User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:10pj.042008
Yth.   1.  Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
    2.  Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak
    di Seluruh Indonesia

Sehubungan dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 tentang
Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP), dan ketentuan peraturan
pelaksanaannya, terutama di bidang pemeriksaan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 80
Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Berdasarkan Undang-Undang
KUP, Peraturan Menteri Keuangan nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-19/PJ./2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemeriksaan Lapangan, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-20/PJ./2008
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor, maka untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pemeriksaan serta menciptakan tertib administrasi pemeriksaan, dipandang perlu
untuk menetapkan kebijakan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut.

Selain menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan baru tersebut di atas, kebijakan
pemeriksaan juga disusun untuk menyelaraskan dengan proses modernisasi administrasi
perpajakan yang telah dan sedang berlangsung hingga saat ini. Modernisasi administrasi
perpajakan membawa akibat berupa pembubaran Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
(Karikpa) dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu, modernisasi juga
berakibat pada berubahnya pelaksanaan pemeriksaan di Kantor Wilayah DJP, yaitu hanya
melakukan pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan.

Menurut Undang-Undang KUP, tujuan pemeriksaan meliputi untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Mengingat masing-masing tujuan
pemeriksaan memiliki karakteristik yang spesifik, dan agar selaras dengan tujuan pemeriksaan
tersebut, kebijakan pemeriksaan juga dibagi 2 (dua), yaitu:

a.  Kebijakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
    dan

b.  Kebijakan pemeriksaan untuk tujuan lain.

Kebijakan pemeriksaan untuk tujuan lain akan ditetapkan dalam surat edaran tersendiri,
sedangkan kebijakan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan adalah sebagai berikut:

I.  KEBIJAKAN UMUM

    A.  Tujuan Pemeriksaan

        1.  Tujuan pemeriksaan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal
            Pajak ini hanya meliputi tujuan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
            pemenuhan kewajiban perpajakan.

        2.  Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
            perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menguji kebenaran Surat
            Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan/atau pemenuhan
            kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan kegiatan usaha,
            pekerjaan bebas, dan/atau keadaan, yang sebenarnya dari Wajib
            Pajak.

        3.  Pelaksanaan dan hasil pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
            pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dituangkan dalam
            bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang diikuti dengan penerbitan
            surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak.

    B.  Ruang Lingkup Pemeriksaan

        1.  Ruang lingkup pemeriksaan merupakan cakupan dari jenis pajak dan
            periode dari pencatatan atau pembukuan yang menjadi objek untuk
            dilakukan pemeriksaan.

        2.  Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
            kewajiban perpajakan meliputi pemeriksaan atas satu, beberapa, atau
            seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian
            Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun
            berjalan.

    C.  Jenis Pemeriksaan

        1.  Jenis pemeriksaan dipengaruhi oleh bobot risiko ketidakpatuhan dari
            Wajib Pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan.

        2.  Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
            perpajakan dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan,
            yaitu:

            a.  Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di
                tempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas,
                tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan
                oleh Direktur Jenderal Pajak; dan

            b.  Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di
                kantor Direktorat Jenderal Pajak.

        3.  Semakin tinggi risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak, pemeriksaannya
            dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lapangan.

    D.  Kriteria Pemeriksaan

        1.  Kriteria pemeriksaan merupakan alasan atau dasar dilakukannya
            pemeriksaan terhadap Wajib Pajak.

        2.  Terdapat 2 (dua) kriteria pemeriksaan yang mendasari dilakukannya
            pemeriksaan untuk menguji kepatuhan     pemenuhan kewajiban
            perpajakan Wajib Pajak, yaitu:

            a.  Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan
                terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak
                dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena
                diwajibkan oleh Undang-Undang KUP;

            b.  Pemeriksaan berdasarkan risiko (risk based audit) yang
                selanjutnya disebut dengan Pemeriksaan Khusus, merupakan
                pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko
                terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Analisis risiko terhadap
                ketidakpatuhan Wajib Pajak dapat dilakukan secara
                komputerisasi atau secara manual.

        3.  Pemeriksaan rutin yang pelaksanaannya diprioritaskan merupakan
            pemeriksaan yang dilakukan terhadap permohonan pengembalian
            kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B
            Undang-Undang KUP.

        4.  Pemeriksaan Khusus dibagi menjadi 2 (dua) kriteria, yaitu:

            a.  Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat bottom up
                (dari bawah ke atas), yaitu Pemeriksaan Khusus berdasarkan
                hasil analisis risiko terhadap profil Wajib Pajak yang dilakukan
                secara manual oleh Kantor Pelayanan Pajak dan disampaikan
                kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya untuk
                mendapatkan persetujuan;

            b.  Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat top down
                (dari atas ke bawah), yaitu Pemeriksaan Khusus yang dilakukan
                berdasarkan:

                1)  hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data,
                    laporan dan pengaduan yang dilakukan oleh Kepala
                    Kanwil DJP atau Direktur Intelijen dan Penyidikan;

                2)  hasil analisis risiko secara komputerisasi (selama ini
                    disebut Kriteria Seleksi) yang berupa skor risiko
                    ketidakpatuhan dengan memperhatikan
                    variabel-variabel tertentu serta adanya data dan
                    informasi; atau

                3)  pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

    E.  Jangka Waktu Pemeriksaan

        1.  Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dihitung sejak tanggal Surat
            Perintah Pemeriksaan (SP2) sampai dengan tanggal Laporan Hasil
            Pemeriksaan (LHP).

        2.  Jangka waktu Pemeriksaan Kantor dihitung sejak tanggal Wajib Pajak
            harus datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan
            Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

        3.  Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan
            pemenuhan kewajiban perpajakan adalah 4 (empat) bulan dan dapat
            diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan.

        4.  Apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer
            pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya
            rekayasa transaksi keuangan, jangka waktu pemeriksaan dapat
            diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun, kecuali pemeriksaan
            yang dilakukan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan
            pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178
            Undang-Undang KUP, harus memperhatikan jangka waktu
            penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

        5.  Jangka waktu Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan
            pemenuhan kewajiban perpajakan adalah 3 (tiga) bulan dan dapat
            diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan.

        6.  Apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer
            pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya
            rekayasa transaksi keuangan, Pemeriksaan Kantor diubah menjadi
            Pemeriksaan Lapangan,

        7.  Jangka waktu maksimal setelah perpanjangan jangka waktu
            pemeriksaan tidak dapat diperpanjang lagi meskipun terjadi pergantian
            tim Pemeriksa Pajak.

        8.  Terkait dengan pelaksanaan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan
            harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

            a.  Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan sepanjang
                tidak melewati jangka waktu maksimal yang ditetapkan.

            b.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan terkait dengan permohonan
                pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
                dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, perpanjangan
                jangka waktu pemeriksaan harus memperhatikan jangka waktu
                penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
                pembayaran pajak.

            c.  Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan hanya
                disampaikan 1 (satu) kali.

            d.  Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan oleh Kepala
                Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) dengan menyampaikan Surat
                Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan
                kepada:

                1)  Kepala Kantor Wilayah DJP untuk
                    instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan yang
                    diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP; atau

                2)  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (Direktur P2) untuk
                    instruksi/persetujuan pemeriksaan yang diterbitkan oleh
                    Direktur Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan
                    Penagihan.

            e.  Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan
                dapat disampaikan secara manual dan/atau elektronik melalui
                Modul Pemeriksaan pada SIDJP.

            f.  Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan
                harus disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum
                berakhirnya jangka waktu pemeriksaan.

            g.  Apabila jangka waktu 4 (empat) bulan untuk jenis Pemeriksaan
                Lapangan atau jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk jenis
                Pemeriksaan Kantor telah terlampaui dan Kepala Unit Pelaksana
                Pemeriksaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
                Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan, maka Kepala Unit
                Pelaksana Pemeriksaan harus menentukan tindak lanjut
                pemeriksaan tersebut.

            h.  Apabila jangka waktu pemeriksaan telah melewati jangka
                waktu maksimal setelah perpanjangan jangka waktu
                pemeriksaan tetapi pemeriksaan belum dapat diselesaikan,
                maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menentukan
                tindak lanjut pemeriksaan tersebut.

            i.  Tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf
                g dan huruf h dilakukan dengan cara:

                1)  menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan
                    temuan pemeriksaan setelah terlebih dahulu
                    menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
                    (SPHP) dan melakukan pembahasan akhir hasil
                    pemeriksaan dengan Wajib Pajak.

