User Tools

Site Tools


peraturan:uu:18tahun1999
                         UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 
                                        TENTANG 
                                    JASA KONSTRUKSI 
 
                                        ABSTRAK  
I. Pendahuluan

    Pembangunan nasional ditujukan untuk meraih cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia guna 
    meningkatkan taraf kehidupan masyarakat secara keseluruhan. 
    Dalam mengisi cita-cita perjuangan tersebut maka perlu dilakukan program yang terencana dan terarah 
    untuk melaksanakan proses pembangunan agar tujuan nasional dapat dicapai sesuai dengan falsafah 
    yang mendasari perjuangan tersebut yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 
    Suatu kenyataan yang dihadapi oleh pemerintah dalam Pelaksanaan pembangunan ini adalah masalah 
    untuk meningkatkan pertumbohan ekonomi, dan dapat dilakukan apabila sistem produksi dapat 
    digiatkan, yang meliputi pengolahan/ pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki negara. 
    Dengan dapat diciptakannya sistem produksi, maka kesempatan kerja dan pendapatan dari masyarakat 
    dapat ditingkatkan, karena dengan pendapatan yang lebih baik masyarakat dimungkinkan 
    mengembangkan keahlian dan keterampilan dirinya masing-masing ketingkat yang lebih mapan yang 
    pada akhirnya akan disumbangkan pada pembangunan itu sendiri. 
    Apabila proses ini berjalan terus menerus maka negara akan sampai pada kondisi dimana perekonomian 
    dapat tumbuh dengan baik dan masyarakat ikut berperan besar di dalamnya. 
    Oleh sebab itu agar sistem produksi dapat berjalan dengan baik maka prasyarat yang berupa masukan 
    (input) untuk penyediaan prasarana dan sarana fisik harus dapat disediakan dalam waktu yang tepat 
    yang berupa masukan teknologi, keahlian dan keterampilan kerja serta kemampuan tatalaksana serta 
    pengalaman kerja. 
    Pengalaman bangsa kita memperlihatkan bahwa masukan tersebut di atas kurang memadai untuk 
    menunjang sistem produksi yang mendorong pertumbuhan tingkat ekonomi yang ditargetkan. 
    Permasalahan yang dihadapi diatas jelas terlihat pada sektor jasa konstruksi, seperti diketahui sektor ini 
    mempunyai karakteristik spesifik ynitu selain sifatnya dari sisi "supplay dan demand" sangat dinamis 
    juga melibatkan berbagai institusi - pemerintah dan swasta yang membuatnya menjadi kegiatan lintas 
    sektoral.
    Sektor jasa konstruksi mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi negara sehingga 
    menyadari akan hal tersebut maka sudah selayaknya kehadiran 
    Undang-Undang Jasa Konstruksi sangat dibutuhkan guna mengatur dan memberdayakan jasa konstruksi 
    nasional. 
    Hal inilah yang menyebabkan pemerintah berinisiatif menyusun konsep awal Undang-Undang Jasa 
    Konstruksi pada tahun 1988 dan selanjutnya bersama asosiasi jasa konstruksi secara berkesinambungan 
    meneruskan konsep awal Rancangan Undang-Undang Jasa Kontruksi yang selanjutnya diubah dan 
    disempurnakan hingga akhirnya dapat dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat dan selesai pada tanggal 22 
    April 1999. 

II. Sejarah jasa konstruksi 
    Untuk mengetahui kondisi perkembangan jasa konstruksi nasional perlu dilihat dan dipelajari sejarah 
    pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia. Dengan mengetahui sejarahnya maka akan lebih mudah 
    dipelajari keadaan yang ada sekarang. 
    1.  Periode sebelum kemerdekaan 
        Selama pemerintahan Belanda di Indonesia semua bentuk kemajuan seperti teknologi dan sumber 
        daya manusia, didatangkan dari Eropa Barat. 
        Perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi juga tidak begitu banyak sekitar 6 buah dan 
        merupakan anak perusahaan dengan induknya berada di Netherlands. 
        Pada masa ini orang terdidik, peralatan, dan bahan-bahan bangunan seperti semen, baja, kaca adalah 
        buatan Eropa dan telah memenuhi standar Eropa . 
        Standar-standar tertulis seperti konstruksi beton, spesifikasi umum dan dakumen pelelangan sudah 
        ada. Pengaturan jasa konstruksi dilakukan dengan arbitrase teknik dan terdapatnya keseragaman baik 
        bentuk maupun tingkatan harga. 
        Disamping keenam perusahaan kontraktor Belanda tersebut ada beberapa Perusahaan kontraktor 
        kecil Indonesia yang berfungsi sebagai sub kontraktor dan pemasok.
        
    2.  Periode sebelum tahun 1965 
        Ketika Indonesia memperoleh kemerdekaan, banyak tenaga bangsa Belanda seperti tenaga teknik, 
        profesor, guru, direktur perusahaan, arsitek, ?foreman" pulang kenegaranya. Dengan sendirinya 
        posisi ini harus diisi oleh orang Indonesia. Pada saat yang sama banyak perusahaan Belanda yang 
        dinasionalisasi. 
        Pada periode ini terjadi ketidak stabilan perekonomian Indonesia, tidak tersedia dana yang cukup 
        untuk perkembangan, kecuali hanya untuk pekerjaan rehabilitasi dengan bantuan asing . 
        Dalam upaya mengisi kekosongan yang terjadi, setelah kepergian Belanda, Universitas diminta untuk 
        menghasilkan sejumlah sarjana. Pada masa transisi ini bidang keteknikan, arsitektur dan konstruksi 
        mengalami krisis karena terjadi 
        penurunan secara kuantitas dan kualitas dari ahli-ahli, pendidik, buku-buku, dan peralatan. 
        
    3.  Periode sesudah tahun I 965 sampai 1980 
        Pada masa ini telah dilakukan pembenahan dalam program pembangunan maupun dalam 
        pelaksanaannya. 
        Hal ini dapat dimungkinkan karena adanya kestabilan di bidang politik, ekonomi dan keuangan. 
        Lembaga pemerintah mulai melaksanakan pembangunan yang memberikan titik awal kebangkitan 
        jasa konstruksi nasional. 
        Pada saat Indonesia mulai membangun ynitu pada awal periode 1965 dialami beberapa kesulitan 
        antara lain teknologi, manajamen, dan tenaga terampil serta ahli padahal pembangunan tidak 
        mungkin ditunda-tunda lagi. 
        Saat itu terpaksa diambil jalan pintas untuk mengimport teknologi asing dan keadaan inilah yang 
        menyebabkan jasa konstruksi di Indonesia diwarnai oleh peranan dominan dari kontraktor asing 
        terutama untuk proyek dengan teknologi tinggi dan skala besar. 
        Modal asing dalam bentuk PMA dan PMDN menjadi sumber dana pembiayaan proyek yang tidak 
        sedikit, dan peranan swasta mulai tumbuh. 
        Dalam pembangunan proyek-proyek banyak melibatkan kontaktor Asing sehingga Kontraktor 
        Indonesia sedikit banyak dapat memperoleh pengalaman untuk menerapkan teknologi maju 
        
    4.  Periode setelah tahun 1980 
        Pada tahun 1980 mulailah dilakukan pembenahan dalam pengaturan mengenai pelaksanaan anggaran 
        pendapatan dan belanja negara dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 14/80 tentang Tatacara 
        Pelaksanaan APBN, karena dimaklumi APBN merupakan sumber pembiayaan yang paling dominan. 
        Pada periode ini terjadi "booming" di sektor minyak sehingga kegiatan pekerjaan konstruksi banyak 
        dilakukan dimana-mana dan oleh karenanya perlu pengaturan untuk menciptakan iklim usaha yang 
        kondusif. 
        Pengaturan pelaksanaan APBN melalui Keppres 14/80 pun kemudian disempurnakan beberapa kali 
        hingga sampai Keppres 29/84 yang terkenal tersebut yang mulai mengatur dunia usaha. Sejalan 
        dengan hal tersebut pengaturan dunia usaha jasa konstruksi sendiri diwujudkan melalui Surat 
        Keputusan Menteri/Sekretaris Negara selaku Ketua Tim Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah 
        melalui keputusannya no 3547/TPPBPP/XII 1985 yang mengatur kualifikasi dan klasifikasi 
        Perusahaan jasa konstruksi. Empat tahun kemudian lahirlah Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi yang 
        merupakan pelimpahan wewenang dari Menteri Perdagangan ke Menteri Pekerjaan Umum sebagai 
        pengganti Surat Izin Usaha Perdagangan untuk bidang jasa konstruksi. 
        Keppres 2 9/84 paling lama bertahan sampai akhirnya disempurnakan dengan Keputusan Presiden 
        16/94 yang dalam petunjuk teknisnya mengatur secara rinci: 
        a.  tatacara pengadaan, dan 
        b.  prakualifikasi yang menilai klasifikasi dan kualifikasi Perusahaan 
            Peraturan ini merupakan salah satu produk hukum yang mengatur dunia usaha jasa konstruksi yang 
            terkait dengan sumber dana dari pemerintah termasuk bidang pemborongan pekerjaan non konstruksi 
            dan pengaduan barang/jasa lainnya. 
            Pada tahun 1994 mulai dikenal GATT dan GATS, kemudian WTO, APEC, dan AFEA yang membuat 
            semua pihak mulai mengambil ancang-ancang akan adanya perubahan tata perekonomian dunia. 

