User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:25pj.541988
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      16 Juli 1988

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 25/PJ.54/1988

                               TENTANG

      HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN PEMERIKSAAN (SERI PEMERIKSAAN - 39)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

1.  UMUM
    1.1.    Hingga saat ini dalam melaksanakan pemeriksaan pajak pada umumnya para petugas 
        pemeriksa telah melaksanakan berbagai prosedur pemeriksaan sebagaimana yang telah 
        ditetapkan di dalam Pedoman Induk Pemeriksaan Buku 1973 (PIPB 1973). Namun demikian 
        dalam banyak hal masih ditemukan adanya pelaksanaan prosedur pemeriksaan yang 
        dilakukan secara tidak seragam, pada hal pelaksanaan prosedur pemeriksaan tersebut sangat 
        penting dilakukan sebagai pertanggung jawaban petugas dalam melaksanakan pemeriksaan. 
        Ketidak seragaman ini mengakibatkan timbulnya kesan adanya kekurang tertiban dalam 
        melaksanakan prosedur pemeriksaan.

    1.2.    Dalam PIPB 1973 sebenarnya telah digariskan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh 
        pemeriksa di dalam melaksanakan pemeriksaan, seperti mengenai pelaksanaan persiapan 
        pemeriksaan, pembuatan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), dan penyusunan Laporan 
        Pemeriksaan Pajak (LP). Namun dalam prakteknya hal-hal di atas belum seluruhnya dapat 
        dilaksanakan dengan baik, karena petunjuk pelaksanaannya yang lebih terinci belum 
        diberikan.

    1.3.    Demikian halnya mengenai tata laksana pemeriksaan dan pedoman administrasi pemeriksaan 
        yang telah diatur dalam PIPB 1973. Tata laksana dan pedoman administrasi pemeriksaan 
        ternyata tidak seluruhnya dapat diterapkan saat ini, karena adanya perubahan dalam sistim 
        pemilihan SPT PPh yang harus diperiksa.

        Perubahan sistem pemilihan SPT PPh yang harus diperiksa ini mengakibatkan pula perlunya 
        dilakukan perubahan terhadap tata laksana pemeriksaan dan pedoman administrasi 
        pemeriksaan.

        Mulai dengan SPT PPh 1986 , sistem pemilihan SPT PPh 1770 dan 1771 yang harus diperiksa 
        didasarkan pada sistem kriteria seleksi yang penjelasannya telah disampaikan kepada 
        Saudara melalui Surat Edaran Seri Pemeriksaan-08 sampai dengan Seri Pemeriksaan-38 serta 
        SK No. 30/PJ/1987 dan No. 17/PJ.5/1988 mengenai Penelitian SPT PPh.

    1.4.    Selanjutnya agar terdapat keseragaman dalam melaksanakan suatu pemeriksaan, maka 
        dalam Surat Edaran ini diberikan petunjuk kepada Saudara mengenai hal-hal yang perlu 
        diperhatikan dalam melaksanakan pemeriksaan SPT PPh 1770 dan 1771, baik pemeriksaan 
        tersebut dilaksanakan di Kantor maupun di Lapangan.

        Petunjuk ini menjelaskan mengenai langkah-langkah pokok yang harus dipenuhi oleh 
        pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan.

        Selanjutnya diharapkan agar pemeriksa itu sendiri dapat mengembangkan langkah-langkah 
        tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Dalam butir-butir berikut diuraikan 
        mengenai petunjuk persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, pembuatan Kertas 
        Kerja Pemeriksaan, dan penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak.

2.  PERSIAPAN PEMERIKSAAN.
    2.1.    Maksud dan Tujuan.
        Persiapan pemeriksaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak sebelum 
        pemeriksa tersebut melaksanakan pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor.
        Maksud dan tujuan melakukan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa memperoleh 
        gambaran umum mengenai Wajib Pajak untuk keperluan penyusunan program pemeriksaan 
        yang sesuai untuk memeriksa Wajib Pajak yang bersangkutan.

    2.2.    Memperoleh Gambaran Umum.
        Setelah pemeriksa menerima SPP, LP2, berkas Wajib Pajak, berkas data dan berkas KKP 
        (bila ada), maka pemeriksa mempelajari dokumen dalam berkas tersebut, sehingga 
        memperoleh gambaran umum mengenai kegiatan Wajib Pajak antara lain : Mengenai 
        kegiatan usaha, kewajiban pajak-pajak, organisasi dan administrasi perusahaan, direksi, 
        perubahan, status dan sebagainya.

