User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:29pj.532003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              4 Desember 2003

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 29/PJ.53/2003

                               TENTANG

 LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN ATAS PENERBITAN DAN PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK TIDAK SAH (FIKTIF)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan semakin banyaknya jawaban atas permintaan konfirmasi Faktur Pajak yang menyatakan 
bahwa Faktur Pajak yang dimintakan konfirmasi diindikasikan sebagai Faktur Pajak yang tidak sah (fiktif), 
maka dalam rangka tertib administrasi dan pengamanan penerimaan PPN serta mencegah penerbitan dan 
penggunaan Faktur Pajak fiktif, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:

1.  Yang dimaksud dengan Faktur Pajak fiktif antara lain adalah:
    a.  Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha 
        Kena Pajak (PKP).
    b.  Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha dengan menggunakan nama, NPWP dan Nomor 
        Pengukuhan PKP orang pribadi atau badan lain.
    c.  Faktur Pajak yang digunakan oleh PKP yang tidak diterbitkan oleh PKP penerbit.
    d.  Faktur Pajak yang secara formal memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN, 
        tetapi tidak memenuhi secara material yaitu tidak ada penyerahan barang dan atau uang atau 
        barang tidak diserahkan kepada pembeli sebagaimana tertera pada Faktur Pajak.
    e.  Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP yang identitasnya tidak sesuai dengan keadaan yang 
        sebenarnya.

2.  Faktur Pajak yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang PPN dapat berupa:
    a.  Faktur Pajak Standar.
    b.  Faktur Pajak Sederhana sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ./2000 
        tentang Syarat-syarat Faktur Pajak Sederhana sebagaimana telah diubah dengan 
        KEP-425/PJ./2001.
    c.  Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sesuai 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ./2000 tentang Dokumen-dokumen 
        Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan 
        KEP-312/PJ./2001, antara lain:
        -   Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak dan atau 
            bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor Barang 
            Kena Pajak;
        -   Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang 
            berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang 
            merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
        -   Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan 
            Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean.

3.  Wajib Pajak yang perlu diwaspadai yang diindikasikan sebagai penerbit atau pengguna Faktur Pajak 
    fiktif antara lain:
    a.  Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya 
        tidak dapat direkam karena Wajib Pajak tersebut tidak terdaftar sebagai PKP pada Master File 
        Lokal.
    b.  Wajib Pajak yang sering pindah alamat atau selalu mengajukan permohonan perpindahan 
        alamat atau tempat kedudukan atau permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar (Kantor 
        Pelayanan Pajak).
    c.  Wajib Pajak Non Efektif (NE) tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan yang cukup 
        besar tiap bulannya.
    d.  Wajib Pajak yang baru berdiri langsung mempunyai jumlah penyerahan besar, tetapi kurang 
        bayarnya relatif kecil.
    e.  Wajib Pajak-Wajib Pajak yang pengurus dan komisarisnya terdiri dari orang yang sama.
    f.  Wajib Pajak-Wajib Pajak yang Akta Pendirian badan hukumnya disahkan oleh Notaris yang 
        sama dan pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan, demikian juga dengan 
        Nomor Akta.
    g.  Wajib Pajak yang melaporkan jumlah penyerahan yang tidak sebanding dengan jumlah modal 
        atau jumlah harta perusahaan.
    h.  Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah 
        penyerahan yang terutang PPN (Pajak Keluaran) menjadi besar dan atau jumlah Pajak 
        Masukan menjadi besar.
        Contoh kasus    :   Faktur Pajak yang semula dinyatakan batal melalui SPT Masa PPN 
                    digunakan lagi untuk transaksi kepada pihak lain sehingga Pajak 
                    Keluaran-nya menjadi tinggi, untuk mengimbanginya Wajib Pajak 
                    menambah nilai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sedemikian 
                    rupa sehingga hasil akhirnya tidak mengubah nilai Pajak 
                    Pertambahan Nilai kurang bayar yang telah dilaporkan.
    i.  Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha perdagangan dan melakukan penyerahan Barang 
        Kena Pajak yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti core business Wajib    
        Pajak tersebut.
    j.  Wajib Pajak yang jumlah pajak kurang bayar-nya relatif kecil jika dibandingkan dengan 
        jumlah penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai.
    k.  Wajib Pajak tidak tertib atau tidak pernah melaporkan kewajiban perpajakan Pajak 
        Penghasilan Pasal 21, 23 dan 25.
    l.  Wajib Pajak yang melakukan rekayasa pembukuan.
    m.  Wajib Pajak yang alamatnya tidak ditemukan, begitupula alamat pengurusnya.
    n.  Wajib Pajak yang jumlah penyerahannya besar, namun PPh Pasal 21 nya kecil.
    o.  Wajib Pajak yang SPT Masa PPN-nya Lebih Bayar dan dikompensasi terus menerus, dan 
        begitu dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan adanya persediaan.