III. Kondisi jasa konstruksi nasional 

    Pertumbuhan jasa konstruksi yang tinggi sebelum krisis ekonomi ternyata belum diimbangi dengan 
    tatanan penyelenggaraan yang maksimal sehingga menyebabkan munculnya berbagai masalah antara 
    lain: 
    1.  belum terwujudnya mutu produk, waktu Pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya. 
    2.  rendahnya tingkat kepatuhan pengguna jasa dan penyedia jasa akan ketentuan/peraturan perundang-
        undangan yang berlaku. 
    3.  belum terwujudnya kesejajaran antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hal hak dan 
        kewajiban. 
    4.  belum terwujudnya secara optimal kemitraan yang sinergis antar Badan Usaha Jasa Konstruksi 
        (BUJK) dan antara BUJK dengan masyarakat. 

IV. Bertitik tolak dari kondisi tersebut maka dilakukanlah evaluasi kembali terhadap tatanan usaha di 
    bidang jasa konstruksi yang memunculkan berbagai pertimbangan yakni: 
    1.  Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata 
        materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 
    2.  Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang 
        mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya 
        tujuan pembangunan nasional. 
    3.  Berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan 
        pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya yang mengakibatkan kurang 
        berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi 
        kepentingan masyarakat. 
    Berpijak dari pertimbangan tersebut, maka dicanangkan pula cita-cita jasa konstruksi yang diinginkan 
    di masa mendatang yakni: 
    1.  Tertib usaha jasa konstruksi 
    2.  Pemberdayaan jasa konstruksi nasional untuk 
        1.) mengembangkan kemampuan 
        2.) meningkatkan produktivitas 
        3.) menumbuhkan daya saing 
    3.  Kedudukan yang adil antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan 
        konstruksi. 
    4.  Kemitraan sinergis dalam usaha jasa konstruksi. 
        Untuk mencapai cita-cita tersebut maka pengaturan di bidang jasa konstruksi harus berdasarkan 
        Azas; 
        1.) Kejujuran dan keadilan 
        2.) Manfaat 
        3.) Keserasian 
        4.) Keseimbangan 
        5.) Kemandirian 
        6.) Keterbuknan 
        7.) Kemitraan 
        8.) Keamanan dan keselamatan 
    Diharapkan dengan adanya Undang-Undang Jasa konstruksi ini dapat: 
    1.  Memberikan arah pertumbahan dan perkembangan jasa konstruksi nasional untuk mewujudkan 
        struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang 
        berkualitas. 
    2.  Mewujudkan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin : 
        a.  kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hal hak dan kewajiban 
        b.  dipenuhinya ketentuan yang berlaku 
        c.  mewujudkan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. 

V. Kandungan Undang-Undang Jasa Konstruksi 

    Undang-Undang Jasa konstruksi terdiri atas 12 Bab, 46 Pasal dan 117 Ayat disertai Penjelasannya. 
    Beberapa pengertian/istilah baru dan baku yang ditemui dalam UUJK antara lain 
    1.) jasa konstruksi 
    2.) pekerjaan konstruksi 
    3.) registrasi 
    4.) pengguna jasa dan penyedia jasa 
    5.) pemilihan penyedia jasa 
    6.) pengikatan 
    7.) kontrak kerja konstruksi 
    8.) sistem pertanggungan 
    9.) kegagalan bangunan 
    l0.)penilai ahli 
    11.)masyarakat jasa konstruksi 
    12.)forum jasa konstruksi 
    13.)Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
 
Vl. Usaha Jasa Konstruksi
 
    Usaha jasa konstruksi terdiri atas jenis usaha, bentuk usaha, bidang usaha, persyaratan usaha serta tanggung 
    jawab profesional dengan uraian sebagai berikut: 
    1.  Jenis usaha
        a.  usaha perencanaan konstruksi 
        b.  usaha Pelaksanaan konstruksi 
        c.  usaha pengawasan konstruksi 
    2.  Bentuk usaha
        a.  orang perseorangan
        b.  badan usaha 
    3.  Bidang usaha 
        a.  Arsitektural 
        b.  Sipil 
        c.  Mekanikal 
        d.  Elektrikal 
        e.  Tata Lingkungan 
    Persyaratan usaha 
    1.  Usaha orang perseorangan dan badan usaha yang terdiri atas perencana, pelaksana dan pengawas 
        konstruksi wajib mempunyai izin usaha dari pemerintah. 
    2.  Badan usaha nasional dan asing yang terdiri atas perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi 
        harus mempunyai sertifikat registrasi badan usaha dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. 
    3.  Perencana konstruksi, pengawas konstruksi orang perseorangan atau orang perseorangan yang 
        dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana atau pengawas 
        konstruksi atau tenaga pelaksana konstruksi tertentu harus memiliki sertifikat keahlian. 
    4.  Pelaksanaan konstruksi orang perseorangan atau tenaga kerja yang bekerja pada pelaksana konstruksi 
        yang melaksanakan pekerjaan keteknikan harus memiliki sertifikat ketrampilan dan keahlian kerja. 
    Tanggung jawab Profesional 
    Tanggungjawab perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan konstruksi dilandasi oleh prinsip-prinsip 
    keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual. 
    Pengembangan usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh 
    dan handal serta efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah dan kecil 
    serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan ketrampilan tertentu. 
    Pengembangan ini didukung dengan perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber dana dan 
    pengembangan jenis usaha pertanggungan.
    
VII. PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI
 
    Para pihak terdiri atas 
    1.  pengguna jasa dan penyedia jasa 
    2.  pengguna jasa harus dapat membuktikan kemampuan untuk membayar biaya pekerjaan 
        konstruksi 
    3.  penyedia jasa terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi 
    Pengikatan Para Pihak Pengikatan dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui 
    pemilihan penyedia jasa dengan cara: 
    1.  Pelelangan umum 
    2.  Pelelangan terbatas dan hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang telah lulus prakualifikasi 
    3.  Dalam hal tertentu dapat dilakukan pemilihan langsung atau penunjukan langsung. 
    Kontrak Kerja Konstruksi Hak dan tanggung jawab para pihak harus dituang kan dalam kontrak kerja 
    konstruksi (3K). 
    Dalam 3K harus dimuat sekurang-kurangnya hal-hal pokok sebagai berikut: 
    a.  para pihak 
    b.  rumusan pekerjaan 
    c.  masa pertanggungan 
    d.  tenaga ahli yang melaksanakan pekerjaan 
    e.  hak dan kewajiban para pihak 
    f.  cara pembayaran 
    g.  cidera janji 
    h.  penyelesian perselisihan 
    i.  pemutusan kontrak kerja 
    j.  keadaan memaksa 
    k.  kegagalan bangunan 
    1.  perlindungan pekerja 
    m.  aspek lingkungan 

VIII. PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI 

    Untuk menyelenggarakan pekerjaan konstruksi harus memenuhi: 
    a.  ketentuan tentang keteknikan, 
    b.  ketenagakerjoan & tata pengelolaan lingkungan, serta 
    c.  keharusan untuk memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan dalam menjamin tertib penyelenggaraan 
        pekerjaan konstruksi. 
    Tahapan tersebut meliputi tahap perencanaan dan tahap Pelaksanaan beserta pengawasannya yang 
    masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan dan pengakhiran. 
    Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi akan ditemni ketentuan mengenai: 
    1.  Kegagalan bangunan 
        yakni mengatur tentang tanggung jawab baik penyedia jasa maupun pengguna jasa dalam hal terjadi 
        kegagalan bangunan yang telah diserahterimakan yang disebabkan baik oleh karena kelalaian 
        maupun kesengajaan. 
    2.  Penilai Ahli 
        Kegagalan bangunan ditetapkan oleh penilai ahli independent yang mungkin terjadinya kegagalan 
        bangunan tersebut disebabkan oleh penyedia jasa (perencana/pelaksana/ pengawas) atau oleh 
        pengguna jasa dalam pemanfaatannya. 
    3.  Masa Pertanggungan 
        Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak 
        penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun sesudahnya, yang 
        disepakati oleh pengguna jasa dan penyedia jasa yang tertuang dalam 3K. 