    2.3.    Analisa SPT.
        Setelah memperoleh gambaran umum tentang Wajib Pajak maka selanjutnya pemeriksa 
        memusatkan perhatiannya pada SPT. Angka-angka SPT, Daftar Rugi Laba dan lain-lain yang 
        merupakan bahan dasar pemeriksaan hendaknya dianalisis, diperbandingkan dan dipahami 
        isinya dengan sebaik-baiknya antara lain dengan membuat daftar neraca dan daftar rugi laba 
        komparatif.

        Pembuatan daftar neraca dan daftar rugi laba komparatif ini sekurang-kurangnya dibuat untuk 
        tahun pajak yang diperiksa dan tahun pajak sebelumnya, kecuali untuk pemeriksaan khusus 
        yang pada umumnya memerlukan analisis yang lebih luas. Analisis SPT tersebut hendaknya 
        dituangkan dalam kertas kerja Pemeriksaan.

    2.4.    Identifikasi Masalah.
        Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, pemeriksa akan menemukan masalah-masalah 
        yang memerlukan perhatian dan pendalaman pada dasarnya merupakan masalah yang akan 
        didalami pemeriksaannya. Selain itu butir 7 LP2 yang bersangkutan, yaitu mengenai masalah-
        masalah yang menyebabkan SPT tersebut terpilih untuk diperiksa, perlu diperhatikan. 

        Identifikasi masalah yang merupakan pokok permasalahan yang dihadapi dalam pemeriksaan 
        perlu dilaksanakan, karena hal tersebut akan memberikan petunjuk kepada pemeriksa agar 
        mengonsentrasikan pemeriksaannya minimal kepada masalah-masalah tersebut, yang 
        sekaligus akan digunakannya untuk menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan. 

        Penentuan ruang lingkup pemeriksaan tersebut juga akan sangat bermanfaat apabila di 
        kemudian hari diketemukan data lain yang tidak diketahui oleh pemeriksa pada saat 
        pemeriksaan dilakukan. Identifikasi masalah tersebut agar dituangkan dalam kertas Kerja 
        Pemeriksaan (KKP).

    2.5.    Penilaian Pengendalian Intern (Internal Control).
        Dalam mengadakan pemeriksaan kadang-kadang oleh pemeriksa perlu diadakan penilaian 
        terhadap sistem pengendalian intern perusahaan, karena dari sistem pengendalian intern 
        perusahaan dapat diketahui kelemahan dalam pelaksanaan manajemen perusahaan.

        Pelaksanaan penilaian atas sistem pengendalian intern perusahaan, tidak perlu dilakukan 
        seperti pada Kantor Akuntan Publik, yang dalam rangka menentukan ruang lingkup 
        pemeriksaan melakukan pengujian secara mendalam di lapangan.

        Khususnya apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan untuk pertama kali, 
        gambaran atau informasi mengenai sistem pengendalian perusahaan sangat langka. Oleh 
        karena itu berdasarkan informasi yang diperoleh dari SPT dalam berkas, maka pemeriksa 
        harus mencoba memperoleh gambaran tentang sistem pengendalian intern perusahaan. 

        Apabila terhadap Wajib Pajak telah dilakukan pemeriksaan untuk beberapa kali, maka dari 
        informasi dalam berkas Wajib Pajak pada umumnya akan dapat diketahui hal-hal yang 
        berkenaan dengan sistem pengendalian intern perusahaan. Dalam melakukan pemeriksaan 
        lapangan, pemeriksa agar melakukan penilaian mengenai sistem pengendalian intern yang 
        hasilnya dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.

    2.6.    Program Pemeriksaan.
        Program pemeriksaan memuat prosedur dan tehnik pemeriksaan yang akan dilakukan. 
        Prosedur dan tehnik pemeriksaan di sini terbatas pada hal-hal yang ada kaitannya dengan 
        identifikasi masalah yang telah ditentukan, sehingga isi program pemeriksaan diharapkan 
        tidak terlalu panjang. Program pemeriksaan tidak perlu dilakukan seperti di Kantor Akuntan 
        Publik yang biasanya dibuat lengkap. Program pemeriksaan pajak cukup memuat prosedur 
        dan tehnik pemeriksaan untuk tiap-tiap masalah yang akan diperiksa saja. Walaupun prosedur 
        dan tehnik pemeriksaan yang dicantumkan dalam program pemeriksaan sangat terbatas, 
        seorang pemeriksa pajak harus menguasai prosedur dan tehnik pemeriksaan yang lengkap, 
        baik dengan methoda langsung maupun methoda tidak langsung.

