User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:58pj2021

tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

SURAT EDARAN
NOMOR SE-58/PJ/2021

TENTANG

 

PETUNJUK PELAKSANAAN TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS IMPOR DAN/ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS

 

Yth.

1. Pejabat Eselon II di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;

 

2. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;

 

3. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; dan

 

4. Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan

 

di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

A.

Umum

 

Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021** tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang Digunakan Tidak Sesuai dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan, dan Pengenaan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, yang menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **268/PMK.03/2015** tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan serta Pengenaan Sanksi, terdapat beberapa perubahan proses bisnis dalam pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.

 

Perubahan proses bisnis tersebut dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan kepada Pengusaha Kena Pajak, antara lain:

 

1.

pengintegrasian sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sistem informasi Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Sistem Indonesia National Single Window;

 

2.

penyederhanaan prosedur verifikasi dokumen dalam hal Pengusaha Kena Pajak telah memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk melalui sistem informasi Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal;

 

3.

perubahan saluran utama yang digunakan dalam penyampaian permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, yaitu dari penyampaian permohonan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak menjadi secara elektronik melalui laman Sistem Indonesia National Single Window;

 

4.

perubahan jenis dan masa berlaku Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai;

 

5.

penyertaan Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan pada Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

 

Untuk mengakomodasi perubahan proses bisnis tersebut, perlu menetapkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk pelaksanaan tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagai pengganti Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2016 tentang Prosedur Pelaksanaan dan Pengadministrasian Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis.

 

 

B.

Maksud dan Tujuan

 

1.

Maksud

 

 

Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan, pengadministrasian, dan pengawasan pemberianfasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis.

 

2.

Tujuan

 

 

Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan keseragaman prosedur dalam melaksanakan pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis, baik dalam pelayanan administrasi pemberian fasilitas maupun pengawasan atas fasilitas yang telah diberikan.

 

 

 

 

C.

Ruang Lingkup

 

Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:

 

1.

pengertian;

 

2.

ketentuan umum;

 

3.

prosedur pelayanan administrasi perpajakan, yang meliputi prosedur:

 

 

a.

penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dilampiri dengan Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan;

 

 

b.

penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai Pengganti;

 

 

c.

penyelesaian permohonan perubahan Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan;

 

 

d.

penerimaan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan;

 

 

e.

penerimaan laporan realisasi penyerahan Mesin dan Peralatan kepada Pemilik Proyek;

 

 

f.

pembatalan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai;

 

 

g.

pencabutan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai; dan

 

 

h.

pengawasan terkait Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai;

 

4.

penjelasan lainnya.

 

 

 

D.

Dasar

 

1.

Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimanatelah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;

 

2.

Undang-Undang Nomor **39 TAHUN 2008** tentang Kementerian Negara;

 

3.

Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **48 TAHUN 2020** tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan;

 

4.

Peraturan Presiden Nomor **57 TAHUN 2020** tentang Kementerian Keuangan;

 

5.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;

 

6.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021** tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, Tata Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Telah Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai yang Digunakan Tidak Sesuai dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan, dan Pengenaan Sanksi atas Keterlambatan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.

 

 

 

E.

Materi

 

1.

Pengertian

 

 

a.

Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.

 

 

b.

Barang Kena Pajak yang selanjutnya disingkat BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.

 

 

c.

Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.

 

 

d.

Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

 

 

e.

Mesin adalah perkakas untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang dijalankan dengan roda dan digerakkan oleh motor penggerak, baik mekanik maupun menggunakan bahan bakar minyak atau non minyak, tenaga listrik, atau tenaga alam.

 

 

f.

Peralatan adalah aktiva yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dan dipergunakan untuk produksi barang yang digerakkan dengan mekanik atau menggunakan bahan bakar minyak atau non minyak, tenaga listrik, atau tenaga alam.

 

 

g.

Masterlist adalah Keputusan Menteri Keuangan mengenai Pembebasan Bea Masuk yang diterbitkan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal yang berisi daftar Mesin dan Peralatan yang mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk.

 

 

h.

Peraturan Pemerintah tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah BKP Tertentu yang Bersifat Strategis adalah Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nitai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **48 TAHUN 2020** tentang Perubahanatas Peraturan Pemerintah Nomor **81 TAHUN 2015** tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

 

 

i.

