.000.000.000.000,00
                    42329   Pendapatan jasa lainnya         20.298.330.000,00
                        423291  Pendapatan jasa lainnya     20.298.330.000,00   
                4233    Pendapatan bunga                   1.844.450.000.000,00
                    42331   Pendapatan bunga               1.844.450.000.000,00
                                423313  Pendapatan bunga dari
                            piutang dan penerusan
                            pinjamanan             1.494.450.000.000,00
                        423319 Pendapatan bunga lainnya        350.000.000.000,00
                4234    Pendapatan kejaksaan dan peradilan             33.122.633.000,00 
                    42341   Pendapatan kejaksaan 
                        dan peradilan                      33.122.633.000,00 
                        423411  pendapatan 
                            legalisasi tanda 
                            tangan                       1.163.642.000,00 
                        423412  Pendapatan pengesahan 
                            surat di bawah tangan           290.505.000,00 
                        423413 Pendapatan uang meja 
                            (leges) dan upah pada 
                            panitera badan 
                            pengadilan (peradilan)                  721.830.000,00
                        423414 pendapatan hasil denda/
                            tilang dan sebagainya       18.935.000.000,00
                        423415  Pendapatan ongkos perkara        10.073.862.000,00 
                        423419  Pendapatan kejaksaan dan 
                            peradilan lainnya         1.937.794.000,00  
                4235    Pendapatan pendidikan                   5.508.385.809.000,00 
                    42351   Pendapatan pendidikan               5.508.385.809.000,00    
                        423511  Pendapatan uang 
                            pendidikan              3.560.224.943.000,00 
                        423512  Pendapatan uang ujian 
                            masuk, kenaikan tingkat, 
                            dan akhir pendidikan               174.311.917.000,00 
                        423513  Pendapatan uang ujian 
                            untuk menjalankan praktik        111.785.555.000,00
                        423519  Pendapatan pendidikan 
                            lainnya                 1.662.063.394.000,00
                4236    Pendapatan gratifikasi, uang sitaan 
                    hasil korupsi                    38.700.000.000,00
                    42361   Pendapatan gratifikasi, uang
                        sitaan hasil korupsi             38.700.000.000,00
                        423611  Pendapatan uang
                            sitaan hasil korupsi
                            yang telah ditetapkan
                            pengadilan            6.104.000.000,00
                        423612 Pendapatan gratifikasi 
                            yang ditetapkan KPK 
                            menjadi milik negara          2.600.000.000,00 
                        423614  Pendapatan uang pengganti 
                            tindak pidana korupsi yang 
                            ditetapkan di pengadilan        29.996.000.000,00 
                4237    Pendapatan iuran dan denda                687.879.588.000,00
                    42371   Pendapatan iuran badan usaha              469.900.830.000,00 
                        423711  Pendapatan iuran badan
                            usaha dari kegiatan
                            penyediaan dan
                            pendistribusian BBM           355.939.267.000,00
                        423712  Pendapatan iuran badan 
                            usaha dari kegiatan usaha 
                            pengangkutan gas bumi 
                            melalui pipa                    73.961.563.000,00
                        423713  Iuran badan usaha di bidang 
                            pasar modal dan lembaga 
                            keuangan            40.000.000.000,00 
                    42372   Pendapatan dan pengamanan hutan       199.494.336.000,00
                        429721  Pendapatan dana pengarnanan 
                            hutan                      199.494.336.000,00
                    42373   Pendapatan dari perlindungan hutan          
                        dan konservasi alam          14.000.000.000,00
                        423731  Pendapatan iuran 
                            menangkap/ mengambil/ 
                            mengangkut satwa liar/ 
                            mengambil/ mengangkut 
                            tumbuhan alam hidup atau 
                            mati                  7.000.000.000,00 
                        423735  Pungutan masuk obyek 