                2)  ditingkatkan ke pemeriksaan bukti permulaan apabila
                    terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan; atau

                3)  membuat laporan pemeriksaan sumir berdasarkan
                    pertimbangan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan.

    F.  Pelaksanaan Pemeriksaan

        Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai
        dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama.

    F.1.    Persiapan Pemeriksaan

        1.  Persiapan pemeriksaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh tim
            Pemeriksa Pajak sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan.

        2.  Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus membentuk susunan tim
            Pemeriksa Pajak, yang terdiri dari Supervisor, Ketua Tim, dan Anggota
            Tim dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam
            Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ./2008 tentang
            Pedoman Penunjukan Supervisor dan Ketua Tim Pemeriksa Pajak dan
            perubahannya serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor
            SE-08/PJ.04/2008 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Peraturan
            Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ./2008.

        3.  Pada tahap Persiapan Pemeriksaan harus diperhatikan hal-hal sebagai
            berikut:

            a.  Berdasarkan instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan
                atau Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2), Kepala Unit
                Pelaksana Pemeriksaan harus mendistribusikan penugasan
                pemeriksaan kepada tim pemeriksa pajak yang telah dibentuk
                dengan membuat nota dinas kepada Supervisor yang ditunjuk
                melalui Kepala Seksi Pemeriksaan.

            b.  Berdasarkan nota dinas Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan,
                tim Pemeriksa Pajak yang ditunjuk harus meminjam profil,
                dokumen, dan berkas Wajib Pajak yang akan diperiksa.

            c.  Tim Pemeriksa Pajak yang ditunjuk harus mempelajari dan
                menelaah Profil Wajib Pajak termasuk hasil analisis risiko yang
                telah dilakukan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi, serta
                dokumen dan berkas Wajib Pajak sehingga tim Pemeriksa Pajak
                memperoleh gambaran yang lengkap tentang kegiatan usaha
                Wajib Pajak termasuk benchmark, data, dan informasi yang
                terkait dengan Wajib Pajak.

            d.  Tim Pemeriksa Pajak harus membuat evaluasi terhadap kondisi
                Wajib Pajak berdasarkan hasil penelaahan profil Wajib Pajak
                terutama yang terkait dengan kondisi usahanya, operasi
                usahanya, atau struktur pembiayaan/permodalannya.

            e.  Hasil penelaahan dan evaluasi terhadap Profil Wajib Pajak
                sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d digunakan
                sebagai dasar untuk membuat perencanaan penyelesaian
                pemeriksaan (audit planning), merancang program pemeriksaan
                (audit program), prosedur pemeriksaan yang akan ditempuh
                serta untuk menentukan teknik pemeriksaan (metode
                pengujian) yang digunakan.

            f.  Hasil penelaahan terhadap Profil Wajib Pajak harus
                didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

            g.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
                ternyata Profil Wajib Pajaknya tidak ada atau belum dibuat,
                maka pemeriksaan tidak boleh dilaksanakan (SP2 tidak boleh
                diterbitkan), kecuali pemeriksaan terhadap SPT Lebih Bayar
                restitusi dan pemeriksaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
                Lokasi karena adanya permintaan dari Unit Pelaksana
                Pemeriksaan Domisili. Untuk selanjutnya, Profil Wajib Pajak
                yang belum ada tersebut harus segera dibuat dalam jangka
                waktu paling lama 1 (satu) bulan.

            h.  Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan
                sebagaimana dimaksud pada huruf g profil Wajib Pajak belum
                dibuat, Pemeriksa Pajak diminta untuk melaporkan hal tersebut
                kepada Kepala Kantor Wilayah DJP melalui Kepala Unit
                Pelaksana Pemeriksaan dengan ditembuskan kepada Direktur
                Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan dan kepada Direktur
                Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan formulir
                sebagaimana terdapat dalam Lampiran 1 dan pemeriksaan
                dapat dilaksanakan setelah profil Wajib Pajak dibuat.

    F.2.    Pelaksanaan Tindakan Pemeriksaan

        1.  Tata cara pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan:

            a.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang
                Tata Cara Pemeriksaan;

            b.  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ./2008 tentang
                Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; dan

            c.  Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ./2008 tentang
                Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.

        2.  Pemeriksaan harus dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan
            yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan
            standar pelaporan pemeriksaan.

        3.  Tim Pemeriksa Pajak harus mencantumkan dasar hukum berupa
            ketentuan perundang-undangan perpajakan dan ketentuan
            pelaksanaannya serta bukti-bukti pendukungnya, atas setiap temuan
            pemeriksaan.

        4.  Temuan pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui
            penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang
            penyampaiannya hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali.

        5.  Wajib Pajak harus diberi kesempatan hadir untuk melakukan
            pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Pembahasan akhir harus
            dilakukan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, yaitu 1 (satu)
            bulan untuk Pemeriksaan Lapangan dan 3 (tiga) minggu untuk
            Pemeriksaan Kantor.

        6.  Dalam hal dilakukan pembahasan oleh Tim Pembahas, baik Tim
            Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan maupun Tingkat Kantor
            Wilayah, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

            a.  Tim Pembahas dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana
                Pemeriksaan atau Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama
                Direktur Jenderal Pajak yang bertugas untuk membahas
                perbedaan antara pendapat Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak
                pada saat dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
                dengan susunan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.

            b.  Tim Pembahas akan melaksanakan tugasnya dalam hal
                terdapat permohonan dari Wajib Pajak.

            c.  Pembahasan oleh Tim Pembahas hanya dilakukan antara tim
                Pemeriksa Pajak dengan Tim Pembahas tanpa dihadiri oleh
                Wajib Pajak.

        7.  Apabila hasil pemeriksaan ternyata berbeda dengan profil Wajib Pajak,
            tim Pemeriksa Pajak harus menjelaskan perbedaan tersebut dalam
            Kertas Kerja Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan serta
            mengirimkan data perbedaan tersebut ke Seksi Pengawasan dan
            Konsultasi terkait.

        8.  Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) Surat
            Perintah Pemeriksaan yang meliputi satu atau beberapa jenis pajak
            dan satu atau beberapa Masa Pajak, maka Nota Penghitungan dan
            surat ketetapan pajak harus diterbitkan untuk setiap Masa Pajak dan
            setiap Jenis Pajak.

    G.  Reviu atau Telaahan Sejawat (Peer Review)

        1.  Dalam rangka melakukan pengawasan dan peningkatan kualitas hasil
            pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan, perlu
            dilakukan reviu terhadap konsep Laporan Hasil Pemeriksaan atau
            telaahan sejawat (peer review) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan.

        2.  Reviu atau telaahan sejawat (peer review) dilaksanakan untuk menguji
            apakah pemeriksaan yang dilaksanakan oleh Unit Pelaksana
            Pemeriksaan telah sesuai dengan standar pemeriksaan.

        3.  Reviu terhadap konsep Laporan Hasil Pemeriksaan terutama dilakukan
            terhadap pemeriksaan yang dilaksanakan karena adanya pengaduan
            atau laporan dari pihak eksternal atau karena terkait kasus-kasus
            tertentu.

        4.  Reviu dilaksanakan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau
            Kepala Kantor Wilayah DJP sesuai dengan pejabat yang menerbitkan
            instruksi pemeriksaan.

        5.  Telaahan sejawat (peer review) dapat dilaksanakan oleh Direktur
            Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor wilayah DJP.

    H.  Perluasan Pemeriksaan

        1.  Pemeriksaan dapat diperluas ke tahun-tahun pajak yang belum
            dilakukan pemeriksaan, dalam hal:

            a.  SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan untuk
                tahun-tahun pajak sebelumnya tersebut menyatakan rugi; atau

            b.  berdasarkan data dan informasi, pemeriksaan perlu diperluas
                ke tahun-tahun pajak lainnya yang belum dilakukan
                pemeriksaan.

        2.  Perluasan pemeriksaan yang disebabkan karena alasan sebagaimana
            dimaksud pada angka 1 huruf a dilakukan dengan menyampaikan
            pemberitahuan secara tertulis kepada:

            a.  Kepala Kantor Wilayah DJP dalam hal Unit Pelaksana
                Pemeriksaannya adalah Kantor Pelayanan Pajak; atau

            b.  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dalam hal Unit Pelaksana
                Pemeriksaannya adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan,
                dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran
                3.