Kerja Sama Operasi atau operasi bersama yang selanjutnya disebut KSO adalah pengaturan bersama yang mengatur bahwa para pihak yang memiliki pengendalian bersama atas pengaturan, memiliki hak atas aset, dan kewajiban terhadap liabilitas.

 

 

j.

Pekerjaan konstruksi terintegrasi yang selanjutnya disebut Pekerjaan EPC adalah gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi, termasuk di dalamnya penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction).

 

 

k.

Penyedia Pekerjaan EPC adalah PKP yang berbentuk badan termasuk KSO dan bentuk usaha tetap yang melakukan Pekerjaan EPC.

 

 

l.

Pemilik Proyek adalah PKP yang menghasilkan BKP, yang memperoleh Mesin dan Peralatan pabrik melalui kontrak dengan PKP Penyedia Pekerjaan EPC.

 

 

m.

Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang selanjutnya disebut SKB PPN adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa PKP memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis.

 

 

n.

Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.

 

 

o.

Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan yang selanjutnya disingkat RKIP adalah daftar Mesin dan Peralatan pabrik yang direncanakan untuk diimpor dan/atau diperoleh, yang digunakan untuk memperoleh fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

 

p.

Laporan Realisasi Impor dan Perolehan adalah laporan yang memuat informasi realisasi impor dan perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang menggunakan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

 

 

q.

Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai Pengganti yang selanjutnya disebut SKB PPN Pengganti adalah surat keterangan yang diterbitkan untuk mengganti SKB PPN datam hal terdapat kesalahan dalam penerbitan SKB PPN.

 

 

r.

Orang Pribadi adalah Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada baik di Indonesia maupun di luar Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangandi bidang perpajakan.

 

 

s.

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

 

 

t.

Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis.

 

 

u.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal adalah kementerian yang memimpin dan mengoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang investasi dan penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

v.

Harmonized System Code yang selanjutnya disebut Kode HS adalah nomor kode dari suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi yang didasarkan kepada Harmonized System dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI).

 

 

w.

Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

 

 

x.

Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

 

 

 

2.

Ketentuan Umum

 

 

2.1

Kriteria Mesin dan Peralatan pabrik

 

 

 

a.

Kriteria Mesin dan Peralatan pabrik yang atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

 

1)

Mesin dan Peralatan pabrik yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan BKP di bagian produksi, dari mulai dilakukannya proses pengubahan bentuk atau sifat suatu barang sampai dengan barang baru atau barang yang mempunyai daya guna baru terwujud, tidak termasuk kegiatan mempertahankan atau mengubah kualitas dan kegiatan transmisi atau distribusi;

 

 

 

 

2)

Mesin dan Peralatan pabrik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang; dan

 

 

 

 

3)

Peralatan pabrik yang melekat pada Mesin.

 

 

 

b.

Suku cadang sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) merupakan komponen dari Mesin atau Peralatan yang dicadangkan untuk perbaikan atau penggantian bagian Mesin atau Peralatan yang mengalami kerusakan.

 

 

 

c.

Termasuk dalam kriteria Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa unit pembangkit listrik yang merupakan bagian terintegrasi dari industri pengolahan yang sudah memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik atau izin pengoperasian yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.

 

 

 

d.

Industri pengolahan sebagaimana dimaksud pada huruf c merupakan suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan/atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir, termasuk jasa industri/maklun dan pekerjaan perakitan.

 

 

2.2

SKB PPN dan RKIP

 

 

 

a.

SKP PPN dapat diberikan atas: 

 

 

 

 

1)

impor Mesin dan Peralatan pabrik yang diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk; atau

 

 

 

 

2)

impor atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang tidak diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk.

 

 

 

b.

SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) atau angka 2) dapat diberikan kepada:

 

 

 

 

1)

PKP yang menghasilkan BKP atau Pemilik Proyek; atau

 

 

 

 

2)

Penyedia Pekerjaan EPC.

 

 

 

c.

SKB PPN terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu:

 

 

 

 

1)

SKB PPN bagi pemohon fasilitas pembebasan Bea Masuk, sesuai contoh format yang tercantum dalam Lampiran I huruf A Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**;

 

 

 

 

2)

SKB PPN bagi PKP Penyedia Pekerjaan EPC, sesuai contoh format yang tercantum dalam Lampiran I huruf B Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**;

 

 

 

 

3)

SKB PPN bagi PKP bukan pemohon fasilitas pembebasan Bea Masuk, sesuai contoh format yang tercantum dalam Lampiran | huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

 

d.

Permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf c dilampiri dengan RKIP sesuai contoh format yang tercantum dalam Lampiran I huruf D Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

 

e.

Atas impor Mesin dan Peralatan pabrik, PKP yang melakukan impor menyatakan dalam RKIP yang disampaikan secara elektronik bahwa Mesin dan Peralatan pabrik diimpor secara utuh atau dalam keadaan terlepas.

 

 

 

f.

Dalam hal Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf e diimpor atau diperoleh secara utuh, jenis barang dalam RKIP diisi dengan informasi berupa jenis Mesin dan Peralatan pabrik.

 

 

 

g.

Dalam hal Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf e diimpor atau diperoleh dalam keadaan terlepas, jenis barang dalam RKIP diisi dengan informasi berupa:

 

 

 

 

1)

nama Mesin dan Peralatan pabrik; dan

 

 

 

 

2)

jenis barang komponen dan Kode HS komponen Mesin dan Peralatan pabrik,

 

 

 

h.

Dalam hal Mesin dan Peralatan pabrik diimpor dalam keadaan terlepas tanpa disertai informasi jenis barang komponen dari Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf g, SKB PPN tidak dapat digunakan untuk memperoleh fasilitas pembebasan PPN.

 

 

 

i.

Atas impor Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf h tetap terutang PPN dan harus dilakukan pemungutan PPN.

 

 

 

j.

Dalam hal terjadi perubahan lokasi proyek, SKB PPN dinyatakantidak berlaku dan PKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC sebagai pihak yang memiliki SKB’ PPN harus mengajukan kembali permohonan SKB PPN di lokasi proyek yang baru.

 

 

 

k.

Penyedia Pekerjaan EPC harus mengajukan kembali permohonan SKB PPN di lokasi proyek yang baru setelah Pemilik Proyek memiliki SKB PPN di lokasi proyek yang baru.

 

 

 

l.

Ketentuan untuk mengajukan kembali permohonan SKB PPN di lokasi proyek yang baru sebagaimana dimaksud pada huruf j tidak berlaku apabila PKP atau Pemilik Proyek:

 

 

 

 

1)

telah terdaftar di KPP yang wilayah kerjanya meliputi lokasi proyek yang baru; dan

 

 

 

 

2)

lokasi proyek yang baru merupakan tempattinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha yang telah ditetapkan sebagai tempat PPN terutang atau tempat PPN terutang yang dipusatkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

 

m.

Dalam hal Mesin dan Peralatan pabrik yang telah diimpor atau diperoleh Penyedia Pekerjaan EPC belum diserahkan kepada Pemilik Proyek dan masa berlaku SKB PPN telah berakhir, Pemilik Proyek harus mengajukan permohonan SKB PPN tanpa didahului dengan pengajuan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk.

 

 

 

 

 

 

3.

Ketentuan terkait penerbitan SKB PPN atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk dan mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk

 

 

a.

Untuk memperoleh SKB PPN, PKP yang menghasilkan BKP atau Pemilik Proyek harus terlebih dahulu memiliki Masteriist.

 

 

b.

Masterlist diterbitkan berdasarkan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor Mesin dan Peralatan pabrik yang disampaikan PKP yang menghasilkan BKP atau Pemilik Proyek secara elektronik melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

 

c.

Masterlist sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilakukan klarifikasi teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

 

 

d.

PKP atau Pemilik Proyek yang telah memperoleh Masterlist dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW, segera setelah Masterlist diterbikan melalui sistem informasi yang disediakan oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

 

e.

Permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf d diajukan dengan:

 

 

 

1)

melengkapi informasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 2 kolom 3 atau kolom 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini; dan

 

 

 

2)

memilih Mesin dan Peralatan pabrik yang diajukan permohonan fasilitas pembebasan PPN dari Masterlist sebagaimana dimaksud pada huruf a.

 

 

f.

Informasi sebagaimana dimaksud pada huruf e harus telah disampaikan pada saat pengajuan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada huruf b.

 

 

g.

Daftar Mesin dan Peralatan pabrik yang dipilih untuk diajukan permohonan fasilitas pembebasan PPN sebagaimana dimaksud pada huruf e merupakan RKIP yang menjadi satu kesatuan dengan permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf d.

 

 

h.