                            wisata alam               7.000.000.000,00
                    42375   Pendapatan denda              4.484.422.000,00
                        4237352 Pendapatan denda 
                             keterlambatan 
                             penyelesaian pekerjaan 
                             pemerintah               4.454.591.000,00
                        423753  Pendapatan denda 
                            administrasi BPHTB            29.831.000,00                
                4239    Pendapatan lain-lain                  10.007.238.010.000,00     
                    42391   Pendapatan dari penerimaan 
                        kembali belanja tahun anggaran 
                        yang lalu                   9.982.832.071.000,00
                        423911  Penerimaan kembali 
                            belanja pegawai pusat 
                            TAYL                  4.375.334.000,00
                        423912  Penerimaan kembali belanja          
                            pensiun TAYL                   76.167.000,00
                        423913  Penerimaan kembali belanja 
                            lainnya rupiah murni TAYL       9.975.528.043.000,00 
                        423914  Penerimaan kembali belanja 
                            lain pinjaman luar negeri TAYL             1.000.000,00 
                        423919 Peneririaan kembali belanja 
                            lainnya TAYL                       2.851.527.000,00 
                    42392   Pendapatan pelunasan piutang           1.482.654.000,00
                        423921  Pendapatan pelunasan 
                            piutang nonbendahara                 9.500.000,00 
                        423922  Pendapatan pelunasan 
                            ganti rugi atas 
                            kerugian yang diderita 
                            oleh negara (masuk TP/TGR) 
                            bendahara              1.473.154.000,00
                    42399   Pendapatan lain-lain             22.923.285.000,00
                        42399I  Penerimaan kembali 
                            persekot/uang muka 
                            gaji                 16.575.392.000,00
                        423999  Pendapatan anggaran 
                            lain-lain                  6.347.893.000,00 
            424     Pendapatan badan layanan umum                5.442.235.797.000,00 
                4241    Pendapatan jasa layanan umum                 5.420.617.531.000,00   
                    42411   Pendapatan penyediaan 
                        barang dan jasa kepada  
                        masyarakat                   5.235.509.086.000,00 
                        424111  Pendapatan jasa 
                            pelayanan rumah 
                            sakit                    3.251.950.871.000,00
                        424112  Pendapatan jasa 
                            pelayanan pendidikan                124.821.750.000,00 
                        424113  Pendapatan jasa pelayanan 
                            tenaga, pekerjaan, informasi, 
                            pelatihan dan teknologi      34.309.527.000,00 
                        424115  Pendapatan jasa bandar 
                            udara, kepelabuhan, 
                            dan kenavigasian        933.412.653.000,00 
                        424116  Pendapatan jasa 
                            penyelenggaraan 
                            telekomunikasi          842.105.307.000,00 
                        424117  Pendapatan jasa pelayanan 
                            pemasaran            21.287.437.000,00 
                        424119  Pendapatan jasa penyediaan 
                            barang dan jasa lainnya          27.62I.541.000,00 
                    42413   Pengelolaan dana khusus untuk 
                        masyarakat                     185.108.445.000,00 
                        424133  Pendapatan program modal 
                            ventura               5.131.437.000,00
                        424134  Pendapatan program dana 
                            bergulir sektoral         3.392.800.000,00 
                        424135  Pendapatan program dana 
                            bergulir syariah                 305.106.000,00 
                        424136  Pendapatan investasi        121.367.625.000,00 
                        424139  Pendapatan pengelolaan dana 
                            khusus lainnya           54.911.477.000,00 
                4243    Pendapatan hasil kerja sama BLU          21.618.266.000,00 
                    42431   Pendapatan hasil kerja sama BLU  21.618.266.000,00   
                        424312  Pendapatan hasil 
                            kerjasama lembaga/ 
                            badan usaha              2I.618.266.000,00 
    Pasal 5 
        