        Tehnik pemeriksaan dapat dipelajari dari buku-buku Tehnik Pemeriksaan Pajak yang pernah 
        disampaikan pada Latihan Tehnik Pemeriksaan Pajak (LTPP) di Jakarta dan di masing-masing 
        Kanwil.
        Program pemeriksaan tersebut agar dituangkan dalam KKP.

    2.7 Penyediaan Sarana Pemeriksaan.
        Dalam rangka melaksanakan pemeriksaan pajak sesuai dengan ketentuan PP. No. 31 tahun 
        1986, maka sebelum melakukan pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor, harus 
        tersedia sarana pemeriksaan sebagai berikut :
        (1) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa,
        (2) Formulir Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPP),
        (3) Formulir Pemberitahuan tentang Pemeriksaan Pajak (kepada KIP, bila pemeriksaan 
            dilakukan oleh Kanwil/Kantor Pusat),
        (4) Formulir Pemberitahuan tentang Pemeriksaan Pajak (kepada WP),
        (5) Formulir Surat Pernyataan tentang Penolakan Pemeriksaan,
        (6) Formulir Berita Acara Penolakan Pemeriksaan,
        (7) Formulir Permintaan Keterangan dalam rangka Pemeriksaan di bidang Perpajakan 
            (kepada WP),
        (8) Formulir Permintaan Keterangan (kepada pihak ketiga),
        (9) Formulir Surat Pernyataan Penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan Pajak,
        (10)    Formulir Penyegelan,
        (11)    Formulir Berita Acara Penyegelan,
        (12)    Formulir Bukti Peminjaman/Pengembalian Buku dan Dokumen,
        (13)    Formulir KKP dan LP,
        (14)    Formulir Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan,
        (15)    Formulir Surat Pernyataan mengenai Hasil Pemeriksaan,
        (16)    Formulir Surat Pernyataan mengenai Persetujuan Hasil Pemeriksaan.

    2.8.    Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
        Sesuai ketentuan Pasal 4 huruf (b) PP. No. 31/1986, pemeriksa dapat memberitahukan 
        tentang akan dilakukannya pemeriksaaan kepada Wajib Pajak.
        Penyampaian Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan sebelum atau pada saat pemeriksaan 
        dilaksanakan.

        Penentuan saat penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak 
        tergantung pada tingkat urgensinya yang ditentukan berdasarkan keadaan.
        Khusus pada Wajib Pajak-Wajib Pajak yang tingkat kepatuhannya tinggi, seperti perusahaan-
        perusahaan go publik, maka Surat Pemberitahuan Pemeriksaan ini sebaiknya disampaikan 
        sebelum pemeriksaan dilakukan.

    2.9.    Orientasi Wilayah.
        Sebelum melakukan pemeriksaan di tempat Wajib Pajak petugas pemeriksa lapangan 
        sebaiknya melakukan orientasi wilayah untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang 
        keadaan lokasi dan usaha Wajib Pajak, dan atau memperoleh informasi dari pihak ketiga.
        Hasil orientasi wilayah kemudian dituangkan dalam KKP.

3.  PELAKSANAAN PEMERIKSAAN.
    3.1.    Urutan Pelaksanaan Pemeriksaan.
        Pelaksanaan pemeriksaan dimulai pada saat pemeriksa memperlihatkan Tanda Pengenal dan 
        menyerahkan tindasan SPP kepada Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya, yang kemudian     
        dilanjutkan dengan melakukan wawancara, melakukan proses pemeriksaan pos-pos Rugi-
        Laba, Neraca dan bukti-bukti pendukungnya, dan diakhiri dengan akan dibuatnya konsep    
        Laporan Pemeriksaan Pajak.

    3.2.    Memperlihatkan Tanda Pengenal dan menyerahkan Tindasan SPP.
        Sebelum pemeriksa kantor atau pemeriksa lapangan memulai tugas pemeriksaannya, maka 
        pemeriksa tersebut pertama-tama harus memperlihatkan Tanda Pengenal dan menyerahkan 
        tindasan SPP kepada Wajib Pajak. Maksud memperlihatkan Tanda Pengenal dan penyerahan 
        tindasan SPP itu adalah agar Wajib Pajak memperoleh kepastian bahwa petugas tersebut 
        adalah pemeriksa yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan serta agar Wajib Pajak 
        mengetahui maksud dan tujuan pemeriksaan.