Berdasarkan permohonan SKB PPN yang dilengkapi RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf g, Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW menerbitkan SKB PPN beserta RKIP yang telah disetujui bagi:

 

 

 

1)

PKP yang menghasilkan BKP; atau

 

 

 

2)

Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC,

 

 

 

dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 3 atau kolom 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

i.

SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf h berlaku sampai dengan batas waktu berlakunya Masteriist.

 

 

j.

Dalam hal PKP merupakan Pemilik Proyek yang menunjuk Penyedia Pekerjaan EPC untuk melaksanakan Pekerjaan EPC, Penyedia Pekerjaan EPC memperoleh SKB PPN atas impor atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik setelah Pemilik Proyek:

 

 

 

1)

memiliki Masterlist yang diperlukan untuk pengajuan permohonan SKB PPN bagi Pemilik Proyek tersebut; dan

 

 

 

2)

mengajukan dan memperoleh SKB PPN bagi Pemilik Proyek tersebut.

 

 

k.

Setelah Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC memperoleh SKB PPN, Penyedia Pekerjaan EPC selanjutnya dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW dengan memasukkan informasi, mengunggah dokumen, dan mengunduh RKIP Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 2 kolom 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

l.

Unduhan RKIP Pemilik Proyek yang sudah ditambahkan informasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 2 kolom 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini dan diunggah kembali melalui SINSW, menjadi RKIP yang merupakan satu kesatuan dengan permohonan SKB PPN dari Penyedia Pekerjaan EPC.

 

 

m.

Berdasarkan permohonan SKB PPN yang dilengkapi RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf l, Direktur Jenderal Pajak melakukan verifikasi kelengkapan dokumen dan secara elektronik melalui SINSW menerbitkan:

 

 

 

1)

SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC beserta RKIP yang telah disetujui, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini; atau

 

 

 

2)

pemberitahuan penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini,

 

 

 

paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKB PPN disampaikan secara lengkap.

 

 

n.

SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada huruf m berlaku terhitung sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal berakhirnya SKB PPN bagi Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada huruf h angka 2).

 

 

o.

Penyedia Pekerjaan EPC harus melakukan penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek sesuai dengan kontrak Pekerjaan EPC.

 

 

p.

Penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf o merupakan penyerahan BKP yang dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

 

 

q.

Kepala KPP tempat PKP diadministrasikan dapat meminta PKP untuk menunjukkan asli dokumen kelengkapan atau meminta salinan elektronik dokumen dalam hal dokumen kelengkapan yang diunggah pada saat mengajukan permohonan penerbitan SKB PPN sebagaimana dimaksud huruf m tidak dapat terbaca jelas.

 

 

r.

Permintaan untuk menunjukkan asli dokumen atau permintaan salinan elektronik dokumen sebagaimana dimaksud huruf m tidak menunda jangka waktu penerbitan SKB PPN.

 

 

s.

Prosedur penerbitan SKB PPN bagi PKP pemohon fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada huruf h tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

t.

Prosedur penerbitan SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada huruf m secara elektronik melalui SINSW tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

4.

Ketentuan terkait penerbitan SKB PPN atas impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang tidak diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk

 

 

a.

Untuk memperoleh SKB PPN atas impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang tidak diajukan permohonan fasilitas pembebasan Bea Masuk, PKP atau Pemilik Proyek harus mengajukan permohonan SKB PPN yang dilampiri dengan RKIP kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW.

 

 

b.

RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat informasi mengenai jumlah dan jenis Mesin dan Peralatan pabrik yang akan diimpor dan/atau diperoleh.

 

 

c.

Berdasarkan permohonan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf a, Direktur Jenderal Pajak melakukan verifikasi kelengkapan dokumen dan secara elektronik melalui SINSW menerbitkan:

 

 

 

1)

SKB PPN dan RKIP yang telah disetujui bagi:

 

 

 

 

a)

PKP yang menghasilkan BKP; atau

 

 

 

 

b)

Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC,

 

 

 

 

dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 6 atau kolom 7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini; atau

 

 

 

2)

pemberitahuan penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 6 atau kolom 7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini,

 

 

 

paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKB PPN disampaikan secara lengkap.

 

 

d.

SKB PPN bagi PKP yang menghasilkan BKP berlaku 1 (satu) tahun takwim, yaitu untuk periode:

 

 

 

1)

sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember selama 1 (satu) tahun takwim dilakukan impor dan/atau perolehan, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan sebelum tahun takwim dimaksud; atau

 

 

 

2)

sejak tanggal penerbitan SKB PPN sampai dengan 31 Desember tahun penerbitan SKB PPN, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan dalam tahun takwim dimaksud.