        3.  Apabila perluasan pemeriksaan yang disebabkan karena kriteria
            sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a mencakup periode lebih
            dari 1 (satu) tahun pajak, pemberitahuan perluasan pemeriksaan harus
            dilakukan dengan menggunakan satu surat pemberitahuan untuk
            setiap tahun pajak.

        4.  Berdasarkan pemberitahuan perluasan pemeriksaan sebagaimana
            dimaksud pada angka 2, Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur
            Pemeriksaan dan Penagihan memberikan penugasan pemeriksaan
            dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran 4.

        5.  Kode pemeriksaan atas perluasan pemeriksaan yang disebabkan
            karena kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf
            a menggunakan kriteria pemeriksaan rutin dengan kode pemeriksaan
            SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar.

        6.  Dalam hal perluasan pemeriksaan disebabkan karena alasan
            sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, usul perluasan
            pemeriksaannya harus dilakukan dengan mengikuti prosedur
            Pemeriksaan Khusus.

    I.  Pemeriksaan SPT Masa PPN Lebih Bayar

        1.  Pemeriksaan harus dilakukan apabila Wajib Pajak menyampaikan SPT
            Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar Restitusi, kecuali SPT Masa
            PPN yang menyatakan Lebih Bayar Restitusi tersebut disampaikan oleh
            Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
            Pasal 17C Undang-Undang KUP dan Wajib Pajak yang memenuhi
            Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D
            Undang-Undang KUP.

        2.  Pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar ditentukan sebagai
            berikut:

            a.  Apabila Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang
                menyatakan Lebih Bayar Kompensasi, pemeriksaannya ditunda
                sampai dengan kompensasi tersebut direstitusi atau ditunda
                sampai dengan akhir Tahun Pajak apabila sampai dengan akhir
                Tahun Pajak Wajib Pajak tetap tidak mengajukan restitusi.
                Dengan demikian, ruang lingkup pemeriksaan untuk SPT Masa
                PPN yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi dalam suatu
                Tahun Pajak tidak boleh lebih dari 12 (dua belas) Masa Pajak.

            b.  Dalam hal pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN yang
                menyatakan Lebih Bayar Restitusi terdapat kompensasi dari
                Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya, maka pemeriksaan harus
                mencakup seluruh Masa Pajak yang menyatakan Lebih Bayar
                Kompensasi tersebut dengan menerbitkan 2 (dua) Surat
                Perintah Pemeriksaan, yaitu 1 (satu) Surat Perintah
                Pemeriksaan untuk Masa Pajak yang menyatakan Lebih Bayar
                Restitusi dan 1 (satu) Surat Perintah Pemeriksaan untuk Masa
                Pajak-Masa Pajak lainnya yang menyatakan Lebih Bayar
                Kompensasi.

        3.  Pelaksanaan Pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar harus
            dilakukan dengan memperhatikan ketentuan terkait.

    J.  Pembatalan, Pengalihan, atau Penghentian Pemeriksaan

        1.  Pembatalan Pemeriksaan

            a.  Pembatalan pemeriksaan dapat meliputi pembatalan
                penugasan pemeriksaan atau pembatalan hasil pemeriksaan.

            b.  Pembatalan penugasan pemeriksaan pada prisipnya dilakukan
                dengan alasan sebagai berikut:

                1)  terdapat kesalahan administrasi yang bersifat
                    manusiawi (human error) seperti kesalahan tahun pajak
                    atau nama Wajib Pajak yang akan diperiksa, kesalahan
                    kriteria/alasan pemeriksaan; atau

                2)  berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

            c.  Pembatalan penugasan pemeriksaan yang dilakukan karena
                kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf
                b angka 1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

                1)  pembatalan dapat dilakukan sepanjang Surat
                    Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) belum
                    disampaikan kepada Wajib Pajak;

                2)  terhadap instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan
                    yang diterbitkan Kepala Kantor Wilayah DJP, pembatalan
                    penugasan pemeriksaannya harus dilakukan oleh
                    Kepala Kantor Wilayah DJP;

                3)  terhadap instruksi/persetujuan pemeriksaan yang
                    diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Direktur
                    Pemeriksaan dan Penagihan, pembatalan penugasan
                    pemeriksaannya harus dilakukan oleh Direktur
                    Pemeriksaan dan Penagihan;

                4)  usul pembatalan penugasan pemeriksaan oleh Kepala
                    Unit Pelaksana Pemeriksaan kepada Kepala Kantor
                    Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
                    dilakukan dengan menggunakan formulir seperti
                    terdapat pada Lampiran 5;

                5)  persetujuan atau penolakan pembatalan penugasan
                    pemeriksaan atas usulan sebagaimana dimaksud pada
                    angka 4) disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP
                    atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan kepada
                    Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dengan
                    menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran
                    6 atau Lampiran 6.1;

                6)  surat persetujuan pembatalan penugasan pemeriksaan
                    sebagaimana dimaksud pada angka 5) digunakan
                    sebagai dasar untuk melakukan pembatalan Lembar
                    Penugasan Pemeriksaan melalui aplikasi SIMPP/Modul
                    Pemeriksaan pada SIDJP.

            d.  Pembatalan penugasan pemeriksaan berdasarkan
                pertimbangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
                pada huruf b angka 2) merupakan kewenangan Direktur
                Jenderal Pajak yang dilakukan dengan ketentuan sebagai
                berikut:

                1)  pembatalan dapat dilakukan sepanjang surat ketetapan
                    pajak hasil pemeriksaan belum diterbitkan;

                2)  pembatalan dilakukan dengan menerbitkan surat
                    Direktur Jenderal Pajak mengenai pembatalan
                    penugasan pemeriksaan;

                3)  pembatalan dapat dilakukan terhadap
                    instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan, Surat
                    Perintah Pemeriksaan, Surat Pemberitahuan Hasil
                    Pemeriksaan, Laporan Hasil Pemeriksaan, dan/atau
                    Nota Penghitungan;

                4)  pembatalan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

                    a)  Direktur Jenderal Pajak memberikan perintah
                        kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
                        untuk membatalkan penugasan pemeriksaan;

                    b)  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan membuat
                        konsep surat Direktur Jenderal Pajak tentang
                        Pembatalan Penugasan Pemeriksaan;

                    c)  Direktur Jenderal Pajak menandatangani surat
                        Direktur Jenderal Pajak tentang Pembatalan
                        Penugasan Pemeriksaan dan disampaikan
                        kepada Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan;

                    d)  Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
                        memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai
                        pembatalan penugasan pemeriksaan;

                    e)  Tembusan surat Direktur Jenderal Pajak tentang
                        Pembatalan Penugasan Pemeriksaan
                        sebagaimana dimaksud pada huruf c) digunakan
                        sebagai dasar untuk melakukan pembatalan
                        Lembar Penugasan Pemeriksaan melalui aplikasi
                        SIMPP/Modul Pemeriksaan pada SIDJP.

            e.  Dalam hal pemeriksaan yang dibatalkan sebagaimana dimaksud
                pada huruf c dan huruf d terdapat permintaan Pemeriksaan
                Wajib Pajak Lokasi, berlaku ketentuan sebagai berikut:

                1)  berdasarkan surat pembatalan penugasan
                    pemeriksaan, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
                    Domisili mengirimkan Surat Pemberitahuan Pembatalan
                    Penugasan Pemeriksaan kepada Kepala Unit Pelaksana
                    Pemeriksaan Lokasi dengan menggunakan formulir
                    seperti terdapat pada Lampiran 7;

                2)  berdasarkan Surat Pemberitahuan Pembatalan
                    Penugasan Pemeriksaan dari Unit Pelaksana
                    Pemeriksaan Domisili, Kepala Unit Pelaksana
                    Pemeriksaan Lokasi membatalkan penugasan
                    pemeriksaan dan menyampaikan pembatalan
                    penugasan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah DJP
                    atasannya dan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
                    Domisili sepanjang Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi
                    belum menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil
                    Pemeriksaan terkait dengan pembatalan pemeriksaan
                    pada huruf c atau belum menerbitkan surat ketetapan
                    pajak terkait dengan pembatalan pemeriksaan pada
                    huruf d, menggunakan formulir seperti terdapat pada
                    Lampiran 8;

                3)  Surat pembatalan penugasan pemeriksaan dari Unit
                    Pelaksana Pemeriksaan Lokasi sebagaimana dimaksud
                    pada angka 2), digunakan oleh Kepala Kantor Wilayah
                    DJP atasan Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi untuk
                    melakukan pembatalan Lembar Penugasan Pemeriksaan
                    pada aplikasi SIMPP/Modul Pemeriksaan pada SIDJP.