IX. PERAN MASYARAKAT 

    Peran masyarakat umum maupun masyarakat jasa konstruksi diatur sebagai berikut: 
    1.  Hak dan kewajiban masyarakat umum dalam rangka tertib jasa konstruksi 
        Hak masyarakat 
        a.  melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib Pelaksanaan jasa konstruksi 
        b.  memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat 
            penyelenggaraan pekerjaan konstruksi 
        Kewajiban masyarakat 
        a.  Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelak-sanaan jasa 
            konstruksi. 
        b.  Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepen-tingan umum. 
    2.  Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi (masyarakat yang mempunyai kepentingan 
        dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha pekerja konstruksi) dikembangkan melalui suatu 
        forum yang keanggotaannya meliputi unsur- unsur swasta (Asosiasi Jasa Konstruksi Asosiasi mitra 
        usaha jasa Konstruksi, lembaga konsumen, dan organisasi kemasyarakatan yang terkait) serta unsur 
        pemerintah yang berfungsi 
        a.  menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat 
        b.  membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional 
        c.  mendorong tumbuh dan berkembanguya peran pengawasan masyarakat 
        d.  memberi masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pember-dayaan dan 
            pengawasan. 
    3.  Pelaksanaan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu Lembaga yang independen dan 
        mandiri, yang beranggotakan wakil wakil asosiasi perusahaan, asosiasi profesi jasa konstruksi, 
        pakar dan perguruan tinggi serta pe~nerintah yang mempunyai tugas 
        a.  melakukan penelitian dan pengembangan jasa konstruksi 
        b.  menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi 
        c.  memberikan sertifikat registrasi badan usaha 
        d.  melakukan akreditasi sertifikat ketrampilan dan keahlian kerJa 
        e.  menyelenggarakan/meningkatkan peran arbitrase mediasi dan penilai ahli di bidang jasa 
            konstruksi 
        
X. PEMBINAAN 

    Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah diwujudkan dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan 
    pengawasan, 
    a.  Pengaturan dilakukan dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan dan standarstandar teknis 
    b.  Pemberdayaan dilakukan untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat atas hak, kewajiban, 
        dan perannya dalam Pelaksanaan jasa konstruksi 
    c.  Pengawasan dilakukan untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi 
        Sebagian tugas pembinaan tersebut dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah. 

XI. PENYELESAIAN SENGKETA 

    Penyelesaian sengketa dapat ditempuh baik melalui pengadilan maupun di luar pengadilan berdasarkan 
    pilihan secara sukarela para pihak yang tertuang di dalam 3K. 
    Gugatan dapat dinjukan oleh orang perseorangan, kelompok maupun anggota perwakilan/ .class action" 
    ke pengadilan dalam hal yang bersangkutan dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

XII. SANKSI 

    Pengguna dan penyedia jasa dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrai maupun sanksi pidana atas 
    pelanggaran Undang-Undang ini dan/atau peraturan Pelaksanaannya, dan untuk tindak pidana yang 
    dilakukan penyedia jasa ditetapkan sanksi penjara paling lama 5 (lima) tahun sedangkan sanksi denda 
    sebagai alternatif ditetapkan sebesor 10 % dari nilai kontrak . 

XIII. KETENTUAN PERALIHAN 

    Penyedia jasa dalam waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal 7 Mei 1999 diberikan kesempatan untuk 
    menyesuaikan. dengan ketentuan Undang Undang ini. 

XIV. KETENTUAN PENUTUP 

    Undang Undang ini berlaku 1 tahun sejak diundangkan ynitu nanti pada tanggal 7 Mei 2000, untuk 
    memberi kesempatan bukan saja kepada penyedia jasa tetapi juga kepada LPJK untuk 
    mempersiapkannya. 


                             PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
                           UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
                                  NOMOR 18 TAHUN 1999 
                                        TENTANG 
                                    JASA KONSTRUKSI 
                                    
                            DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
                               
                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
                             
Menimbang:
a.  bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur 
    yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 
b.  bahwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan 
    budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna 
    menun3ang terwujudnya tujuan pembangunan nasional; 
c.  bahwa berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku belum berorientasi baik 
    kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang 
    mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya 
    saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat; 
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, dan c diperlukan Undang-
    undang tentang Jasa Konstruksi; 
    
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 

                                 Dengan Persetujuan 
                     DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
                                       
                                     MEMUTUSKAN: 
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI. 

                                         BAB I 
 
                                     KETENTUAN UMUM 
                                    
                                        Pasal 1 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 
1.  Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa 
    pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi; 
2.  Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau 
    Pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, 
    dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau 
    bentuk fisik lain; 
3.  Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik 
    pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi; 
4.  Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan 
    jasa konstruksi; 
5.  Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara 
    pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; 
6.  Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa 
    kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dar,/atau tidak 
    sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaotannya yang 
    menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa; 
7.  Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan 
    Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat 
    nasional, independen, dan mandiri; 
8   Registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan 
    tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan 
    kualifikasi vang diwujudkan dalam sertifikat, 
9.  Perencanaan konstruksi adalah penyedia jasa orang perorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli 
    yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam 
    bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain: 
10. Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli 
    yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu 
    menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau 
    bentuk fisik lain; 
11. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli 
    yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan 
    pengawasan sejak awal Pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. 

                                         BAB II 
                                    ASAS DAN TUJUAN 
 
                                        Pasal 2 
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, 
keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan 
masyarakat, bangsa, dan negara. 

                                        Pasal 3 
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk: 
a.  memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha 
    yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; 
b.  mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara 
    pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatahan pada 
    ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
c.  mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. 

                                        BAB III  
                                USAHA JASA KONSTRUKSI 
 
                                     Bagian Pertama  
                            Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha 

                                        Pasal 4 
(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi dan 
    usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing 
    dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. 
(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang 
    meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai 
    dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. 
(3) Usaha Pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa Pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang 
    meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai 
    dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. 
(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik sebagian atau keseluruhan 
    pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir 
    hasil konstruksi. 

                                        Pasal 5 
(1) Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha. 
(2) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku 
    pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang 
    berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. 
(3) Bentuk usaha yang dilakokan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku 
    perencana konstruksi atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai 
    dengan bidang keahliannya. 
(4) Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar 
    hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing 
    yang dipersamakan. 

                                        Pasal 6 
Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau 
elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya. 

                                        Pasal 7 
Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bentuk usaha sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan 
Peraturan Pemerintah. 

                                     Bagian Kedua 
                    Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan 
 
                                        Pasal 8 
Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus: 
a.  Memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi; 
b.  memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. 

                                        Pasal 9 
(1) Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian. 
(2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat 
    keahlian kerja. 
(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas 
    konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat 
    keahlian. 
(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus 
    memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja. 

                                        Pasal 10 
Ketentuan mengenai penyelenggaraan perizinan usaha, klasifikasi usaha, kualifikasi usaha, sertifikasi 
keterampilan, dan sertifikasi keahlian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih 
lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
 
                                      Bagian Ketiga 
                                Tanggung Jawab Profesional 

                                        Pasal 11 
(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. 
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah 
    keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap 
    mengutamakan kepentingan umum. 
(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) 
    dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
    undangan yang berlaku. 

                                      Bagian Keempat 
                                    Pengembangan Usaha 
                                    
                                        Pasal 12 
(1) Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui 
    kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat 
    umum, spesialis, dan keterampilan tertentu. 
(2) Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan ke arah usaha yang bersifat 
    umum dan spesialis. 
(3) Usaha pelaksanaan konstruksi dikembangkan ke arah: 
    a. usaha yang bersifat umum dan spesialis; 
    b. usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja. 

                                        Pasal 13 
Untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui: 
a.  Perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanuan, serta kemudahan persyaratan dalam 
    pendanaan, 
b.  pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab 
    hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan 
    bangunan. 

                                         BAB IV 
                            PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI 
 
                                      Bagian Pertama 
                                        Para Pihak 

                                        Pasal 14 
Para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri atas: 
a.  pengguna jasa; 
b.  penyedia jasa. 

                                        Pasal 15 
(1) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 huruf a, dapat menunjuk wakil untuk 
    melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi. 
(2) Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung 
    dengan dokumen pembuktian dari Lembaga Perbankan dan atau Lembaga Keuangan bukan bank. 
(3) Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam bentuk 
    lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya dan atau 
    fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 
(4) Jika pengguna jasa adalah Pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar diwujudkan dalam 
    dokumen tentang ketersedinan anggaran. 
(5) Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan 
    konstruksi. 

                                        Pasal 16 
(1) penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 Huruf b terdiri dari: 
    a.  perencana konstruksi; 
    b.  pelaksana konstruksi; 
    c.  pengawas konstruksi. 
(2) Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh 
    tiaptiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi. 
(3) Layanan jasa perencanaan, Pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan 
    memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi 
    para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi. 
 
                                      Bagian Kedua 
                                 Pengikatan Para Pihak 

                                        Pasal 17 
(1) Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat 
    melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas. 
(2) Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. 
(3) Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau 
    penunjukan langsung. 
(4) Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara 
    kemampuan dan beban kerJa, serta kinerja penyedia jasa. 
(5) Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9. 
(6) Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada 
    kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara 
    bersamaan. 

                                        Pasal 18 
(1) Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup: 
    a.  menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara 
        lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami. 
    b.  menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil Pelaksanaan pemilihan. 
(2) Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian 
    untuk disampaikan kepada pengguna jasa. 
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi kedua pihak dan 
    salah satu pihak tidak dapat mengubah dakumen tersebut secara sepihak sampai dengan 
    penandatanganan kontrak kerja konstruksi. 
(4) Pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan tertulis sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) huruf b dengan suatu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan 
    kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam 
    penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

                                        Pasal 19 
Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa mengundurkan diri 
setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal 
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka pihak yang mengubah atau 
membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri wajib dikenakan ganti rugi atau bisa dituntut secara 
hukum. 

                                        Pasal 20 
Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi untuk mengerjakan 
satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum 
ataupun pelelangan terbatas. 