        Cukup jelas. 

    Pasal 6 

        Cukup jelas. 

    Pasal 7 

        Realokasi cadangan risiko fiskal adalah realokasi dana cadangan risiko perubahan parameter
        harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) setahun dan lifting minyak sebesar 
        Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah). 

    Pasal 8 

        Cukup jelas. 

    Pasal 9 

        Cukup jelas. 

    Pasal 10 

        Cukup jelas. 

    Pasal 11 

        Cukup jelas. 

    Pasal 12 

        Cukup jelas. 
    
    Pasal 13 

        Cukup jelas. 

    Pasal 14 

        Cukup jelas. 

    Pasal 15 
    
        Ayat (1) 

            Yang dimaksud dengan hasil optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang 
            diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu kegiatan 
            yang target sasarannya telah dicapai. Hasil lebih atau sisa dana tersebut selanjutnya 
            dapat digunakan untuk meningkatkan sasaran ataupun untuk kegiatan lainnya dalam 
            program yang sama. 

            Yang dimaksud dengan perubahan anggaran belanja yang bersumber dari Penerimaan 
            Negara Bukan pajak (PNBP) adalah kelebihan realisasi penerimaan dari target yang 
            direncanakan dalam APBN. Peningkatan penerimaan tersebut selanjutnya dapat 
            digunakan oleh kementerian negara/lembaga penghasil sesuai dengan ketentuan ijin 
            penggunaan yang berlaku. 

            Yang dimaksud dengan perubahan pagu Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) 
            adalah peningkatan pagu PHLN sebagai akibat adanya luncuran pinjaman proyek dan 
            hibah luar negeri yang bersifat multi years dan/atau percepatan penarikan pinjaman 
            yang sudah disetujui dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar 
            negeri termasuk hibah luar negeri yang diterima setelah APBN ditetapkan. 
            Tidak termasuk dalam luncuran tersebut adalah PHLN yang belum disetujui 
            dalam APBN Tahun Anggaran 2009 dan pinjaman yang bersumber dari pinjaman 
            komersial dan fasilitas kredit ekspor, yang bukan merupakan kelanjutan dari 
            multiyears project.

        Ayat (2) 

            Cukup jelas.  
            
        Ayat (3) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (4) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (5) 

            Yang dimaksud dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam APBN Perubahan adalah 
            melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat yang 
            dilakukan sebelum APBN Perubahan 2009 kepada DPR. Sedangkan yang dimaksud 
            dengan dilaporkan pelaksanaannya dalam laporan keuangan pemerintah pusat adalah     
            melaporkan perubahan rincian/pergeseran anggaran belanja pemerintah pusat yang 
            dilakukan sepanjang tahun 2009 setelah APBN Perubahan 2009 kepada DPR. 

    Pasal 16 
    
        Cukup jelas. 

    Pasal 17
 
        Ayat (1) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (2) 

            Cukup jelas.

        Ayat (3) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (4) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (5) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (6) 

            Dana perimbangan sebesar Rp296.952.413.800.000,00 (dua ratus sembilan puluh 
            enam triliun sembilan ratus lima puluh dua miliar empat ratus tiga belas juta delapan 
            ratus ribu rupiah), terdiri dari:
                                                    (dalam rupiah)
            1.  Dana Bagi Hasil (DBH)               85.718.725.000.000,00
                a.  DBH Pajak               45.754.404.000.000,00
                    i.  DBH Pajak Penghasilan       10.089.204.000.000,00 
                        -   Pajak penghasilan 
                            Pasal 21          9.387.022.000.000,00 
                        -   Pajak penghasilan 
                            Pasal 25/29 orang 
                            pribadi              702.182.000.000,00 
                    ii.     DBH Pajak Bumi dan 
                        Bangunan             27.446.798.000.000,00 
                    iii.    DBH Bea Perolehan 
                        Hak atas Tanah dan 
                        Bangunan              7.253.600.000.000,00 
                    iv.     DBH Cukai                964.802.000.000,00 
                b.  DBH Sumber Daya Alam                     39.964.321.000.000,00
                    i.  DBH SDA Minyak Bumi          19.152.500.000.000,00
                    ii.     DBH SDA Gas Bumi         12.207.300.000.000,00   
                    iii.    DBH SDA Pertambangan Umum      6.978.761.000.000,00
                        -   Iuran Tetap             67.546.000.000,00    
                        -   Royalti            6.911.215.000.000,00 
                    iv.     DBH SDA Kehutanan          1.505.760.000.000,00
                        -   Provisi Sumber 
                            Daya Hutan           999.369.000.000,00
                        -   Iuran Hak Pengusahaan 
                            Hutan                  12.151.000.000,00
                        -   Dana Reboisasi           494.240.000.000,00
                    v.  DBH SDA Perikanan            120.000.000.000,00 
        2.  Dana Alokasl Umum (DAU)             86.414.100.000.000,00 
        3.  Dana Alokasi Khusus (DAK)               24.819.588.800.000,00 