    3.3.    Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
        Langkah berikutnya dengan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan itu dilakukan. 
        Dalam hal Wajib Pajak menolak untuk diperiksa, maka Wajib Pajak atau kuasa atau wakilnya 
        harus diminta untuk menanda tangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.

    3.4.    Wawancara.
        Setelah memperlihatkan Tanda Pengenal dan tindasan SPP, maka pemeriksa kemudian 
        mengadakan wawancara dengan Wajib Pajak. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan 
        harus dipersiapkan terlebih dahulu agar terarah, efisien dan efektif.

        Dengan melakukan wawancara ini diharapkan diperoleh informasi baru atau tambahan yang 
        akan dapat menunjang pelaksanaan pemeriksaan, yang mungkin dapat menjaring obyek 
        pajak yang sebelumnya tidak termasuk dalam penentuan identifikasi masalah. Hasil 
        Wawancara direkam dalam catatan yang baik serta jelas dan dituangkan dalam KKP.

    3.5.    Proses Pemeriksaan Pos Rugi-Laba, Neraca dan Bukti-bukti Pendukung.
        Kegiatan utama suatu pemeriksaan berada pada tahapan ini.
        Pemeriksaan tidak dilakukan terhadap semua pos rugi laba dan neraca serta semua bukti 
        pendukungnya, melainkan dibatasi pada pos-pos tertentu yang mempunyai kaitan dengan 
        identifikasi masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila dalam pelaksanaan 
        pemeriksaan terdapat perkembangan yang menunjukkan indikasi adanya koreksi fiskal di luar 
        identifikasi masalah yang telah ditentukan, maka pemeriksaan dapat diperluas sesuai dengan 
        masalah yang dihadapi. Kewenangan pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan diatur dalam 
        Pasal 12 PP. No. 31 tahun 1986.

        Tehnik-tehnik pemeriksaan yang dilakukan, pertama-tama adalah tehnik pemeriksaan metode 
        langsung. Dalam hal prosedur pemeriksaan dengan metode langsung ini tidak dapat atau tidak 
        dapat sepenuhnya dilaksanakan, maka selanjutnya digunakan prosedur pemeriksaan dengan 
        metoda tidak langsung. Prosedur pemeriksaan metoda tidak langsung tersebut dapat 
        dipatrapkan terhadap Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan dalam 
        SPT-nya.

        Dalam hal pemeriksaan menggunakan lebih dari satu prosedur pemeriksaan, yaitu prosedur 
        pemeriksaan metoda langsung dan metoda tidak langsung, maka pengambilan kesimpulan 
        atas hasil pemeriksaan kedua metoda tersebut perlu dipertimbangkan dengan seksama. 
        Dalam pelaksanaan pemeriksaan tahapan ini, diharapkan pemeriksa menemukan koreksi 
        fiskal yang didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan yang berkaitan berlandaskan ketentuan 
        peraturan perundangan perpajakan yang berlaku.

        Untuk menyakinkan pemeriksa akan hal tersebut, maka koreksi tersebut perlu diuji 
        kebenarannya dengan membicarakannya dengan Wajib Pajak, dengan memperhatikan :
        (1) Berbagai faktor perbandingan,
        (2) Nilai absolut dari penyimpangan,
        (3)     Sifat dari penyimpangan,
        (4)     Bukti/petunjuk adanya penyimpangan,
        (5)     Pengaruh penyimpangan,
        (6)     Hubungan dengan permasalahan lainnya.

        Pertemuan dengan Wajib Pajak untuk keperluan tersebut biasanya terjadi lebih dari satu kali. 
        Pada pertemuan tersebut pemeriksa harus mengusahakan untuk menyakinkan Wajib Pajak 
        mengenai koreksi-koreksi fiskal tersebut. Wajib Pajak pada tahapan ini pada umumnya 
        diwakili oleh Bagian Pembukuan atau kuasanya (Konsulen Pajak, Akuntan Publiknya) atau 
        kuasa lainnya. Semua koreksi yang berbeda antara hasil pemeriksaan dan SPT dituangkan 
        dalam KKP secara jelas dan terinci.