                                        Pasal 21 
(1) Ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kewajiban sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 18, dan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku juga dalam 
    pengikatan antara penyedia jasa dan sub penyedia jasa. 
(2) Ketentuan mengenai tatacara pemilihan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, 
    penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diatur lebih 
    lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

                                      Bagian Ketiga 
                                Kontrak Kerja Konstruksi 

                                        Pasal 22 
(1) Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hakum sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) harus 
    dituangkan dalam kontrak keria konstruksi. 
(2) Kontrak Kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai: 
    a.  Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; 
    b.  Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai 
        pekerjaan, dan batasan waktu Pelaksanaan; 
    c.  Masa pertanggungan dan atau pemeliharnan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan 
        dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa; 
    d.  Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk 
        melaksanakan pekerjaan konstruksi; 
    e.  Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan 
        konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia 
        jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan 
        konstruksi; 
    f.  Cara Pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewaJiban pengguna jasa dalam melakukan 
        pembayaran hasil pekerjaan konstruksi; 
    g.  Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak 
        melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; 
    h.  Penyelesaian Perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan 
        akibat ketidaksepakatan; 
    i.  Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja 
        konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak; 
    j.  Keadaan memaksa (force majeure}, yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar 
        kemanan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak; 
    k.  Kegagalan Bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna 
        jasa atas kegagalan bangunan; 
    1.  Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam Pelaksanaan 
        keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; 
    m.  Aspek Lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang 
        lingkungan. 
(3) Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas 
    kekayaan intelektual. 
(4) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif. 
(5) Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat 
    ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau 
    peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku. 
(6) Kontrak kerja konstruksi dibnat dalam Bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi 
    dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 
(7) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam 
    lcontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa. 
(8) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hak atas kekaynan 
    intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat 
(4) ,dan mengenai pemasok dan/ atau komponen bahan bangunan dan/latau peralatan sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

                                         BAB V 
                         PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI 

                                        Pasal 23 
(1) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap Pelaksanaan beserta 
    pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan 
    pengakhiran. 
(2) Penyelenggaraan pekerjaan struksi wajib memenuhi ketentuan tentang keamanan, keselamatan dan 
    keselamatan kerja,-perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin 
    terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 
(3) Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi 
    kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin berlangsungnya tertib penyelenggaraan pekerjaan 
    konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 
(4) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih 
    lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

                                        Pasal 24 
(1) Penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat menggunakan subpenyedia jasa yang 
    mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masingmasing tahapan pekerjaan konstruksi. 
(2) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9. 
(3) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa 
    sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 
(4) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya 
    sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 

                                         BAB VI 
                                    KEGAGALAN BANGUNAN 

                                        Pasal 25 
(1) Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. 
(2) Kegagalan bRngunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. 
(3) Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai 
    ahli. 

                                        Pasal 26 
(1) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas 
    konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau 
    pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. 
(2) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal 
    tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung 
    jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. 

                                        Pasal 27 
Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan 
bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa waJib 
bertanggungjawab dan dikenai ganti rugi. 

                                        Pasal 28 
Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, tanggung jawab 
perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan Pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
26 serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 7 diatur lebih lanjut dengan 
Peraturan Pemerintah. 

                                         BAB VII 
                                    PERAN MASYARAKAT 
 
                                      Bagian Pertama 
                                     Hak dan Kewajiban 

                                        Pasal 29 
Masyarakat berhak untuk: 
a.  Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi; 
b.  Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat 
    penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

                                        Pasal 30 
Masyarakat berkewajiban: 
a.  menjaga ketertiban-dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang Pelaksanaan jasa konstruksi, 
b.  turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum. 

                                      Bagian Kedua 
                                Masyarakat Jasa Konstruksi 

                                        Pasal 31 
(1) Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau 
    kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. 
(2) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan 
    melalui suatu Forum Jasa Konstruksi. 
(3) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 
    melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan 
    mandiri. 

                                        Pasal 32 
(1) Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) terdiri atas unsur-unsur: 
    a.  Asosiasi perusahaan jasa konstruksi; 
    b.  Asosiasi profesi jasa konstruksi; 
    c.  Asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; 
    d.  masyarakat intelektual; 
    e.  organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau 
        yang mewakili konsumen jasa konstruksi; 
    f.  instansi Pemerintah; dan 
    g.  unsur-unsur lain yang dianggap perlu. 
(2) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk 
    berperan dalam upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional yang berfungsi untuk: 
    a.  menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; 
    b.  membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional; tumbuh dan 
        berkembangnya peran pengawasan masyarakat; 
    c.  memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberda-yaan, dan 
        pengawasan. 

                                        Pasal 33 
(1) Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (3) beranggotakan wakil-wakil dari: 
    a.  asosiasi perusahaan jasa konstruksi; 
    b.  asosiasi profesi jasa konstruksi; 
    c.  pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang Jasa konstruksi; dan 
    d.  instansi Pemerintah yang terkait. 
(2) Tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: 
    a.  melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi; 
    b.  menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; 
    c.  melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi 
        keterampilan dan keahlian kerja; 
    d.  melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi 
    e.  mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi. 
(3) Untuk mendukung kegiatannya lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengusahakan 
    perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi yang berkepentingan. 

                                        Pasal 34 
Ketentuan mengenai forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan lembaga sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

                                        BAB VIII 
                                        PEMBINAAN 

                                        Pasal 35 
(1) Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan 
    pengawasan. 
(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-
    undangan dan standard-standard teknis. 
(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan 
    masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam 
    Pelaksanaan jasa konstruksi 
(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakokan terhadap penyelenggaraan pekerjaan 
    konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan 
    perundang-undangan yang berlaku. 
(5) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-sama dengan 
    masyarakat jasa konstruksi. 
(6) Sebagian tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dapat dilimpahkan kepada Pemerintah 
    Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

                                        BAB IX 
                                 PENYELESAIAN SENGKETA 
 
                                      Bagian Pertama 
                                         U m u m 

                                        Pasal 36 
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan 
    berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. 
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap 
    tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
    Undang Hukum Pidana. 
(3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat 
    ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang 
    bersengketa. 

                                      Bagian Kedua 
                        Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan 

                                        Pasal 37 
(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang 
    timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi 
    kegagalan bangunan. 
(2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan jasa 
    pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak. 
(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat 
    jasa konstruksi. 
 
                                      Bagian Ketiga 
                                    Gugatan Masyarakat 

                                        Pasal 38 
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan 
    ke pengadilan secara: 
    a.  orang perseorangan; 
    b.  kelompok orang dengan pemberian kuasa; 
    c.  kelompok orang tidak dengan knasa melalu gugatan perwakilan. 
(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi 
    sedemikian rupa sehingga mempengarahi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib 
    berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. 

                                        Pasal 39 
Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan tindakan 
tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata dengan tidak menutup kemungkinan 
tuntutan lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

                                        Pasal 40 
Tatacara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diajukan oleh 
orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum 
Acara Perdata. 

                                         BAB X 
                                         SANKSI 

                                        Pasal 41 
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran 
Undang undang ini. 

                                        Pasal 42 
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa 
    berupa: 
    a. peringatan tertulis; 
    b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; 
    c. pembatasan kegiatan usaha danlatau profesi; 
    d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi; 
    e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi. 
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna 
    jasa berupa: 
    a. peringatan tertulis; 
    b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; 
    c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; 
    d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi; 
    e. pembekuan izin Pelaksanaan pekerjaan konstruksi; 
    f. pencabutan izin Pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 
(3) Ketentuan mengenai tatalaksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

                                        Pasal 43 
(1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan 
    keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai 
    pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per 
    seratus) dari nilai kontrak. 
(2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai 
    dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi 
    atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda 
    paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak.. 
(3) Barang siapa yang melakukan pengawasan Pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi 
    kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan 
    terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau 
    kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling 
    banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. 
 
                                         BAB XI 
                                  KETENTUAN PERALIHAN 

                                        Pasal 44 
(1) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada 
    sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap 
    berlaku sampai diadakan peraturan Pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang Undang im. 
(2) Penyedia jasa yang telah memperoleh perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) 
    tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang Undang ini, terhitung sejak diundangkannya. 

                                        BAB XII 
                                    KETENTUAN PENUTUP 

                                        Pasal 45 
Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur 
hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. 