 

 

e.

SKB PPN bagi Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC berlaku 2 (dua) tahun takwim, yaitu untuk periode:

 

 

 

1)

sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember selama 2 (dua) tahun takwim dilakukan impor dan/atau perolehan, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan sebelum tahun takwim dimaksud; atau

 

 

 

2)

sejak tanggal penerbitan SKB PPN sampai dengan 31 Desember tahun kedua penerbitan SKB PPN, dalam hal permohonan untuk memperoleh SKB PPN diajukan dalam tahun takwim dimaksud.

 

 

f.

Setelah Pemilik Proyek yang berkontrak dengan Penyedia Pekerjaan EPC memperoleh SKB PPN, Penyedia Pekerjaan EPC dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik melalui SINSW dengan memasukkan informasi, mengunggah dokumen, dan mengunduh RKIP Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 2 kolom 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

 

g.

Unduhan RKIP Pemilik Proyek yang sudah ditambahkan informasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 2 kolom 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini dan diunggah kembali melalui SINSW, menjadi RKIP yang merupakan satu kesatuan dengan permohonan SKB PPN dari Penyedia Pekerjaan EPC.

 

 

h.

Berdasarkan permohonan SKB PPNyang dilengkapi RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf g, Direktur Jenderal Pajak melakukan verifikasi kelengkapan dokumen dan secara elektronik melalui SINSW menerbitkan:

 

 

 

1)

SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC beserta RKIP yang telah disetujui, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini; atau

 

 

 

2)

pemberitahuan penolakan, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 1 dan angka 2 kolom 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini,

 

 

 

paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan SKB PPN disampaikan secara lengkap.

 

 

i.

SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada huruf h angka 1) berlaku terhitung sejak tanggal diterbitkan sampai dengan tanggal berakhirnya SKB PPN bagi Pemilik Proyek.

 

 

j.

Penyedia Pekerjaan EPC harus melakukan penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek sesuai dengan kontrak Pekerjaan EPC.

 

 

k.

Penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf j merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangandi bidang perpajakan.

 

 

l.

Kepala KPP tempat PKP diadministrasikan dapat meminta PKP untuk menunjukkan asli dokumen kelengkapan atau meminta salinan elektronik dokumen dalam hal dokumen kelengkapan yang diunggah pada saat mengajukan permohonan penerbitan SKB PPN sebagaimana dimaksud pada huruf c atau huruf h tidak dapat terbaca dengan jelas.

 

 

m.

Permintaan untuk menunjukkan asli dokumen atau permintaan salinan elektronik dokumen sebagaimana dimaksud huruf l tidak menunda jangka waktu penerbitan SKB PPN.

 

 

n.

Prosedur penyelesaian permohonan dan penerbitan SKB PPN bagi PKP bukan pemohon fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada huruf a dan Penyedia Pekerjaan EPC sebagaimana dimaksud pada huruf f tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

5.

Ketentuan terkait penerbitan SKB PPN Pengganti

 

 

a.

Kepala KPP tempat PKP diadministrasikan atas nama Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKB PPN Pengganti dalam hal terdapat kesalahan penerbitan SKB PPN sesuai contoh format Surat Keterangan Bebas PPN Pengganti yang tercantum dalam Lampiran I huruf H Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

b.

Penerbitan SKB PPN Pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara jabatan atau berdasarkan permohonan PKP yang disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui SINSW.

 

 

c.

Kesalahan penerbitan sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

d.

Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan memberikan keputusan berupa penerbitan:

 

 

 

1)

SKB PPN Pengganti, dalam hal permohonan disetujui atau dilakukan penggantian secara jabatan; atau

 

 

 

2)

pemberitahuan penolakan, dengan menyebutkan alasan, dalam hal permohonan tidak disetujui,

 

 

 

paling lama (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap melalui SINSW.

 

 

e.

SKB PPN Pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a berlaku sejak tanggal mulai berlakunya SKB PPN yang dilakukan penggantian.

 

 

f.

Prosedur penerbitan SKB PPN Pengganti secara elektronik melalui SINSW tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

6.

Ketentuan terkait perubahan RKIP

 

 

a.

PKP dapat mengajukan permohonan perubahan RKIP kepada Direktur Jenderal Pajak melalui SINSW.

