User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:22pj.31989
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      20 Mei 1989

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 22/PJ.3/1989

                        TENTANG

        PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 56 TAHUN 1988 (SERI PPN-143)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan tentang pemungutan PPN/PPn BM oleh pemungut pajak dalam
rangka pelaksanaan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 TAHUN 1988 dengan ini diberikan 
petunjuk tambahan sebagai pelengkap Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-46/PJ.3/1988 tanggal 
28 Desember 1988 (Seri PPN-133) sebagai berikut :

1.  Pengertian Bendaharawan sebagai pemungut pajak.
    Bendaharawan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah :
    1.1.    Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai Bendaharawan/ Bendaharawan 
        Proyek sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 34 ayat 
        (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1984.
    1.2.    Bendaharawan Pemerintah Daerah.

2.  BUMN/BUMD.
    2.1.    BUMN/BUMD yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah BUMN/BUMD yang 51 % atau
        lebih modalnya terdiri dari penyertaan modal Pemerintah Pusat/Daerah baik langsung maupun 
        tidak langsung termasuk anak-anak perusahaan BUMN/BUMD yang diaudit oleh BPKP.
    2.2.    Atas penyerahan Barang Kena Pajak Kepada BUMN/BUMD yang bertindak sebagai penyalur 
        dari barang (dagangan) tersebut maka pembayaran atas harga jualnya tidak menjadi obyek 
        pemungutan PPN menurut Keputusan Presiden ini, sehingga PPN yang terutang disetor sendiri 
        oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang tersebut. 

3.  Pengertian Konraktor Bagi Hasil dan Kontraktor Karya dalam bidang MIGAS.
    Kontraktor Bagi Hasil dan Kontraktor Kontrak Karya yang ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah 
    Kontraktor di bidang MIGAS sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971. Namun
    demikian Kontraktor "Technical Assistance Agreement" yang juga bergerak di bidang MIGAS termasuk 
    ditunjuk sebagai pemungut pajak. 

4.  Penunjukan sebagai pemungut pajak.
    Dalam angka (2) SE-46/PJ.3/1988 (Seri PPN-133) disebutkan bahwa pemungut pajak ini ditetapkan 
    dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 TAHUN 1988. Oleh karena itu tidak 
    diperlukan Surat Keputusan Khusus penunjukan sebagai Pemungut Pajak. Walaupun demikian dalam 
    rangka mensukseskan pelaksanaan pemungutan ini, Saudara diminta aktif memberitahukan kepada 
    para pemungut, dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan seperti contoh terlampir.

5.  PPN yang tidak dipungut oleh pemungut pajak.
    a.  Untuk kelancaran dan keseragaman pelaksanaan pemungutan, ketentuan tentang 
        pembayaran-pembayaran yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1287/KMK.04/1988, dan Pasal 4 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1289/KMK.04/1988, diberlakukan juga untuk Kantor 
        Perbendaharaan Negara sebagai pemungut PPN/PPnBM sebagaimana dimaksud dalam 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1288/KMK.04/ 1988. Hal tersebut telah ditegaskan 
        dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-46/PJ.3/1988.

    b.  Batas jumlah pembayaran yang PPN-nya tidak dipungut, yaitu sebesar Rp. 500.000,00 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a Keputusan Menteri Keuangan tersebut diatas, 
        hendaknya ditafsirkan :
        -   termasuk PPN dan atau PPn BM;
        -   bukan pembayaran yang terpecah-pecah dari suatu kontrak, sehingga jika harga 
            kontrak termasuk PPN dan atau PPnBM melebihi Rp. 500.000,00, maka atas 
            pembayaran tersebut dipungut PPN dan atau PPn BM oleh pemungut pajak.

                    Contoh :
                    Harga jual  ..................................  Rp.400.000,00
                    PPN 10 %  ................................. Rp.  40.000,00
                    PPn. BM 20 % ............................   Rp.  80.000,00
            Harga jual termasuk PPN dan PPn BM      Rp. 520.000,00

                    Atas pembayaran tersebut dipungut PPN oleh pemungut pajak, karena harga jual 
            termasuk PPN dan PPn BM melebihi jumlah Rp. 500.000,00. PPn BM hanya dipungut 
            oleh Pemungut Pajak dalam hal rekanan Pemerintah tersebut adalah pabrikan dari 
            Barang Kena Pajak yang bersangkutan.

    c.  Penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh pedagang eceran secara langsung tanpa 
        dibuat surat perjanjian/kontrak jual beli, tidak dipungut PPN oleh pemungut pajak.  Purchase 
        Order yang didahului dengan suatu penawaran atau lelang (tender) termasuk dalam 
        pengertian kontrak.

    d.  Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh perorangan, PPN-nya dipungut dan disetor 
        oleh pemungut pajak sepanjang :
        (1).    Penyerahan jasa tersebut dilakukan dengan suatu kontrak, service order yang 
            didahului dengan suatu penawaran tertulis atau lelang/tender.
        (2).    Khusus untuk penyewaan ruangan atau rumah tempat tinggal, dipungut PPN 
            dalam hal nilai sewanya melebihi Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) 
            setahun.

