User Tools

Site Tools


peraturan:uu:19tahun2003
               UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 19 TAHUN 2003

                               TENTANG

                         BADAN USAHA MILIK NEGARA

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : 

a.  bahwa Badan Usaha  Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam 
    perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;
b.  bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian 
    nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
c.  bahwa pelaksanaan peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian nasional untuk mewujudkan 
    kesejahteraan masyarakat belum optimal;
d.  bahwa untuk mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara, pengurusan dan pengawasannya 
    harus dilakukan secara profesional;
e.  bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur Badan Usaha Milik Negara sudah tidak sesuai 
    lagi dengan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional 
    maupun internasional;
f.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, 
    dan huruf e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Badan Usaha Milik Negara;

Mengingat : 

1.  Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23 ayat (4), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
2.  Ketetapan Majelis  Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-
    Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004;
3.  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
4.  Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

                  Dengan Persetujuan Bersama antara
              DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
                  dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam  Undang-undang  ini,  yang dimaksud dengan :

1.  Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau 
    sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari 
    kekayaan negara yang dipisahkan.
2.  Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan 
    terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu 
    persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar 
    keuntungan.
3.  Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang 
    modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan 
    penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
4.  Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki 
    negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan 
    barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip 
    pengelolaan perusahaan.
5.  Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku 
    pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan 
    peraturan perundang-undangan.
6.  Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat BUMN 
    melakukan kegiatan usaha.
7.  Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat 
    kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Persero.
8.  Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan 
    nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan Perum.
9.  Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan 
    tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.
10. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan 
    dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum 
    serta perseroan terbatas lainnya.
11. Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah 
    satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan 
    meningkatkan nilai perusahaan.
12. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain 
    dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan 
    masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
13. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ Persero yang 
    memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak 
    diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.


                        Pasal 2

(1) Maksud dan tujuan pendirian  BUMN adalah :
    a.  memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan 
        penerimaan negara pada khususnya;
    b.  mengejar keuntungan;
    c.  menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang 
        bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
    d.  menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta 
        dan koperasi;
    e.  turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, 
        koperasi, dan masyarakat.
(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan 
    peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.


                        Pasal 3

Terhadap BUMN berlaku Undang-undang ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan 
lainnya.


                        Pasal 4

(1) Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
(2) Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN bersumber dari:
    a.  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
    b.  kapitalisasi cadangan;
    c.  sumber lainnya.
(3) Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya 
    berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa 
    penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham 
    Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan 
    modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka 
    pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang sebagian sahamnya 
    dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                        Pasal 5

(1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi.
(2) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta 
    mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan 
    perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, 
    transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.


                        Pasal 6

(1) Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas.
(2) Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan 
    dan tujuan BUMN.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar 
    BUMN dan ketentuan peraturan perundang-undangan  serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip 
    profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta 
    kewajaran.


                        Pasal 7

Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara 
langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.


                        Pasal 8

(1) Anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN, apabila :
    a.  terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau Komisaris atau 
        Dewan Pengawas yang bersangkutan; atau
    b.  anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas  yang bersangkutan mempunyai 
        kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN.
(2) Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili BUMN apabila terdapat keadaan sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS 
    mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham untuk mewakili Persero, dan Menteri 
    mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili Perum.


                        Pasal 9

BUMN terdiri dari Persero dan Perum.


                        BAB II
                                      PERSERO

                    Bagian Pertama Pendirian

                        Pasal 10

(1) Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah 
    dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
(2) Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan 
    perundangan-undangan.


                        Pasal 11

Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas 
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.


                            Bagian Kedua 
                       Maksud dan Tujuan

                        Pasal 12

Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah :
a.  menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;
b.  mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.


                           Bagian Ketiga 
                         Organ

                        Pasal 13

Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.


                         Bagian Keempat 
                        Kewenangan RUPS

                        Pasal 14

(1) Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak 
    selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya 
    dimiliki oleh negara.
(2) Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk 
    mewakilinya dalam RUPS.
(3) Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib terlebih dahulu mendapat 
    persetujuan Menteri untuk mengambil  keputusan  dalam RUPS mengenai :
    a.  perubahan jumlah modal;
    b.  perubahan anggaran dasar;
    c.  rencana penggunaan laba;
    d.  penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero;
    e.  investasi dan pembiayaan jangka panjang;
    f.  kerja sama Persero;
    g.  pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;
    h.  pengalihan aktiva.