                                        Pasal 46 
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan. 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini, dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 

                                                            Disahkan di : Jakarta 
                                                            pada tanggal: 7 Mei 1999 
                                                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
                                                            Ttd. 
                                                            BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE 

Diundangkan di Jakarta 
Pada tanggal 7 Mei 1999 
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA 
REPUBLIK INDONESIA 
Ttd. 
AKBAR TANDJUNG 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 54 



                                     PENJELASAN 
                                        ATAS 
                          UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
                                NOMOR 18 TAHUN 1999 
                                       TENTANG 
                                   JASA KONSTRUKSI  

I. UMUM 
1.  Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa 
    konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa 
    prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, 
    terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang 
    merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain berperan 
    mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh 
    dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan 
    pekerjaan konstruksi. 
2   Jasa konstruksi nasional diharapkan semakin mampu mengembangkan perannya dalam pembangunan 
    nasional melalui peningkatan keandalan yang didukung oleh struktur usaha yang kokoh dan mampu 
    mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. 
    Keandalan tersebut tercermin dalam daya saing da kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi 
    secara lebih efisien dan efektif, sedangkan struktur usaha yang kokoh tercermin deng terwujudnya 
    kemitraan yang sinergis ant penyedia jasa, baik yang berskala besar, menenga dan kecil, maupun yang 
    berkualifikasi umu spesialis, dan terampil, serta perlu diwujudkan pu ketertiban penyelenggaraan jasa 
    konstruksi unt menjamin kesetaraan kedudukan antara penggu Jasa dengan penyedia jasa dalam hak da 
    kewajiban. 
3.  Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bida usaha yang banyak diminati oleh anggota masya rakat di 
    berbagai tingkatan sebagaimana terlih dari makin besarnya jumlah perusahaan ya bergerak di bidang 
    usaha jasa konstruksi. 
    Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belu diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, 
    yang tercermin pada kenyatuan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi 
    pemanfaatan sumber daya manusia, modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum 
    sebagaimana yang diharapkan. 
    Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usah serta persyaratan keahlian dan keterampilan belu 
    diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional. 
    Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang 
    berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dilcuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. 
    Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatahan 
    para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan 
    terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar 
    dapat mewujudkan bangunan yang berkoalitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan. 
    Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuh 
    kembangkan agar mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan 
    konstruksi secara optimal. 
    Kondisi jasa konstruksi nasional dewasa ini sebagaimana tercermin dalam uraian tersebut di atas 
    disebabkan oleh dua faktor: 
    a.  faktor internal, yakni: 
        1)  pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen, 
            penguasann teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil; 
        2)  struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tertata secara utuh dan kokoh yang tercermin 
            dalam kenyatuan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam 
            berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi: 
    b.  faktor eksternal, yakni: 
        1)  kekurangsetarnan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa; 
        2)  belum mantapnyndukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang 
            mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada 
            permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan 
            dan komponen bangunan yang standard; 
        3)  belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih bersifat parsial dan 
            sektoral. 
            Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang dimilikinya, dalam dua dasa warsa terakhir, jasa 
            konstruksi nasional telah menjadi salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam mendukung 
            perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta 
            peningkatan penerimaan negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu 
            ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional. 
4.  Sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakar akan perluasan cakupan, kualitas hasil maupun tertib 
    pembangunan, telah membawa konsekuensi meningkatnya kompleksitas pekerjaan konstruksi, tuntutan 
    efisiensi, tertib penyelenggaraan, dan kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Selain itu, tata ekonomi dunia 
    telah mengamanatkan hubungan kerja sama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan 
    memberikan peluang yang semakin luas bagi jasa konstruksi nasional. 
    Kedua fenomena tersebut merupakan tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk meningkatkan 
    kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan 
    pasar dalam dan luar negeri. 
5.  Peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional memerlukan iklim usaha yang kondusif, yakni: 
    a.  terbentuknya kepranataan usaha, meliputi: 
        1)  persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi; 
        2)  standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat 
            kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang 
            melakukan usaha orang perseorangan; 
        3)  tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya; 
        4)  terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi: kesehatan dan keselamatan 
            kerja, serta jaminan sosial; 
        5)  terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang 
            sehat; 
        6)  pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak 
            dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan 
            sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing 
            secara konsisten; 
    b.  dukungan pengembangan usaha, meliputi: 
        1)  tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa 
            konstruksi; 
        2)  terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu; 
        3)  berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya 
            termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil; 
    c.  berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni: 
        timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu 
        untuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya; 
    d.  terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah 
        dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi 
        agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang 
        diperjanjikan; 
    e   perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi 
        membentuk lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi. 
6.  Untuk meningkatkan pemberdayaan potensi nasional secara optimal dalam penyelenggaraan pekerjaan 
    konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa perlu mengutamakan penggunaan jasa dan barang produksi 
    nasional/dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang mengenai usaha kecil. 
7.  Untuk mengembangkan jasa konstruksi sebagaimana telah diuraikan di atas memerlukan pengaturan jasa 
    konstruksi yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluroh dalam bentuk Undangundang sebagai 
    landasan hukum. 
8.  Undang-undang tentang Jasa Konstruksi mengatur tentang ketentuan umum, usaha jasa konstruksi, 
    pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, peran 
    masyarakat, pembinuan, penyelesaian sengketa, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. 
    Pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, 
    kemandirian, keterbukaan, kemitraan, serta keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, 
    bangsa, dan negara. 
9.  Dengan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang 
    dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib 
    mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Jasa Konstruksi. 
10. Undang-undang tentang jasa konstruksi ini menjadi landasan untuk menyesuaikan ketentuan yang 
    tercantum dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang tidak sesuai. Undangundang 
    ini mempunyai hubungan komplementaritas dengan peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain: 
    a. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan kerja; 
    b. Undang-undang yang mengatur tentang wajib daftar perusahaan; 
    c. Undang-undang yang mengatur tentang perindustrian; 
    d. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagalistrikan; 
    e. Undang-undang yang mengatur tentang kamar dagang dan industri; 
    f. Undang-undang yang mengatur tentang kesehatan kerja; 
    g. Undang-undang yang mengatur tentang usaha perasuransian; 
    h. Undang-undang yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja; 
    i. Undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas; 
    j. Undang-undang yang mengatur tentang usaha kecil; 
    k. Undang-undang yang mengatur tentang hak cipta; 
    1. Undang-undang yang mengatur tentang paten; 
    m. Undang-undang yang mengatur tentang merek; 
    n. Undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup; 
    o. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjann; 
    p. Undang-undang yang mengatur tentang perbankan; 
    q. Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan konsumen; 
    r. Undang-undang yang mengatur tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; 
    s. Undang-undang yang mengatur tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa; 
    t. Undang-undang yang mengatur tentang penatuan ruang. 

II. PASAL DEMI PASAL  
Pasal 1 
Angka 1 
Dalam jasa konstruksi terdapat 2 (dua) pihak yang mengadakan hubungan kerja berdasarkan 
hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa. 

Angka 2 
Pekerjaan arsitektural mencakup antara lain: pengolahan bentuk dan masa bangunan 
berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi. 
Pekerjaan sipil mencakup antara lain: pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, 
pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jolan dan jembatan, 
relclamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipoan, pekerjaan pemboran, dan pembuknan lahan. 
Pekerjaan mekanikal dan elektrikal merupakan pekerjaan pemasangan produk-produk rekayasa 
industri. 
Pekerjaan mekanikal mencakup antara lain: pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan 
instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, 
dan gas. 
Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain: pembangunan jaringan transmisi dan distribusi 
kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya. 
Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengolahan dan penatuan akhir 
bangunan maupun hngkungannya. 
Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaankonstruksiyang menyatu dengan tempat kedudukan 
baik yang ada di atas, pada, di bawah tanah dan/atau air. 
Dalam pengertian menyatu dengan tempat kedudukan terkandung makna bahwa proses 
penyatuannya dilakukan melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 
Pengertian menyatu dengan tempat kedudukan tersebut dalam Pelaksanaannya perlu 
memperhatikan adanya asas pemisahan horisontal dalam pemilikan hak atas tanah terhadap 
bangunan yang ada di atasnya, sebagaimana asas hukum yang dianut dalam Undang-undang 
mengenai agraria. 
Hasil pekerjaan konstruksi ini dapat juga dalam bentuk fisik lain, antara lain: dokumen, gambar 
rencana, gambar teknis, tata ruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau 
penghancuran bangunan (demolition). 

Angka 3 
Pengertian orang perseorangan adalah warga negara, baik Indonesia maupun asing. Pengertian 
badan adalah badan usaha dan bukan badan usaha, baik Indonesia maupun asing. 
Badan usaha dapat berbentuk badan hukum, antara lain, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, atau 
bukan badan hakum, antara lain: CV, Firma. 
Badan yang bukan badan usaha berbentuk badan hukum, antara lain instansi dan lembaga-
lembaga Pemerintah. 
Pemilik pekerjaan/proyek adalah orang perseorangan atau badan yang memiliki 
pekerjaan/proyek yang menyediakan dana dan bertanggung jawab di bidang dana. 

Angka 4 
Pengertian orang perseorangan dan badan usaha, penjelasannya sama dengan penjelasan pada 
angka 3. 
Dalam Pelaksanaan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat berfungsi sebagai subpenyedia 
jasa dari penyedia jasa lainnya yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama. 

Angka 5 
Cukup jelas. 

Angka 6 
Kesalahan penyedia jasa adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar dan direncanakan atau 
akibat ketidaktahuan atau kealpoan yang menyimpang dari kontrak kerja konstruksi sehingga 
menimbulkan kerugian. 
Kesalahan pengguna jasa yang disebabkan karena pengelolaan bangunan yang tidak sesuai 
dengan fungsinya. 

Angka 7 
Cukup jelas. 

Angka 8 
Cukup jelas. 

Angka 9 
Cukup jelas. 

Angka 10 
Cukup jelas. 

Angka 11 
Cukup jelas. 

