User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:33pj.311990
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               18 Oktober 1990

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 33/PJ.31/1990

                        TENTANG

        PENGERTIAN "DATA BARU" DAN "DATA YANG SEMULA BELUM TERUNGKAP"

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 6 TAHUN 1983 diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan 
Surat Ketetapan Pajak Tambahan dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat pajak terhutang, berakhirnya 
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila diketemukan data baru dan atau data yang semula 
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang.

Dalam memori penjelasannya ditegaskan, sebagai berikut : 
"Ayat ini tidak hanya mensyaratkan harus adanya data baru (novum) dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak 
Tambahan. Dalam hal masih ditemukan lagi data yang belum terungkap pada saat diterbitkannya Surat 
Ketetapan Pajak Tambahan, atau baru diketahui, kemudian oleh Direktur Jenderal Pajak Surat Ketetapan 
Pajak Tambahan masih dapat diterbitkan lagi".

Baik dari Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 6 TAHUN 1983 maupun dari penjelasannya, masih belum dapat diketahui 
dengan pasti apa yang dimaksud dengan "data baru" dan "data yang semula belum terungkap" yang cukup 
jelas sehingga dapat diterapkan dalam pelaksanaan.

Oleh karena itu dipandang perlu memberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Sistem self assesment selain memberikan kepercayaan juga memberikan tanggung jawab kepada
    Wajib Pajak untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terhutang sesuai dengan ketentuan dalam 
    peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Kepercayaan tersebut antara lain harus 
    dicerminkan dalam Surat Pemberitahuan berikut lampiran-lampirannya yang disampaikan oleh Wajib 
    Pajak, yang harus diisi secara benar, lengkap dan jelas. Bagi Wajib Pajak yang tidak secara benar 
    melaksanakan kepercayaan tersebut harus bertanggung jawab dengan memikul pembayaran pajak 
    yang kurang dibayar berikut sanksinya. Di samping itu Wajib Pajak juga harus mengungkapkan dan 
    memberikan keterangan segala sesuatunya kepada aparat pajak pada waktu diadakan penelitian dan
    atau pemeriksaan pajak. Apabila setelah koreksi pada tingkat pertama oleh Direktur Jenderal Pajak 
    sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 dan Pasal 17 UU Nomor 6 TAHUN 1983 tersebut kemudian 
    ternyata bahwa Wajib Pajak masih belum selengkapnya memberitahukan dan mengungkapkan data 
    dan keterangan lain sehingga aparat pajak terlalu rendah menetapkan jumlah pajak yang terhutang 
    dalam Surat Ketetapan Pajak, maka Wajib Pajak masih tetap harus bertanggung jawab, yaitu 
    atas Ketetapan Pajak Tambahan yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak beserta sanksi 
    administrasinya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Nomor 6 TAHUN 1983.
    
    Apabila Wajib Pajak telah selengkapnya memberitahukan dan mengungkapkan data dan keterangan 
    lain yang diperlukan untuk menetapkan jumlah pajak yang terhutang pada waktu Direktur Jenderal 
    Pajak mengeluarkan surat ketetapan pajak, tetapi karena kesalahan Direktorat Jenderal Pajak sendiri 
    sehingga jumlah pajak yang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, maka Wajib Pajak masih tetap 
    harus melunasi hutang pajak yang kurang dibayar, karena pada dasarnya Wajib Pajak harus 
    membayar pajak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, kecuali 
    setelah jumlah pajak yang terhutang menjadi pasti yaitu setelah lampau waktu lima tahun sejak saat 
    pajak terhutang, akhir masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sebagaimana diatur dalam 
    Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983. Namun dalam hal ini tidak layak apabila Wajib 
    Pajak masih diminta pertanggung jawabannya dengan harus memikul sanksi administrasi sebagaimana 
    diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 6 TAHUN 1983.

    Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 36 KUP, Direktur Jenderal Pajak dapat meninjau
    kembali sanksi tersebut.

2.  Mengingat dasar pemikiran seperti tersebut di atas, maka dengan ini diberikan penegasan bahwa
    yang dimaksud dengan data baru, adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang 
    diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang yang oleh Wajib Pajak belum 
    diberitahukan kepada aparat pajak pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran-
    lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.

