User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:25pj.41995
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    26 April 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 25/PJ.4/1995

                        TENTANG

          PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS PEMBAYARAN PREMI ASURANSI KE LUAR NEGERI 
                      (SERI PPh PASAL 23/26 NOMOR 5)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 624/KMK.04/ 1994 tanggal
27 Desember 1994 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan berupa Premi Asuransi 
dan Premi Reasuransi yang dibayar kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri, dengan ini perlu diberikan 
penegasan sebagai berikut :

1.  Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, atas pembayaran premi asuransi dan premi 
    reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan PPh Pasal 26
    sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

2.  Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 624/KMK.04/1994 tersebut perkiraan penghasilan 
    neto perusahaan asuransi luar negeri dihitung dari jumlah premi yang dibayar. Besarnya perkiraan 
    penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri serta tarif efektif PPh Pasal 26 adalah sebagai 
    berikut :
    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
    Nomor      Pembayar Premi          Perkiraan Penghasilan Neto           Tarif efektif PPh Pasal 26 
              di Indonesia            dari jumlah premi      dari jumlah premi 
                             yang dibayar                yang dibayar
    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
       1.   Tertanggung             50%             10%
       2.   Perusahaan Asuransi         10%             2%
       3.   Perusahaan Reasuransi           5%              1%
    ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

    Contoh :
    a.  Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT A, mengasuransikan bangunan bertingkat
        langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama
        tahun 1995 sebesar Rp. 1 milyar. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tersebut 
        besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri adalah :
        50% x Rp 1 milyar =    Rp. 500.000.000,00.

        Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT A selama tahun 1995 adalah :
        20% x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 100.000.000,00 (10% x Rp. 1 milyar).

    b.  Jika PT A mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT B, dengan
        membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp. 1 milyar, dan kemudian PT.B mere-
        asuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri 
        dengan membayar premi sebesar Rp. 500 juta, maka besarnya perkiraan penghasilan neto
        perusahaan asuransi di luar negeri adalah : 10% x Rp. 500 juta = Rp. 50.000.000,00 dan 
        PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT B adalah : 20% x Rp. 50 juta
        = Rp. 10.000.000,00 (2% x Rp. 500.000.000,00).

3.  Pembayaran premi asuransi atau premi reasuransi dapat dilakukan oleh pembayar premi diIndonesia 
    secara langsung kepada perusahaan asuransi di luar negeri atau melalui pialang. Pihak pembayar 
    premi atau pemotong pajak di Indonesia wajib memotong PPh Pasal 26 atas premi asuransi atau 
    premi reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi di luar 
    negeri. 

    Dengan demikian, yang dimaksud dengan pihak pembayar premi atau pemotong PPh Pasal 26 
    adalah :
    a.  Tertanggung yaitu pemegang polis yang membayar premi asuransi kepada perusahaan 
        asuransi di luar negeri; atau
    b.  Perusahaan asuransi di Indonesia yang mereasuransikan sebagian atau seluruh 
        tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau
    c.  Perusahaan reasuransi di Indonesia yang mereasuransikan kembali sebagian atau seluruh
        tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

4.  Pada saat melakukan pemotongan PPh Pasal 26 pihak pembayar premi tersebut wajib membuat Bukti 
    Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana contoh terlampir dalam rangkap 3 (tiga), yaitu 
    lembar pertama diberikan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, lembar kedua untuk dikirimkan 
    kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat, dan lembar ketiga untuk arsip pemotong pajak.

5.  Pemotong Pajak sebagaimana tersebut diatas wajib menyetorkan PPh Pasal 26 setiap bulan kepada 
    bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim 
    berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

6.  Pemotong pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 26 yang telah dilakukan
    selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya
    pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 26 sebagaimana contoh 
    terlampir dengan melampirkan :
    a.  Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 26;
    b.  Lembar kedua Bukti Pemotongan PPh Pasal 26;
    c.  Lembar ketiga  Surat Setoran Pajak (SSP).

7.  PPh Pasal 26 yang terutang atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar 
    negeri yang dilakukan bulan Januari sampai dengan bulan April tahun 1995 wajib disetorkan 
    selambat-lambatnya tanggal 10 Mei 1995 dan dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan Mei 
    1995.

8.  Pemotong Pajak atas pembayaran premi kepada perusahaan asuransi di luar negeri yang tidak
    memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini akan dikenakan sanksi sesuai
    dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 sebagaimana telah 
    diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/25pj.41995.txt · Last modified: 2023/02/05 20:06 by 127.0.0.1