User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:10pj.621987
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               10 Oktober 1987

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 10/PJ.62/1987

                               TENTANG

                    PENJELASAN LEBIH LANJUT MENGENAI SANKSI 
              SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 14 AYAT (7) UU PPh 1984

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

1.  Sehubungan dengan surat kami kepada Saudara Kepala Inspeksi Pajak Pontianak No. 
    S-219/PJ.62/1987 tertanggal 18 Agustus 1987 perihal hubungan antara Pasal 14 (7) UU No. 7 Tahun 
    1983 dengan Pasal 13 ayat (3) huruf a UU No. 6 TAHUN 1983, yang tembusannya telah disampaikan 
    kepada Saudara, telah ditegaskan, bahwa sanksi administrasi berupa kenaikan seperti yang dimaksud 
    dalam Pasal 14 ayat (7) UU No. 7 TAHUN 1983 adalah 50 % (lima puluh perseratus) dari pokok pajak 
    yang terhutang.

2.  Adapun yang menjadi dasar dari penegasan tersebut pada butir 1 adalah
    a.  Interprestasi menurut sejarah Undang-undang.
        Maksud dicantumkannya ayat (7) dari Pasal 14 UU PPh 1984 adalah untuk memberikan sanksi 
        kepada Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan seperti dimaksud Pasal 14 
        ayat (6) UU PPh 1984 tetapi tidak menyelenggarakannya, sehingga PPh dari Wajib Pajak 
        tersebut dihitung dengan memakai Norma Penghitungan. Sanksi itu dimaksudkan berupa 
        kenaikan yang dihitung sebesar 50 % (lima puluh persen) atas jumlah PPh yang dihasilkan 
        dari penghitungan penghasilan netto dengan menerapkan Norma Penghitungan.

        Pendirian yang ada pada waktu disusunnya ayat ini adalah "Norma hanya boleh dipakai oleh 
        Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan hanya apabila PPh yang terhutang 
        (pokok pajak) dinaikkan 50 % (lima puluh persen)." Penyebutan "Pasal 13 ayat (3) Undang-
        undang No. 6 TAHUN 1983 tentang KUP" dalam Pasal 14 ayat (7) UU PPh 1984 tersebut baru 
        ditambahkan kemudian dalam Rapat Paripurna Pansus (Panitia Khusus DPR), yaitu untuk 
        mempergunakan kenaikan "50 %" dari Pasal UU KUP tersebut.

    b.  Interprestasi secara gramatikal.
        Secara gramatikal kata-kata "Pajak yang dihasilkan dari penghitungan sebagaimana 
        dimaksud dalam ayat (6)", berdasarkan Memory Penjelasan, adalah "Pajak Penghasilan yang 
        dihasilkan dari penghasilan netto yang dihitung dengan menerapkan Norma Penghitungan", 
        jadi jumlah kenaikan 50 % harus dihitung atas jumlah PPh yang dihasilkan dari penghitungan 
        penghasilan netto melalui penerapan Norma Penghitungan. PPh yang dihasilkan dari 
        penghitungan dengan memakai norma, tidak lain dari pokok pajak sebab tidak 
        mempersoalkan jumlah pajak yang telah dilunasi dan dengan demikian dasar penerapan 
        kenaikan itu bukan kekurangan pajak yang terhutang.

        Penerapan sanksi Pasal 13 ayat (3) UU No. 6 TAHUN 1983 atas pengeluaran SKP berdasarkan 
        Pasal 13 ayat (1) huruf b dan d yang penghitungannya bukan berdasarkan hasil penerapan 
        Norma Penghitungan, akan diberikan penegasan kemudian menurut timbulnya kasus-kasus 
        yang berkenaan dengan itu.

3.  Selain dari pada pertimbangan interprestasi yuridis seperti dijelaskan pada butir 2, kita perlu 
    pertimbangkan pula effektivitas dari suatu sanksi untuk mencapai sasaran yang dituju. Sanksi atas 
    tidak diselenggarakannya pembukuan oleh Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakannya tidak akan 
    effektif, apabila didasarkan atas kekurangan pajak yang belum dibayar, sebab kekurangan itu dapat 
    diatur oleh Wajib Pajak menjadi nihil, dengan jalan membayar lunas PPh yang terhutang sebagai hasil 
    penghitungan berdasarkan Norma Penghitungan.

4.  Dengan mengingat kepastian hukum yang harus diciptakan dan dipelihara, maka apabila oleh Inspeksi 
    Pajak tertentu telah dikeluarkan SKP yang berkaitan dengan Pasal 14 ayat (7) UU PPh 1984 s/d 
    tanggal 18 Agustus 1987 (tanggal dari surat kami NO. S-219/PJ.62/1987) dan besarnya sanksi 
    administrasi berupa kenaikan masih didasarkan atas kekurangan pajak yang terhutang, maka 
    perbaikan SKP tidak perlu dilakukan.

    Akan tetapi untuk SKP yang dikeluarkan setelah tanggal 18 Agustus 1987, maka besarnya sanksi 
    administrasi berupa kenaikan harus dihitung sebesar 50 % dari pokok pajak (bukan dari kekurangan 
    pajak yang terhutang).

Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

SALAMUN A.T.
peraturan/sedp/10pj.621987.txt · Last modified: 2023/02/05 20:43 by 127.0.0.1