User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:36pj2019

SURAT EDARAN
NOMOR SE-36/PJ/2019

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGHITUNGAN
DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

 

 

Yth.

1.

Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;

 

2.

Kepala Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak; dan

 

3.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

A.

UMUM

 

Bahwa dalam rangka menindaklanjuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor **244/PMK.03/2015** tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (yang selanjutnya disebut PMK-**244/PMK.03/2015**), perlu diterbitkan petunjuk pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan tersebut sebagai pedoman bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam memproses dan menyelesaikan proses penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak

 

Petunjuk pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebelumnya telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-22/PJ/2011** tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-7/PJ/2011** tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-17/PJ/2012** tentang Tata Cara Pengawasan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak sebagaimana terakhir diubah dengan **SE-25/PJ/2014**. Petunjuk pelaksanaan penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak perlu disesuaikan untuk mendukung program pemerintah dalani meningkatkan kemudahan berusaha (ease of doing business) berupa penyederhanaan prosedur dan percepatan waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
 

 

 

B.

MAKSUD DAN TUJUAN

 

1.

Maksud

 

 

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini disusun sebagai pedoman bagi Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak meliputi kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM, dan PBB.

 

2.

Tujuan

 

 

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini bertujuan untuk memberikan kemudahan, kejelasan, dan kepastian hukum dalam menerapkan tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sehingga terdapat keseragaman dalam pelaksanaannya oleh Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

 

 

 

C.

Ruang Lingkup

 

Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi:

 

1.

Pengertian Umum;

 

2.

Ketentuan Umum;

 

3.

Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau Pajak yang Akan Terutang

 

4.

Penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP);

 

5.

Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP); dan

 

6.

Penutup.

 

 

 

D.

Dasar

 

1.

Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009**, selanjutnya disebut Undang-Undang KUP.

 

2.

Undang-Undang Nomor **12 TAHUN 1985** tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor **12 TAHUN 1994**, selanjutnya disebut Undang-Undang PBB.

 

3.

Peraturan Pemerintah Nomor **74 TAHUN 2011** tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

 

4.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor **244/PMK.03/2015** tentang Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (PMK-244).

 

 

 

E.

Materi

 

1.

Pengertian Umum

 

 

a.

Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

 

 

b.

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

 

 

c.

Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat SKKP PBB adalah surat keputusan yang menyatakan jumlah kelebihan pembayaran PBB.

 

 

d.

Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SKPPKP adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.

 

 

e.

Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

 

 

f.

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.

 

 

g.

Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat SKPKPP adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.

 

 

h.

Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disingkat SPMKP adalah surat perintah dari Kepala KPP kepada KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar kompensasi Utang pajak dan/atau pajak yang akan terutang, dan/atau dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.

 

 

i.

Surat Pemberitahuan SPMKP Tidak Dapat Diterbitkan adalah surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SKPKPP tidak diterbitkan SPMKP karena tidak adanya rekening atas nama Wajib Pajak.

 

 

j.

Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk

 

 

k.

pelaksanaan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP.

 

 

 

 

 

2.

Ketentuan Umum

 

 

a.

Dalam rangka pelaksanaan penghitungan kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Kepala KPP menerbitkan SKPKPP dan SPMKP.

 

 

b.

Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM dapat dikembalikan dalam hal terdapat:

 

 

 

1.

Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;

 

 

 

2.

Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP;

 

 

 

3.

Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;

 

 

 

4.

Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan 17D Undang-Undang KUP, dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;

 

 

 

5.

Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan

 

 

 

6.

Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;

 

 

 

7.

Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;

 

 

 

8.

Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;

 

 

 

9.

Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat ( 1) huruf b Undang-Undang KUP;

 

 

 

10.

Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP.

 

 

c.

Kelebihan pembayaran PBB dapat dikembalikan dalam hal terdapat:

 

 

 

1.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan SKKP PBB;

 

 

 

2.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan

 

 

 

3.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali;

 

 

 

4.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB;

 

 

 

5.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB;

 

 

 

6.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP;

 

 

 

7.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

8.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP;

 

 

 

9.

PBB yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP.

 

 

d.

Kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan/atau PPnBM karena diterbitkannya surat keputusan atau putusan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 5) sampai dengan angka 10) dihitung melalui penghitungan lebih bayar.

 

 

e.

Kelebihan pembayaran PBB karena diterbitkannya surat keputusan atau putusan sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 2) sampai dengan angka 9) dihitung melalui penghitungan lebih bayar.

 

 

f.

Untuk keperluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, KPP menerbitkan Surat Permintaan Rekening Dalam Negeri dan fotokopi lembar pertama buku rekening atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan.

 

 

g.