            f.  Pembatalan hasil pemeriksaan dilakukan dengan alasan
                pemeriksaan dilaksanakan tanpa ada Surat Pemberitahuan
                Hasil Pemeriksaan atau pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa
                ada pemberian hak hadir kepada Wajib Pajak untuk melakukan
                pembahasan akhir hasil pemeriksaan, yang meliputi:

                1)  pembatalan hasil pemeriksaan terkait dengan Pasal 36
                    ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP; atau

                2)  pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan
                    terkait dengan Pasal 36 ayat (1) huruf
                    d Undang-Undang KUP.

            g.  Pembatalan hasil pemeriksaan terkait dengan Pasal 36 ayat (1)
                huruf d Undang-Undang KUP sebagaimana dimaksud pada huruf
                f angka 1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

                1)  pembatalan dilakukan sebelum surat ketetapan pajak
                    diterbitkan dan dilakukan secara jabatan;

                2)  pembatalan hasil pemeriksaannya dilakukan oleh
                    Direktur Jenderal Pajak atau sesuai dengan pelimpahan
                    wewenang atas ketentuan Pasal 36 Undang-Undang
                    KUP yang dilakukan berdasarkan usul dari Kepala Unit
                    Pelaksana Pemeriksaan;

                3)  pembatalan dilakukan dengan menerbitkan Keputusan
                    Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam
                    ketentuan pelaksanaan Pasal 36 Undang-Undang KUP;

                4)  pembatalan dilakukan terhadap Laporan Hasil
                    Pemeriksaan dan/atau Nota Penghitungan;

                5)  pembatalan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

                    a)  Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan membuat
                        surat usulan pembatalan hasil pemeriksaan
                        kepada Direktur Jenderal Pajak atau pejabat
                        yang memperoleh pelimpahan wewenang dari
                        Direktur Jenderal Pajak;

                    b)  Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang
                        memperoleh pelimpahan wewenang
                        memerintahkan kepada pejabat tertentu untuk
                        melakukan penelitian atas usul dari Kepala Unit
                        Pelaksana Pemeriksaan;

                    c)  hasil penelitian dituangkan dalam nota dinas
                        untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal
                        Pajak atau pejabat yang memperoleh
                        pelimpahan wewenang berikut menyiapkan
                        konsep Keputusan Direktur Jenderal Pajak; dan

                    d)  Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang
                        memperoleh pelimpahan wewenang
                        menandatangani Keputusan Direktur Jenderal
                        Pajak.

            h.  Pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan terkait
                dengan Pasal 36 art (1) huruf d Undang-Undang KUP
                sebagaimana dimaksud pada huruf f angka 2) dilakukan dengan
                ketentuan sebagai berikut:

                1)  pembatalan dilakukan setelah surat ketetapan pajak
                    diterbitkan dan dapat dilakukan secara jabatan atau
                    berdasarkan permohonan Wajib Pajak;

                2)  pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil
                    pemeriksaan dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atau
                    sesuai dengan pelimpahan wewenang atas ketentuan
                    Pasal 36 Undang-Undang KUP yang dilakukan
                    berdasarkan usul dari Kepala Unit Pelaksana
                    Pemeriksaan;

                3)  pembatalan dilakukan dengan menerbitkan Keputusan
                    Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam
                    ketentuan pelaksanaan Pasal 36 Undang-Undang KUP;

                4)  pembatalan dilakukan terhadap Laporan Hasil
                    Pemeriksaan, Nota Penghitungan, dan/atau surat
                    ketetapan pajak;

                5) pembatalan dilakukan dengan prosedur sebagaimana diatur
                dalam ketentuan pelaksanaan Pasal 36 Undang-Undang KUP.

            i.  Hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak, yang dibatalkan
                sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, dapat
                dilanjutkan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
                diatur dalam:

                1)  Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
                    199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan
                    Pajak;

                2)  Pasal 25 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
                    19/PJ./2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
                    Lapangan;

                3)  Pasal 23 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
                    20/PJ./2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
                    Kantor.

        2.  Pengalihan pemeriksaan

            a.  Pengalihan pemeriksaan pada prinsipnya dilakukan karena
                Wajib Pajak pindah tempat terdaftar (domisili) dari satu Kantor
                Pelayanan Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak lain sepanjang
                Lembar Penugasan Pemeriksaannya telah diterbitkan pada
                aplikasi SIMPP/Modul Pemeriksaan pada SIDJP dan Surat
                Perintah Pemeriksaannya belum diterbitkan atau Surat Perintah
                Pemeriksaan telah diterbitkan tetapi pemberitahuan
                pemeriksaan atau panggilan dalam rangka pemeriksaan belum
                disampaikan kepada Wajib Pajak.

            b.  Pengalihan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang pindah
                domisili ke Kantor Pelayanan Pajak lain tetapi masih dalam
                wilayah kerja Kantor Wilayah DJP yang sama, dilakukan oleh:

                1)  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk pemeriksaan
                    yang instruksi/persetujuannya diterbitkan oleh Direktur
                    Jenderal    Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan
                    Penagihan;

                2)  Kepala Kantor Wilayah DJP untuk pemeriksaan yang
                    instruksi/persetujuan/penugasannya diterbitkan oleh
                    Kepala Kantor Wilayah DJP; atau

                3)  Kepala Kantor Wilayah DJP atasan Unit Pelaksana
                    Pemeriksaan Lokasi untuk Pemeriksaan Lokasi karena
                    adanya permintaan Unit Pelaksana Pemeriksaan
                    Domisili.

            c.  Pengalihan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang pindah
                domisili ke Kantor Pelayanan Pajak lain di luar wilayah kerja
                Kantor Wilayah DJP atasan Kantor Pelayanan Pajak lama,
                dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

            d.  Usul pengalihan pemeriksaan disampaikan oleh Kepala Unit
                Pelaksana Pemeriksaan lama kepada Kepala Kantor Wilayah
                DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan
                menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran 9.

            e.  Persetujuan pengalihan pemeriksaan diberikan oleh Kepala
                Kantor Wilayah DJP terkait dengan pengalihan pemeriksaan
                sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2) dan angka 3)
                atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan kepada Kepala Unit
                Pelaksana Pemeriksaan yang baru apabila disetujui pengalihan
                pemeriksaannya, atau kepada Kepala Unit Pelaksana
                Pemeriksaan yang lama apabila ditolak pengalihan
                pemeriksaannya dengan menggunakan formulir seperti
                terdapat pada Lampiran 10 atau Lampiran 10.1.

            f.  Surat persetujuan pengalihan pemeriksaan sebagaimana
                dimaksud pada huruf e digunakan sebagai dasar untuk
                mengalihkan Lembar Penugasan Pemeriksaan melalui aplikasi
                SIMPP/Modul Pemeriksaan pada SIDJP.

            g.  Terhadap pemeriksaan yang tidak disetujui untuk dialihkan,
                maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

                1)  Pemeriksaan tetap diselesaikan oleh Unit Pelaksana
                    Pemeriksaan lama sampai dengan penerbitan Nota
                    Penghitungan;

                2)  Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan atas
                    Wajib Pajak yang diperiksa harus menggunakan
                    identitas baru;

                3)  untuk pemeriksaan yang terkait dengan permohonan
                    pengembalian kelebihan pembayaran pajak
                    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B
                    Undang-Undang KUP maka Laporan Hasil Pemeriksaan
                    dan Nota Penghitungan sudah harus dikirim ke Kantor
                    Pelayanan Pajak (baru) tempat Wajib Pajak terdaftar
                    paling lambat 1 (satu) bulan sebelum jatuh tempo
                    penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
                    pembayaran pajak; dan

                4)  terhadap pemeriksaan selain sebagaimana dimaksud
                    pada angka 3), Laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota
                    Penghitungan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan
                    Pajak (baru) tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat
                    3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Laporan Hasil
                    Pemeriksaan.

            h.  Pengalihan pemeriksaan untuk hal-hal di luar ketentuan
                sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya dapat dilakukan
                setelah mendapat persetujuan dari Direktur Pemeriksaan dan
                Penagihan.

