User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:39pj.521993
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            20 Desember 1993

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 39/PJ.52/1993

                        TENTANG

            PENGENAAN PPN DAN PPn BM PADA KAWASAN BERIKAT 
                   DAN ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 94, NO. 95 dan No. 96 TAHUN 1993 telah diterbitkan 
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 854/KMK.01/1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang
Tatalaksana Pabean Mengenai Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Berikat (Bonded 
Zone) dan Nomor 855/KMK.01/1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor
(EPTE). Rekaman dari ketentuan-ketentuan yang terlampir.

Tata cara pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diatur sebagai berikut :

1.  PPN dan PPn BM yang terutang, tidak dipungut atas :
    1.1.    Impor Barang Modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan
        produksi oleh PKP di Kawasan Berikat.

    1.2.    Penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP dari Daerah Pabean Indonesia lainnya kepada PKP 
        di Kawasan Berikat/PKP EPTE untuk diolah lebih lanjut.

    1.3.    Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut oleh :
        -   PKP dari Kawasan Berikat kepada PKP di Kawasan Berikat lainnya;
        -   PKP dari Kawasan Berikat kepada PKP EPTE atau sebaliknya;
        -   PKP dari Kawasan Berikat kepada PKP lainnya di Kawasan Berikat yang sama;
        -   PKP EPTE kepada PKP EPTE lainnya.

    1.4.    Penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP dari Kawasan Berikat/PKP EPTE kepada PKP Sub-
        Kontraktor di Daerah Pabean Indonesia lainnya untuk diolah lebih lanjut.

    1.5.    Penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan oleh PKP Sub-Kontraktor dari Daerah 
        Pabean Indonesia lainnya kepada PKP di Kawasan Berikat/PKP EPTE.

2.  PPN dan PPn BM yang terutang ditangguhkan atas :
    2.1.    Impor Barang Modal dan peralatan pabrik, yang berhubungan langsung dengan kegiatan 
        produksi serta impor barang dan atau bahan untuk diolah lebih lanjut oleh PKP EPTE.
    2.2.    Pengeluaran mesin dan atau peralatan pabrik yang dipergunakan dalam kegiatan produksi
    
3.  PPN dan PPn BM dikenakan atas :
    3.1.    Penyerahan Barang Kena Pajak hasil olahan oleh PKP di Kawasan Berikat/PKP EPTE ke dalam 
        Daerah Pabean Indonesia lainnya.

    3.2.    Pengeluaran mesin dan atau peralatan pabrik oleh PKP di Kawasan Berikat/PKP EPTE ke 
        dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya.

    3.3.    Penyerahan barang sisa dan atau potongan oleh PKP di Kawasan Berikat/PKP EPTE ke dalam 
        Daerah Pabean Indonesia lainnya.

    3.4.    Selisih kurang dari jumlah barang dan atau bahan yang seharusnya ada berdasarkan hasil 
        pemeriksaan kemudian (post audit) atas pembukuan, catatan, dokumen dan pencacahan 
        yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat/
        EPTE.

4.  PKP EPTE yang izin EPTE-nya dicabut dapat memasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya Barang 
    Modal, mesin dan peralatan pabrik, Barang Kena Pajak hasil olahan dan bahan baku yang masih 
    tersisa dengan terlebih dahulu membayar kembali atau melunasi PPN/PPn BM yang terutang.

5.  Pada dasarnya sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 
    dinyatakan bahwa setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau penerimaan
    pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang PPN Tahun 
    1984 harus dibuat Faktur Pajak. Untuk memudahkan administrasi, penerbitan Faktur Pajak dalam 
    rangka penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau penerimaan pembayaran sebelum 
    penyerahan BKP/JKP dalam kaitannya dengan Kawasan Berikat dan EPTE diatur sebagai berikut :
    5.1.    Atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1.2, 1.3, dan 1.5
        oleh PKP Penjual harus diterbitkan Faktur Pajak Standar sesuai Keputusan Menteri Keuangan 
        Nomor 1117/KMK.04/1988 tanggal 8 Nopember 1988.

    5.2.    Atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1.4 tidak perlu 
        diterbitkan Faktur Pajak, sedangkan penyerahan kembali Barang Kena Pajak oleh Sub-
        Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam butir 1.5 diterbitkan Faktur Pajak Standart dengan 
        Dasar Pengenaan Pajak sebesar Harga Kontrak Kerja (Ongkos Kerja ditambah pengganti 
        harga bahan/barang yang benar-benar digunakan oleh PKP Sub Kontraktor untuk 
        menyelesaikan pekerjaan itu).