                           Bagian Kelima 
                           Direksi Persero

                        Pasal 15

(1) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS.
(2) Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh 
    Menteri.


                        Pasal 16

(1) Anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan  keahlian, integritas, kepemimpinan, 
    pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan 
    mengembangkan Persero.
(2) Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
(3) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan  dan kepatutan wajib 
    menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
(4) Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun  dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) 
    kali masa jabatan.
(5) Dalam  hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi diangkat 
    sebagai direktur utama.


                        Pasal 17

Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan  keputusan RUPS dengan menyebutkan 
alasannya.


                        Pasal 18

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian  anggota Direksi 
diatur dengan Keputusan Menteri.


                        Pasal 19

Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara 
penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Persero.


                        Pasal 20

Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Persero, Direksi dapat mengangkat seorang sekretaris 
perusahaan.


                        Pasal 21

(1) Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang 
    memuat sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai   dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Komisaris disampaikan 
    kepada RUPS untuk mendapatkan pengesahan.


                        Pasal 22

(1) Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan 
    penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
(2) Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS untuk 
    memperoleh pengesahan.


                        Pasal 23

(1) Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Persero ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan 
    tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi 
    dan Komisaris.
(3) Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (2), harus disebutkan alasannya secara tertulis.


                        Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan 
tahunan dan perhitungan tahunan Persero diatur dengan Keputusan Menteri.


                        Pasal 25

Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
a.  anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain 
    yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
b.  jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah; dan/
    atau
c.  jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        Pasal 26

Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan Persero.


                          Bagian Keenam 
                               Komisaris

                        Pasal 27

(1) Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditetapkan 
    oleh Menteri.


                        Pasal 28

(1) Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-
    masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki 
    pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang 
    cukup untuk melaksanakan tugasnya.
(2) Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan 
    keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen.
(3) Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) 
    kali masa jabatan.
(4) Dalam hal Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Komisaris 
    diangkat sebagai komisaris utama.
(5) Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi, 
    kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.


                        Pasal 29

Anggota Komisaris sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan 
alasannya.


                        Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Komisaris diatur 
dengan Keputusan Menteri.


                        Pasal 31

Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Persero serta memberikan nasihat 
kepada Direksi.


                        Pasal 32

(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan 
    persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan 
    Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.


                        Pasal 33

Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
a.  anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain 
    yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
b.  jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                           Bagian Ketujuh 
                          Persero Terbuka

                        Pasal 34

Bagi Persero Terbuka berlaku ketentuan Undang-undang ini dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 
sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.


                        BAB III
                        PERUM

                          Bagian Pertama 
                               Pendirian    

                        Pasal 35

(1) Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah 
    dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
(2) Perum yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh status badan hukum sejak 
    diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan, dan pengawasan Perum diatur 
    dengan Peraturan Pemerintah.


                           Bagian Kedua 
                       Maksud dan Tujuan

                        Pasal 36

(1) Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum 
    berupa penyediaan barang  dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh 
    masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
(2) Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam 
    ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha 
    lain.


                            Bagian Ketiga 
                         Organ

                        Pasal 37

Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas.


                          Bagian Keempat 
                       Kewenangan Menteri

                        Pasal 38

(1) Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh 
    Direksi.
(2) Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh Direksi kepada 
    Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.
(3) Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum 
    yang bersangkutan.


                        Pasal 39

Menteri tidak bertanggung jawab  atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak 
bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam 
Perum, kecuali apabila Menteri:
a.  baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk 
    kepentingan pribadi;
b.  terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau
c.  langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum.


                        Pasal 40

Ketentuan mengenai tata cara pemindahtanganan, pembebanan atas aktiva tetap Perum, serta penerimaan 
pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk dan cara apa pun, serta tidak 
menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang oleh Perum diatur dengan 
Keputusan Menteri.

                           Bagian Kelima 
                          Anggaran Dasar

                        Pasal 41

(1) Anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
(2) Perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal 
    diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang perubahan anggaran dasar Perum.


                          Bagian Keenam 
                         Penggunaan Laba

                        Pasal 42

(1) Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
(2) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai 
    sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal Perum.
(3) Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang belum mencapai jumlah sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat 
    dipenuhi oleh cadangan lain.


                        Pasal 43

Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Menteri.


                           Bagian Ketujuh 
                            Direksi Perum

                        Pasal 44

Pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan 
peraturan perundang-undangan.


                        Pasal 45

(1) Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan 
    perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau 
    Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan 
    pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan 
    keuangan negara.
(2) Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) anggota Direksi diangkat berdasarkan 
    pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta 
    dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Perum.
(3) Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
(4) Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani 
    kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
(5) Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali 
    masa jabatan.
(6) Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi diangkat 
    sebagai direktur utama.