    Pasal 18 

        Ayat (1) 

            Cukup jelas 

        Ayat (2) 

            Dana otonomi khusus sebesar Rp8.856.564.000.000,00 (delapan triliun delapan ratus 
            lima puluh enam miliar lima ratus enam puluh empat juta rupiah) terdiri dari: 
            1.  Alokasi dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat sebesar 
                Rp3.728.282.000.000,00 (tiga triliun tujuh ratus dua puluh delapan miliar dua 
                ratus delapan puluh dua juta rupiah) yang disepakati untukdibagi 
                masing-masing. dengan proporsi 70 persen untuk Papua dan 30 persen untuk 
                Papua Barat dengan rincian sebagai berikut: 
                a.  Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua sebesar 
                    Rp2.609.797.400.000,00 (dua triliun enam ratus sembilan miliar tujuh 
                    ratus sembilan puluh tujuh juta empat ratus ribu rupiah). 
                b.  Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat sebesar 
                    Rp1.118.484.600.000,00 (satu triliun seratus delapan belas miliar 
                    empat ratus delapan puluh empat juta enam ratus ribu rupiah). 
                Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk 
                pendanaan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 
                3521 Tahun 20081 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang 
                Perubahan atas Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus 
                bagi Provinsi Papua. Dana Otonomi Khusus Propinsi Papua tersebut dibagikan 
                kepada Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat, yang jumlahnya setara 
                dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional 
                dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Pengelolaan Dana Otonomi 
                Khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan
                perundangan yang berlaku.

            2.  Alokasi dana otonomi khusus Aceh sebesar  Rp3.728.282.000.000,00 (tiga 
                triliun tujuh ratus dua puluh delapan miliar dua ratus delapan puluh dua juta 
                rupiah). Dana Otonomi Khusus Aceh diarahkan penggunaannya untuk 
                mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan 
                ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, 
                dan kesehatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang 
                Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak 
                tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima 
                belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu Dana Alokasi Umum 
                (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun 
                keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu Dana Alokasi 
                Umum (DAU) secara nasional. 

                Dana otonomi khusus NAD direncanakan, dilaksanakan, serta 
                dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Provinsi NAD dan merupakan bagian 
                yang utuh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Perencanaan 
                sebagian besar dari penggunaan dana otonomi khusus tersebut direncanakan 
                bersama oleh Pemerintah Provinsi NAD dengan masing-masing pemerintah 
                kabupaten/kota dalam Pemerintah Provinsi NAD serta merupakan lampiran 
                dari APBA. 

            3.  Dana Tambahan Infrastruktur dalm rangka otonomi khusus Provinsi Papua 
                dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp1.400.000.000.000,00 (satu triliun empat 
                ratus miliar rupiah), terutama ditujukan untuk pendanaan pembangunan 
                infrastruktur sesuai dengan Undang-undang Nomor 3521 Tahun 20081 tentang
                Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas 
                Undang-undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi 
                Papua. 

                Dana Tambahan Infrastruktur tersebut diperuntukkan bagi Provinsi Papua 
                sebesar Rp800.000.000.000,00 (delapan ratus miliar rupiah) dan Provinsi 
                Papua Barat sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah). 

                Pencairan dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun 
                anggaran 2009 sebesar Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah) 
                tersebut dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan penyerapan 
                dana tambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua Barat tahun anggaran 2008, 
                yang diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan. 

                Terdapat kekurangan dana tambahan otonomi khusus infrastruktur Provinsi 
                Papua tahun anggaran 2008 sebesar Rp670.000.000.000,00 (enam ratus tujuh
                puluh miliar rupiah) yang dapat diusulkan untuk dialokasikan dalam APBN-P 
                tahun 2009. 