 

 

b.

PKP yang menghasilkan BKP atau Pemilik Proyek yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dengan SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf h dapat mengajukan permohonan perubahan RKIP dalam hal terdapat perubahan berupa penambahan pada:

 

 

 

1)

jenis Mesin dan Peralatan pabrik;

 

 

 

2)

jumlah Mesin dan Peralatan pabrik;

 

 

 

3)

pelabuhan kedatangan, dalam hal impor;

 

 

 

4)

PKP yang menyerahkan Mesin dan Peralatan pabrik, dalam hal penyerahan, dan/atau

 

 

 

5)

rincian jenis barang komponen Mesin dan Peralatan pabrik, apabila semula diajukan pengiriman dilakukan secara utuh,

 

 

 

yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk melalui Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.

 

 

c.

PKP atau Pemilik Proyek yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dengan SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf c dapat mengajukan permohonan perubahan RKIP, dalam hal terdapat perubahan berupa penambahan pada:

 

 

 

1)

jenis Mesin dan Peralatan pabrik;

 

 

 

2)

jumlah Mesin dan Peralatan pabrik;

 

 

 

3)

pelabuhan kedatangan, dalam hal impor;

 

 

 

4)

PKP yang menyerahkan Mesin dan Peralatan pabrik, dalam hal penyerahan; dan/atau

 

 

 

5)

rincian jenis barang komponen Mesin dan Peralatan pabrik, apabila semula diajukan pengiriman dilakukan secara utuh.

 

 

d.

Penyedia Pekerjaan EPC mengajukan permohonan perubahan RKIP atas:

 

 

 

1)

SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf m setelah disetujuinya permohonan perubahan RKIP SKB PPN yang diajukan oleh PKP atau Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada huruf b; atau

 

 

 

2)

SKB PPN sebagaimana dimaksud dalam angka 4 huruf h, setelah disetujuinya permohonan perubahan RKIP SKB PPN yang diajukan oleh PKP atau Pemilik Proyek sebagaimana dimaksud pada huruf c.

 

 

e.

Dalam pengajuan permohonan perubahan RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1) dan huruf c angka 2), PKP yang menghasilkan BKP atau Pemilik Proyek harus mengunggah dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Lampiran A angka 2 kolom 6 atau kolom 7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini melalui SINSW.

 

 

f.

Berdasarkan permohonan perubahan RKIP sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, atau huruf d, Direktur Jenderal Pajak secara otomatis memberikan persetujuan RKIP secara elektronik melalui SINSW sesuai contoh format perubahan RKIP sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

g.

Prosedur perubahan RKIP secara elektronik melalui SINSW tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

7.

Ketentuan terkait Laporan Realisasi Impor dan Perolehan

 

 

a.

PKP yang mendapatkanfasilitas SKB PPN harus menyampaikan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan setiap tahun, paling lama akhir bulan Januari setelah tahun takwim yang bersangkutan sesuai format Lampiran I huruf F Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

b.

Atas RKIP yang merupakan lampiran dari SKB PPN yang telah disetujui, pemanfaatan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dilakukan dengan:

 

 

 

1)

untuk impor Mesin dan Peralatan pabrik:

 

 

 

 

a)

PKP membuat proforma Pemberitahuan Impor Barang setiap akan melakukan impor Mesin dan Peralatan pabrik, secara elektronik melalui SINSW; dan

 

 

 

 

b)

realisasi Pemberitahuan Impor Barang akan mengurangi kuota impor Mesin dan Peralatan pabrik yang mendapatfasilitas pembebasan dari pengenaan PPN dalam RKIP;

 

 

 

2)

untuk perolehan Mesin dan Peralatan pabrik:

 

 

 

 

a)

PKP menambahkan nomor Faktur Pajak pada kolom rincian Mesin dan Peralatan atau komponen Mesin dan Peralatan; dan

 

 

 

 

b)

realisasi perolehan sebagaimana dimaksud pada huruf a), akan mengurangi kuota perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

 

 

c.

Realisasi impor sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 1) dan realisasi perolehan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) merupakan dasar penyusunan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan oleh PKP.

 

 

d.

PKP melengkapi data realisasi impor dan perolehan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan mengunggah realisasi impor dan perolehan tersebut melalui SINSW.

 

 

e.

Unggahan sebagaimana dimaksud pada huruf d merupakan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf a.

 

 

f.

