User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:10pj.71996
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     14 Juni 1996

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 10/PJ.7/1996

                        TENTANG

              PENYEMPURNAAN LP2/DKHP (SERI PEMERIKSAAN 04-96)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Pemeriksaan sebagai salah satu upaya dalam penegakan hukum (law enforcement) untuk peningkatan 
kepatuhan Wajib Pajak perlu dipantau atau dievaluasi secara terus menerus melalui mekanisme pengawasan 
yang efektif dan efisien.

LP2/DKHP sebagai sarana pengawasan dapat menghasilkan masukan data untuk bahan penyusunan 
kebijaksanaan pemeriksaan. Untuk keperluan penyusunan informasi yang lebih lengkap dan cermat, diperlukan 
cakupan data yang lebih luas sehingga LP2/DKHP yang saat ini digunakan perlu dilakukan penyempurnaan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, bentuk LP2/DKHP berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
Nomor SE-04/PJ.71/1992 (Seri Pemeriksaan -75) perlu disempurnakan tata letak dan penambahan atau 
pengurangan beberapa item, sebagai berikut :

I.  PENYEMPURNAAN BEBERAPA ITEM
    1.  Tata cara pengisian
        a.  Nomor urut 1 s.d 10 berfungsi sebagai LP2 yang sebagian diisi oleh Pusat PDIP 
            melalui program komputer sepanjang datanya tersedia dan sebagai lagi diisi oleh 
            pemeriksa pada saat dilakukan pemeriksaan. Apabila terdapat perbedaan karena 
            terdapat perubahan, kecuali nomor urut 2 yang tidak dapat diubah oleh pemeriksa, 
            maka hal tersebut harus diperbaiki oleh pemeriksa dengan mencoret yang tidak benar 
            dan mencantumkan yang benar disampingnya.
        b.  Nomor urut 11 s.d 21 berfungsi sebagai DKHP yang diisi dan ditandatangani oleh 
            Ketua Kelompok setelah pemeriksaan selesai dilaksanakan (Laporan Pemeriksa Pajak 
            telah disetujui.)

    2.  Alamat Wajib Pajak, maksud penambahan ini adalah bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan, 
        kemungkinan Wajib Pajak sudah pindah alamat. Dengan demikian dapat diketahui dan 
        dilakukan pemutakhiran data alamat pada induk file (Master file) Wajib Pajak. 

    3.  Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), maksud penambahaan ini adalah untuk 
        mengetahui apakah Wajib Pajak yang diperiksa telah dikukuhkan sebagai PKP dan apabila 
        belum dikukuhkan, maka harus segera diberitahukan secara tertulis kepada KPP terkait untuk 
        dikukuhkan menjadi PKP.

    4.  Nomor telepon, maksud penambahan ini adalah untuk mengetahui secara pasti nomor telepon 
        yang diberikan oleh PT. Telkom, agar kelancaran komunikasi dengan Wajib Pajak menjadi 
        lebih baik.

    5.  Tahun pendirian usaha, penambahan ini dimaksudkan untuk menilai relevansinya antara tahun 
        pendirian dengan nilai Modal dan nilai Penghasilan Wajib Pajak yang diperiksa. Misalnya, 
        suatu usaha Wajib Pajak didirikan tahun 1994 tetapi nilai penjualannya sudah mencapai 
        ratusan milyar,hal ini perlu dikaji sehingga secara proaktif dapat mencegah terjadinya 
        penghindaran atau pengelakan terhadap kewajiban perpajakan.

    6.  Pembukuan, maksud penambahan ini adalah untuk mengetahui keadaan sebenarnya sistem 
        pembukuan yang dipakai oleh Wajib Pajak. Selain dari itu, dimaksudkan pula untuk 
        menginventarisasi jumlah Wajib Pajak yang pembukuannya menggunakan komputer, 
        sehingga memudahkan pemeriksa untuk menyusun program pemeriksaan di tahun-tahun 
        berikutnya.

    7.  Jenis Sistem Operasi, maksud penambahan ini adalah sebagai bahan pustaka data dan 
        referensi untuk solusi-solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi oleh pemeriksa apabila 
        pemeriksaan dilaksanakan secara komputer.

    8.  Jenis Usaha Inti , maksud penambahan ini adalah untuk mengetahui usaha utama Wajib Pajak. 
        Dalam praktik, jenis usaha Wajib Pajak bervariasi, tetapi terdapat satu jenis usaha utama yang 
        menopang bisnisnya secara keseluruhan. Disamping itu informasi ini dapat dipakai sebagai 
        indikasi adanya keterkaitan dengan usaha Wajib Pajak lain yang menggunakan bahan baku/
        barang dagangan dari hasil penjualan Wajib Pajak terperiksa.