4.  Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP):
    a.  Agar dalam rangka permohonan PKP baru, petugas Pemeriksaan Lapangan harus mempunyai 
        keyakinan terhadap kebenaran tempat usaha Wajib Pajak, apabila Wajib Pajak hanya 
        menyewa tempat usaha, maka petugas harus mempunyai keyakinan terhadap alamat dari 
        pengurus perusahaan (dewan direksi) dan dewan komisaris.
    b.  Menginventarisir kegiatan usaha PKP, untuk PKP perdagangan, importir, kontraktor dan 
        supplier agar dipisahkan.
    c.  Mempelajari kebenaran berkas Wajib Pajak, KTP pengurus, keterangan domisili dan berkas 
        data yang ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), terutama Wajib Pajak yang melakukan 
        kegiatan perdagangan, importir, kontraktor dan supplier.
    d.  Menganalisa SPT Masa PPN dengan setoran masa PPh Badan dan PPh 21 untuk mendapatkan 
        gambaran kegiatan Wajib Pajak dan kewajaran setoran masa PPh Badan, dan indikasi adanya 
        penyimpangan di dalam penerbitan Faktur Pajak.
    e.  Agar dalam melakukan konfirmasi atas kebenaran Faktur Pajak pemeriksa mewaspadai 
        pengkreditan Pajak Masukan tersebut untuk keperluan restitusi.
    f.  Agar Kepala KPP melakukan pengawasan dan penelitian terhadap Wajib Pajak sebagaimana 
        dimaksud dalam butir 3 diatas dan agar hasil penelitian dilaporkan kepada Kepala Kantor 
        Wilayah DJP berikut tindak lanjut usulan yang akan dilakukan, setiap 3 (tiga) bulan sekali, 
        dengan tembusan Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak (menggunakan 
        formulir pada Lampiran 1).
    g.  Dalam hal klarifikasi Faktur Pajak, apabila terdapat indikasi bahwa Faktur Pajak yang 
        dimintakan klarifikasi adalah fiktif, maka terhadap PKP Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak 
        dengan indikasi tidak sah tersebut diusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP untuk 
        diperiksa.
    h.  Apabila dari hasil penelitian ditemukan data yang menunjukkan Wajib Pajak sebagai penerbit 
        dan atau pengguna Faktur Pajak fiktif maka agar terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan 
        pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    i.  Dalam hal hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Wajib Pajak adalah penerbit dan atau 
        pengguna Faktur Pajak fiktif, maka terhadap penerbit Faktur Pajak fiktif agar dilakukan 
        pemeriksaan Bukti Permulaan. Sedangkan terhadap pengguna Faktur Pajak fiktif agar 
        dihimbau untuk membetulkan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 8 ayat 
        (3) Undang-undang KUP dan tidak mengkreditkan Faktur Pajak tersebut karena secara formal 
        dan material tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN. Apabila 
        berdasarkan pembetulan SPT Masa PPN terdapat PPN yang kurang dibayar, agar PPN kurang 
        bayar tersebut dibayar dengan menggunakan SSP. Apabila pengguna Faktur Pajak fiktif tidak 
        membetulkan SPT Masa PPN sesuai batas waktu yang ditentukan dalam surat himbauan, agar 
        terhadap Wajib Pajak itu dilakukan penyidikan.
    j.  Dalam hal hasil pemeriksaan melibatkan Wajib Pajak lain sebagai penerbit Faktur Pajak fiktif, 
        maka agar daftar Wajib Pajak-Wajib Pajak tersebut dilaporkan kepada Kepala Kanwil DJP 
        yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak fiktif terdaftar dengan 
        tembusan Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak pengguna Faktur 
        Pajak fiktif terdaftar. Sedangkan dalam hal hasil pemeriksaan melibatkan Wajib Pajak lain 
        sebagai pengguna Faktur Pajak fiktif, maka agar daftar Wajib Pajak-Wajib Pajak tersebut 
        dilaporkan kepada Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak pengguna 
        Faktur Pajak fiktif terdaftar dengan tembusan Kepala Kanwil DJP yang membawahi KPP 
        tempat Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak fiktif terdaftar (menggunakan formulir pada 
        lampiran 2).
    k.  Mengusulkan kepada Kepala Kanwil DJP masing-masing agar terhadap Wajib Pajak tersebut 
        dilakukan pemeriksaan atau penyidikan (menggunakan formulir pada lampiran 1); dan
    l.  Dalam hal Faktur Pajak tersebut diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai 
        PKP segera beritahukan kepada seluruh KPP terkait (KPP domisili PKP yang mengkreditkan 
        Faktur Pajak yang tidak sah tersebut) bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan Wajib Pajak 
        dimaksud adalah merupakan Faktur Pajak yang tidak sah karena Wajib Pajak tersebut belum     
        dikukuhkan sebagai PKP, sesuai Pasal 9 ayat (8) Undang-undang PPN maka Pajak Masukan 
        tersebut tidak dapat dikreditkan.

