User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:15pj.51987
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                       6 Juni 1987

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                            NOMOR SE - 15/PJ.5/1987

                               TENTANG

        POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN PEMERIKSAAN SPT PPh 1986. (SERI PEMERIKSAAN 08)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

1.  Dengan Surat edaran Seri Pemeriksaan 01 sampai dengan 06 Tahun 1986 telah digariskan pokok-
    pokok kebijaksanaan operasional pemeriksaan SPT PPh 1985 yang meliputi :
    (1) kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan,
    (2) kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang menyatakan lebih bayar,
    (3) kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang menyampaikan SPT kurang bayar, kurang 
        bayar nihil dan yang memakai norma.
    (4) kegiatan pemeriksaan untuk tujuan lain, termasuk wajib pajak yang belum mendaftarkan diri.

2.  berdasarkan pengamatan dalam pelaksanaannya, ternyata kriteria pemilihan yang digunakan untuk 
    memilih SPT PPh 1985 yang akan diperiksa masih mengandung kelemahan karena selain masih 
    terlalu sederhana, juga belum memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan tersebut di bawah ini :
    a.  Adanya SPT PPh yang tidak dapat diproses oleh komputer (unbalanced) karena belum melalui 
        proses penelititan, sehingga menimbulkan masalah ketidak adilan karena tidak semua SPT 
        mendapat perlakuan yang sama untuk dipilih dan diperiksa.
    b.  Penentuan SPT PPh yang diperiksa belum didasarkan pada kriteria yang dapat memberikan 
        petunjuk tentang adanya kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam perhitungan pajak 
        yang terhutang.
    c.  Kriteria pemilihan belum diarahkan pada usaha-usaha untuk menggali potensi fiskal dari 
        lapisan penghasilan tertentu, sehingga dampak pemeriksaan yang ditimbulkannya (deterrent 
        effect") Kurang terasa, bila dilihat dari segi peningkatan kepatuhan wajib pajak.

3.  Dalam hubungan itu, berikut ini disampaikan kepada Saudara pokok-pokok kebijaksanaan 
    pemeriksaan SPT PPh tahun 1986, sebagai berikut :
    a.  Sistem kriteria seleksi. 
        (1) Mulai tahun 1987 terhadap SPT PPh 1986 akan dilaksanakan sistem pemilihan yang 
            akan memilih SPT yang akan diperiksa berdasarkan kriteria seleksi yang lebih 
            disempurnakan.
        (2) Untuk keperluan itu maka semua SPT direkam kedalam komputer setelah melalui 
            kegiatan penelitian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
        (3) Kegiatan Penelitian ini bukanlah penelitian yang selama ini dilakukan oleh seksi 
            penetapan, tetapi lebih merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menunjang proses 
            seleksi SPT berdasarkan sistem kriteria seleksi.
        (4) Dalam sistem ini setiap elemen SPT yang diperkirakan mempunyai potensi koreksi 
            pajak akan diberi bobot sesuai dengan permasalahannya.
        (5) Jumlah bobot pada setiap SPT akan menentukan skor SPT tersebut, Semakin besar 
            jumlah skor yang terdapat pada suatu SPT semakin besar pula kemungkinan SPT 
            tersebut diperiksa.
        (6) SPT yang sudah diberi skor akan dibagi dalam sembilan kelas pemeriksaan 
            berdasarkan jumlah penghasilan netto atau peredaran kotor yang dilaporkan dalam 
            SPT.
        (7) Yang dimaksud dengan Penghasilan Netto atau Peredaran Kotor untuk setiap jenis 
            SPT adalah sebagaimana tercantum dalam :
            Formulir SPT    1770-A  :   huruf K6
                    1770-B  :   huruf K6
                    1770-C  :   huruf K5
                    1771-A  :   Bagian IV Nomor 1 dalam Lampiran 1771-A2
                    1771-B  :   Bagian I jumlah kolom (4) ditambah Bagian II jumlah 
                            kolom (3) dalam Lampiran 1771-B4
                    1771-C  :   Bagian I Huruf A Nomor 14 ditambah Bagian II 
                            huruf A Nomor 14 dalam Lampiran 1771-C2
        (8) Kelas Pemeriksaan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
                   SPT Perseorangan                 SPT Badan 
            ____________________________________    _____________________________
            Kelas             Penghasilan Netto         Peredaran Bruto,
            Pemeriksaan         (dalam Rp.juta)         (dalam Rp.juta)

            I           dibawah        2,4          dibawah      5
            II      2,4 sampai          3           5   sampai             10
            III     3   sampai          3,6     10  sampai             15
            IV      3,6 sampai          4,8     15  sampai             20
            V       4,8 sampai          12          20  sampai            100
            VI      12  sampai          30                100   sampai            400
            VII     30  sampai         100            400   sampai          1000
            VIII               100  sampai        1000           1000   sampai          5000
            IX            1000  keatas                       5000   keatas