            Ayat (3) 

                Dana penyesuaian sebesar Rp14.882.014.200.000,00 (empat belas triliun 
                delapan ratus delapan puluh dua miliar empat belas juta dua ratus ribu rupiah)
                terdiri dari: 
                1.  Dana tambahan DAU untuk guru pegawai negeri sipil daerah sebesar 
                    Rp7.490.000.000.000,00 (tujuh triliun empat ratus sembilan puluh 
                    miliar rupiah). 
                2.  Dana tambahan DAU sebesar Rp7.000.000.000.000,00 (tujuh triliun 
                    rupiah) yang dialokasikan kepada daerah tertentu sebagai penguatan 
                    desentralisasi fiskal dan untuk mendukung percepatan pembangunan 
                    daerah. 
                3.  Kurang bayar dana prasarana infrastruktur lainnya tahun 2007 
                    sebesar Rp96.747.100.000,00 (sembilan puluh enam miliar tujuh 
                    ratus empat puluh tujuh juta seratus ribu rupiah). 
                4.  Kurang bayar DAK tahun 2007 sebesar Rp295.267.100.000,00 (dua 
                    ratus sembilan puluh lima miliar dua ratus enam puluh tujuh juta 
                    seratus ribu rupiah). 

    Pasal 19 

        Ayat (1) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (2) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (3) 

            Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp51.342.009.600.000,00 (lima puluh satu triliun
            tiga ratus empat puluh dua miliar sembilan juta enam ratus ribu rupiah) terdiri dari: 
            1.  Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp60.790.250.000.000,00 (enam puluh 
                triliun tujuh ratus sembilan puluh miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) 
                terdiri dari: 
                                            (dalam rupiah)
                a.  Perbankan dalam negeri      16.629.161.400.000,00
                    i.  Rekening dana 
                        investasi             3.690.000.000.000,00
                    ii.     Pelunasan piutang 
                        negara (PT Pertamina)         9.136.361.945.966,00 
                    iii.    Rekening pembangunan 
                        hutan                 1.696.549.455.000,00
                    iv.     Sisa Anggaran Lebih (SAL) 
                        2008                  2.106.250.000.000,00
                b.  Non-perbankan dalam negeri              44.161.088.599.034,00
                    i.  Privatisasi                  500.000.000.000,00
                    ii. Hasil pengelolaan
                        aset                   2.565.000.000.000,00 
                    iii.    Surat berharga
                        negara (neto)            54.719.000.000.000,00
                    iv.     Dana Investasi Pemerintah 
                        dan restrukturisasi BUMN            -13.622.911.400.966,00

                Hasil pengelolaan aset sebesar Rp2.565.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus 
                enam puluh lima miliar rupiah) terdiri dari : (i) penjualan aset 
                Rp3.565.000.000.000,00 (tiga triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah) 
                dan (ii) restrukturisasi BUMN negatif Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun 
                rupiah). 

                Surat berharga negara (SBN) neto merupakan selisih antara penerbitan 
                dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak 
                hanya dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi juga mencakup 
                penerbitan SBN dalam  valuta asing di pasar internasional, baik SBN 
                konvensional maupun SBSN (Sukuk). 

                Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang akan diterbitkan, 
                pembayaran pokok, dan pembelian kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh 
                pemerintah dengan mempertimbangkan situasi yang berkembang di pasar, 
                sampai dengan target neto pembiayaan SBN tercapai. 
                
                Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan pembangkit listrik 
                10.000 MW (sepuluh ribu megawatt) berbahan bakar batubara oleh 
                PT Perusahaan Listrik Negara  (PT PLN), Pemerintah memberikan jaminan 
                penuh atas kewajiban pembayaran pinjaman PT PLN (Persero) kepada 
                kreditur perbankan. Jaminan pemerintah dimaksud diberikan atas risiko/
                kemungkinan PT PLN (Persero) tidak mampu  memenuhi kewajiban 
                pembayaran terhadap kreditur (payment default). Jaminan tersebut akan 
                diperhitungkan sebagai piutang pemerintah kepada PT PLN (Persero) apabila 
                terealisir. 

                Pengelolaan dan pencairan dana penjaminan atas pinjaman PT PLN (Persero) 
                tersebut di atas diatur lebih lanjut oleh Pemerintah dengan memperhatikan 
                peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
            
                Dalam rangka restrukturisasi utang PT Garuda dengan Export credit Agency 
                (ECA), Pemerintah melakukan penjaminan terhadap PT Garuda dalam bentuk 
                jaminan Standby Letter of Credit kepada bank-bank BUMN.
  
                Pengeluaran dana bergulir yang bersumber dari rupiah murni dialokasikan 
                sebagai pengeluaran pembiayaan dalam APBN. 

                Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN sebesar negatif 
                Rp13.622.911.400.966,00 (tiga belas triliun enam ratus dua puluh dua miliar 
                sembilan ratus sebelas juta empat ratus ribu sembilan ratus enam puluh enam
                rupiah) dialokasikan untuk: (i) investasi pemerintah sebesar negatif 
                Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah), (ii) penyertaan modal negara
                untuk PT Pertamina sebesar negatif Rp9.136.361.945.966,00 (sembilan triliun 
                seratus tiga puluh enam miliar tiga ratus enam puluh satu juta sembilan ratus 
                empat puluh lima ribu sembilan ratus enam puluh enam rupiah), (iii) pendirian 
                lembaga penjaminan infrastruktur (guarantee fund) sebesar negatif 
                Rp 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), (iv) dana kontinjensi untuk 
                PT PLN sebesar negatif Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), dan 
                (v) dana bergulir sebesar negatif Rp1.986.549.455.000,00 (satu triliun 
                sembilan ratus delapan puluh enam miliar lima ratus empat puluh sembilan 
                juta empat ratus lima puluh lima ribu rupiah). 

            2.  Pembiayaan Luar Negeri neto sebesar negatif Rp9.448.240.400.000,00 
                (sembilan triliun empat ratus empat puluh delapan miliar dua ratus empat 
                puluh juta empat ratus ribu rupiah) terdiri dari: 
                                            (dalam rupiah)
                a.  Penarikan pinjaman luar 
                    negeri bruto                52.160.957.600.000,00   
                    -   Pinjaman program        26.440.000.000.000,00
                    -   Pinjaman proyek         25.720.957.000.000,00
                b.  Pembayaran cicilan pokok 
                    utang luar negeri                 -61.609.198.000.000,00
                Pembiayaan luar negeri mencakup pembiayaan utang luar negeri selain dari 
                surat berharga negara internasional. 

    Pasal 20 

        Cukup jelas.

    Pasal 21  

        Ayat (1) 

            Anggaran pendidikan sebesar Rp207.413.531.763.000,00 (dua ratus tujuh triliun empat
            ratus tiga belas miliar lima ratus tiga puluh satu juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu 
            rupiah), terdiri dari: 
                                            (dalam rupiah)  
            1.  Anggaran Pendidikan Melalui 
                Belanja Pemerintah Pusat            89.550.853.106.000,00 
                i.  Departemen Pendidikan 
                    Nasional                61.525.476.815.000,00
                ii.     Departernen Agama           23.275.218.223.000,00
                iii.    Kementerian Negara/
                    Lembaga lainnya              3.045.158.068.000,00
                    a.  Departemen PU                42.377.950.000,00
                    b.  Departemen 
                        Kebudayaan dan 
                        Pariwisata               67.228.388.000,00
                    c.  Perpustakaan 
                        Nasional               259.951.730.000,00
                    d.  Departemen 
                        Keuangan                 64.700.000.000,00
                    e.  Departemen 
                        Pertanian                75.000.000.000,00
                    f.  Departemen 
                        Perindustrian              100.000.000.000,00
                    g.  Departemen ESDM              23.100.000.000,00
                    h.  Departemen
                        Perhubungan            800.000.000.000,00 
                    i.  Departemen 
                        Kesehatan           1.300.000.000.000,00
                    j.  Departemen 
                        Kehutanan               14.900.000.000,00
                    k.  Departemen Kelautan 
                        dan Perikanan              250.000.000.000,00
                    l.  Badan Pertanahan 
                        Nasional                 24.500.000.000,00
                    m.  Badan Meteorologi 
                        dan Geofisika                 16.000.000.000,00
                    n.  Badan Tenaga Nuklir 
                        Nasional                    7.400.000.000,00 
                iv.     Bagian Anggaran 69            1.705.000.000.000,00
            2.  Anggaran Pendidikan Melalui Transfer 
                ke daerah                          117.862.678.657.000,00
                i.  DBH Pendidikan                   817.941.597.000,00 
                ii.     DAK Pendidikan                9.334.900.000.000,00
                iii.    DAU Pendidikan              97.982.837.060.000,00
                iv.     Dana Tambahan DAU             7.490.000.000.000,00
                v.  Dana Otonomi Khusus Pendidikan    2.237.000.000.000,00

        Ayat (2) 

            Cukup jelas. 