3.  Yang dimaksud dengan "data yang semula belum terungkap" adalah data atau keterangan lain 
    mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang, 
    yang :
    3.1.    tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) beserta lampirannya 
        (termasuk Laporan Keuangan), dan atau
    3.2.    pada waktu penelitian atau pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak 
        mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap dan 
        terinci sehingga memungkinkan aparat pajak dapat menerapkan ketentuan perundang-
        undangan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terhutang. Walaupun Wajib 
        Pajak telah memberitahukan dalam SPT atau mengungkapkan pada waktu penelitian/
        pemeriksaan, akan tetapi apabila memberitahukannya/ mengungkapkannya dengan cara 
        sedemikian rupa sehingga membuat aparat pajak tidak mungkin menghitung besarnya jumlah 
        pajak yang terhutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terhutang ditetapkan kurang 
        dari yang seharusnya, maka hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum 
        terungkap. Untuk memperjelas pengertian tentang "data yang semula belum terungkap", 
        diberikan contoh-contoh sebagai berikut :

        Contoh (1) :
        Dalam SPT/Laporan Keuangan tertulis adanya biaya iklan sebesar Rp. 10 juta. Sedangkan 
        sesungguhnya biaya tersebut terdiri dari Rp. 5 juta biaya iklan di Media Masa, dan Rp. 5 juta 
        sisanya adalah sumbangan/hadiah. Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak 
        mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran
        berupa sumbangan/hadiah, sehingga pajak yang terhutang tidak dapat dihitung secara benar, 
        maka data mengenai pengeluaran berupa sumbangan/hadiah tersebut adalah tergolong "data 
        yang semula belum terungkap".

        Contoh (2) :
        Dalam SPT maupun Laporan Keuangan yang disampaikan oleh Wajib Pajak disebutkan 
        penggolongan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian barang pada setiap 
        golongan yang dimaksud. Demikian pula pada penelitian atau pemeriksaan untuk penetapan 
        semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat 
        meneliti kebenaran penggolongan dimaksud. Dalam penggolongan tersebut sesungguhnya 
        terdapat kesalahan, misalnya harta yang seharusnya termasuk pada golongan II digolongkan 
        ke dalam golongan I. Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak 
        mengungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak dilakukan koreksi atas kesalahan 
        penggolongan harta tersebut, dan sebagai akibatnya pajak yang terhutang tidak dapat 
        dihitung secara benar. Apabila kemudian diketahui adanya kesalahan tersebut maka data 
        penggolongan harta tersebut terakhir adalah "data yang semula belum terungkap".

        Contoh (3) :
        Wajib Pajak yang telah dikukuhkan menjadi PKP melakukan pembelian sejumlah barang dari 
        Pengusaha Kena Pajak, dan atas pembelian tersebut oleh PKP yang bersangkutan diterbitkan 
        Faktur Pajak. Barang-barang yang dimaksud sebagian dipergunakan untuk kegiatan yang 
        mempunyai hubungan langsung dengan proses penyediaan BKP/JKP dan sebagian yang lain 
        tidak. Seluruh Faktur Pajak atas pembelian barang yang dimaksud dikreditkan sebagai Pajak 
        Masukan terhadap Pajak Keluarannya. Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak
        mengungkapkan perincian penggunaan barang yang dimaksud dengan benar sehingga tidak 
        dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukannya tersebut, dan sebagai akibatnya PPN 
        yang terhutang tidak dapat dihitung secara benar, maka apabila kemudian diketahui adanya 
        data/keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai 
        hubungan langsung dengan proses penyediaan BKP/JKP yang dimaksud, adalah merupakan 
        "data yang semula belum terungkap".

4.  Apabila terpenuhi butir 2 dan/atau butir 3 tersebut, maka terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat 
    Ketetapan Pajak Tambahan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana diatur dalam 
    Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 6 TAHUN 1983.

5.  Dalam laporan hasil pemeriksaan yang mengakibatkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak 
    Tambahan, pemeriksa harus menyebutkan dengan jelas, data baru dan atau data yang semula belum 
    terungkap yang ditemukan pada waktu pemeriksaan, semata-mata untuk memudahkan penyelesaian 
    sengketa yang mungkin timbul di kemudian hari, dan bukan persyaratan untuk dapat diterbitkan Surat 
    Ketetapan Pajak Tambahan.

6.  Dalam hal Wajib Pajak telah memberitahukan dan mengungkapkan segala data dan keterangan yang 
    diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terhutang, maka koreksi terhadap 
    perhitungan dimaksud oleh Direktur Jenderal Pajak dapat dilakukan apabila :
    6.1.    Terdapat salah tulis dan/atau salah hitung;
    6.2.    Terdapat kekeliruan Wajib Pajak dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Atas koreksi ini dikeluarkan pembetulan surat ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU 
    Nomor 6 TAHUN 1983.

Demikian penegasan ini untuk dapat dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan disebar luaskan kepada 
para Wajib Pajak.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/sedp/33pj.311990.txt · Last modified: 2023/02/05 06:20 by 127.0.0.1