        (9) Pembagian dalam sembilan kelas pemeriksaan ini akan memungkinkan dilakukannya 
            penugasan pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan tehnis pemeriksa 
            sekaligus untuk menentukan apakah SPT tersebut diperiksa di kantor atau di 
            lapangan, sehingga pemeriksaan dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.
        (10)    Pengelompokan wajib pajak berdasarkan kelas pemeriksaan ini juga bermanfaat bagi 
            pimpinan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan 
            pemeriksaan di tahun-tahun mendatang, berdasarkan hasil pemeriksaan tahun 
            sebelumnya.

    b.  Rencana Pemeriksaan Tahunan.
        (1) Rencana pemeriksaan tahunan disusun untuk masa duabelas bulan dan akan 
            disesuaikan dengan jumlah pemeriksa yang tersedia di unit pelaksana pemeriksaan.
        (2) Mengingat terbatasnya tenaga pemeriksa yang tersedia secara nasional, jumlah SPT 
            yang diperiksa diperkirakan akan berkisar antara lima sampai sepuluh persen dari 
            jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT.
        (3) Kantor PDIP secara bertahap akan menerbitkan Lembar Penugasan Pemeriksaan 
            (LP2) untuk setiap SPT yang terpilih untuk diperiksa, sesuai dengan urutan prioritas 
            pemeriksaan serta berdasarkan skor tertinggi.
        (4) Penerbitan LP2 ini didasarkan pada Rencana Pemeriksaan Tahunan yang disusun oleh 
            Kantor Pusat dan persentase penyaringan (screening rate) dari masing-masing IP.
        (5) Setiap Kantor Inspeksi Pajak akan menerima rencana pemeriksaan tahunan dari 
            Kantor Pusat setelah memperhatikan jumlah pemeriksa yang tersedia dan ketentuan 
            yang mengatur tentang wewenang pelaksanaan pemeriksaan antara unit pemeriksaan 
            di tingkat IP, Kanwil dan Kantor Pusat.
        (6) SPT PPh dan berkas wajib pajak yang terpilih untuk diperiksa oleh Kantor Wilayah 
            atau Kantor Pusat harus segera dikirimkan sesuai dengan wewenang pelaksanaan 
            pemeriksaan yang telah ditentukan.
        (7) Sebelum dilakukan pengiriman LP2 tahun pajak yang baru, diadakan peninjauan 
            terhadap SPT-SPT yang belum dilaksanakan pemeriksaannya (survey).
        (8) SPT yang belum atau sudah diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaannya tetapi masih 
            belum terdapat kontak dengan wajib pajak harus segera disisihkan dan dibatalkan 
            perintah pemeriksaannya, oleh karena kebijaksanaan umum pemeriksaan ditujukan 
            terhadap SPT tahun pajak yang terbaru.

    c.  Penyaringan dan Penelaahan SPT.
        (1) SPT PPh yang telah diprioritaskan untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi 
            selanjutnya oleh inspeksi pajak diperhalus lagi seleksinya melalui mekanisme 
            penyaringan (screening) dan penelaahan SPT (reviewing) yang dilakukan secara 
            manual guna memastikan apakah SPT tersebut layak diperiksa.
        (2) Penyaringan dilakukan oleh suatu Team Penyaring yang terdiri dari Petugas-petugas 
            senior yang telah berpengalaman dalam bidang pemeriksaan.
        (3) Ketua dan anggota Team Penyaring ditetapkan dengan keputusan Kepala Inspeksi 
            Pajak.
        (4) Team penyaring memastikan SPT yang harus diperiksa di kantor, di lapangan, atau 
            yang harus dikembalikan ke unit berkas karena tidak layak diperiksa.
        (5) Hasil penyaringan Team ditelaah kembali oleh pejabat penelaah (reviewer) guna 
            memastikan kebenaran dan ketepatan pekerjaan penyaring.
        (6) Hasil penelaahan kembali itu dikukuhkan oleh Kepala Inspeksi Pajak dan merupakan 
            rencana penugasan resmi.
        (7) SPT yang telah disaring dan ditelaah disimpan oleh unit pemeriksaan menunggu 
            diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan.
        (8) SPT yang tidak layak diperiksa diberi tanda dan dikembalikan ke unit berkas.

