User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:55pj.421999
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                             31 Desember 1999       

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 55/PJ.42/1999

                        TENTANG

   PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN YANG USAHA POKOKNYA MELAKUKAN TRANSAKSI PENJUALAN 
        ATAU PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN (REV 003/00)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 566/KMK.04/1999 tanggal 
27 Desember 1999 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi 
Penjualan Atau Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan (fotokopi terlampir), dengan ini ditegaskan 
hal-hal sebagai berikut :

1.  Wajib Pajak Badan termasuk koperasi yang melakukan transaksi penjualan atau pengalihan hak atas 
    tanah dan atau bangunan sebagai barang dagangan, termasuk pengembangan kawasan perumahan, 
    pertokoan, pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun, dan gedung perkantoran, 
    dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-
    undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 (Undang-undang Pajak Penghasilan).

2.  Atas penghasilan yang telah diterima dan biaya-biaya yang telah terjadi sebelum tanggal 1 Januari 
    2000 yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final tidak diperhitungkan lagi dalam SPT Tahunan Pajak 
    Penghasilan yang termasuk tahun buku yang meliputi tanggal 1 Januari 2000 dan tahun-tahun pajak 
    sesudah tahun 2000.

    Contoh :
    -   Penjualan th. 2000 (menurut pembukuan komersial WP)      Rp. 72.000.000,-
    -   uang muka/cicilan (yang diterima dan telah terkena
        PPh Final pada th. 1999 dan sebelumnya)             (Rp. 12.000.000,-)
                                        ---------------------
    -   Penjualan yang harus dilaporkan dalam
        SPT Tahunan PPh th. 2000                     Rp. 60.000.000,-

3.  Apabila berdasarkan fakta-fakta yang ada dapat dipisahkan masing-masing bagian harga pokok yang 
    terkait dengan penghasilan yang terkena Pajak Penghasilan Final, maka fakta-fakta tersebut 
    dipergunakan untuk menghitung harga pokok yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya.

4.  Biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan yang telah diterima dan dikenakan Pajak Penghasilan 
    Final pada tahun 1999 dan sebelumnya tidak boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak. Apabila 
    biaya-biaya tersebut sulit dipisahkan antara penghasilan yang terkena PPh Final dan tidak Final, maka 
    dapat dialokasikan secara proposional yaitu berdasarkan perbandingan jumlah penjualan.

5.  Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2000, Wajib Pajak dimaksud pada butir 1 wajib membayar angsuran 
    Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan sesuai dengan ketentuan Pasal 25 Undang-undang Pajak 
    Penghasilan. Untuk pertama kalinya pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dilakukan untuk masa pajak 
    Januari 2000.

6.  Dalam masa peralihan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan berdasarkan penerapan tarif 
    umum Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan atas penghasilan neto masing-masing bulan/masa 
    pajak yang bersangkutan yang disetahunkan dibagi 12 (dua belas). Ketentuan peralihan ini berlaku 
    sampai dengan masa pajak terakhir dari tahun buku yang meliputi tanggal 1 Januari 2000, setelah 
    mana berlaku sepenuhnya ketentuan umum Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan.

    Contoh :

    a)  masa pajak Januari 2000
        -   penghasilan neto bulan Januari 2000         = Rp.   6.000.000,-
        -   disetahunkan Rp. 6.000.000,- x 12           = Rp. 72.000.000,-
        -   PPh terutang :
            10 % x Rp. 25.000.000,-     = Rp.   2.500.000,-
            15 % x Rp. 25.000.000,-     = Rp.   3.750.000,-
            30 % x Rp. 22.000.000,-     = Rp.   6.600.000,-
                            ----------------------
                            = Rp. 12.850.000,-

        besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari 2000 adalah :
        1/12 x Rp. 12.850.000,- =Rp. 1.070.833,-

    b)  masa pajak Februari 2000
        -   penghasilan neto bulan Februari 2000            = Rp.   6.500.000,-
        -   disetahunkan Rp. 6.500.000,- x 12           = Rp. 78.000.000,-
        -   PPh terutang :
            10 % x Rp. 25.000.000,-     = Rp. 2.500.000,-
            15 % x Rp. 25.000.000,-     = Rp. 3.750.000,-
            30 % x Rp. 28.000.000,-     = Rp. 8.400.000,-
                            --------------------
                            Rp.  14.650.000,-

            besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Februari 2000 adalah :
            1/12 x Rp 14.650.000,- = Rp. 1.220.833,-

    Demikian juga untuk bulan-bulan selanjutnya penghitungan PPh Pasal 25-nya dilakukan berdasarkan 
    seperti contoh diatas.

7.  Atas kerugian usaha yang terjadi selama dan sebelum berlakunya pengenaan PPh Final tidak dapat 
    dikompensasikan dengan Penghasilan Kena Pajak mulai masa pajak Januari 2000 dan seterusnya.

8.  Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
    -   SE-23/PJ.4/1996 tanggal 14 Juni 1996 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Yang 
        Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan Atau Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau 
        Bangunan; dan
    -   SE-03/PJ.4/1997 tanggal 20 Pebruari 1997 tentang Petunjuk Lebih Lanjut Peraturan 
        Pemerintah 27 Tahun 1996; dan
    -   SE-25/PJ.42/1998 tanggal 6 Agustus 1998 tentang Perubahan Surat Edaran Direktur Jenderal 
        Pajak Nomor : SE-03/PJ.4/1997 tanggal 20 Pebruari 1997 tentang Petunjuk Lebih Lanjut 
        Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996;

    serta penegasan-penegasan lainnya yang telah diterbitkan yang bertentangan dengan Surat Edaran 
    ini, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

9.  Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2000.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL

ttd

A. ANSHARI RITONGA
peraturan/sedp/55pj.421999.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1