User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:40pj.431999
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   23 September 1999

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 40/PJ.43/1999

                        TENTANG

            KELEBIHAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN PPh PASAL 21

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan tentang penanganan kelebihan pemotongan dan pembayaran 
PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT 1721, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-281/PJ./1998 Tanggal 28 Desember 1998 
    Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 
    dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, khususnya Pasal 20 
    ayat (4), Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) serta Pasal 22 ayat (9), antara lain mengatur :
    -   Dalam hal untuk satu masa pajak (satu bulan) terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21, 
        maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan kewajiban PPh Pasal 21 yang terutang 
        pada bulan berikutnya.
    -   Apabila setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak setelah menghitung kembali ternyata 
        PPh Pasal 21 yang terutang lebih kecil dari yang telah dipotong dan dilaporkan, maka 
        kelebihannya dapat diperhitungkan dengan kewajiban PPh Pasal 21 pada bulan-bulan 
        berikutnya (dalam tahun berikutnya).

2.  Dengan demikian apabila terdapat kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 maka penanganannya 
    dibedakan sebagai berikut :
    2.1.    Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 bagi karyawan-karyawan tertentu dalam suatu bulan 
        takwim dari suatu tahun pajak, kelebihan pemotongan tersebut diperhitungkan dengan pajak 
        yang terutang atas penghasilan karyawan yang bersangkutan dalam bulan berikutnya dalam 
        tahun tersebut. Pemberi kerja melakukan pembetulan SPT Masa untuk bulan terjadinya 
        kelebihan pemotongan PPh Pasal 21, dan atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 
        diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa berikutnya dalam SPT Masa. 
        Dalam hal karyawan yang bersangkutan berhenti bekerja pada waktu diketahui kelebihan 
        pemotongan PPh Pasal 21, maka setelah ditempuh proses di atas, kelebihan pemotongan 
        tersebut dikembalikan oleh pemberi kerja kepada karyawan yang bersangkutan bersamaan 
        dengan saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

    2.2.    Apabila setelah tahun takwim berakhir, setelah dilakukan penghitungan kembali ternyata 
        jumlah PPh  Pasal 21 untuk karyawan-karyawan tertentu terdapat kelebihan pemotongan yang 
        akhirnya mengakibatkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 menunjukkan lebih bayar, maka 
        penanganannya supaya dilakukan sebagai berikut :
        -   Antara pemberi kerja dengan karyawan tertentu :
            Kelebihan tersebut diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji bulan pada 
            waktu dilakukan penghitungan kembali, dan apabila masih terdapat kelebihan. 
            Selanjutnya dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang untuk gaji bulan-bulan 
            berikutnya (Lampiran I-A SPT Tahunan PPh Pasal 21 angka 24 Formulir 1721-A1).
            Dengan demikian pemberi kerja telah memperhitungkan kelebihan tersebut dengan 
            pembayaran PPh Pasal 21 untuk bulan atau bulan-bulan berikutnya setelah 
            penghitungan kembali. Apabila karyawan tersebut berhenti bekerja pada waktu bulan 
            dilakukan penghitungan kembali PPh Pasal 21 secara tahunan, maka kelebihan 
            tersebut oleh pemberi kerja dikembalikan kepada karyawan yang bersangkutan 
            bersamaan dengan saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

        -   Antara pemberi kerja dengan Kantor Pelayanan Pajak :
            Atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh 
            Pasal 21 harus dilakukan tindakan penelitian atau pemeriksaan oleh KPP dalam 
            jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya SPT Tahunan PPh Pasal 21 
            untuk memastikan jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang.  Oleh karena atas 
            kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 
            21 yang terutang untuk bulan dilakukannya penghitungan kembali atau bulan-bulan 
            berikutnya, maka jumlah ini diperlakukan sebagai pengurang dari seluruh PPh Pasal 
            21 yang telah disetor yang dikreditkan dengan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang 
            untuk tahun yang bersangkutan.