Pasal 2 
Asas Kejujuran dan Keadilan  
Mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta 
bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. 
Asas Manfaat  
Asas manfaut mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan 
berlandaskan pada prinsip-prinsip profesionalitas dalam kemarnpuan dan tanggung jawab, efisiensi 
dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam 
penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional. 
Asas Keserasian  
Asas keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia 
jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwnwasan lingkungan untuk menghasilkan 
produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi. 
Asas Keseimbangan  
Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus 
berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia 
jasa dan beban kerjanya. Pengguna Jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini, 
untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan 
peluang pemeratuan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada penyedia jasa. 
Asas Kemandirian  
Asas Kemandirian mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi 
nasional. 
Asas Keterbukaan  
Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersedinan informasi yang dapat diakses sehingga 
memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi dalam penyelenggaraan pekerjaan 
konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan 
kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat 
dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan. 
Asas Kemitraan  
Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat 
timbal balik, dan sinergis. 
Asas Keamanan dan Keselamatan  
Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa 
konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta memanfaatan hasil pekerjaan 
konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. 

Pasal 3 
Huruf a. 
Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam sistem pembangunan nasional, 
untuk mendukung berbagai bidang kehidupan masyarakat dan menumbuhkembangkan berbagai 
industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Huruf b. 
Cukup jelas. 

Huruf c. 
Peran masyarakat meliputi baik peran yang bersifat langsung sebagai penyedia jasa, pengguna 
jasa, dan pemanfaat hasil pekerjaan konstruksi, maupun peran sebagai warganegara yang 
berkewajiban turut melaksanakan pengawasan untuk menegakkan ketertiban penyelenggaraan 
pembangunan jasa konstruksi dan melindungi kepentingan umum. 

Pasal 4 
Ayat (1) 
Cukup jelas 

Ayat (2) 
Pekerjaan perencana konstruksi dapat dilakukan dalam satu paket kegiatan mulai dari studi 
pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi atau perbagian 
dari kegiatan. 
Studi pengembangan mencakup studi insepsion, studi fisibilitas, penyusunan kerangka usulan. 

Ayat (3) 
Pekerjaan Pelaksanaan konstruksi dapat diadakan dalam satu paket kegiatan mulai darI 
penyiapan lapangan sampai dengan hasil akhir pekerjaan atau per bagian kegiatan. 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Pasal 5 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Pembatasan pekerjaan yang boleh dilakukan oleh orang perseorangan dimaksudkan untuk 
memberikan perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas risiko pekerjaan 
konstruksi. 

Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Pasal 6 
Cukup jelas. 

Pasal 7 
Cukup jelas. 

Pasal 8 
a.  Fungsi perijinan yang mempunyai fungsi publik, dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dalam 
    usaha dan/atau pekerjaan jasa konstruksi. 
b.  Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap 
    badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Pengakuan 
    tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/ lembaga yang ditugasi untuk 
    melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan 
    melalui kegiatan registrasi, yang meliputi: klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian 
    hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha 
    jasa konstruksi. 
    Penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna jasa dan 
    penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil. 
    Untuk tertib penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan misalnya 
    sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap tergantung kondisi setempat. 
    Namun penerapan ketentuan perikatan dapat disederhanakan dan pemilihan penyedia jasa dapat 
    dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung sesuai ketentuan Pasal I 7 
    ayat (3). 

Pasal 9 
(ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4) 
a.  Standard klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja adalah pengakuan 
    tingkat ketrampilan kerja dan keahlian kerja setiap orang yang bekerja di bidang usaha jasa 
    konstruksi ataupun yang bekerja orang perseorangan. 
    Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang ditugasi 
    untuk melaksanakan tugastugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut 
    dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi: klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi. 
    Dengan demikian hanya orang perseorangan yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan 
    untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. 
b.  Standardisasi klasifikasi dan kualifikasi keterampilan dan keahlian kerja bertujuan untuk 
    terwujudnya standar produktivitas kerja dan mutu hasil kerja dengan memperhatikan standar 
    imbal jasa, serta kode etik profesi untuk mendorong tumbah dan berkembangnya tanggung 
    jawab profesional. 
c.  Pelaksanaan ketentuan sertifikasi khususnya ayat (4) dilaksanakan secara bertahap sesuai 
    dengan kondisi tenaga keria konstruksi nasional dan tingkat kemampuan upaya 
    pemberdayaannya. 

Pasal 10 
Cukup jelas. 

Pasal 11 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Mekanisme pertanggungan dimaksud dapat dilakukan melalui antara lain sistim asuransi. Di 
samping itu untuk memenuhi pertanggungjawaban kepada pengguna jasa, dikenakan sanksi 
administrasi yang menyangkut profesi. 

Pasal 12 
Ayat (1) 
Dengan pendekatan ini diharapkan terwujud restrukturisasi bidang usaha jasa konstruksi yang 
menunjang efisiensi usaha, karena kemampuan penyedia jasa baik dalam skala usaha maupun 
kualifikasi usaha akan saling mengisi dalam kemitraan yang sinergis dan komplementer, karena 
saling memerlukan, yang dalam hubungan transaksionalnya dilandasi oleh kesetaraan dalam hak 
dan kewajiban. 

Ayat (2) 
Dalam pengembangan usaha tersebut, dimungkinkan tumbuhnya jasa antara lain dalam bentuk 
manaiemen proyek, manajemen konstruksi, serta bentuk jasa lain sesuai dengan tuntutan dan 
pertumbuhan dunia jasa konstruksi. 

Ayat (3) 
Sama dengan penjelasan ayat (2). 

Pasal 13 
Pendanaan berupa modal untuk investasi dan modal kerja dapat diperoleh melalui lembaga keuangan 
yang terdiri dari bank atau bukan bank sebagai mitra usaha. 
Untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dapat ditempuh 
melalui pertanggungan dengan mitra usaha antara lain: Jaminan penawaran, jaminan Pelaksanaan, 
jaminan uang maka, jaminan sosial tenaga kerja, Construction All Risk Insurance, Professional 
Liability Insurance, Professional Indemnity Insurance. 
Di samping itu jasa konstruksi juga memerlukan dukungan sumber informasi mengenai ketersediaan 
peralatan, bahan dan komponen bangunan. 

Pasal 14 
Cukup jelas. 

Pasal 15 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan "wakil" adalah orang perseorangan atau badan yang diberi kuasa secara 
hukum untuk bertindak mewakili kepentingan pengguna jasa secara penah atau terbatas dalam 
hubungannya dengan penyedia jasa. 
Penunjukan wakil tersebut tidak melepaskan tanggung jawab pengguna jasa atas semua 
kewajiban dalam pekerjaan konstruksi yang harus dipenuhi kepada penyedia jasa. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan "bukti kemampuan membayar dalam bentuk lain" antara lain jaminan 
dalam bentuk barang bergerak dan/atau tidak bergerak. 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Ayat (5) 
Yang dimaksud dengan "kelengkapan yang dipersyaratkan" adalah berbagai surat keterangan 
dan izin yang harus dimiliki oleh pengguna jasa yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan 
konstruksi. 

Pasal 16 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam model penggabungan perencana, 
pengaduan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model 
penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and buildJ dengan tetap menjamin 
terwujudnya efisiensi. 
Pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan pada umumnya bersifat Icompleks, memerlukan 
teknologi canggih serta berisiko besar seperti: pembangunan kilang minyak, pembangkit tenaga 
listrik, dan reaktor nuklir. 
Dalam pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan tersebut di atas, tetap diwajibkan mengikuti 
ketentuan pengikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 17. 

Pasal 17 
Ayat (1) 
Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan penyedia jasa pada 
kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan 
konstruksi. Dalam setiap tahapan proses ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak 
yang adil dan serasi yang disertai dengan sanksi. 
Prinsip persaingan yang sehat mengandung pengertian, antara lain: 
a.  diakuinya kedudukan yang sejajar antara pengguna jasa dan penyedia jasa; 
b.  terpenahinya ketentuan asas keterbukaan dalam proses pemilihan dan penetapan: 
c.  adanya peluang keikutsertaan dalam setiap tahapan persaingan yang sehat bagi penyedia 
    jasa sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan; 
d.  keseluruhan pengertian tentang prinsip persampan yang sehat tersebut dalam huruf a, b, 
    dan c dituangkan dalam dokumen yang jelas, lengkap, dan diketahui dengan baik oleh 
    semua pihak serta bersifat mengikat. 
Dengan Pemilihan atas dasar prinsip persaingan yang sehat, pengguna jasa mendapatkan 
penyedia jasa yang andal dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan rencana konstruksi 
ataupun bangunan yang berkualitas sesuai dengan jangka waktu dan biaya yang ditetapkan. Di 
sisi lain merupakan upaya untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung tumbuh dan 
berkembangnya penyedia jasa yang semakin berkualitas dan mampu bersaing. 
Pemilihan yang didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum, terbatas, ataupun 
langsung. Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang memenuhi kualifikasi yang 
diminta dapat mengikutinya. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Keadaan tertentu antara lain meliputi: 
1.  penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat; 
2.  pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat 
    terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak; 
3.  pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; 
4.  Pekerjaan yang berskala kecil. 

Ayat (4) 
Pertimbangan antar kesesuaian bidang serta keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja 
serta kinerja penyedia jasa dimaksudkan agar penyedia jasa yang terpilih betul-betul memiliki 
kualifikasi dan klasifikasi sebagaimana yang diminta serta memiliki kemampuan nyata untuk 
melaksanakan pekerjaan. 