    9.  Komponen Neraca dan Laba-Rugi, maksud penambahan ini adalah untuk bahan :
        a)  Analisis pemeriksaan ditahun-tahun berikutnya;
        b)  Pembanding dengan SPT Wajib Pajak yang tidak diperiksa, sehingga pada KLU yang 
            sama akan tampak perbedaan antara SPT Wajib Pajak diperiksa dengan SPT Wajib 
            Pajak yang tidak diperiksa;
        c)  Uji silang terhadap kebenaran pengisian DKHP itu sendiri;
        d)  Kriteria seleksi yang lebih relevan.

    10. Pemisahan PPh Pasal 23 dan Pasal 26, maksud pemisahan ini adalah untuk merinci masing-
        masing koreksi hasil pemeriksaan pada pasal-pasal tersebut.

    11. Koreksi Terbesar, pada DKHP sebelumnya hanya diisi sebanyak lima komponen, sedangkan 
        pada DKHP yang baru ini harus diisi sebanyak sepuluh komponen koreksi terbesar. 
        Penambahan komponen koreksi ini dimaksudkan untuk memperluas cakupan data koreksi 
        yang merupakan pustaka data dan sebagai bahan analisis di tahun-tahun berikutnya.

    12. Persentase laba neto, pada DKHP yang baru ini dihilangkan, karena secara sistem (otomatis) 
        dapat dihitung dengan adanya penambahan pada komponen Neraca dan Laba-Rugi.

II. PENERBITAN, PENGISIAN DAN PENGIRIMAN KEMBALI LP2/DKHP
    1.  Formulir LP2/DKHP diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga) oleh Pusat PDIP berdasarkan 
        permintaan Direktorat Pemeriksaan Pajak dan dikirim langsung ke unit kerja pemeriksaan 
        dengan Surat Pengantar tersendiri.

    2.  LP2/DKHP diisi oleh Ketua Kelompok Pemeriksa pajak pada unit kerja pemeriksa lengkap 
        atau oleh Kepala Seksi yang menangani pemeriksaan Wajib Pajak yang bersangkutan pada 
        unit kerja pemeriksaan sederhana, sesuai dengan petunjuk pengisian yang terlampir bersama 
        surat edaran ini. Dalam hal LP2/DKHP telah diterima oleh Pemeriksa sebelum closing 
        conference, maka LP2/DKHP tersebut harus diisi oleh Pemeriksa paling lambat 10 hari sejak 
        tanggal closing conference, maka LP2/DKHP harus diisi oleh Pemeriksa paling lambat 10 hari 
        sejak tanggal LP2/DKHP harus diisi oleh Pemeriksa paling lambat 10 hari sejak tanggal 
        LP2/DKHP diterima.

    3.  LP2/DKHP yang telah diisi kemudian didistribusikan sebagai berikut :
        a.  Asli dikirimkan kembali ke Direktorat Pemeriksaan Pajak dengan menggunakan Surat 
            Pengantar dan Daftar DKHP yang ditembuskan kepada Kanwil atasannya dengan 
            menggunakan formulir sesuai contoh pada lampiran 2 dan 2.1. Pengiriman ke 
            Direktorat Pemeriksaan Pajak dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya 
            untuk DKHP yang diisi pada bulan penerbitan LPP.
        b.  Lembar kedua digabungkan dengan LPP disimpan dalam berkas Wajib Pajak pada 
            Kantor Pelayanan Pajak.
        c.  Lembar ketiga disimpan untuk file pada unit kerja pemeriksaan yang bersangkutan.

III.    LAIN-LAIN
    Dalam hal terjadi perubahan status Wajib Pajak misalnya dari Wajib Pajak biasa menjadi Wajib Pajak 
    yang masuk bursa (Go Public) atau perubahan domisili Wajib Pajak karena perubahan alamat, maka 
    penanganan LP2/DKHP diatur sebagai berikut :
    1.  LP2/DKHP diteruskan ke unit kerja pemeriksaan yang terakhir melakukan pemeriksaan 
        sesuai dengan kewenangannya. Pengiriman tersebut menggunakan Surat Pengantar biasa 
        yang ditembuskan ke Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Kanwil atasannya.

    2.  Pengisian DKHP dilakukan oleh Ketua Kelompok Pemeriksa yang menangani pemeriksaan 
        Wajib Pajak yang bersangkutan dan pengiriman kembali DKHP yang telah diisi ke Direktorat 
        Pemeriksaan Pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tersebut pada butir II.3 di atas.

Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
SE-04/PJ.71/1992 (seri pemeriksaan-75) dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/10pj.71996.txt · Last modified: 2023/02/05 20:44 by 127.0.0.1