            Contoh :
            PPh Pasal 21 tahun 1999 yang terutang
            Menurut hasil penelitian atau pemeriksaan ..................    Rp a
            Kredit Pajak
            PPh Pasal 21 yang telah dipotong
            Dan disetor selama tahun 1999 ............. Rp b
            Kelebihan PPh Pasal 21 menurut SPT
            Tahun 1999 yang telah diperhitungkan
            Dengan PPh Pasal 21 bulan ..................    Rp c        =Rp d -
                                ------ -        ----------
            Sisa (lebih/kurang/nihil)                   =Rp (a-d)

        Apabila dari hasil penelitian atau pemeriksaan tersebut (a-d) menunjukkan hasil akhir :
        1.  Sisa lebih, berarti Pemberi Kerja telah membayar PPh Pasal 21 lebih dari semestinya 
            sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

        2.  Kurang, berarti Pemberi Kerja membayar PPh Pasal 21 kurang dari semestinya 
            sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

        3.  Nihil, berarti Pemberi Kerja telah membayar PPh Pasal 21 sesuai dengan yang 
            semestinya sehingga diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

3.  Perlu diperhatikan apabila penelitian atau pemeriksaan menghasilkan kurang bayar atau lebih bayar 
    agar diteliti lebih lanjut sumber kekurangan atau kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut dengan 
    membuat daftar karyawan yang memuat rincian nama, NPWP (kalau ada) dan penghasilannya kurang 
    atau lebih dipotong PPh Pasal 21 dari yang seharusnya (sesuai formulir terlampir). Penyebab 
    kekurangan atau kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 dimaksud dapat ditunjukan dengan contoh 
    sebagai berikut :
    a.  Kekurangan pemotongan PPh Pasal 21 :
        Pemberi Kerja telah memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tertentu sebesar 
        Rp. 1.000.000,- Berdasarkan penelitian atau pemeriksaan PPh Pasal 21 yang terutang sebesar 
        Rp. 1.500.000,- sehingga terdapat kekurangan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar 
        RP. 500.000,- yang kemudian diterbitkan SKPKB.

    b.  Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 :
        Pemberi kerja telah memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tertentu sebesar 
        Rp. 1.000.000,-. Berdasarkan penelitian atau pemeriksaan PPh Pasal 21 yang terutang adalah 
        sebesar Rp. 500.000,- sehingga terdapat kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar 
        Rp. 500.000,-

    Dalam hal kekurangan dan atau kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 berkaitan dengan karyawan yang 
    mempunyai NPWP,maka daftar tersebut di atas agar dikirimkan ke KPP tempat karyawan tersebut 
    berdomisili sebagai lampiran KP.PDIP 3.4. untuk bahan penelitian atau pemeriksaan SPT Orang 
    Pribadi karyawan tersebut dengan menggunakan formulir sebagaimana terlampir. Kelebihan 
    pemotongan PPh Pasal 21 untuk karyawan tersebut tidak dapat dikembalikan kepada karyawan 
    tersebut melalui pemberi kerja karena PPh Pasal 21 akan dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang 
    terutang dalam SPT Tahunan Orang Pribadi karyawan yang bersangkutan.  Dengan kata lain 
    pengembalian kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 bagi karyawan yang memiliki NPWP bukan 
    dilakukan oleh pemberi kerja tetapi menggunakan mekanisme SPT Tahunan Orang Pribadi karyawan 
    yang bersangkutan.

4.  Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
    SE-46/PJ.23/1985 tanggal 5 Nopember 1985 tentang Kelebihan Pemotongan dan Penyetoran PPh 
    Pasal 21 (Seri PPh Pasal 21-21) dan ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Surat Edaran 
    ini, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

A. ANSHARI RITONGA
peraturan/sedp/40pj.431999.txt · Last modified: 2023/02/05 06:22 by 127.0.0.1