Atas Laporan Realisasi Impor dan Perolehan Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf d diberikan tanda terima secara elektronik.

 

 

g.

Penyedia Pekerjaan EPC harus membuatlaporan realisasi impor dan perolehan atas penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek setiap tahun sesuai format Lampiran I huruf F Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**, paling lama akhir bulan Januari setelan tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

h.

Prosedur Penerimaan dan Pengelolaan Laporan Realisasi Impor dan Perolehan Secara Elektronik Melalui SINSW tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

8.

Ketentuan terkait laporan realisasi penyerahan Mesin dan Peralatan kepada Pemilik Proyek

 

 

a.

Penyedia Pekerjaan EPC harus melakukan penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek sesuai dengan kontrak Pekerjaan EPC.

 

 

b.

Mesin dan Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus diserahkan oleh Penyedia Pekerjaan EPC kepada Pemilik Proyek sesuai dengan ketentuan dalam kontrak Pekerjaan EPC, yang dibuktikan dengan berita acara serah terima dari Penyedia Pekerjaan EPC kepada Pemilik Proyek.

 

 

c.

Penyedia Pekerjaan EPC harus membuat laporan realisasi penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek setiap tahun, paling lama akhir bulan Januari setelah tahun takwim yang bersangkutan.

 

 

d.

Penyedia Pekerjaan EPC harus membuat laporan realisasi penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek sesuai format Lampiran I huruf G Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

e.

Prosedur penerimaan laporan realisasi penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik kepada Pemilik Proyek tercantum dalam lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

9.

Ketentuan terkait pembatalan SKB PPN

 

 

a.

Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa PKP yang menghasilkan BKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC tidak berhak mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, Kepala KPP tempat PKP yang menghasilkan BKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC diadministrasikan atas nama Direktur Jenderal Pajak membatalkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN dengan menerbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPN sesuai contoh format Pembatalan Surat Keterangan Bebas PPN sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf l Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021** disertai alasan tertulis pembatalan SKB PPN.

 

 

b.

Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Mesin dan Peralatan pabrik tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 2.1, baik sebagian maupun seluruhnya, Kepala KPP tempat PKP yang menghasilkan BKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC diadministrasikan atas nama Direktur Jenderal Pajak:

 

 

 

1)

mengimbau PKP yang menghasilkan BKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC untuk membayar PPN terutang atas impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang tidak memenuhi kriteria, dalam hal terdapat Mesin dan Peralatan pabrik baik sebagian maupun seluruhnya tidak memenuhi kriteria; atau

 

 

 

2)

membatalkan pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dengan menerbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPN dengan disertai alasan tertulis pembatalan SKB PPN dalam hal seluruh Mesin dan Peralatan pabrik tidak memenuhi kriteria.

 

 

c.

Prosedur pembatalan SKB PPN tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

10.

Ketentuan terkait pencabutan SKB PPN

 

 

a.

Dalam hal dilakukan pencabutan pengukuhan PKP terhadap PKP yang menghasilkan BKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC dalam periode masa berlakunya SKB PPN, Kepala KPP tempat PKP terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pencabutan SKB PPN sesuai format yang tercantum dalam Lampiran I huruf J Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021** yang berlaku sejak tanggal pencabutan pengukuhan PKP.

 

 

b.

Sisa kuota yang belum direalisasikan dari SKB PPN yang telah dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dapat digunakan untuk memperoleh fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

 

 

c.

Dalam hal pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan karena tempat terutang PPN tersebut telah dipusatkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai pemusatan tempat PPN terutang, Kepala KPP tempat pemusatan PKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC menerbitkan SKB PPN baru secarajabatan atas sisa kuota.

 

 

d.

Prosedur penyelesaian pencabutan SKB PPN secara jabatan tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

e.

Prosedur penerbitan SKB PPN secara jabatan atas sisa kuota tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

11.

Ketentuan terkait pengawasan SKB PPN

 

 

a.

Kepala KPP melakukan pengawasan terhadap pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik dengan menggunakan SKB PPN, yang meliputi pengawasan atas SKB PPN, SKB Pengganti, RKIP, RKIP perubahan, Pembatalan SKB PPN, Surat Keterangan Pencabutan SKB PPN, dan penyampaian Laporan Realisasi Impor dan Perolehan.

 

 

b.

