User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:34pj.431998
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              4 November 1998

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 34/PJ.43/1998

                        TENTANG

          PEMOTONGAN PPh PASAL 21 YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN 
                PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN TERTENTU

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 tanggal 
21 Oktober 1998 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas penghasilan sehubungan dengan 
pekerjaan, Jasa, dan kegiatan tertentu, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan 
    pekerjaan, jasa, dan kegiatan tertentu, yang di potong Pajak Penghasilan yang bersifat final oleh 
    pihak-pihak yang membayarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (7) Undang-Undang 
    Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 10 TAHUN 1994, adalah :
    a.  uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah  disahkan 
        oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan 
        sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
    b   uang pesangon;
    c.  hadiah dan penghargaan sehubungan perlombaan;
    d.  honorarium atau komisi yang dibayar kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

2.  Besarnya tarif pemotongan adalah sebagai berikut :
    a.  atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a di atas dipotong pajak 
        sebesar :
        1)  10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari 
            Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);
        2)  15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari 
            Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

        Dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di atas jumlahnya Rp 8.640.000,00 
        (delapan juta enam ratus empat puluh ribu rupiah) atau kurang, maka dikecualikan dari 
        pemotongan pajak.

        Contoh :
        1.  Arman pegawai PT Surya terhitung mulai tanggal 1 Februari 1999 berhenti bekerja 
            karena memasuki usia pensiun. Arman menerima uang tebusan pensiun sebesar 
            Rp 35.000.000,00 yang dibayarkan sekaligus oleh dana pensiun PT Surya yang 
            pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Dana Pensiun PT Surya wajib 
            memotong PPh Pasal 21 yang bersifat final atas uang tebusan pensiun tersebut 
            sebesar : 15% x Rp 35.000.000,00 = Rp 5.250.000,00.

        2.  Amat pegawai PT Maju terhitung mulai tanggal 1 Maret 1999 berhenti bekerja karena 
            memasuki usia pensiun. Amat menerima uang tebusan pensiun sebesar 
            Rp. 5.000.000,00 yang dibayarkan sekaligus oleh dana pensiun PT Surya yang 
            pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Karena jumlahnya tidak melebihi 
            Rp. 8.640.000,00 maka atas uang tebusan pensiun yang dibayarkan kepada Amat 
            tidak dipotong PPh Pasal 21.

    b.  atas penghasilan bruto sebagaimana di maksud dalam angka 1 huruf b diatas dipotong pajak 
        sebesar :
        1)  10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari 
            Rp 25 000 000 00 (dua puluh lima juta rupiah);
        2)  15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari 
            Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

        Dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di atas jumlahnya Rp 17.280.000,00 
        (tujuh belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah) atau kurang, maka dikecualikan dari 
        pemotongan pajak.
        Contoh :
        1.  Budiman pegawai PT Sentosa mulai tanggal 1 April 1999 berhenti bekerja dan 
            menerima pesangon sebesar Rp 40.000.000,00. PT Sentosa wajib memotong PPh 
            Pasal 21 yang bersifat final atas pesangon tersebut sebesar : 
            15% x Rp 40.000.000,00 = Rp 6.000.000,00.

        2.  Subroto pegawai PT Indah mulai tanggal 1 April 1999 berhenti bekerja dan menerima 
            pesangon sebesar Rp. 15.000.000,00. Karena jumlah yang dibayarkan masih kurang 
            dari Rp 17.280.000,00 maka atas pembayaran pesangon tersebut tidak dipotong PPh 
            Pasal 21.

    c.  atas penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c di atas dipotong pajak 
        sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.

        Contoh :
        1.  Rudy seorang pemain golf profesional pada bulan Maret 1999 menjuarai turnamen 
            golf yang diselenggarakan oleh suatu asosiasi bisnis di Jakarta. Rudy menerima 
            hadiah sebesar Rp. 250.000.000,00. Terhadap hadiah tersebut maka panitia 
            penyelenggara wajib memotong PPh Pasal 21 sebesar : 
            15% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 37.500.000,00.

        2.  Adrian adalah seorang petenis professional. Pada bulan Juli 1999 dia menjuarai 
            turnamen tennis Jepang terbuka dan menerima hadiah sebesar US$ 250,000 dari 
            penyelenggara pertandingan.

            Ketentuan pemotongan pajak atas hadiah sebagaimana yang diatur dalam Keputusan 
            Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 adalah ditujukan bagi perlombaan yang 
            diadakan di Indonesia. Oleh karena itu atas hadiah yang diterima di luar negeri tidak 
            dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana yang diatur di dalam Keputusan Menteri 
            Keuangan tersebut. Namun demikian penghasilan sebesar US$ 250,000 tersebut 
            harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh dan digabungkan dengan penghasilan 
            lainnya dan dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh.

            Apabila di Jepang penghasilan sebesar US$ 250,000 telah dikenakan pajak, maka 
            pajak tersebut merupakan kredit pajak sesuai ketentuan sebagaimana yang di atur 
            di dalam Pasal 24 Undang-undang PPh.

    d.  atas penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d di atas dipotong pajak 
        besar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto.

3.  Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : 
    SE-11/PJ.43/1996 tanggal 14 Februari 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    598/KMK.04/1994, dan ketentuan lain yang bertentangan dengan Surat Edaran ini dinyatakan tidak 
    berlaku.

4.  Ketentuan tersebut mulai berlaku atas pembayaran penghasilan yang dibayarkan sejak tanggal 
    1 Januari 1999.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

A. ANSHARI RITONGA
peraturan/sedp/34pj.431998.txt · Last modified: 2023/02/05 06:28 by 127.0.0.1