        3.  Penghentian Pemeriksaan

            a.  Penghentian pemeriksaan pada prinsipnya dilakukan apabila
                Wajib Pajak yang diperiksa atau Wakil Wajib Pajak
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP
                ternyata tidak ditemukan berdasarkan berita acara dari pejabat
                kelurahan/RT/RW setempat.

            b.  Dalam hal pemeriksaan dihentikan karena kondisi sebagaimana
                dimaksud pada huruf a, tim Pemeriksa Pajak membuat Laporan
                Hasil Pemeriksaan Sumir dan melakukan perekaman Laporan
                Hasil Pemeriksaan tersebut ke SIMPP/Modul Pemeriksaan pada
                SIDJP.

            c.  Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir, tim Pemeriksa
                Pajak mengirimkan fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir
                kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi terkait untuk
                ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    K.  Pemeriksaan Lokasi

        1.  Pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi dapat
            dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi berdasarkan
            permintaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili atau karena
            memenuhi kriteria Pemeriksaan Rutin atau Pemeriksaan Khusus.

        2.  Pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi
            karena permintaan Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili dilakukan
            terhadap lokasi yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kegiatan
            usaha Wajib Pajak dan/atau kewajiban perpajakan Wajib Pajak
            (seperti pabrik atau tempat penjualan).

        3.  Pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi
            karena permintaan Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili dilakukan
            dengan mengacu pada kriteria pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit
            Pelaksana Pemeriksaan Domisili, yaitu Pemeriksaan Rutin atau
            Pemeriksaan Khusus.

        4.  Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili dapat meminta
            pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi
            apabila pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili meliputi pemeriksaan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) dan
            dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.

        5.  Apabila Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) all taxes telah
            diterbitkan untuk Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili, Lembar
            Penugasan Pemeriksaan (LP2) untuk pemeriksaan kewajiban
            perpajakan Wajib Pajak Lokasi dapat diterbitkan jika Unit Pelaksana
            Pemeriksaan Domisili telah mengirimkan surat permintaan pemeriksaan
            terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi kepada Unit
            Pelaksana Pemeriksaan Lokasi dan surat permintaan tersebut direkam
            ke dalam SIMPP/Modul Pemeriksaan pada SIDJP dan divalidasi oleh Unit
            Pelaksana Pemeriksaan Domisili.

        6.  Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili melakukan Pemeriksaan
            Khusus all taxes terkait dengan adanya usulan dari Unit Pelaksana
            Pemeriksaan Lokasi sebagaimana diatur dalam Kebijakan Pemeriksaan
            Khusus, Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili harus meminta kepada
            Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi untuk melakukan
            pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi.

        7.  Surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib
            Pajak Lokasi harus dibuat dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari
            kerja sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada
            Wajib Pajak Domisili dengan menggunakan formulir seperti terdapat
            pada Lampiran 11.

        8.  Pemeriksaan Lokasi karena permintaan Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili harus diselesaikan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi
            sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam surat permintaan
            pemeriksaan lokasi.

        9.  Setelah pelaksanaan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Lokasi selesai, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi harus
            mengirimkan fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Kepala Unit
            Pelaksana Pemeriksaan Domisili paling lama 3 hari kerja setelah
            tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

        10. Dalam hal terdapat permintaan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak
            Lokasi, maka Laporan Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili harus
            mencakup hasil pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, kecuali:

            a.  SPT Tahunan Wajib Pajak Domisili menunjukan lebih bayar dan
                akan segera jatuh tempo; atau

            b.  Wajib Pajak lokasi dalam kondisi force majeur, seperti
                kebakaran atau kebanjiran sehingga Unit Pelaksana
                Pemeriksaan Lokasi tidak dapat melakukan pemeriksaan.

        11. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili yang wilayah kerjanya seluruh Indonesia yaitu Direktorat
            Pemeriksaan dan Penagihan, Unit Pelaksana Pemeriksaan di lingkungan
            Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar, dan Unit Pelaksana
            Pemeriksaan di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, pemeriksaan
            terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan
            oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili tanpa melakukan permintaan
            pemeriksaan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi.

        12. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili yang wilayah kerjanya meliputi satu Kantor Wilayah DJP, yaitu
            Kantor Pelayanan Pajak Madya, pemeriksaan terhadap kewajiban
            perpajakan Wajib Lokasi di dalam wilayah kerjanya harus dilakukan
            oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili tanpa melakukan permintaan
            pemeriksaan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi.

        13. Penentuan lokasi yang akan diperiksa oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili sebagaimana dimaksud pada angka 11 dan angka 12 dapat
            mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2, yaitu
            terutama untuk lokasi yang mempunyai pengaruh dominan terhadap
            kegiatan usaha Wajib Pajak dan/atau kewajiban perpajakan Wajib
            Pajak Domisili (seperti pabrik atau tempat penjualan).

        14. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili selain Unit Pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
            pada angka 11, permintaan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi
            (untuk KPP Madya adalah lokasi yang berada di luar wilayah kerjanya)
            dapat dilakukan oleh Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Domisili, terutama
            dalam hal lokasi kegiatan usaha mempunyai pengaruh dominan
            sebagaimana dimaksud pada angka 2.

        15. Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili sebagaimana dimaksud pada
            angka 14 dapat melakukan pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha di
            wilayah Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi dengan mengajukan izin
            kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan
            formulir seperti terdapat pada Lampiran 12 dan pemberian izin oleh
            Kepala Kantor Wilayah DJP dilakukan dengan menggunakan formulir
            seperti terdapat pada Lampiran 13.

        16. Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili melakukan pemeriksaan
            di lokasi kegiatan usaha di wilayah Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi,
            surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib
            Pajak Lokasi harus disampaikan kepada Kepala Unit Pelaksana
            Pemeriksaan Lokasi setelah Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan
            Domisili memperoleh izin dari Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        17. Setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya,
            pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha di wilayah Unit Pelaksana
            Pemeriksaan Lokasi oleh tim Pemeriksa Pajak Unit Pelaksana
            Pemeriksaan Domisili harus dilakukan secara bersamaan dengan tim
            Pemeriksa Pajak dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi.

        18. Unit pelaksana Pemeriksaan Domisili sebagaimana dimaksud pada
            angka 11 dan angka 12 harus menyampaikan fotokopi Laporan Hasil
            Pemeriksaan beserta Nota Penghitungan kepada Kepala Kantor
            Pelayanan Pajak Lokasi paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal
            Laporan Hasil Pemeriksaan.

        19. Dalam hal pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak
            Lokasi dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi karena
            memenuhi kriteria Pemeriksaan Rutin atau Pemeriksaan Khusus,
            pemeriksaan harus dilakukan sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan
            Rutin atau Kebijakan Pemeriksaan Khusus.

        20. Fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan Lokasi karena memenuhi kriteria
            Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada angka 19, harus
            dikirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Domisili paling lama
            3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

    L.  Ketentuan Lain-Lain

        1.  Untuk menjamin agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan sesuai
            dengan ketentuan yang berlaku dan untuk memastikan bahwa
            pemeriksaan dapat memberikan efek jera serta memberikan konstribusi
            terhadap penerimaan, tugas pengawasan pelaksanaan pemeriksaan
            oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah
            DJP.

        2.  Dalam setiap pengajuan Usul Pemeriksaan Khusus, Kepala Unit
            Pelaksana Pemeriksaan harus melengkapi usulan pemeriksaannya
            dengan jumlah tunggakan pemeriksaan yang ada pada Unit Pelaksana
            Pemeriksaannya. Persetujuan pemeriksaan hanya diberikan apabila
            tunggakan pemeriksaan pada Unit Persetujuan pemeriksaan hanya
            diberikan apabila tunggakan pemeriksaan pada Unit Pelaksana
            Pemeriksaan tersebut tidak lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari
            rencana penyelesaian pemeriksaan selama 1 (satu) tahun (saldo LP2
            awal tahun + LP2 terbit - LP2 selesai = 30% dari rencana penyelesaian
            pemeriksaan selama satu tahun).

        3.  Untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, segera setelah
            dilakukan pemeriksaan, Pemeriksaan Pajak harus membuat Daftar
            Harta Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan prioritas
            berupa monetary assets seperti deposito berjangka, tabungan, giro,
            piutang atau tagihan, saham, obligasi, dan surat berharga lainnya dan
            daftar harta tersebut agar disampaikan kepada Kepala Seksi
            Penagihan.

II. KEBIJAKAN PEMERIKSAAN RUTIN

A.  Umum

    1.  Perencanaan dan penugasan Pemeriksaan Rutin sepenuhnya dilakukan oleh
        Kepala Kantor Wilayah DJP dengan mempertimbangkan:

        a.  Rencana Pemeriksaan Nasional;

        b.  saldo tunggakan pada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan;

        c.  jenis pemeriksaan;

        d.  frekuensi pemeriksaan sebelumnya;

        e.  jangka waktu penyelesaian pemeriksaan; dan

        f.  pola kepatuhan Wajib Pajak.