Surat Permintaan Rekening Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada huruf f diterbitkan paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah:

 

 

 

1)

permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP diterima;

 

 

 

2)

SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 178 Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

3)

SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan 170 Undang-Undang KUP, dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN diterbitkan;

 

 

 

4)

SKKP PBB diterbitkan; atau

 

 

 

5)

dilakukannya penghitungan kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan Surat Keputusan/Putusan yang menyebabkan terjadinya kelebihan pembayaran pajak melalui penghitungan lebih bayar.

 

 

h.

Penghitungan lebih bayar sebagaimana dimaksud pada huruf g angka 5) dilakukan sesuai dengan SOP yang mengatur mengenai Penghitungan Lebih Bayar.

 

 

i.

Surat Permintaan Rekening Dalam Negeri dibuat dengan menggunakan contoh sebagaimana terdapat dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

j.

Kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau KPP lokasi, sebagaimana yang tercantum dalam:

 

 

 

1)

Surat Tagihan Pajak;

 

 

 

2)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya;

 

 

 

3)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya;

 

 

 

4)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, dalam hal:

 

 

 

 

a)

tidak diajukan keberatan;

 

 

 

 

b)

diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah jumlah pajak terutang dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau

 

 

 

 

c)

diajukan keberatan dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian, menambah jumlah pajak terutang, atau menolak.

 

 

 

5)

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB;

 

 

 

6)

Surat Keputusan Keberatan untuk PBB yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah tetapi tidak diajukan banding;

 

 

 

7)

Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau

 

 

 

8)

Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

 

 

k.

Dalam hal setelah dilakukan penghitungan masih terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak, atas permohonan Wajib Pajak, sisa kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat diperhitungkan dengan:

 

 

 

1)

pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak yang menerima kelebihan pembayaran pajak; dan/atau

 

 

 

2)

Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang atas nama Wajib Pajak lain.

 

 

l.

Pelunasan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang melalui perhitungan kelebihan pembayaran pajak diakui pada saat diterbitkan SKPKPP.

 

 

m.

Bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dengan mata uang dolar Amerika Serikat, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat diberikan dalam mata uang rupiah, yang dihitung menggunakan nilai tukar atau kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat:

 

 

 

1)

diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

 

 

 

2)

diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;

 

 

 

3)

diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, diucapkannya Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali;

 

 

 

4)

diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP; atau

 

 

 

5)

diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang KUP.

 

 

n.

Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud pada huruf j dan huruf k ditindaklanjuti dengan kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.

 

 

o.

Dalam hal tidak ada Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, seluruh kelebihan pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak bersangkutan

 

 

p.

Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang sebagaimana dimaksud pada huruf n dilakukan melalui potongan SPMKP.

 

 

 

 

 

 

3.

Kompensasi ke Utang Pajak dan/atau Pajak yang Akan Terutang

 

 

a.

Perhitungan kompensasi ke Utang Pajak dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi Utang Pajak yang terdapat dalam Sistem lnformasi DJP. Perhitungan kompensasi ke Utang PBB berdasarkan data dan/atau informasi dalam Sistem lnformasi DJP dilakukan dalam hal data Utang PBB telah tersedia dalam basis data DJP.

 

 

b.

Tanggal dan waktu dilakukannya kompensasi berdasarkan data dan/atau informasi dalam SIDJP akan tercantum pada Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

 

 

c.

Perhitungan dalam rangka kompensasi ke Utang Pajak dilakukan dengan memperhatikan urutan prioritas sebagai berikut:

 

 

 

1)

Utang Pajak yang mendekati tanggal daluwarsa penagihan;

 

 

 

2)

Utang Pajak yang bernilai paling besar.

 

 

 

Misalnya dalam hal terdapat 5 (lima) Utang Pajak sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

maka urutan prioritas Utang Pajak yang diperhitungkan adalah 4,3,2, 1, dan 5.

 

 

d.

Kompensasi ke Utang Pajak tidak dilakukan terhadap Utang Pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan pajak telah kedaluwarsa, kecuali atas permintaan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.

 

 

e.

Dalam hal atas suatu Utang Pajak dilakukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak, tetapi belum diterbitkan suatu keputusan, kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan Utang Pajak tersebut, dengan tetap memperhatikan urutan prioritas sebagaimana dimaksud pada huruf c.

 

 

f.

Dalam hal atas suatu Utang Pajak telah diterbitkan keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan sisa Utang Pajak yang belum diangsur atau yang ditunda pembayarannya, dengan tetap memperhatikan urutan prioritas sebagaimana dimaksud pada huruf c.

 

 

g.

Dalam hal diketahui terdapat pembayaran atas Utang Pajak yang sedang dilakukan kompensasi atau terdapat Utang Pajak baru sebelum Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) diterbitkan, dapat dilakukan perhitungan ulang atas kelebihan pembayaran pajak dengan tetap mempertimbangkan jangka waktu penyelesaian penerbitan SKPKPP.