5.  Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa):
    a.  Apabila permintaan klarifikasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan 
        ditemukan Wajib Pajak termasuk dalam suspect list di program PKPM, maka pemeriksa harus     
        mewaspadai transaksi tersebut untuk diuji lebih dalam.
    b.  Selain melakukan permintaan klarifikasi data Pajak Masukan, pemeriksa harus menguji arus 
        uang, arus utang, arus piutang, arus barang dan arus dokumen.
    c.  Apabila ditemukan Faktur Pajak fiktif maka Kepala Karikpa harus:
        -   Membuat daftar Wajib Pajak yang menerbitkan dan atau menggunakan Faktur Pajak 
            fiktif, untuk diserahkan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan 
            tembusan Direktur P4 (menggunakan formulir pada Lampiran 3);
        -   Membuat alat keterangan (alket) kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar 
            atas transaksi yang menggunakan Faktur Pajak tidak sah (fiktif) tersebut;
        -   Mengusulkan untuk perluasan pemeriksaan atau bukti permulaan kepada Kepala 
            Kanwil DJP dengan tembusan Direktur P4 dan Kepala KPP dimana Wajib Pajak 
            terdaftar (menggunakan formulir pada Lampiran 4); dan
        -   Apabila Wajib Pajak terbukti menerbitkan Faktur Pajak tidak sah, maka dalam 
            Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) diusulkan untuk disidik dan dicabut PKP-nya.
    d.  Dalam hal PKP yang diperiksa adalah penerbit Faktur Pajak fiktif agar dilakukan pemeriksaan 
        Bukti Permulaan. Dalam hal PKP yang diperiksa adalah pengguna Faktur Pajak fiktif agar 
        dihimbau untuk membetulkan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 8 ayat 
        (3) Undang-undang KUP dan tidak mengkreditkan Faktur Pajak tersebut karena secara formal 
        dan material tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN. Apabila 
        berdasarkan pembetulan SPT Masa PPN terdapat PPN yang kurang dibayar, agar PPN kurang 
        bayar tersebut dibayar dengan menggunakan SSP. Apabila pengguna Faktur Pajak fiktif tidak 
        membetulkan SPT Masa PPN sesuai batas waktu yang ditentukan dalam surat himbauan, agar 
        terhadap Wajib Pajak itu dilakukan penyidikan.

6.  Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil):
    a.  Menginventarisir daftar Wajib Pajak yang menerbitkan dan atau menggunakan Faktur Pajak 
        fiktif yang dilaporkan oleh KPP.
    b.  Kanwil dapat melakukan pemeriksaan atau penyidikan atas Wajib Pajak sebagaimana 
        tercantum dalam laporan KPP.
    c.  mengawasi dan memantau KPP dalam menindaklanjuti data-data tersebut.
    d.  Selanjutnya, daftar Wajib Pajak-Wajib Pajak yang menerbitkan dan atau menggunakan Faktur 
        Pajak tidak sah yang telah diinventarisir, serta tindak lanjut yang telah dilakukan baik oleh 
        KPP, Karikpa maupun Kanwil, agar dilaporkan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Direktur P4     
        dengan tembusan Direktur PPN dan PTLL (menggunakan formulir pada Lampiran 5).

7.  Direktur PPN dan PTLL akan mengirimkan data-data tersebut kepada Direktur Informasi Perpajakan 
    (menggunakan formulir pada Lampiran 6).

8.  Direktorat Informasi Perpajakan akan:
    a.  Meng input daftar Wajib Pajak penerbit dan pengguna Faktur Pajak fiktif ke dalam intranet dan 
        menghubungkan dengan program PK PM.
    b.  Meng up date daftar Wajib Pajak sebagaimana tercantum pada butir a secara teratur.

9.  Dalam menangani Pengusaha yang menerbitkan Faktur Pajak sebelum dikukuhkan sebagai PKP agar 
    tetap berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ.5/2001 tanggal 8 Juni 
    2001 tentang Penanganan Faktur Pajak yang Diterbitkan oleh Pengusaha yang Belum Dikukuhkan 
    Sebagai Pengusaha Kena Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2003 
    tanggal 8 Januari 2003 tentang Kewajiban Melaporkan Wajib Pajak yang Bermasalah.

10. Dalam melakukan pemeriksaan, maka pemeriksa tetap memperhatikan penegasan sebagaimana 
    dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2002 tanggal 
    19 Februari 2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai dan PPn BM, dan Surat 
    Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-755/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 tentang 
    Penyampaian Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tentang Tata Cara 
    Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan.

11. Untuk memudahkan pelaksanaan dan pengawasan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka 
    dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, disatukan dengan:
    a.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ.5/2001 tanggal 8 Juni 2001 tentang 
        Penanganan Faktur Pajak yang Diterbitkan oleh Pengusaha yang Belum Dikukuhkan Sebagai 
        Pengusaha Kena Pajak.
    b.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-755/PJ./2001 tanggal 26 Desember 2001 
        tentang Penyampaian Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-754/PJ./2001 tentang 
        Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak Dengan Aplikasi Sistem Informasi 
        Perpajakan.
    c.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2002 tanggal 19 Februari 2002 
        tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai dan PPn BM.
    d.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.52/2003 tanggal 8 Januari 2003 
        tentang Kewajiban Melaporkan Wajib Pajak yang bermasalah.

Demikian untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sedp/29pj.532003.txt · Last modified: by 127.0.0.1