    2.  Pemeriksaan Rutin dapat dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan atau
        Pemeriksaan Kantor.

    3.  Lembar Penugasan Pemeriksaan Rutin diterbitkan secara elektronik oleh
        Kepala Kantor Wilayah DJP melalui aplikasi SIMPP/Modul Pemeriksaan pada
        SIDJP berdasarkan surat instruksi/penugasan pemeriksaan Kepala Kantor
        Wilayah DJP terhadap daftar nominatif yang dikirim oleh Kepala Kantor
        Pelayanan Pajak.

B.  Alasan Dilakukan Pemeriksaan Rutin

    Pemeriksaan Rutin dilakukan dalam hal:

    1.  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan menyampaikan SPT
        Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar, dengan
        ketentuan sebagai berikut:

        a.  terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan Lebih
            Bayar, jenis pemeriksaannya dilakukan melalui:

            1)  Pemeriksaan Kantor, apabila SPT Tahunan PPh yang
                menyatakan Lebih Bayar disampaikan oleh Wajib Pajak Badan
                yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh
                Badan Pengawas Pasar Modal (go public) dan menyampaikan
                SPT Tahunan dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah
                diaudit oleh Akuntan Publik dengan Pendapat Wajar Tanpa
                Pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 29A
                Undang-Undang KUP, kecuali berdasarkan pertimbangan Kepala
                Unit Pelaksana Pemeriksaan perlu dilakukan Pemeriksaan
                Lapangan.

            2)  Pemeriksaan Lapangan, apabila SPT Tahunan PPh yang
                menyatakan Lebih Bayar disampaikan oleh Wajib Pajak Badan
                selain sebagaimana dimaksud pada angka 1).

        b.  Terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
            menyatakan Lebih Bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak Orang
            Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
            menyelenggarakan pembukuan, pemeriksaannya dilakukan melalui
            Pemeriksaan Lapangan.

        c.  Terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang
            menyatakan Lebih Bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak Orang
            Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
            atau melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tetapi memilih
            menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, pemeriksaannya
            dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor.

        d.  Terhadap SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar,
            pemeriksaannya dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan atau
            Pemeriksaan Kantor tergantung pada hasil analisis risiko dalam rangka
            pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
            Lebih Bayar.

    2.  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh yang
        menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar, dengan ketentuan sebagai berikut:

        a.  Terutama diprioritaskan terhadap SPT Tahunan PPh yang menyatakan
            rugi tersebut akan segera daluwarsa penetapan pajaknya.

        b.  SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi tersebut diperiksa sebagai
            akibat adanya perluasan pemeriksaan sebagaimana diatur pada
            Romawi I huruf H angka 1 huruf a.

        c.  Jenis pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi:

            1)  Pemeriksaan Kantor, apabila SPT Tahunan PPh yang
                menyatakan rugi disampaikan oleh Wajib Pajak Badan yang
                pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh
                Badan Pengawas Pasar Modal (go public) dan menyampaikan
                SPT Tahunan dengan dilampiri Laporan Keuangan yang telah
                diaudit oleh Akuntan Publik dengan Pendapat Wajar Tanpa
                Pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 29A
                Undang-Undang KUP, kecuali berdasarkan pertimbangan Kepala
                Unit Pelaksana Pemeriksaan perlu dilakukan Pemeriksaan
                Lapangan.

            2)  Pemeriksaan Lapangan, apabila SPT Tahunan PPh yang
                menyatakan rugi disampaikan oleh Wajib Pajak selain
                sebagaimana dimaksud pada angka 1).

    3.  Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk
        bagian tahun pajak atau tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun
        buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali
        aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak,
        dengan ketentuan sebagai berikut:

        a.  Jenis pemeriksaan yang digunakan adalah Pemeriksaan Lapangan,
            kecuali terhadap Wajib Pajak Badan yang pendaftaran emisi sahamnya
            telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal (go public)
            dan menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri Laporan Keuangan
            yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan Pendapat Wajar Tanpa
            Pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 29A Undang-Undang
            KUP, dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor.

        b.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan
            permohonan perubahan tahun buku, maka pemeriksaannya dilakukan
            atas bagian tahun pajak sampai dengan perubahan tahun buku
            dilakukan. Misalnya, tahun buku Wajib Pajak adalah Januari s.d
            Desember 2008 diubah menjadi Oktober 2008 s.d September 2009,
            maka pemeriksaannya dilakukan untuk bagian tahun pajak Januari s.d
            September 2008.

    4.  Wajib Pajak Badan melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha,
        pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha,
        pengambilalihan usaha atau Wajib Pajak Orang Pribadi akan meninggalkan
        Indonesia untuk selama-lamanya, dengan ketentuan sebagai berikut:

        a.  Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak berdasarkan
            informasi dari media masa atau pihak lain atau karena Wajib Pajak
            mengajukan permohonan sehubungan dengan penggabungan usaha,
            peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha,
            likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha atau Wajib Pajak
            Orang Pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

        b.  Pemeriksaan dilakukan untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak
            dilakukannya penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran
            usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan
            usaha, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,
            namun dapat diperluas ke tahun-tahun pajak sebelumnya sepanjang
            terdapat potensi berdasarkan hasil analisis risiko Wajib Pajak dan
            Wajib Pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan untuk tahun-tahun
            sebelumnya.

        c.  Perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan
            dengan prosedur Pemeriksaan Khusus.

        d.  Jenis Pemeriksaan yang digunakan adalah Pemeriksaan Lapangan,
            kecuali terhadap Wajib Pajak Badan yang pendaftaran emisi sahamnya
            telah dinyatakan efektif oleh Badan Pengawas Pasar Modal (go public)
            dan menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri Laporan Keuangan
            yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan Pendapat Wajar Tanpa
            Pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 29A Undang-Undang
            KUP, dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor.

        e.  Dalam hal pemeriksaan rutin terhadap Wajib Pajak Badan yang
            melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha,
            pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha,
            atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan meninggalkan Indonesia
            untuk selama-lamanya disertai dengan penghapusan Nomor Pokok
            Wajib Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Tim
            Pemeriksa Pajak harus membuat usulan tentang penghapusan Nomor
            Pokok Wajib Pajak/pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
            dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (Bab Kesimpulan dan Usul Pemeriksa)
            .

        f.  Dalam hal pemeriksaan rutin terhadap Wajib Pajak Badan yang
            melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha,
            pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha,
            atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan meninggalkan Indonesia
            untuk selama-lamanya terkait juga dengan permohonan penghapusan
            Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan pengukuhan Pengusaha
            Kena Pajak, tim Pemeriksa Pajak harus memperhatikan jangka waktu
            penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) dan ayat
            (9) Undang-Undang KUP.

        g.  Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan, Tim Pemeriksa Pajak harus
            mengirimkan usulan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau
            pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kepada Kepala Kantor
            Pelayanan Pajak c.q Kepala Seksi Pelayanan dengan menggunakan
            formulir sebagaimana terdapat dalam Lampiran 14.

C.  Prosedur Usulan dan Penugasan Pemeriksaan Rutin

    1.  Daftar Nominatif Wajib Pajak

        a.  Setiap bulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak membuat Daftar Nominatif
            Wajib Pajak yang akan diperiksa dengan kriteria Pemeriksaan Rutin
            paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan mengirimkan kepada
            Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir
            seperti terdapat pada Lampiran 15 dan Lampiran 15.1.

        b.  Terhadap SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih
            bayar, Daftar Nominatif dapat dibuat dan dikirimkan kepada Kepala
            Kantor Wilayah DJP setiap saat.

        c.  Pembuatan Daftar Nominatif harus dilakukan setelah SPT Tahunan PPh
            atau SPT Masa PPN direkam pada aplikasi yang tersedia.

        d.  Terhadap Pemeriksaan Rutin yang dilakukan karena perluasan
            pemeriksaan terkait dengan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar
            yang dikompensasikan, maka pengajuan usul dan persetujuan
            pemeriksaannya mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud pada
            Romawi I huruf H angka 2 s.d angka 5.