    3.6.    Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
        Bila dari hasil pemeriksaan diketemukan koreksi fiskal yang berbeda dengan yang dilaporkan 
        oleh Wajib Pajak dalam SPT, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf (f) juncto Pasal 14 
        (2) PP.No.31 tahun 1986, koreksi-koreksi tersebut agar diberitahukan kepada Wajib Pajak. 

        Pemberitahuan tersebut dilakukan secara tertulis dan disampaikan secara resmi pada 
        pertemuan dengan Wajib Pajak. Di dalam pertemuan tersebut Wajib Pajak (apabila diwakili) 
        hendaknya diwakili oleh pimpinan yang berwenang dalam mengambil keputusan yang 
        menentukan mengenai masalah perpajakan. Dalam pertemuan itu oleh pemeriksa dapat 
        diberikan tambahan penjelasan secara lisan. Dalam hal Wajib Pajak setelah diberi penjelasan 
        secukupnya tidak menyetujui koreksi yang dibuat pemeriksa, maka kepada Wajib Pajak 
        diberikan waktu sekedarnya untuk memberikan bukti sanggahan atas koreksi tersebut. Dalam 
        pertemuan terakhir dengan Wajib Pajak (= Pertemuan Penutup) atas koreksi hasil 
        pemeriksaan yang disetujui Wajib Pajak, dibuatkan Surat Pernyataan Persetujuan untuk 
        ditanda tangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

        Tenggang waktu yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk memberikan bukti sanggahan atas 
        koreksi fiskal tidak dihitung sebagai jam kerja pemeriksaan.

4.  KERTAS KERJA PEMERIKSAAN (KKP).
    Dalam setiap pemeriksaan, pemeriksa agar membuat Kertas Kerja Pemeriksaan.
    Kewajiban membuat KKP ini sebenarnya sudah diatur dalam PIPB tahun 1973, namun pelaksanaannya 
    belum diatur secara terinci. KKP merupakan catatan-catatan yang dibuat dan bukti/data yang 
    dikumpulkan sejak saat persiapan pemeriksaan sampai selesainya pelaksanaan pemeriksaan, yang 
    disusun secara sistematis berupa rekaman atas kejadian, hasil analisis data atau gambaran yang 
    diperoleh pemeriksa dalam pelaksanaan tugasnya. Tujuan utama dari penyusunan KKP ini adalah 
    sebagai sarana pertanggung jawaban pemeriksa atas pelaksanaan pemeriksaan dan sebagai bahan 
    pendukung atas koreksi fiskal yang dilakukan. Dengan demikian bila di kemudian hari diadakan 
    pemeriksaan ulang terhadap berkas Wajib Pajak, dengan mudah akan dapat ditelusuri hal-hal yang 
    telah dilakukan dalam pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa. Oleh karena itu untuk 
    keperluan pemeriksaan selanjutnya, penyusunan KKP secara baik, tertib dan seragam sangat mutlak/
    harus dilaksanakan. Penjelasan mengenai KKP secara terinci akan disampaikan kepada Saudara 
    dengan segera melalui Surat Edaran tersendiri.

5.  LAPORAN PEMERIKSAAN PAJAK.
    Setelah pemeriksaan selesai dilaksanakan, pemeriksa membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LP), 
    yang disusun berdasarkan data-data yang terdapat dalam KKP.

    Tujuan utama Surat Ketetapan Pajak (SKP, SKPT, SKKP, SPb). Dalam PIPB 1973 mengenai LP ini 
    sebenarnya sudah diatur, namun dalam pelaksanaannya, penyusunan LP yang dilakukan oleh 
    pemeriksa ternyata tidak seragam.

    Sebagian besar pemeriksa menggabungkan atau melampirkan KKP-nya pada LP, sehingga LP tersebut 
    terlihat sangat tebal.

    Oleh karena itu perlu diadakan pengaturan lebih lanjut mengenai penyusunan LP, khusus yang 
    menyangkut pemeriksaan SPT PPh Pasal 25/29.

    Dalam LP bentuk baru akan diikuti prinsip penyusunan LP, sebagai berikut :
    (1)     LP harus dibuat terpisah dari KKP-nya.
    (2)     Uraian tentang koreksi dalam LP disusun secara jelas, terinci dan ringkas.
    (3)     Uraian dan kesimpulan didukung oleh atasan dan bukti yang kuat tentang adanya 
        penyimpangan atas peraturan perundangan perpajakan.
    (4)     Koreksi yang menyangkut lebih dari satu tahun harus didukung oleh lampiran yang lengkap 
        dan terinci.
    Pengaturan lebih lanjut mengenai LP akan disampaikan kepada Saudara melalui Surat Edaran 
    tersendiri.