Ayat (5) 
Cukup jelas. 

Ayat (6) 
Cukup jelas. 

Pasal 18 
Ayat (1) 
Huruf a 
Cukup jelas. 
Huruf b 
Cukup jelas.
 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan "prinsip keahlian dalam menyusun dokumen penawaran" adalah dengan 
mengindahkan prinsip profesionalisme, kesesuaian, dan pemenuhan ketentuan sebagaimana 
tersebut dalam dokumen pemilihan dan dokumen tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 

Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan "mengikat", adalah bahwa materi yang tercantum dalam dokumen 
penawaran yang disampaikan penyedia jasa, atau dokumen pemilihan yang diterbitkan oleh 
pengguna jasa tidak diperkenankan diubah secara sepihak sejak penyampaian dokumen 
penawaran sampai dengan penetapan secara tertulis. 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Pasal 19 
Cukup jelas. 

Pasal 20 
Yang dimaksud dengan "Perusahaan terafiliasi" adalah perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki 
oleh satu perusahaan induk. Pemberian pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi dengan 
pengguna jasa tersebut dapat dibenarkan apabila pemilihannya didasarkan pada proses pelelangan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. 

Pasal 21 
Ayat (1) 
Pada dasarnya subpenyedia jasa adalah penyedia jasa. Oleh karena itu sebagaimana perlakuan 
terhadap penyedia jasa yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama, subpenyedia jasa 
mempunyai kewajiban yang sama dalam keikutsertaan untuk melaksanakan pekerjaan 
konstruksi melalui persaingan yang sehat sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang 
dipersyaratkan. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 22 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Huruf a 
Yang dimaksud dengan "identitas para pihak" adalah nama, alamat, kewarganegaraan, 
wewenang penandatanganan, dan domisili. 

Huruf b 
Lingkup kerja meliputi hal-hal berikut: 
1)  Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan termasuk volume 
    pekerjaan tambah atau kurang. 
    Dalam mengadakan perubahan volume pekerjaan, perlu ditetapkan besaran perubahan 
    volume yang tidak memerlukan persetujuan para pihak terlebih dahulu. 
    Bagi pekerjaan perencanaan dan pengawasan, lingkup pekerjaan dapat berupa laporan 
    hasil pekerjaan konstruksi yang wajib dipertanggung-jawabkan yang merupakan hasil 
    kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. 
2)  Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam 
    mengadakan interaksi. 
3)  Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa. 
4)  Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk 
    Pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan 
    masyarakat. Perlindungan tersebut dapat berupa antara lain asuransi atau jaminan yang 
    diterbitkan oleh bank atau lembaga bukan bank. 
5)  Laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan 
    dalam bentuk dokumen tertulis. 
Nilai pekerjaan, yakni jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk 
Pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. 
Batasan waktu Pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keselurahan lingkup 
pekerjaan termasuk masa pemeliharaan. 

Huruf c dan d 
Cukup jelas. 

Huruf e 
Yang dimaksud dengan "informasi" adalah dokumen yang lengkap dan benar yang harus 
disediakan pengguna jasa bagi penyedia jasa agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan 
tugas dan kewajibannya. 
Dokumen tersebut, antara lain, meliputi izin mendirikan bangunan dan dokumen penyerahan 
penggunaan lapangan untuk bangunan beserta fasilitasnya. 

Huruf f 
Pembayaran dapat dilaksanakan secara berkala, atau atas dasar persentase tingkat kemajuan 
pelaksanaan pekerjaan, atau cara pembayaran yang dilakukan sekaligus setelah proyek 
selesai. 

Huruf g 
Cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi: 
1)  tidak melakukan apa yang diperjanjikan; dan/atau 
2)  melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan; 
    dan/atau 
3)  melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; dan/atau 
4)  melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 
Yang dimaksud dengan tanggung jawab, antara lain, berupa pemberian kompensasi, 
penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil 
pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi. 

Huruf h 
Penyelesaian perselisihan memuat ketentuan tentang tatacara penyelesaian perselisihan yang 
diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian, penafsiran, atau 
Pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi serta ketentuan tentang 
tempat dan cara penyelesaian. 
Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase 
ataupun pengadilan. 

Huruf i 
Cukup jelas. 

Huruf j 
Keadaan memaksa mencakup: 
1)  Keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak mungkin 
    melaksanakan hak dan kewajibannya; 
2)  Keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak masih 
    dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya; 
    Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, 
    antara lain, melalui lembaga pertanggungan (asuransi). 

Huruf l 
Perlindungan pekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang mengenai keselamatan kerja, 
serta undang-undang mengenai jaminan sosial tenaga kerja. 

Huruf m 
Aspek lingkungan mengikuti ketentuan undang-undang mengenai pengelolaan lingkungan 
hidup. 

Ayat (3) 
Kekayaan Intelektual adalah hasil inovasi perencana konstruksi dalam suatu Pelaksanaan 
kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian-bagiannya yang 
kepemilikannya dapat diperjanjikan. 
Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus dilindungi sesuai 
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 

Ayat (4) 
Yang dimaksd dengan "insentif" adalah pengharguan yang diberikan kepada penyedia jasa atas 
prestasinya, antara lain kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal dari pada yang 
diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai yang dipersyaratkan. 
Insentif dapat berupa uang ataupun bentuk lainnya. 

Ayat (5) 
Cukup jelas. 

Ayat (6) 
Cukup jelas. 

Ayat (7) 
Cukup jelas. 

Ayat (8) 
Cukup jelas. 

Pasal 23 
Ayat (1) 
Tahapan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yakni perencanaan yang meliputi: pra 
studi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik; serta 
Pelaksanaan beserta pengawasannya yang meliputi: Pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba, 
dan penyerahan bangunan. 
Kegiatan dalam setiap tahap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi: 
a.  penyiapan, ynitu kegiatan awal penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk memenuhi 
    berbagai persyaratan yang diperlukan dalam memulai pekerjaan perencanaan atau 
    pelaksanaan fisik dan pengawasan; 
b.  pengerjaan, yaitu: 
    1)  Dalam tahap perencanaan, merupakan serangkaian kegiatan yang menghasil-kan berbagai 
        laporan tentang tingkat kelayakan, rencana umum/induk, dan rencana teknis; 
    2)  Dalam tahap pelaksanaan, merupakan serangkaian kegiatan pelaksanaan fisik beserta 
        pengawasannya yang menghasilkan bangunan; 
c.  pengakhiran, yaitu kegiatan untuk menyelesaikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 
    1)  dalam tahap perencanaan, dengan disetujuinya laporan akhir dan dilaksana-kannya 
        pembayaran akhir; 
    2)  dalam tahap pelaksanaan dan pengawasan, dengan dilakukannya penyerahan akhir 
        bangunan dan dilaksanakannya pembayaran akhir. 

Ayat (2) 
Ketentuan tentang keteknikan meliputi: standar konstruksi bangunan, standar mutu hasil 
pekerjaan, standar mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan standar mutu peralatan. 
Ketentuan tentang ketenagakerjaan meliputi: persyaratan standar keahlian dan keterampilan yang 
meliputi bidang dan tingkat keahlian serta keterampilan yang diperlukan dalam Pelaksanaan 
pekerjaan konstruksi. 

Ayat (3) 
Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 
a.  Dalam kegiatan penyiapan 
    1.  pengguna jasa, antara lain: 
        a)  Menyerahkan dokumen lapangan untuk Pelaksanaan konstruksi, dan fasilitas 
            sebagaimana ditentukan dalam kontrak kerja konstruksi; 
        b)  Membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang maka dari penyedia jasa apabila 
            diperjanjikan. 
    2.  penyedia jasa, antara lain: 
        a)  menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk 
            mendapatkan persetujuan pengguna jasa; 
        b)  memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila diperjanjikan; 
        c)  mengusulkan calon subpenyedia jasa dan pemasok untuk mendapatkan persetujuan 
            pengguna jasa apabila diperjanjikan. 
b. Dalam kegiatan pengerjaan: 
    1.  pengguna jasa, antara lain: 
        memenuhi tanggungjawabnya. sesuai dengan kontrak kerja dan menanggung semua risiko 
        atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang dimintanya/ ditetapkannya yang tertuang 
        dalam kontrak kerja. 
    2.  penyedia jasa, antara lain: 
        mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak 
        kerja baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala risiko akibat kelalaiannya. 
c.  Dalam kegiatan pengakhiran: 
    1.  pengguna jasa, antara lain: 
        memenuhi tanggungjawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa yang telah 
        berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir secara teknis dan administratif 
        kepada pengguna jasa sesuai kontrak kerja. 
    2.  penyedia jasa, antara lain: 
        meneliti secara seksama keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakannya serta 
        menyelesaikannya dengan baik sebelum mengajukan serah terima akhir kepada pengguna 
        jasa. 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Pasal 24 
Ayat (1) 
Pengikutsertaan subpenyedia jasa dibatasi dengan adanya tuntutan pekerjaan yang memerlukan 
keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme sub kontrak, dengan tidak mengurangi 
tanggung jawab penyedia jasa terhadap selurnh hasil pekerjaannya. 
Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan subpenyedia jasa harus mendapat persetujuan 
pengguna jasa tugas. 
Pengikutsertuan subpenyedia jasa bertujuan memberikan peluang bagi subpenyedia jasa yang 
mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme keterkaitan dengan penyedia jasa. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Hak-hak subpenyedia jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara tepat 
waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia jasa. Dalam hal ini pengguna jasa 
mempunyai kewajiban untuk memantau Pelaksanaan pemenahan hak subpenyedia jasa oleh 
penyedia jasa. 

Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Pasal 25 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Penetapan kegagalan hasil pekerjaan konstruksi oleh pihak ketiga selaku penilai ahli 
dimaksudkan untuk menjaga obycktivitas dalam penilaian dan penetapan suatu kegagalan hasil 
pekerjaan konstruksi. 
Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang atau lembaga yang disepakati 
para pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan 
profesional. 

Pasal 26 
Ayat (1) 
Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang 
pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi 
perencana dan pengawas konstruksi. 

Ayat (2) 
Pertanggungjawaban pelaksana konstruksi di bidang usaha dikenakan kepada pelaksana 
konstruksi maupun sub pelaksana konstruksi dalam bentuk sanksi administrasi sesuai tingkat 
kesalahan. 
Besaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pelaksana konstruksi dalam hal terjadi 
kegagalan hasil pekerjaan konstruksi diperhitungkan dengan mempertimbangkan antara lain 
tingkat kegagalannya. 
Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang 
pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi 
pelaksana konstruksi. 

Pasal 27 
Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (3). 

Pasal 28 
Cukup jelas. 

Pasal 29 
Hak masyarakat dalam melakukan pengawasan, baik dalam tahap perencanaan, Pelaksanaan, dan 
pengawasan pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya. 
Penggantian yang layak diberikan kepada yang dirugikan sepanjang dapat membuktikan bahwa 
secara langsung dirugikan sebagai akibat perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan 
pekerjaan konstruksi didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pasal 30 
Kewajiban dimaksud mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam menjaga 
ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi. 

Pasal 31 
Cukup jelas. 

Pasal 32 
Ayat (1) 
Asosiasi Perusahaan jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau 
himpunan para pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi untuk memperjuangkan 
kepentingan dan aspirasi para anggotanya. 
Asosiasi profesi jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau 
Himpunan perorangan, atas dasar kesamaan disiplin keilmuan di bidang konstruksi atau 
kesamaan profesi di bidang jasa konstruksi, dalam usaha mengembangkan keahlian dan 
memperjuangkan aspirasi anggota. 
Asosiasi bersifat independen, mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi. 
Mitra usaha asosiasi perusahaan barang dan jasa adalah orang perseorangan atau badan usaha 
yang kegiatan usahanya di bidang penyediaan barang atau jasa baik langsung maupun tidak 
langsung mendukung usaha jasa konstruksi. 
Wakil-wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam forum jasa konstruksi adalah pejabat yang 
ditunjuk oleh instansi Pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pembinaan dalam bentuk 
pemberdayaan dan pengawasan di bidang jasa konstruksi. 
Peran Pemerintah dalam pembinaan jasa konstruksi masih dominan, dengan UndangUndang ini, 
pengembangan usaha jasa konstruksi diserahkan sepenuhnya kepada masparakat jasa 
konstruksi. 
Dalam tahap awal Pelaksanaan UndangUndang ini peran Pemerintah masih diperlukan untuk: 
a.  mengambil inisiatif/prakarsa dalam mewujudkan peran forum; 
b.  memberikan dukungan fasilitas termasuk pendanaan untuk memungkinkan terwujud dan 
    berfungsinya peran masyarakat jasa konstruksi (wadah organisasi pengembangan jasa 
    konstruksi) berikut lembaga-lembaga pelaksanaannya. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 33 
Ayat (1) 
Wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam lembaga adalah yang ditunjuk oleh instansi yang 
mempunyai tugas dan fungsi pembinaan di bidang jasa konstruksi. 
Dalam mewujudkan peran Lembaga, pada tahap awal Pemerintah dapat mengambil inisiatif 
dalam menetapkan pembentukan lembaga, serta memberikan dukungan fasilitas termasuk 
pendanaan operasionalnya. 

Ayat (2) 
Huruf a 
Pengembangan jasa konstruksi yang dilakukan oleh lembaga dimaksudkan, antara lain: 
1.  agar penyedia jasa mampu memenuhi standar-standar nasional, regional, dan 
    internasional; 
2.  mendorong penyedia jasa untuk mampu bersaing di pasar nasional maupun 
    internasional. 
3.  mengembangkan sistem informasi jasa konstruksi. 

Huruf b 
Cukup jelas. 

Huruf c 
Cukup jelas. 

Huruf d 
Cukup jelas. 

Huruf e 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 34 
Cukup jelas. 

Pasal 35 
(ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, dan ayat 6) 
a.  Mengingat peran jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, maupun dalam mendukung 
    perluasan kesempatan usaha dan lapangan kerja, serta mengingat kewajiban Pemerintah 
    untuk melindungi kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional pada umumnya, maka 
    Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jasa konstruksi. 
b.  Pembinaan yang meliputi pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan, dilakukan oleh 
    Pemerintah terhadap: 
    1)  Jasa konstruksi, dengan tujuan: 
        a)  menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan peran strategisnya dalam 
            Pelaksanaan pembangunan nasional yang membawa konsekuensi timbulnya hak dan 
            kewajiban yang harus dipenuhinya; 
        b)  mendorong terwujudnya penyedia jasa untuk meningkatkan kemampuannya, baik 
            secara langsung maupun melalui asosiasi, agar mampu memenuhi hak dan 
            kewajibannya; 
        c)  menjamin terpenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga 
            mendorong terwujudnya tertib usaha jasa konstruksi maupun tertib penyelenggaraan 
            pekerjaan konstruksi. 
    2)  Pengguna jasa, dengan tujuan: 
        a)  menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsinya serta hak dan 
            kewajibannya dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; 
        b)  menjamin terpenahinya hak dan kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku 
            sehingga mendorong terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 
    3)  Masyarakat, dengan tujuan: 
        a)  menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam Pelaksanaan 
            pembangunan nasional; 
        b)  menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam mewujudkan tertib 
            usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan dalam 
            memanfaatkan hasil pekerjaan konstruksi; 
        c)  dalam Pelaksanaannya, pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah melalui suatu 
            kegiatan dalam bentuk forum dan lembaga. 
Forum merupakan fasilitas dan/atau sarana untuk mendorong terciptanya pemanfaatan 
dan pengawasan secara optimal terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi nasional bagi 
masyarakat pada umumnya dan atau masyarakat jasa konstruksi pada khususnya. 
Lembaga merupakan wadah pembinaan pelaksanaan jasa konstruksi. 
Sebagian pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah dapat dilimpahkan kepada 
Pemerintah Daerah. 

Pasal 36 
Ayat (1) 
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yang 
bersengketa. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda 
mengenai suatu sengketa jasa konstruksi untuk menjamin kepastian hukum. 

Pasal 37 
Ayat (1) 
Ketentuan pada ayat ini untuk mempertegas bahwa sengketa jasa konstruksi dapat terjadi pada 
kegiatan para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Ayat (2) 
Sejalan dengan ketentuan tentang kontrak kerja konstruksi para pihak telah menyetujui bahwa 
sengketa diantara mereka dapat diselesaikan dengan menggunakan jasa pihak ketiga sesuai 
dengan ketentuan yang berlaku tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa. 
Penunjukan pihak ketiga tersebut dapat dilakokan sebelum sesuatu sengketa terjadi, ynitu 
dengan menyepakatinya dan mencantumkannya dalam kontrak kerja konstruksi. 
Dalam hal penunjukan pihak ketiga dilakukan setelah sengketa terjadi, maka hal itu harus 
disepakati dalam suatu akta tertulis yang ditandatangani para pihak sesuai ketentuan peraturan 
perundangundangan yang berlaku. 
Jasa pihak ketiga yang dimaksud di atas antara lain: arbitrase baik berupa lembaga atau ad-hoc 
yang bersifat nasional maupun internasional, mediasi, konsiliasi atau penilai ahli. 

Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 38 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan "hak mengajukan gugatan perwakilan" pada ayat ini adalah hak 
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang 
dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan 
karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 39 
Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar 
ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, ynitu: 
a.  memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi 
    untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kewajibannya atau tujuan dari 
    kontrak kerja konstruksi; 
b.  menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melanggar hakum karena 
    melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi; 
c.  memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi 
    untuk membnat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa 
    konstruksi. 
Yang dimaksud dengan "biaya atau pengeluaran riil" adalah biaya yang nyatanyata dapat 
dibuktikan sudah dikeluarkan oleh masyarakat dalam kaitan dengan akibat penyelenggaraan 
pekerjaan konstruksi. 

Pasal 40 
Cukup jelas. 

Pasal 41 
Cukup jelas. 

Pasal 42 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 43 
Cukup jelas. 

Pasal 44 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 

Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 45 
Cukup jelas. 

Pasal 46 
Cukup jelas. 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3833
peraturan/uu/18tahun1999.txt · Last modified: 2023/02/05 06:31 by 127.0.0.1