6.  Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Jasa yang merupakan wajib pajak luar negeri, 
    sepanjang jasa tersebut melekat atau untuk harta tetap yang terletak di dalam negeri (Daerah 
    Pabean), atau melekat atau untuk harta gerak atau hak yang dimanfaatkan di dalam negeri, maka 
    atas penyerahan jasa tersebut terutang PPN dan oleh karena itu dipungut oleh pemungut.
    Contoh :
    -   Penyerahan jasa yang dilakukan oleh konsultan luar negeri yang tidak mempunyai BUT di
        Indonesia.

7.  Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh instansi Pemerintah yang lain, yang pembayaran 
    penggantiannya melalui KPN/Bendaharawan tidak dipungut PPN, sepanjang dana yang berasal dari 
    APBN/APBD dan instansi Pemerintah yang memberikan jasa juga memasukkan pembayaran yang 
    diterima kedalam mata anggaran penerimaan dari instansi tersebut. Namun demikian atas penyerahan 
    Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pemerintah kepada Badan-badan tertentu yang ditunjuk sebagai 
    pemungut pajak dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1289/KMK.04/1988 PPn-nya harus 
    dipungut.

8.  Tata cara pemungutan PPN yang terutang oleh pedagang eceran, perorangan, pengusaha jasa yang 
    merupakan wajib pajak luar negeri dan instansi Pemerintah tersebut pada butir 5.c, 5.d, 6 dan 7 
    dipermudah sebagai berikut :
    a.  Tidak disyaratkan adanya pengukuhan menjadi Pengusaha Kena Pajak;
        b.  Faktur Pajak yang dipergunakan dapat berupa Faktur Pajak Sederhana, dalam bentuk 
        Faktur Penjualan atau kwitansi;
        c.  PPN yang terutang dipungut dan disetor atas nama pengusaha tersebut diatas;

    Jika pengusaha tersebut belum/tidak mempunyai NPWP, maka pada Surat Setoran Pajak dicantumkan 
    NPWP 10 digit dengan penggunaan, sebagai berikut :
    -   8 digit pertama :   diisi angka 0.
    -   3 digit terakhir    :   diisi Kode Kantor Pelayanan Pajak dari NPWP pemungut pajak atau 
                    kode Kantor Pelayanan Pajak tempat pemungut melapor.

9.  Faktur Pajak.
    a.  Faktur Pajak yang telah diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan sebelum tanggal
        1 Januari 1989 tidak perlu diperbaharui/diganti dengan Faktur Pajak baru (standard) 
        sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1117/KMK.04/ 1988.
        Foto Copy Faktur Pajak (lama) tersebut dapat dipakai sebagai lampiran dari laporan yang 
        dibuat oleh pemungut pajak ;
    b.  Faktur Pajak  yang PPN-nya tidak dipungut, misalnya yang harga jualnya Rp. 500.000,00 
        kebawah atau Faktur Pajak yang PPN-nya ditanggung Pemerintah, dilaporkan oleh pemungut 
        pajak dengan mencantumkan catatan pada halaman kosong laporan pemungutan PPN/PPn 
        BM ;
    c.  Atas pembayaran-pembayaran yang besarnya Rp. 500.000,00 atau kurang, sepanjang 
        terutang PPN walaupun tidak dipungut PPN oleh pemungut, tetap harus dibuatkan Faktur 
        Pajak, Faktur Pajak tersebut dapat berupa Faktur Pajak standard maupun Faktur Pajak 
        Sederhana.   

10. Surat Setoran Pajak (SSP).
    a.  Surat Setoran Pajak dibuat rangkap 4 (empat), namun dalam hal SSP diperlukan oleh 
        pemungut pajak maka dapat dibuat lembar tambahan warna biru muda;
    b.  PPN yang terutang dari beberapa Faktur Pajak untuk satu rekanan dalam suatu Masa Pajak
        saat terjadinya pemungutan dapat digabungkan dalam satu Surat Setoran Pajak;

11. Katering.
    Yang dimaksud dengan "Katering" dalam Pasal 1 huruf m angka 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun
    1983 adalah Katering makanan dan minuman (Jasa Boga). Dengan demikian penyerahan Katering 
    kepada pemungut pajak tidak terutang PPN.