6.  DAFTAR KESIMPULAN HASIL PEMERIKSAAN (DKHP)
    Sejak diperkenalkannya sistim penugasan pemeriksaan melalui sarana LP2, maka formulir DKHP 
    menjadi satu dengan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2).

    Bila pemeriksaan telah selesai dan LP sudah disetujui, maka pemeriksa selanjutnya mengisi formulir 
    DKHP. Setelah LP (yang disertai DKHP) ditandatangani oleh atasan pemeriksa maka asli DKHP 
    selanjutnya dikirimkan ke Kantor Pusat. Dari DKHP-DKHP oleh Kantor Pusat akan disusun daftar 
    Informasi Hasil Pemeriksaan (DIHP) yang nantinya akan digunakan sebagai dasar pengambilan 
    keputusan di bidang pemeriksaan. Karena fungsi DKHP ini sangat penting, maka perlu di adakan 
    pengawasan atas ketepatan dan kelengkapan pengisian DKHP. Tata cara pengisian DKHP, 
    pengirimannya dan lain-lainnya yang lebih terinci, dapat dibaca kembali dalam Surat Edaran Seri 
    Pemeriksaan 20.

7.  PEMBUATAN NOTA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN BERKAS WAJIB PAJAK.
    Setelah LP disetujui dan ditanda tangani serta DKHP-nya diselesaikan, maka sebagai langkah 
    selanjutnya pemeriksa membuat Nota Penghitungan. Nota Penghitungan ini akan digunakan sebagai 
    dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP, SKPT, SKKP, SPb). Pembuatan Nota Penghitungan 
    atas LP Kanwil ataupun Kantor Pusat dilakukan oleh pemeriksa di Indonesia Pajak pada Seksi AKPB, 
    yang ditunjuk oleh KIP/Kasi AKPB. Dalam hubungan ini KIP perlu memperhatikan agar Surat 
    Ketetapan Pajak segera diterbitkan setelah LP disetujui.

8.  LAIN-LAIN.
    Tindakan yang diuraikan di atas merupakan hal-hal yang perlu diingatkan kembali kepada pemeriksa 
    dalam melakukan pemeriksaan pajak, karena selama ini masih kurang mendapat perhatian. Selain 
    hal-hal tersebut, dalam melakukan pemeriksaan pajak para petugas harus menguasai ketentuan-
    ketentuan mengenai Tata Cara pemeriksaan di bidang perpajakan yang diatur dalam UU. No. 6 tahun 
    1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan PP.No.31 tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan 
    di bidang Perpajakan, khususnya mengenai :
    (1)     Norma Pemeriksaan yang menyangkut Pemeriksa, pelaksanaan pemeriksaan dan Wajib 
        Pajak. Uraian yang lebih terinci mengenai Norma Pemeriksaan ini dapat pada Pasal 4, 5. 6, 
        PP. No. 31 tahun 1986.
    (2)     Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak. Uraian yang lebih terinci dapat dilihat pada Pasal 8 PP. 
        No. 31 tahun 1986.
    (3)     Hal-hal yang perlu ditempuh Wajib Pajak atau Wakil atau Kuasanya tidak ada di tempat suatu 
        pemeriksaan dilaksanakan, pemeriksaan di tunda, Wajib Pajak menolak untuk diperiksa, 
        Wajib Pajak menolak membantu kelancaran pemeriksaan. Uraian mengenai hal tersebut di 
        atas dapat dilihat pada Pasal 13 PP. No. 31 tahun 1986.
    (4)     Tindak lanjut apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya tindak 
        pidana di bidang perpajakan.
        Uraian yang lebih terinci mengenai hal ini dapat dilihat pada Pasal 15 PP.No. 31 tahun 1986 
        serta Surat Edaran No. SE-17/PJ.6/1987 tanggal 1 Agustus 1987 (Seri Pemeriksaan - 10) dan 
        No. SE-03/PJ.56/1988 tanggal 12 Januari 1988 (Seri Pemeriksaan - 28)

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. SALAMUN A.T
peraturan/sedp/25pj.541988.txt · Last modified: 2023/02/05 06:18 by 127.0.0.1