                        Pasal 46

Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan 
alasannya.


                        Pasal 47

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi 
diatur dengan Keputusan Menteri.


                        Pasal 48

Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran, dan perhatian secara penuh pada 
tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Perum.


                        Pasal 49

(1) Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang 
    memuat sasaran dan tujuan Perum yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas 
    disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan.


                        Pasal 50

(1) Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan 
    penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
(2) Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Menteri 
    untuk memperoleh pengesahan.


                        Pasal 51

(1) Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perum ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan 
    tahunan kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi 
    dan Dewan Pengawas.
3)  Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disebutkan alasannya secara tertulis.


                        Pasal 52

Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan 
tahunan dan perhitungan tahunan Perum diatur dengan Keputusan Menteri.


                        Pasal 53

Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap  sebagai :
a.  anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain 
    yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
b.  jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah; dan/
    atau
c.  jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pendirian Perum dan ketentuan peraturan 
    perundang-undangan.


                        Pasal 54

Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan Perum.


                        Pasal 55

(1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke pengadilan negeri agar Perum dinyatakan pailit 
    berdasarkan persetujuan Menteri.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perum tidak cukup 
    untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng 
    bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya 
    tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
(4) Dalam hal tindakan Direksi menimbulkan kerugian bagi Perum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), 
    Menteri mewakili Perum untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.


                          Bagian Kedelapan 
                          Dewan Pengawas

                        Pasal 56

Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan 
mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        Pasal 57

(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu 
    melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau 
    Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum 
    dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang 
    merugikan keuangan negara.
(2) Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggota Dewan Pengawas diangkat 
    berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan 
    yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang 
    usaha Perum tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
(3) Komposisi Dewan Pengawas harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan 
    keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen.
(4) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 
    (satu) kali masa jabatan.
(5) Dalam hal Dewan Pengawas terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Dewan 
    Pengawas diangkat sebagai ketua Dewan Pengawas.
(6) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota 
    Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.


                        Pasal 58

Anggota Dewan Pengawas sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan 
menyebutkan alasannya.


                        Pasal 59

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Dewan 
Pengawas diatur dengan Keputusan Menteri.



                        Pasal 60

Dewan Pengawas bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Perum serta memberikan 
nasihat kepada Direksi.


                        Pasal 61

(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Pengawas untuk 
    memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Berdasarkan anggaran dasar atau Keputusan Menteri, Dewan Pengawas dapat melakukan tindakan 
    pengurusan Perum dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.


                        Pasal 62

Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai :
a.  anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain 
    yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
b.  jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        BAB IV
               PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN
                       PEMBUBARAN BUMN

                        Pasal 63

(1) Penggabungan atau peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada.
(2) Suatu BUMN dapat mengambil alih BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya.


                        Pasal 64

(1) Pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Apabila tidak ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa 
    hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke Kas Negara.


                        Pasal 65

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, 
    diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepentingan BUMN, 
    pemegang saham/pemilik modal, pihak ketiga, dan karyawan BUMN harus tetap mendapat perhatian.


                         BAB V 
                        KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM

                        Pasal 66

(1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi 
    kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
(2) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan 
    persetujuan RUPS/Menteri.


                        BAB VI 
            SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT, DAN KOMITE LAIN

                          Bagian Pertama 
                          Satuan Pengawasan Intern

                        Pasal 67

(1) Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern 
    perusahaan.
(2) Satuan pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang 
    bertanggung jawab kepada direktur utama.


                        Pasal 68

Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau 
hasil pelaksanaan tugas satuan pengawasan intern.


                        Pasal 69

Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu 
yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawasan intern.


                            Bagian Kedua 
                         Komite Audit dan Komite Lain

                        Pasal 70

(1) Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif 
    dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
(2) Komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung 
    jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas.
(3) Selain komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisaris atau Dewan Pengawas dapat 
    membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan Keputusan Menteri.


                        BAB VII 
                    PEMERIKSAAN EKSTERNAL

                        Pasal 71

(1) Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh 
    RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum.
(2) Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan 
    ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        BAB VIII 
                     RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI

                            Bagian Pertama 
                      Maksud dan Tujuan Restrukturisasi

                        Pasal 72

(1) Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara 
    efisien, transparan, dan profesional.
(2) Tujuan restrukturisasi adalah untuk :
    a.  meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
    b.  memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
    c.  menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan
    d.  memudahkan pelaksanaan privatisasi.
(3) Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan asas biaya 
    dan manfaat yang diperoleh.