 

 

h.

Utang Pajak, baik daftar nomor ketetapan yang ditampilkan maupun nilai utang pajaknya, sepenuhnya diambil dari kondisi terakhir data SIDJP. Utang pajak mungkin tidak muncul karena sudah lunas atau tidak ada di SIDJP.

 

 

i.

Dalam hal kompensasi dilakukan atas Utang Pajak yang telah dilunasi, maka Wajib Pajak diimbau untuk melakukan pemindahbukuan atau mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas kelebihan pembayaran Utang Pajak tersebut.

 

 

 

 

 

4.

Penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP)

 

 

a.

Kepala KPP menerbitkan Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang memuat:

 

 

 

1)

Kelebihan pembayaran pajak sehubungan dengan:

 

 

 

 

a)

Surat Ketetapan Lebih Bayar (SKPLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1 ), Pasal 17 ayat (2), atau Pasal 178 Undang-Undang KUP;

 

 

 

 

b)

SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C, Pasal 170 Undang-Undang KUP, dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN;

 

 

 

 

c)

Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran (SKKP) PBB;

 

 

 

 

d)

Hasil penghitungan kelebihan pembayaran pajak melalui penghitungan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan angka 2 huruf d, atau hasil penghitungan kelebihan pembayaran PBB melalui penghitungan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan angka 2 huruf e,

 

 

 

2)

Perhitungan kelebihan pembayaran pajak dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang.

 

 

b.

Nota Penghitungan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I PMK-244.

 

 

c.

Dalam hal seluruh kelebihan pembayaran pajak dikompensasikan ke Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang, KPP tetap menerbitkan SKPKPP sebagai dasar penerbitan SPMKP.

 

 

d.

Dalam hal terdapat sisa kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak dan/atau pajak yang akan terutang dan Surat Permintaan Rekening Dalam Negeri telah disampaikan, namun Wajib Pajak tidak menyampaikan rekening, Kepala KPP menerbitkan SKPKPP tanpa rekening dengan memperhatikan batas akhir penerbitan SKPKPP.

 

 

e.

KPP menindaklanjuti SKPKPP tanpa rekening sebagaimana dimaksud pada huruf d dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan SPMKP Tidak Dapat Diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV PMK-244.

 

 

f.

Keputusan pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBM diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak:

 

 

 

1)

permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP diterima;

 

 

 

2)

SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

3)

SKPPKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan 17D Undang-Undang KUP, dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN diterbitkan;

 

 

 

4)

Surat Keputusan Keberatan diterbitkan;

 

 

 

5)

Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;

 

 

 

6)

Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

7)

Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

8)

Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

9)

Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP diterbitkan.

 

 

g.

Keputusan pengembalian kelebihan pembayaran PBB diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak:

 

 

 

1)

SKKP PBB diterbitkan;

 

 

 

2)

Surat Keputusan Keberatan diterbitkan

 

 

 

3)

Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali;

 

 

 

4)

Surat Keputusan Pengurangan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang PBB diterbitkan;

 

 

 

5)

Surat Keputusan Pengurangan Denda Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Undang-Undang PBB diterbitkan;

 

 

 

6)

Surat Keputusan Pembetulan PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

7)

Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

8)

Surat Keputusan Pengurangan Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Ketetapan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP diterbitkan;

 

 

 

9)

Surat Keputusan Pengurangan Surat Tagihan Pajak PBB atau Surat Keputusan Pembatalan Surat Tagihan Pajak PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c Undang-Undang KUP diterbitkan.

 

 

h.

Dikecualikan dari ketentuan penerbitan SKPKPP sebagaimana dimaksud pada huruf f, keputusan pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM atas SKPPKP diterbitkan dalam jangka waktu:

 

 

 

1)

paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak SKPPKP diterbitkan sepanjang Wajib Pajak telah menyampaikan rekening; atau

 

 

 

2)

paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak KPP menerima rekening atau 1 (satu) bulan sejak SKPPKP diterbitkan, mana yang terlebih dahulu, dalam hal rekening diterima lebih dari 5 (lima) hari kerja sejak SKPPKP terbit.

 

 

i.

SKPKPP yang telah ditandatangani oleh Kepala KPP dapat dipindai dan diadministrasikan sebagaimana mestinya.

 

 

j.

Setiap keterlambatan dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f dan g, kepada Wajib Pajak yang bersangkutan diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan terhitung dari nilai kelebihan pembayaran pajak dalam SKPKPP sebelum diperhitungkan dengan utang pajak dan/atau pajak yang akan terutang yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sampai dengan saat diterbitkan SKPKPP.