    2.  Penugasan Pemeriksaan Rutin

        a.  Berdasarkan Daftar Nominatif dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
            Kepala Kantor Wilayah DJP membuat Surat Penugasan Pemeriksaan
            Rutin dan mengirimkan surat penugasan tersebut kepada Kepala Unit
            Pelaksana Pemeriksaan yang bersangkutan dengan menggunakan
            formulir seperti terdapat pada Lampiran 16 dan Lampiran 16.1.

        b.  Apabila dalam Daftar Nominatif yang disampaikan oleh Kepala Kantor
            Pelayanan Pajak, terdapat nominatif pemeriksaan yang tidak memenuhi
            syarat atau alasan untuk dilakukan Pemeriksaan Rutin, Kepala Kantor
            Wilayah DJP membuat Surat Penolakan Pemeriksaan Rutin dan
            mengirimkan surat penolakan tersebut kepada Kepala Kantor
            Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada
            Lampiran 17 dan Lampiran 17.1.

        c.  Dalam hal Kepala Kantor Wilayah DJP mengetahui informasi mengenai
            penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha,
            pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, atau pengambilalihan
            usaha dari media masa, penugasan pemeriksaan rutin dapat diberikan
            secara langsung tanpa melalui Daftar Nominatif.

III.    KEBIJAKAN PEMERIKSAAN KHUSUS

    A.  Umum

        1.  Pemeriksaan Khusus (risk based audit) dilakukan berdasarkan hasil
            analisis risiko.

        2.  Analisis risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat
            ketidakpatuhan Wajib Pajak yang berisiko menimbulkan kerugian
            penerimaan pajak terutama pada Wajib Pajak dengan risiko tinggi (high
            risk) yang dihitung dari potensi pajak yang masih dapat digali (tax
            revenue at risk).

        3.  Analisis risiko harus dibuat dengan mendasarkan pada profil Wajib
            Pajak termasuk aktivitas himbauan dan konseling yang telah dilakukan
            atas profil Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur
            Jenderal Pajak nomor PER-170/PJ./2007, serta manfaatkan data
            eksternal seperti informasi dari media massa atau lembaga/instansi
            terkait.

        4.  Ruang lingkup Pemeriksaan Khusus ditentukan sebagai berikut:

            a.  Untuk Kantor Pelayanan Pajak Domisili:

                1)  Pemeriksaan Khusus untuk tahun-tahun pajak yang lalu
                    harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes),

                2)  Pemeriksaan Khusus untuk tahun berjalan dapat
                    meliputi satu atau beberapa jenis pajak.

            b.  Untuk Kantor Pelayanan Pajak Lokasi, dapat meliputi satu atau
                beberapa jenis pajak baik untuk tahun pajak berjalan maupun
                untuk tahun-tahun pajak sebelumnya.

            c.  Dalam hal Pemeriksaan Khusus dilakukan dalam rangka
                pemeriksaan ulang, ruang lingkup pemeriksaannya dapat
                meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak untuk tahun
                berjalan atau tahun-tahun pajak sebelumnya.

        5.  Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.

        6.  Pemeriksaan Khusus dilakukan berdasarkan instruksi Direktur
            Pemeriksaan dan Penagihan atau instruksi Kepala Kantor Wilayah DJP
            atau persetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP.

        7.  Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Khusus dilakukan berdasarkan
            persetujuan atau instruksi Direktur Jenderal Pajak.

    B.  Alasan Pemeriksaan Khusus

        1.  Pada prinsipnya terdapat 2 (dua) kriteria Pemeriksaan Khusus
            sebagaimana telah diuraikan pada romawi I huruf D, yaitu:

            a.  Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan persetujuan
                Kepala Kantor Wilayah DJP yang analisis risikonya dibuat secara
                manual dan bersifat bottom up (dari bawah ke atas); dan

            b.  Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan instruksi
                Kepala Kanwil DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
                yang analisis risikonya dibuat secara manual atau komputerisasi
                dan bersifat top down (dari atas ke bawah).

        2.  Pemeriksaan Khusus berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Wilayah
            DJP dilakukan dalam hal terdapat hasil analisis risiko atas profil Wajib
            Pajak yang telah dilakukan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi
            yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak, termasuk Wajib Pajak yang
            telah menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
            pajak (Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam
            Pasal 17C Undang-Undang KUP dan Persyaratan Tertentu sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP), belum sepenuhnya
            memenuhi kewajiban perpajakan dan telah ditindaklanjuti dengan
            aktivitas himbauan dan konseling sebagaimana diatur dalam Peraturan
            Direktur Jenderal Pajak nomor PER-170/PJ./2007.

        3.  Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Kepala Kantor Wilayah
            DJP dilakukan apabila terdapat hasil analisis dan pengembangan atas
            informasi, data, laporan, dan pengaduan yang dilakukan oleh Kepala
            Kanwil DJP yang perlu ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus.

        4.  Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan
            dan Penagihan dilakukan dengan alasan sebagai berikut:

            a.  Terdapat hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data,
                laporan, dan pengaduan yang dilakukan oleh Direktorat
                Intelijen dan Penyidikan yang perlu ditindaklanjuti dengan
                Pemeriksaan Khusus.

            b.  Sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
                yang antara lain karena adanya permintaan dari Wajib Pajak
                tertentu, antara lain:

                1)  Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara;

                2)  Wajib Pajak yang akan melakukan Rapat Umum
                    Pemegang Saham;

                3)  Wajib Pajak yang kepemilikannya akan dialihkan; atau

                4)  Wajib Pajak akan melakukan IPO atau Emisi
                    Saham/Obligasi.

            c.  Terdapat hasil analisis risiko secara komputerisasi (selama ini
                disebut Kriteria Seleksi) yang berupa skor risiko ketidakpatuhan
                dengan memperhatikan variabel-variabel tertentu serta adanya
                data dan informasi.

    C.  Tata Cara Usul Pemeriksaan Khusus

        1.  Berdasarkan hasil analisis risiko atas profil Wajib Pajak sebagaimana
            dimaksud pada huruf B angka 2, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat
            mengajukan usul Pemeriksaan Khusus yang disertai dengan analisis
            risiko kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

        2.  Untuk usulan Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak yang telah
            menerima pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
            (Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C
            Undang-Undang KUP dan Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP), selain membuat analisis risiko,
            Kepala Kantor Pelayanan Pajak juga harus melampirkan data konkrit
            atau bukti pendukung yang memperkuat alasan pemeriksaan.

        3.  Dalam hal data dan/atau informasi baik dari hasil analisis risiko atas
            profil Wajib Pajak maupun dari pihak eksternal yang dimiliki hanya
            mencakup satu atau beberapa jenis pajak, maka ditentukan sebagai
            berikut:

            a.  Apabila data dan/atau informasi tersebut merupakan
                keterangan lain yang konkrit sebagaimana dimaksud dalam
                Pasal 13 Undang-Undang KUP, maka dan/atau informasi
                tersebut tidak perlu diusulkan Pemeriksaan Khusus, namun
                dapat langsung ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat
                Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan penelitian
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah
                Nomor 80 TAHUN 2007.

            b.  Apabila data dan/atau informasi tersebut tidak termasuk
                keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan perlu
                ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus, maka usul
                Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan ketentuan sebagai
                berikut:

                1)  dalam hal data dan/atau informasi tersebut terdapat
                    pada Kantor Pelayanan Pajak Domisili, berlaku
                    ketentuan:

                    a)  apabila data dan/informasi tersebut merupakan
                        data dan/atau informasi untuk tahun berjalan,
                        maka dapat diusulkan Pemeriksaan Khusus
                        beberapa jenis pajak untuk tahun berjalan; atau

                    b)  apabila data dan/atau informasi tersebut
                        merupakan data dan/atau informasi untuk
                        tahun-tahun pajak sebelumnya, maka harus
                        diusulkan Pemeriksaan Khusus all taxes.

                2)  dalam hal data dan/atau informasi tersebut terdapat
                    pada Kantor Pelayanan Pajak Lokasi, maka Kepala
                    Kantor Pelayanan Pajak Lokasi dapat mengusulkan
                    Pemeriksaan Khusus beberapa jenis pajak untuk tahun
                    pajak berjalan maupun untuk tahun-tahun pajak
                    sebelumnya.

