User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:19pj.41.21993
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                             2 September 1993

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 19/PJ.41.2/1993

                        TENTANG

             KONFIRMASI KREDIT PAJAK PPh PASAL 21, PASAL 22 DAN PASAL 23 
              DALAM RANGKA PENELITIAN MATERIAL SPT TAHUNAN PPh

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai konfirmasi kredit pajak PPh Pasal 21, Pasal 22 dan 
Pasal 23 dalam rangka pelaksanaan penelitian material SPT Tahunan PPh, dengan ini diberikan penegasan 
sebagai berikut :

1.  Sesuai dengan lampiran I Romawi VI angka 1 Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.
    KEP.05/PJ/1993 tanggal 18 Pebruari 1993 ditentukan bahwa dalam pelaksanaan penelitian material 
    dengan cara verifikasi kantor SPT Tahunan PPh, dilakukan permintaan konfirmasi kepada Seksi atau 
    KPP terkait atas kredit pajak PPh Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23.

    Konfirmasi tersebut bertujuan untuk pengawasan kewajiban perpajakan para pemotong/pemungut
    PPh dan untuk mencegah perhitungan kredit pajak yang tidak sah.

2.  Untuk tidak menghambat penyelesaian verifikasi kantor pelaksanaan konfirmasi dilakukan sebagai 
    berikut :
    2.1.    Bagi KPP yang melaksanakan verifikasi kantor SPT Tahunan PPh.
        2.1.1.  Apabila Wajib Pajak telah menunjukan bukti asli pemotongan/pemungutan PPh Pasal 
            21, Pasal 22, Pasal 23 dan pihak pemotong/pemungut memang ada/terdaftar 
            (mempunyai NPWP), maka bukti asli tersebut dapat dikreditkan dengan Pajak 
            Penghasilan yang terutang.

            Bukti pemotongan/pemungutan ini agar dibubuhi tanda tangan Kepala Seksi yang 
            menangani penelitian dimaksud untuk bukti telah diperhitungkan.

        2.1.2.  Kepala KPP mengirimkan Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 
            22 dan Pasal 23 seperti tersebut pada butir 2.1.1 di atas dengan bentuk sesuai contoh 
            terlampir kepada Kepala KPP tempat pemotong/pemungut terdaftar, kecuali PPh 
            Pasal 22 yang SSPnya telah diadministrasikan pada buku Tabelaris PPh Pasal 25 dari 
            rekanan/importir penyetor sesuai SE-03/PJ.43/1991 tanggal 18 Januari 1991.

    2.2.    Bagi Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong/Pemungut terdaftar.
        2.2.1.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah menerima Daftar Bukti Pemotongan/
            Pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 dari Kantor Pelayanan Pajak terkait, 
            agar melihat pada tata usaha apakah pemotong/pemungut dimaksud telah terdaftar 
            dan ada penyetoran;

        2.2.2.  apabila ternyata pemotong/pemungut PPh Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 tersebut 
            tidak menyetorkan dan melaporkan PPh yang telah dipotong/dipungutnya, maka 
            terhadap pemotong/pemungut PPh dimaksud agar segera dilakukan verifikasi kantor 
            atau verifikasi lapangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 
            yang berlaku;

        2.2.3.  Apabila ternyata Pemotong/Pemungut tidak terdaftar atau tidak melakukan 
            pemotongan /pemungutan PPh Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23, maka Kepala Kantor 
            Pelayanan Pajak agar secepatnya menyampaikan hasil konfirmasi ke Kantor 
            Pelayanan Pajak yang mengirimkan Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan tersebut;

        2.2.4.  Khusus terhadap Bendaharawan Pemerintah yang tidak melaksanakan kewajibannya 
            sebagai Pemotong/Pemungut PPh, maka tindakan Kepala Kantor Pelayanan Pajak 
            adalah :
            -   Jika Bendaharawan Pemerintah telah memungut tetapi tidak menyetor dan 
                melapor, agar diberitahukan untuk menyetor dan melapor dengan diberi 
                batas waktu;
            -   Jika setelah batas waktu yang ditentukan ternyata pemberitahuan tersebut 
                tidak ditanggapi atau jika Bendaharawan Pemerintah tidak memungut dan 
                menyetor, agar Kepala Kantor Pelayanan Pajak melaporkan pelanggaran 
                dimaksud kepada atasan Bendaharawan yang bersangkutan untuk dikenakan 
                sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang 
                berlaku, antara lain yang tercantum dalam :
            -   Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1984 tentang Undang-undang Pokok
                Kepegawaian;
            -   Indische Comptabiliteitswet Pasal 74 dan Pasal 84;
            -   Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai 
                Negeri;
            -   Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
                Pegawai Negeri Sipil.

    2.3 Apabila dari hasil konfirmasi diketahui bahwa bukti pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21, 
        Pasal 22 dan Pasal 23 tersebut tidak benar, maka terhadap Wajib Pajak yang telah    dilakukan 
        verifikasi kantor dan telah dikeluarkan surat ketetapan pajak agar diterbitkan Surat Ketetapan 
        Pajak Tambahan untuk menagih ketidak benaran PPh yang telah dikreditkan.

3.  Perlu diberikan penegasan pula bahwa apabila bukti pembayaran/pemotongan/pemungutan PPh Pasal 
    25, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dari Wajib Pajak yang dilakukan verifikasi kantor 
    tersebut diadministrasikan sendiri oleh Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan, maka bukti asli 
    dimaksud agar dicocokkan dengan bukti yang ada pada tata usaha seksi-seksi PPh yang terkait.

4.  Dengan berlakunya ketentuan tersebut di atas, maka ketentuan konfirmasi sebagaimana tercantum 
    dalam SE-27/PJ.4/1986 tanggal 15 Agustus 1986 tidak berlaku lagi.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/19pj.41.21993.txt · Last modified: 2023/02/05 20:27 by 127.0.0.1