    Pasal 22 

        Restrukturisasi tingkat bunga SU-002 dan SU-004 dilaksanakan dengan pertimbangan bahwa 
        beban bunga SU-002 dan SU-004 pada tahun 2009 dan selanjutnya didasarkan pada tingkat 
        bunga hasil restrukturisasi yaitu sebesar 0,1% (nol koma satu persen). 

    Pasal 23 

        Ayat (1) 

            Keadaan darurat tersebut terjadi apabila: 
            1.  Prognosa pertumbuhan ekonomi paling rendah 1% (satu persen) dibawah 
                asumsi; sedangkan prognosa indikator ekonomi makro lainnya mengalami 
                deviasi paling rendah sebesar l0% (sepuluh persen) dari asumsinya. 
                Prognosa tersebut dihitung berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro 
                tahun 2008. 
            2.  Posisi nominal dana pihak ketiga di perbankan nasional menurun secara 
                drastis. 
            3.  Kenaikan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara yang menyebabkan 
                tambahan biaya penerbitan SBN secara signifikan tercermin dalam: 
                a.  tidak adanya yield penawaran yang dimenangkan dalam benchmark 
                    pemerintah dalam 2 (dua) kali lelang berturut-turut; dan/atau 
                b.  terjadi kecenderungan peningkatan yield sekurang-kurangnya 
                    sebesar 300 basis points (bps) dalam 1 (satu) bulan; 

            Keadaan darurat tersebut menyebabkan prognosa penurunan pendapatan negara yang
            berasal dari penerimaan perpajakan dan PNBP, dan adanya perkiraan tambahan 
            beban kewajiban negara yang berasal dari pembayaran pokok dan bunga utang, 
            subsidi BBM dan listrik, serta belanja lainnya. 

            Yang dimaksud dengan persetujuan DPR adalah keputusan yang tertuang di dalam 
            kesimpulan Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI dengan Pemerintah yang dilakukan 
            dalam waktu satu kali dua puluh empat jam sejak diterimanya usulan Pemerintah. 

        Ayat (2) 

            Cukup jelas. 

    Pasal 24

        Ayat (1) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (2)

            Penerbitan Surat Berharga Negara dapat dilakukan dengan metode lelang maupun 
            tanpa lelang (penempatan langsung atau private placement). 

            Untuk menutup kekurangan kas jangka pendek pada awal tahun anggaran, Pemerintah
            dapat melakukan penempatan langsung atau private placement Surat Berharga 
            Negara pada Bank Indonesia. 

        Ayat (3) 

            Cukup jelas. 

    Pasal 25 

        Cukup jelas. 

    Pasal 26 

        Ayat (1) 

            Laporan Keuangan Pemerintah Pusat setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi 
            Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan 
            atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara 
            dan badan lainnya. 

        Ayat (2) 

            Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan 
            negara dan badan lainnya. 

        Ayat (3)

            Informasi tentang pendapatan dan belanja secara akrual dimaksudkan sebagai tahap 
            menuju pada penerapan anggata! yang dilengkapi dengan informasi hak dan 
            kewajiban yang diakui sebagai penambah atau pengurang nilai kekayaan bersih. 

        Ayat (4) 

            Cukup jelas. 

        Ayat (5) 

            Penerapan pendapatan dan belanja secara akrual pada Tahun Anggaran 2009 
            diterapkan pada satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum yang secara sistem 
            telah mampu melaksanakannya. 

        Ayat (6) 

            Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Pemerintahan adatah Standar Akuntansi 
            Pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 
            2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 

        Ayat (7) 

            Laporan keuangan yang diajukan dalam rancangan undang-undang sebagaimana yang
            dimaksud pada ayat ini adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah 
            diperiksa oleh BPK dan telah memuat koreksi/penyesuaian (audited financial 
            statements) sebagaimana diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 
            15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan 
            Negara. 

    Pasal 27 

        Cukup jelas. 




            TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4920
peraturan/uu/41tahun2008.txt · Last modified: 2023/02/05 06:00 by 127.0.0.1