    5.3.    Faktur Pajak dibuat sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga) dengan dibubuhi cap/stempel 
        "Tidak dipungut PPN/PPn BM eks Keppres No. 96 TAHUN 1993" pada setiap lembar Faktur 
        Pajak.
        -   lembar ke-1 (asli)  :   untuk pembeli/penerima BKP
        -   lembar ke-2     :   untuk arsip penjual
        -   lembar ke-3     :   untuk KPP dimana PKP penjual terdaftar 
                            (dilampirkan pada SPT Masa PPN)

    5.4.    PKP Penjual baru diperkenankan membubuhkan Cap/Stempel "Tidak dipungut PPN/ PPn BM 
        eks Keppres No. 96 TAHUN 1993" apabila pembeli dapat memperlihatkan izin EPTE atau 
        Keterangan tertulis dari Penguasa/Pengelola Kawasan Berikat (PKB) dan menyerahkan Photo 
        Copynya yang telah dilegalisir oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang 
        berwenang kepada PKP penjual.

    5.5.    Atas Impor Barang Modal dan peralatan pabrik oleh PKP di Kawasan Berikat, pembubuhan
        cap stempel "Tidak dipungut PPN/PPn BM eks Keppres No. 96 TAHUN 1993" pada PIUD dan SSP 
        dilakukan oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berwenang.

6.  Penerbitan Surat Keterangan penangguhan pembayaran PPN dan atau PPn BM berdasarkan Keputusan 
    Menteri Keuangan Nomor 855/KMK.01/1993 tanggal 23 Oktober 1993 pada butir 2.1 dilaksanakan 
    sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    577/KMK.00/1989 tanggal 29 Mei 1989 yaitu oleh:
    6.1.    BKPM bagi PKP EPTE dalam rangka PMA dan PMDN;
    6.2.    Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP EPTE tersebut terdaftar bagi yang bukan PMA dan PMDN;
        dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
        -   Photo copy izin EPTE yang telah dilegalisir oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan 
            Cukai yang berwenang
        -   Invoice dan B/L atau Airway Bill
        -   Photo copy formulir EPTE 5, atau EPTE 6 yang telah diparaf dan mendapat 
            persetujuan dari pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

7.  Sambil menunggu penyempurnaan SPT Masa PPN/PPn BM pelaporan dilaksanakan sebagai berikut:
    7.1.    Atas penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1.2, 1.3, dan 1.5
        dilaporkan oleh PKP penjual pada :
        -   Kode B. 1.2.3   :   formulir 1485 dan Lampiran Pajak Keluaran II formulir 
                        1485 A2
        -   Kode B.3    :   formulir 1485 BM

    7.2.    Atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya dibubuhi Cap/Stempel "Tidak 
        dipungut PPN/PPn BM eks Keppres 96 TAHUN 1993" dilaporkan oleh PKP Pembeli pada Kode 
        F Formulir 1485 dan Lampiran Pajak Masukan III Formulir 1485 B.3 (yang dilaporkan hanya 
        nilai PPN-nya yang tidak dipungut).

    7.3.    Atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 2.1. dilaporkan pada kode 
        F Formulir 1485 dan lampiran Pajak Masukan III Formulir 1485 B.3., sedangkan atas 
        pengeluaran mesin dan atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada butir 2.2 tidak
        dilaporkan dalam SPT Masa PPN/PPn BM.

    7.4.    PPN dan PPn BM yang terutang sebagaimana dimaksud pada butir 3.1, 3.3, dan 4 dilaporkan 
        pada SPT Masa PPN/PPn BM sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    7.5.    PPN dan PPn BM yang terutang atas pengeluaran mesin dan atau peralatan pabrik 
        sebagaimana dimaksud pada butir 3.2 pemungutannya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal 
        Bea dan Cukai.

        PPN dan PPn BM yang telah dibayar sehubungan dengan pengeluaran mesin dan atau 
        peralatan pabrik oleh PKP di Kawasan Berikat/PKP EPTE ke Daerah Pabean Indonesia lainnya 
        sebagaimana dimaksud pada butir 3.2, dilaporkan pada SPT Masa PPN Pembayaran Kembali 
        Pajak Masukan (Formulir 1485 PM).

8.  Tata Cara Pemungutan PPN/PPn BM dan Pelunasan PPN/PPn BM diatur sebagai berikut :
    8.1.    Pemungutan PPN dan PPn BM yang terutang atas selisih kurang sebagaimana dimaksud pada 
        butir 3.4 dilakukan dengan penerbitan SKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku disertai 
        sanksi berupa denda administrasi sebesar seratus persen dari PPN dan PPn BM yang terutang.

    8.2.    Pelunasan PPN/PPn BM yang terutang sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan 4 dilaksanakan
        dengan cara sebagai berikut :
        -   Atas penyerahan Barang Modal, mesin dan peralatan pabrik, Pajak Masukan yang 
            dibayar kembali dihitung menurut tata cara sebagaimana diatur dalam Keputusan 
            Menteri Keuangan Nomor 1441 B/KMK.00/1989.
        -   Atas penyerahan Barang Kena Pajak hasil olahan dan bahan baku dilakukan sesuai 
            dengan ketentuan umum yang diatur dalam Pasal 13 Undang-undang PPN Tahun 
            1984.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya dan disebarluaskan kepada para pengusaha yang 
bersangkutan.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/39pj.521993.txt · Last modified: 2023/02/05 20:40 by 127.0.0.1