 

 

k.

lmbalan bunga sebagaimana dimaksud pada huruf j diberikan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemberian imbalan bunga.

 

 

l.

Prosedur Penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) adalah sebagaimana terdapat pada Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

5.

Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP)

 

 

a.

Berdasarkan SKPKPP yang telah dilengkapi dengan rekening, Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP.

 

 

b.

Apabila Wajib Pajak melengkapi rekening setelah penerbitan SKPKPP tanpa rekening dan Wajib Pajak masih diadministrasikan di KPP yang menerbitkan SKPKPP tersebut, maka proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilanjutkan dengan penerbitan SPMKP yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

 

 

 

1)

Dalam hal Kepala KPP yang menandatangani SKPKPP tan pa rekening sama dengan Kepala KPP yang melakukan penerbitan SPMKP, KPP melengkapi SKPKPP dengan rekening atas nama Wajib Pajak, mencetak ulang SKPKPP yang telah dilengkapi dengan rekening atas nama Wajib Pajak melalui menu yang tersedia pada sistem informasi DJP, dan menindaklanjutinya dengan penerbitan SPMKP.

 

 

 

2)

Dalam hal Kepala KPP yang menandatangani SKPKPP tanpa rekening berbeda dengan Kepala KPP yang melakukan penerbitan SPMKP, KPP melengkapi SKPKPP dengan rekening atas nama Wajib Pajak melalui menu yang tersedia pada sistem informasi DJP dan memberikan tanda legalisasi/pengesahan pada arsip SKPKPP tanpa rekening yang telah diterbitkan, serta menindaklanjutinya dengan penerbitan SPMKP.

 

 

c.

Apabila Wajib Pajak melengkapi rekening setelah penerbitan SKPKPP tanpa rekening dan Wajib Pajak tidak lagi diadministrasikan di KPP yang menerbitkan SKPKPP tanpa rekening tersebut berlaku ketentuan:

 

 

 

1)

WP diminta menyampaikan rekening ke KPP baru;

 

 

 

2)

KPP baru tempat Wajib Pajak diadministrasikan melengkapi SKPKPP dengan rekening atas nama Wajib Pajak melalui menu yang tersedia pada sistem informasi DJP dan memberikan tanda legalisasi/pengesahan pada arsip SKPKPP tanpa rekening yang telah diterbitkan, kemudian menindaklanjutinya dengan penerbitan SPMKP.

 

 

d.

Tanda legalisasi/pengesahan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) dan huruf c angka 2) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana terdapat pada Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

e.

Penerbitan SPMKP dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak SKPKPP diterbitkan atau sejak KPP menerima rekening dalam negeri atas nama Wajib Pajak dalam hal telah diterbitkan SKPKPP tanpa rekening.

 

 

f.

Dalam hal batas akhir penyampaian SPMKP pada akhir tahun anggaran kurang dari 5 (lima) hari kerja sejak SKPKPP diterbitkan, maka KPP dapat menerbitkan SPMKP sepanjang belum melewati batas waktu penyampaian SPMKP ke KPPN. Apabila KPP tidak menerbitkan SPMKP di tahun anggaran tersebut, maka KPP menerbitkan SPMKP paling lambat pada akhir bulan Januari tahun anggaran berikutnya.

 

 

g.

Prosedur Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pembayaran Pajak (SPMKP) adalah sebagaimana terdapat pada Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

 

 

 

6.

Penutup

 

 

a.

Dalam hal SKPKPP telah diterbitkan dan Wajib Pajak telah menyampaikan rekening, namun KPP belum menerbitkan SPMKP pada saat berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, maka KPP menerbitkan SPMKP paling lambat pada akhir bulan Januari tahun 2020.

 

 

b.

Pada saat Surat Edaran Direktur Jenderal ini berlaku:

 

 

 

1)

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-22/PJ/2011** tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-7/PJ/2011** tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak;

 

 

 

2)

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-17/PJ/2012** tentang Tata Cara Pengawasan dan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak;

 

 

 

3)

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-25/PJ/2014** tentang Perubahan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-17/PJ/2012** tentang Tata Cara Pengawasan Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak;

 

 

 

4)

Ketentuan mengenai pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan karena diterbitkannya keputusan atau putusan yang mengakibatkan lebih bayar PBB sebagaimana tercantum dalam Bagian B Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-23/PJ/2011** tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor **17/PMK.03/2011** tentang Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan,

 

 

 

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

 

c.

Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

 

 

Demikian Surat Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

 

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Desember 2019

 

 

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO

 

 

Kp.: PJ.132/PJ.1301/2019

 

 

peraturan/sedp/36pj2019.txt · Last modified: 2023/02/05 06:26 by 127.0.0.1