                            Bagian Kedua 
                        Ruang Lingkup Restrukturisasi

                        Pasal 73

Restrukturisasi meliputi :
a.  restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau 
    ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.  restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi :
    1)  peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli, 
        baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
    2)  penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan 
        usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan 
        menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.
    3)  restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, 
        sistem, dan prosedur.


                            Bagian Ketiga 
                        Maksud dan Tujuan Privatisasi

                        Pasal 74

(1) Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk :
    a.  memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;
    b.  meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
    c.  menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
    d.  menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
    e.  menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
    f.  menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
(2) Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan 
    meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.


                         Bagian Keempat 
               Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat
                             Diprivatisasi

                        Pasal 75

Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, 
pertanggungjawaban, dan kewajaran.


                        Pasal 76

(1) Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria :
    a.  industri/sektor usahanya kompetitif; atau
    b.  industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
(2) Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau 
    yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan 
    untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat 
    diprivatisasi.


                        Pasal 77

Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah :
a.  Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh 
    dikelola oleh BUMN;
b.  Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
c.  Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk 
    melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
d.  Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan 
    peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.


                        Pasal 78

Privatisasi dilaksanakan dengan cara :
a.  penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
b.  penjualan saham langsung kepada investor;
c.  penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.


                           Bagian Kelima 
                         Komite Privatisasi

                        Pasal 79

(1) Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas 
    sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi.
(2) Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota, 
    yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.
(3) Keanggotaan komite privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan 
    Presiden.


                        Pasal 80

(1) Komite privatisasi bertugas untuk :
    a.  merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;
    b.  menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi;
    c.  membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam 
        proses Privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral pemerintah.
(2) Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat 
    mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang 
    dipandang perlu.
(3) Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada 
    Presiden.


                        Pasal 81

Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk :
a.  menyusun program tahunan Privatisasi;
b.  mengajukan program tahunan Privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh arahan;
c.  melaksanakan Privatisasi.


                           Bagian Keenam 
                       Tata Cara Privatisasi

                        Pasal 82

(1) Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan-perusahaan dan mendasarkan 
    pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah 
    mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta 
    dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.


                        Pasal 83

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Privatisasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                        Pasal 84

Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam 
proses Privatisasi.


                          Bagian Ketujuh 
                      Kerahasiaan Informasi

                        Pasal 85

(1) Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas 
    informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai 
    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        Bagian Kedelapan 
                          Hasil Privatisasi

                        Pasal 86

(1) Hasil Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor langsung ke Kas Negara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran hasil Privatisasi diatur dengan Peraturan 
    Pemerintah.


                        BAB IX 
                     KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 87

(1) Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan 
    kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan 
    perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
(2) Karyawan BUMN dapat membentuk serikat pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan.
(3) Serikat pekerja wajib memelihara keamanan dan ketertiban dalam perusahaan, serta meningkatkan 
    disiplin kerja.


                        Pasal 88

(1) BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi 
    serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat 
    (1) diatur dengan Keputusan Menteri.


                        Pasal 89

Anggota Komisaris, Dewan Pengawas, Direksi, karyawan BUMN dilarang untuk memberikan atau menawarkan 
atau menerima, baik langsung  maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan 
tau seorang pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya 
dan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        Pasal 90

BUMN dalam batas kepatutan hanya dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan 
ketentuan peraturan perundang-undangan.


                        Pasal 91

Selain organ BUMN, pihak lain mana pun dilarang campur tangan dalam pengurusan BUMN.


                        Pasal 92

Perubahan bentuk badan hukum BUMN diatur dengan Peraturan Pemerintah.


                         BAB X 
                     KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 93

(1) Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua BUMN yang 
    berbentuk perusahaan jawatan (Perjan), harus telah diubah bentuknya menjadi Perum atau Persero.
(2) Segala ketentuan yang mengatur BUMN dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau 
    belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.


                        BAB XI 
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 94

Dengan  berlakunya Undang-undang ini, maka :
1.  Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah beberapa kali 
    diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850);
2.  Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989);
3.  Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
    Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
    2904);

dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 95

Undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan  pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya 
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





                            Disahkan di Jakarta
                            Pada tanggal 19 Juni 2003
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                ttd.

                            MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Juni 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO





                  LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 70
peraturan/uu/19tahun2003.txt · Last modified: 2023/02/05 06:13 by 127.0.0.1