User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:51pj.431995
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            14 November 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 51/PJ.43/1995

                        TENTANG

      PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS HONORARIUM DOKTER YANG PRAKTEK DI RUMAH SAKIT 
                        (SERI PPh PASAL 21 NOMOR 9)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1991 (UU PPh) dan hasil 
pembicaraan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh 
Indonesia (PERSI) tanggal 24 Agustus 1995, dengan ini diberikan penegasan mengenai pedoman pemotongan 
PPh Pasal 21 atas penghasilan dokter yang praktek di rumah sakit sebagai berikut :

1.  Pada umumnya tenaga dokter di rumah sakit, berdasarkan status hubungan kerjanya dapat dibagi 
    dalam 5 golongan, yakni :
    a.  Dokter yang menjabat sebagai pengurus atau pimpinan rumah sakit;
    b.  Dokter sebagai pegawai tetap atau pegawai honorer rumah sakit;
    c.  Dokter tetap, yaitu dokter yang mempunyai jadwal praktek tetap (hari dan jam praktek 
        tertentu), namun bukan sebagai pegawai rumah sakit;
    d.  Dokter tamu, yaitu dokter yang merawat atau menitipkan pasiennya untuk dirawat di rumah 
        sakit;
    e.  Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit sebagai tempat prakteknya.

2.  Penghasilan para dokter sebagaimana pada butir 1, dapat dibedakan menjadi :
    a.  Penghasilan yang bersumber dari keuangan rumah sakit atau dari Bendaharawan rumah sakit 
        berupa gaji, tunjangan-tunjangan, honorarium, dan imbalan lainnya, yang diterima oleh para 
        dokter kelompok 1.a dan 1.b.
    b.  Penghasilan yang berasal dari pasien yang diterima oleh para dokter kelompok 1.a sampai 
        dengan 1.e.

3.  Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 jo. Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan 
    PPh Pasal 26, maka pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 oleh rumah sakit adalah sebagai berikut :
    a.  Atas penghasilan pada butir 2.a. dipotong PPh Pasal 21 dengan memperhatikan ketentuan 
        sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26.
    
    b.  Atas penghasilan pada butir 2.b. dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15% x 40% x jumlah bruto 
        jasa dokter.
        
        Yang dimaksud dengan jumlah bruto jasa dokter adalah jumlah imbalan jasa dokter dari pasien 
        sebelum dipotong atau dikurangi dengan potongan-potongan oleh rumah sakit.
        Untuk lebih jelasnya, dengan ini diberikan contoh perincian biaya perawatan dari rumah sakit 
        sebagai berikut :
        
            Jenis biaya                      Sebesar
        
        1.  Biaya perawatan (sewa kamar)            Rp.    900.000,00
        2.  Radiologi                   Rp       45.000,00
        3.  Laboratorium                    Rp       42.000,00
        4.  Anesthesi                   Rp       35.500,00
        5.  Biaya obat                  Rp       60.000,00
        6.  Telepon/interlokal              Rp       12.500,00
        7.  Jasa dokter                 Rp      250.000,00
        8.  Biaya administrasi              Rp        30.000,00
                                    ---------------------
            Jumlah biaya                    Rp   1.375.000,00
        
        Jumlah bruto jasa dokter adalah Rp 250.000,00. Apabila atas jumlah tersebut rumah sakit 
        melakukan pemotongan sebagai bagian rumah sakit, pemotongan tersebut tidak 
        mempengaruhi besarnya dasar pemotongan PPh Pasal 21.
        
        PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh rumah sakit adalah :
        15% X 40% X Rp 250.000,00 = Rp 15.000,00

4.  Pengisian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi (Formulir 1770) dari dokter dilaksanakan 
    sebagai berikut :
    a.  Penghasilan berupa gaji, tunjangan-tunjangan, honorarium, dan imbalan lainnya sebagaimana 
        dimaksud pada butir 2.a. digabungkan dengan penghasilan dari pekerjaan bebas baik yang 
        bersumber dari rumah sakit sebagaimana dimaksud pada butir 2.b. maupun yang berasal dari 
        tempat praktek lainnya.

    b.  Untuk menghitung besarnya penghasilan neto yang bersumber dari pekerjaan bebas, dokter 
        yang bersangkutan dapat memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto 
        apabila jumlah seluruh penerimaan bruto pekerjaan bebas tersebut kurang dari 
        Rp 600.000.000,00 setahun.

        Untuk maksud ini dokter tersebut diwajibkan memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak 
        c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari 
        tahun pajak yang bersangkutan.

    c.  Apabila jumlah seluruh penerimaan bruto dari pekerjaan bebas telah mencapai jumlah 
        Rp 600.000.000,00 atau lebih setahun, maka untuk menghitung penghasilan neto dari 
        pekerjaan bebas, dokter tersebut wajib menyelenggarakan pembukuan.

5.  Dengan dikeluarkannya surat edaran ini, maka surat edaran terdahulu yang mengatur mengenai hal 
    yang sama yang tidak sesuai dengan surat edaran ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
    Surat edaran ini berlaku mulai tanggal 1 Nopember 1995.

Demikian untuk disebarluaskan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/51pj.431995.txt · Last modified: 2023/02/05 19:58 by 127.0.0.1