12. Pengusaha Kecil.
    Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil 
    kepada pemungut pajak sepanjang dilakukan dengan suatu kontrak/perjanjian sesuai dengan Pasal 2
    Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 303/KMK. 04/1989 tanggal 1 April 1989, terutang PPN. Tata cara 
    pemungutannya dipersamakan dengan tata cara seperti yang dilakukan terhadap Pedagang Eceran 
    seperti tersebut pada butir 8. 

13. Mengingat kemungkinan tidak dilakukannya pemungutan, atau terlanjut dilakukannya pemungutan 
    dan penyetoran PPN oleh pemungut pajak untuk pajak yang seharusnya tidak terutang dalam masa 
    Januari sampai dengan Juni 1989, maka kesalahan yang terjadi tidak dikenakan sanksi kepada 
    pemungut pajak dan laporan yang telah dibuat oleh pemungut pajak dapat diterima, dengan catatan 
    bahwa PPN yang telah dipungut harus disetor ke Kas Negara.

14. Laporan Pemungut Pajak.
    (1).    Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
        1287/KMK.04/1988 diberlakukan juga untuk Bendaharawan Pemerintah Daerah. Walaupun
        demikian, khusus untuk Bendaharawan Pemerintah Daerah diwajibkan menyampaikan 
        laporan dengan menggunakan formulir "Laporan Pemungutan PPN dan atau PPn BM" yang 
        dibuat dalam rangkap 3 (tiga):
        Lembar 1    :   dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk Kepala Kantor Pelayanan 
                    Pajak Setempat ;
        Lembar 2    :   untuk atasan yang mengawasi Bendaharawan Pemerintah Daerah, 
                    sesuai ketentuan Bendaharawan yang berlaku;
        Lembar 3    :   Untuk arsip Bendaharawan.

    (2).    Dalam hal Bank Pemerintah atau bank Pembangunan Daerah bertindak sebagai "Kasir" 
        dari bendaharawan Pemerintah (misalnya proyek Inpres),maka faktur Pajak dan Surat 
        Setoran Pajak diteruskan ke bank yang bersangkutan melalui Bendaharawan. Yang 
        diwajibkan untuk memungut dan melapor adalah bank yang bersangkutan.

15. Kurs Uang Asing.
    Apabila pembayaran atas penggantian atau harga jual dilakukan dengan mempergunakan mata 
    uang asing dalam menghitung besarnya PPN atau PPn BM yang terutang harus dikonversi dengan 
    mempergunakan kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembayaran 
    dilakukan. Faktur Pajak yang terlanjur dibuat dengan mempergunakan kurs yang berbeda dengan 
    kurs yang berlaku pada saat pembayaran supaya disesuaikan oleh pemungut pajak.

16. Lain-lain.
    a.  Dalam Surat Edaran Seri PPN-133 terdapat kesalahan tik sebagai berikut :
        1. Tanggal SE tertulis tanggal "28 Desember 1988"
        2. Pada butir B angka (2) huruf e, halaman e SE tertulis "jasa angkutan laut dan angkutan 
            udara", seharusnya "jasa angkutan laut dan angkutan darat".
    b.  Dalam lampiran Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1289/KMK. 04/1988 tanggal
        23 Desember 1988 butir III tentang Tata Cara Pelaporan terdapat kesalahan tik sebagai 
        berikut :
        - "rangkap 3 (tiga)" hendaknya dibaca "rangkap 2  dua)";
        - hari "kesepuluh" hendaknya dibaca hari "kedua puluh";
    c.  Dalam hal terdapat ketentuan atau peraturan lain yang berbeda dengan Keputusan Presiden
        Republik Indonesia Nomor 56 TAHUN 1988, maka sepanjang mengenai pemungutan PPN, yang 
        berlaku adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia 56 TAHUN 1988 tersebut. Dengan 
        demikian setiap pembayaran, seperti pembayaran uang muka, termijn dan sebagainya 
        terutang PPN pada saat pembayaran.
    d.  Hendaknya Surat Edaran ini disebarluaskan kepada pemungut pajak.
    e.  Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Kawat No.: KWT-001/PJ.3/1989 tanggal 
        20 Januari 1989 dinyatakan tidak berlaku.

Diharapkan sejak disebarluaskan Surat Edaran ini kepada pemungut pajak, maka pelaksanaan pemungutan 
PPN/PPn BM  ini hendaknya dilaksanakan dengan tertib.

Demikian petunjuk ini diberikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/sedp/22pj.31989.txt · Last modified: 2023/02/05 06:09 by 127.0.0.1