Pengawasan sebagaimana dimaksud padahuruf a, dilaksanakan dengan:

 

 

 

1)

memanfaatkan data dan/informasi yang ada dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan SINSW; dan

 

 

 

2)

melakukan kegiatan penelitian dan tindak lanjut antara lain atas:

 

 

 

 

a)

kebenaran materiil dokumen persyaratan permohonan yang disampaikan PKP;

 

 

 

 

b)

kriteria Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor dan/atau diperoleh;

 

 

 

 

c)

data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa PKP tidak berhak memperoleh fasilitas pembebasan PPN yang terdapat dalam SKB PPN;

 

 

 

 

d.

penggunaan Mesin dan Peralatan pabrik yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN oleh PKP apabila digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak saat impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik tersebut;

 

 

 

 

e)

pelaporan realisasi impor dan perolehan yang telah menjadi kewajiban PKP;

 

 

 

 

f)

penyerahan Mesin dan Peralatan pabrik yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN harus dilakukan oleh Penyedia Pekerjaan EPC kepada Pemilik Proyek paling lama 2 (dua) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan;

 

 

 

 

g)

PKP yang melakukan impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang dibebaskan dari pengenaan PPN, melebihi jumlah yang disetujui dalam RKIP atau RKIP perubahan;

 

 

 

 

h)

PKP yang melakukan impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yang tidak termasuk jenis Mesin dan Peralatan pabrik yang disetujui dalam RKIP atau RKIP perubahan;

 

 

 

 

i)

Pembatalan SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC sebagai akibat dari pembatalan SKB PPN bagi Pemilik Proyek;

 

 

 

 

j)

PKP, Pemilik Proyek, atau Penyedia Pekerjaan EPC yang melakukan impor dan/atau perolehan Mesin dan Peralatan pabrik dengan menggunakan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN sebelum memiliki SKB PPN;

 

 

 

 

k)

Penyedia Pekerjaan EPC yang menyerahkan Mesin dan Peralatan pabrik yang diimpor atau diperoleh dengan menggunakan SKB PPN bagi Penyedia Pekerjaan EPC kepada pihak selain Pemilik Proyek yang memiliki SKB PPN yang bekerja sama atau menunjuk Penyedia Pekerjaan EPC tersebut;

 

 

 

 

l)

kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan telah diterbitkan SKB PPN Pengganti:

 

 

 

 

m)

penggunaan fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN setelah pencabutan pengukuhan PKP dalam periode masa berlakunya SKB PPN, sehingga sisa kuota yang belum direalisasikan dari SKB PPN yang telah dicabut tidak dapat dimanfaatkan dan telah diterbitkan surat keterangan pencabutan SKB PPN yang berlaku sejak tanggal pencabutan pengukuhan PKP.

 

 

c.

Pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada huruf b, dilaksanakan menggunakan prosedur pengawasan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengawasan Wajib Pajak.

 

 

 

 

 

12.

Penjelasan Lainnya

 

 

a.

Permohonan SKB PPN yang telah diterima Kepala KPP sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**, diselesaikan sesuai tata cara dan persyaratan saat diajukannya permohonan.

 

 

b.

SKB yang telah terbit berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **268/PMK.03/2015** dan belum digunakan, tetap dapat digunakan paling lama 31 Desember 2021 sesuai dengan rincian Mesin dan Peralatan pabrik yang disetujui.

 

 

c.

Terhadap penggantian atau pembatalan atas SKB PPN yang telah diterbitkan dan berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **268/PMK.03/2015**, dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor **115/PMK.03/2021**.

 

 

d.

Untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak mendapat fasilitas dibebaskan pajak pertambahan nilai atas impor dan/atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis, menggunakan Kode Akun Pajak 411211 (empat satu satu dua satu satu) untuk Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri atau 411212 (empat satu satu dua satu dua) untuk Pajak Pertambahan Nilai Impor dan Kode Jenis Setoran 199 (satu sembilan sembilan).

 

 

 


 

 

13.

Penutup

 

 

a.

Para Kepala Kanwil DJP agar melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

b.

Para Kepala KPP agar melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait atas pelaksanaan Surat Edaran Direktur Jenderal ini serta melakukan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaannya.

 

 

c.

Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2016 tentang Prosedur Pelaksanaan dan Pengadministrasian Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

 

 

 

  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2021
  DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO
 

 

 

peraturan/sedp/58pj2021.txt · Last modified: 2023/02/05 18:12 by 127.0.0.1