User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:23pj.512000
                       DEPARTEMEN  KEUANGAN  REPUBLIK  INDONESIA
                      DIREKTORAT  JENDERAL  PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                14 Agustus 2000

                     SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                                  NOMOR SE - 23/PJ.51/2000

                         TENTANG

                    PPN ATAS PENYERAHAN GULA PASIR MUSIM GILING 2000

                                   DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menindaklanjuti Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 145/KPTS-VII/2000 tanggal 7 Juni 2000 
perihal Penetapan Harga Provenue Gula Pasir Produksi Tahun 2000 dan memperhatikan Surat Direktur 
Jenderal Perkebunan Nomor 467/VII-DGI/2000 tanggal 20 Juli 2000 perihal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 
atas gula pasir bagian petani produksi tahun 2000, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan tersebut terhitung sejak tanggal 1 Januari
    2000 untuk gula pasir petani produksi tahun 2000 diberlakukan ketentuan sebagai berikut :
    a.  Harga provenue gula pasir petani produksi tahun 2000 adalah sebesar Rp 2.600,- per 
        kilogram.
    b.  Petani/kelompok tani yang mengolahkan tebunya kepada pabrik gula dengan sistem bagi 
        hasil, menerima hasil gulanya 90% dalam bentuk uang dari pembelian perusahaan   gula 
        melalui koperasi/KUD penyalur kredit dengan harga provenue, setelah diperhitungkan dengan 
        kredit produksi yang diterima dari bank pemberi kredit, sedangkan sisanya 10% diberikan 
        dalam bentuk natura.
    c.  Petani/kelompok tani yang menjual tebunya kepada pabrik gula dengan Sistem Pembelian 
        Tebu (SPT) pola rendemen akan memperoleh harga tebu yang dihitung atas dasar harga 
        provenue gula tani, dan petani/kelompok tani memperoleh gula natura sebesar 10%.

2.  Sesuai Surat Direktur Jenderal Perkebunan tersebut diatas diberitahukan bahwa sehubungan tidak 
    diaturnya sistem tata niaga gula, apabila harga gula eceran setempat diatas harga provenue, maka 
    petani bebas, dalam arti dapat mengambil gula bagiannya dalam bentuk natura dan menjual sendiri 
    dan/atau bersama-sama perusahaan gula berdasarkan atas kesepakatan bersama.

3.  Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
    dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 
    Nomor 11 TAHUN 1994, perusahaan gula merupakan Pabrikan dan juga Pengusaha Jasa, perusahaan 
    gula menerima tebu dari petani untuk digiling menjadi gula pasir dengan imbalan berupa gula sebesar 
    35% dari hasil produksi.

4.  Sehubungan dengan hal tersebut diatas untuk menghindari adanya keragu-raguan dalam pengenaan 
    PPNnya, dengan ini disampaikan penegasan mengenai perlakuan PPN atas gula pasir produksi tahun 
    2000 sebagai berikut :
    4.1 Dalam hal petani gula mengambil gula bagiannya dalam bentuk uang maka ketentuan PPN 
        diberlakukan sebagai berikut :
        a.  Atas 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula yang diterima dari penggilingan tebu 
            dengan sistem bagi hasil :
            (1) 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula merupakan imbalan atas penyerahan 
                jasa giling, sehingga terutang Pajak Pertambahan Nilai.
            (2) Dalam 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula tersebut termasuk   PPN 
                sebesar 10%, sehingga besarnya PPN yang harus disetor oleh Perusahaan 
                Gula adalah 10/110 dari nilai imbalan yang diterima.
            (3) Imbalan tersebut dinilai dengan uang berdasarkan harga provenue gula pasir 
                petani.
        b.  Atas 65% gula pasir bagian petani yang dibeli oleh Perusahaan Gula :
            (1) Atas pembelian tersebut tidak terutang PPN, kecuali bila nyata-nyata petani 
                sebagai pihak penjual adalah Pengusaha Kena Pajak.
            (2) Atas penyerahan gula pasir dari Perusahaan Gula terutang PPN.
            (3) Besarnya PPN yang terutang adalah sebesar 10% dari harga jual.
        c.  Atas gula pasir milik perusahaan gula (non bagi hasil) :
            (1) Atas setiap penyerahan gula pasir oleh Perusahaan Gula terutang PPN.
            (2) Besarnya PPN yang terutang adalah 10% dari harga jual.
        d.  Atas 10% gula pasir yang diberikan kepada petani dalam bentuk natura tidak terutang 
            PPN.

    4.2 Dalam hal petani gula mengambil gula bagiannya dalam bentuk natura maka diberlakukan 
        ketentuan PPN sebagai berikut :
        a.  Atas 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula yang diterima dari penggilingan tebu 
            dengan sistem bagi hasil :
            (1) 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula merupakan imbalan atas penyerahan 
                jasa giling, sehingga terutang Pajak Pertambahan Nilai.
            (2) Dalam 35% gula pasir bagian Perusahaan Gula tersebut termasuk   PPN 
                sebesar 10%, sehingga besarnya PPN yang harus disetor oleh Perusahaan 
                Gula adalah 10/110 dari nilai imbalan yang diterima.
            (3) Imbalan tersebut dinilai dengan uang berdasarkan harga provenue gula pasir 
                petani.
        b.  Penyerahan gula pasir dari Perusahaan Gula kepada pihak ketiga (pembeli) :
            (1) Atas penyerahan gula pasir Perusahaan Gula kepada pihak ketiga terutang 
                PPN.
            (2) Besarnya PPN terutang adalah 10% dari harga jual.
        c.  Atas 65% gula pasir bagian Petani :
            (1) Pengambilan Gula pasir milik petani dari Perusahaan Gula tidak terutang PPN.
            (2) Atas penyerahan gula pasir dari petani kepada pihak ketiga (pedagang gula) 
                tidak terutang PPN.
            (3) Ketentuan sebagaimana diatur pada butir (2) diatas tidak berlaku apabila 
                petani sebagai Pengusaha Kecil memilih dikukuhkan sebagai PKP.
        d.  Penyerahan gula oleh Pedagang gula terutang PPN 10% sesuai ketentuan yang berlaku.

5.  Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
    Nomor SE-10/PJ.51/1999 tanggal 26 Mei 1999 sepanjang yang mengatur mengenai tahun 2000 dan 
    selanjutnya, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian disampaikan untuk menjadi perhatian dan disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-
masing. Untuk memudahkan penggunaan Surat Edaran ini, dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran ini 
disatukan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.51/1999 tanggal 26 Mei 1999 dan 
Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 145/KPTS-VII/2000 tanggal 7 Juni 2000.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL

ttd

MACHFUD SIDIK
peraturan/sedp/23pj.512000.txt · Last modified: 2023/02/05 06:21 by 127.0.0.1