    d.  Jenis kegiatan dan penugasan pemeriksaan.
        (1) Pada dasarnya diadakan pembedaan antara jenis kegiatan pemeriksaan yang 
            dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) dan jenis kegiatan Pemeriksaan yang 
            dilakukan di lapangan (Pemeriksaan Lapangan).
        (2) Pemeriksaan Kantor adalah jenis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan dengan 
            meminta wajib pajak untuk datang di kantor pemeriksa guna memberikan keterangan 
            dan/atau memperlihatkan bukti tertulis yang diperlukan untuk pemeriksaan.
        (3) Ciri khusus Pemeriksaan Kantor ialah bahwa pemeriksaan tidak diperkenankan untuk 
            mengunjungi wajib pajak.
        (4) Pemeriksaan Lapangan adalah jenis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan di tempat 
            wajib pajak dengan mendatangi wajib pajak di kantor, di tempat kegiatan usaha, di 
            gudang atau di tempat lain yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak.
        (5) Dengan diberlakukannya sistem kriteria seleksi maka pemeriksaan dapat dibagi dalam 
            dua penugasan, yakni penugasan pemeriksaan rutin dan penugasan pemeriksaan 
            khusus.
        (6) Penugasan pemeriksaan rutin merupakan kegiatan pemeriksaan SPT berdasarkan 
            sistem kriteria seleksi.
        (7) Penugasan pemeriksaan khusus merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan 
            berdasarkan perintah Direktur Jenderal Pajak ataupun atas pertimbangan lain yang 
            akan ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
    
    e.  Pelaksanaan Pemeriksaan.
        (1) Pada dasarnya pemeriksaan dilakukan setelah dikeluarkannya Surat Perintah 
            Pemeriksaan yang dibuat berdasarkan LP2 yang diterbitkan oleh Kantor PDIP.
        (2) Pelaksanaan pemeriksaan rutin dilakukan dengan memperhatikan urutan prioritas 
            pemeriksaan berdasarkan skor tertinggi.
        (3) Pelaksanaan pemeriksaan SPT PPh Lebih Bayar 1986, mengingat batas waktu 
            penyelesaiannya singkat (12 bulan), dapat dilakukan segera setelah proses penelitian 
            dan perekaman SPT selesai dilaksanakan tanpa menunggu pengiriman LP2 oleh 
            Kantor PDIP.
        (4) Terhadap SPT Lebih Bayar 1986 hingga batas jumlah tertentu dapat dikeluarkan 
            SKKPP nya segera setelah dilakukan penelitian sesuai tata cara yang ditetapkan oleh 
            Direktur Jenderal Pajak. 
        (5) Pelaksanaan pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan perintah Direktur Jenderal 
            Pajak atau berdasarkan usul pemeriksaan dari Kepala Inspeksi Pajak atau Kepala 
            Kantor Wilayah Yang telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
        (6) Pelaksanaan pemeriksaan PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPN dan PPn BM serta Bea 
            Meterai dilakukan serentak dengan pelaksanaan pemeriksaan PPh pasal 25/29 
            sepanjang kegiatan pemeriksaan PPh pasal 25/29 tergolong dalam jenis kegiatan 
            pemeriksaan lapangan.

    f.  Siklus pemeriksaan dan sisa SPT yang belum diperiksa.
        (1) Pelaksanaan pemeriksaan terhadap SPT yang terpilih untuk diperiksa pada dasarnya 
            harus selesai dilakukan dalam batas waktu 45 (empat puluh lima) bulan sesudah 
            tanggal 31 Maret setelah akhir tahun pajak.
        (2) Menjelang berakhirnya batas waktu siklus pemeriksaan, terlebih dahulu harus 
            dilakukan inventarisasi atas SPT-SPT yang belum atau belum selesai dilaksanakan 
            pemeriksaannya oleh Unit pemeriksa.
        (3) SPT yang telah melampui batas waktu 45 bulan harus segera mendapat prioritas 
            penyelesaian pemeriksaan mengingat batas waktu daluwarsa penetapan yang tersisa.

    g.  Laporan dan evaluasi
        (1) Atas setiap pemeriksaan harus dibuat Laporan Pemeriksaan.
        (2) Hasil Laporan Pemeriksaan dituangkan dalam Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan 
            (DKHP), yang tercantum dalam LP2 yang diterbitkan oleh Kantor PDIP.
        (3) DKHP dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya ke Kantor Pusat 
            berdasarkan prosedur pengiriman yang ditentukan.
        (4) Kantor Pusat mengadakan evaluasi atas DKHP yang disampaikan untuk bahan 
            menyusun kebijaksanaan pemeriksaan tahun mendatang.
        (5) Hasil evaluasi dikirim kepada Kepala Inspeksi Pajak/Kepala Kantor Wilayah sebagai 
            bahan untuk menilai dan memperbaiki hasil pelaksanaan tugas dalam bidang 
            pemeriksaan.

4.  Demikian pokok-pokok kebijaksanaan pemeriksaan SPT PPh Tahun 1986 yang perlu Saudara ketahui 
    untuk dilaksanakan. Sambil menunggu ketentuan pelaksanaan yang akan dikeluarkan dalam waktu 
    dekat, diharapkan Saudara sudah mulai mempersiapkan diri guna mengamankan pelaksanaan 
    kebijaksanaan pemeriksaan ini.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. SALAMUN A.T.
peraturan/sedp/15pj.51987.txt · Last modified: 2023/02/05 21:08 by 127.0.0.1