        4.  Dalam hal Kantor Pelayanan Pajak Lokasi mengusulkan Pemeriksaan
            Khusus beberapa jenis pajak sebagaimana dimaksud pada angka
            3 huruf b butir 2), berlaku ketentuan sebagai berikut:

            a.  Dalam hal usulan Pemeriksaan Khusus oleh Kantor Pelayanan
                Pajak Lokasi dilakukan atas beberapa jenis pajak untuk tahun
                pajak berjalan, setelah usulan tersebut disetujui oleh Kepala
                Kantor Wilayah DJP atasannya, maka Kepala Kantor Pelayanan
                Pajak Lokasi harus mengirimkan fotokopi hasil analisis data
                dan/atau informasi yang menyebabkan dilakukannya
                Pemeriksaan Khusus kepada Kantor Pelayanan Pajak Domisili.

            b.  Dalam hal usulan Pemeriksaan Khusus oleh Kantor Pelayanan
                Pajak Lokasi dilakukan atas beberapa jenis pajak untuk
                tahun-tahun pajak sebelumnya, maka pada saat usulan
                tersebut dikirim kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya,
                Kepala Kantor Pelayanan Pajak Lokasi harus mengirimkan
                fotokopi hasil analisis data dan/atau informasi yang
                menyebabkan usulan Pemeriksaan Khusus tersebut kepada
                Kepala Kantor Pelayanan Pajak Domisili.

        5.  Dalam hal Kantor Pelayanan Pajak Domisili menerima data dan/atau
            informasi dari Kantor Pelayanan Pajak Lokasi sebagaimana dimaksud
            pada angka 4, berlaku ketentuan sebagai berikut:

            a.  Apabila data dan/atau informasi yang diterima merupakan data
                dan/atau informasi untuk tahun pajak berjalan, maka tindak
                lanjutnya ditentukan sebagai berikut:

                1)  data dan/atau informasi tersebut harus disimpan
                    (sebagai bahan masukan untuk profit Wajib Pajak)
                    sampai dengan Wajib Pajak menyampaikan SPT
                    Tahunan PPh untuk tahun pajak yang terkait dengan
                    data dan/atau informasi dimaksud.

                2)  setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh
                    untuk tahun pajak dimaksud, Kantor Pelayanan Pajak
                    Domisili harus melakukan analisis risiko antara data
                    dan/atau informasi tersebut dengan SPT Tahunan PPh
                    Wajib Pajak.

                3)  apabila hasil analisis risiko mengindikasikan bahwa
                    Wajib Pajak tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban
                    perpajakannya, Kantor Pelayanan Pajak Domisili dapat
                    mengusulkan Pemeriksaan Khusus all taxes atas tahun
                    pajak dimaksud setelah melakukan aktivitas himbauan
                    dan konseling sebagaimana diatur dalam Peraturan
                    Direktur Jenderal Pajak nomor PER-170/PJ./2007.

            b.  Apabila data dan/atau informasi yang diterima merupakan data
                dan/atau informasi untuk tahun-tahun pajak sebelumnya, maka
                tindak lanjutnya ditentukan sebagai berikut:

                1)  Kantor Pelayanan Pajak Domisili harus melakukan
                    analisis risiko atas profit Wajib Pajak dan SPT Tahunan
                    PPh-nya terkait dengan adanya data dan/atau informasi
                    tersebut.

                2)  apabila hasil analisis risiko menunjukkan bahwa Wajib
                    Pajak tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban
                    perpajakannya, Kantor Pelayanan Pajak Domisili dapat
                    mengusulkan Pemeriksaan Khusus all taxes atas tahun
                    pajak dimaksud setelah dilakukan aktivitas himbauan
                    dan konseling sebagaimana diatur dalam Peraturan
                    Direktur Jenderal Pajak nomor PER-170/PJ./2007.

            c.  Dalam hal Kantor Pelayanan Pajak Domisili melakukan
                Pemeriksaan Khusus all faxes terkait dengan adanya data
                dan/atau informasi dari Kantor Pelayanan Pajak Lokasi
                sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, Kepala
                Kantor Pelayanan Pajak Domisili harus meminta kepada Kepala
                Kantor Pelayanan Pajak Lokasi untuk melakukan pemeriksaan
                terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi sepanjang
                Kantor Pelayanan Pajak Lokasi belum melakukan pemeriksaan.

        6.  Usul Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan menggunakan formulir usul
            Pemeriksaan Khusus dan Analisis Risiko seperti terdapat pada Lampiran
            18 dan Lampiran 18.1.

    D.  Tata Cara Persetujuan Pemeriksaan Khusus

        1.  Persetujuan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah
            DJP.

        2.  Sebelum memberikan persetujuan Pemeriksaan Khusus, Kepala Kantor
            Wilayah DJP harus melakukan penelitian, evaluasi dan seleksi atas
            usulan Pemeriksaan Khusus terutama menyangkut hal-hal sebagai
            berikut:

            a.  Penelitian atas persyaratan formal usulan pemeriksaan seperti:

                1)  ada atau tidaknya analisis risiko;

                2)  apakah analisis risiko telah sesuai dengan ketentuan;
                    dan

                3)  kesesuaian kode pemeriksaan dengan alasan
                    pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan;

            b.  Evatuasi terhadap potensi penerimaan yang ada dalam analisis
                risiko;

            c.  Penelitian atas tunggakan pemeriksaan;

            d.  Penelitian atas history pemeriksaan; dan

            e.  Penelitian terhadap hal-hal lainnya yang terdapat dalam analisis
                risiko.

        3.  Hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka
            2 dituangkan dalam Lembar Hasil Penelitian dan Evaluasi Analisis Risiko
            dengan formulir seperti terdapat pada Lampiran 19.

        4.  Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
            angka 2, Kepala Kantor Wilayah DJP harus menentukan apakah usulan
            Pemeriksaan Khusus ditolak atau disetujui.

        5.  Persetujuan atas usulan Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan
            menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran 20.

        6.  Penolakan atas usulan Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan
            menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran 20.1.

    E.  Tata Cara Instruksi Pemeriksaan Khusus

        1.  Instruksi Pemeriksaan Khusus dapat diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP
            atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan dilakukan dengan
            alasan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 3 dan angka 4.

        2.  Instruksi Pemeriksaan Khusus dengan alasan pertimbangan Direktur
            Jenderal Pajak, diterbitkan berdasarkan usulan dari Kepala Sub
            Direktorat di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan atau
            berdasarkan perintah dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

        3.  Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Kepala Kanwil DJP dengan alasan
            sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 3 diterbitkan dengan
            menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran 21.

        4.  Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur Pemeriksaan dan
            Penagihan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka
            4 butir a dan butir b diterbitkan dengan menggunakan formulir seperti
            terdapat pada Lampiran 22.

        5.  Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur Pemeriksaan dan
            Penagihan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka
            4 butir c dilakukan dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada
            Lampiran 23 dan Lampiran 23.1.

    F.  Pemeriksaan Khusus Dalam Rangka Pemeriksaan Ulang

        1.  Pemeriksaan Khusus dalam rangka pemeriksaan ulang hanya dapat
            dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal
            Pajak;

        2.  Pemeriksaan ulang dilakukan dengan alasan:

            a.  terdapat data baru, termasuk data yang semula belum
                terungkap; atau

            b.  sebab-sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal
                Pajak.

        3.  Ruang lingkup pemeriksaan ulang dapat meliputi seluruh jenis pajak (all
            taxes), beberapa jenis pajak atau satu jenis pajak (single tax);

        4.  Prosedur usulan dan persetujuan Pemeriksaan Khusus dalam rangka
            pemeriksaan ulang adalah:

            a.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Wilayah DJP
                hanya dapat mengajukan usulan Pemeriksaan Khusus dalam
                rangka pemeriksaan ulang apabila alasan sebagaimana
                dimaksud pada angka 2 huruf a terpenuhi.

            b.  Setiap usul untuk melakukan pemeriksaan ulang baik dari
                Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah
                DJP maupun dari Kepala Kantor Wilayah DJP kepada Direktur
                Pemeriksaan dan Penagihan harus disertai dengan alasan yang
                jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukung serta ringkasan
                hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk masa pajak atau
                tahun pajak yang diusulkan dengan menggunakan formulir
                seperti terdapat pada Lampiran 24 dan Lampiran 24.1.

            c.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan usulan untuk
                melakukan Pemeriksaan Khusus dalam rangka pemeriksaan
                ulang kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

            d.  Setelah melakukan evaluasi, penelitian dan seleksi atas usulan
                dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP
                menyampaikan usulan untuk melakukan pemeriksaan ulang
                kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Evaluasi dan
                penelitian yang dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP meliputi:

                1)  penelitian atas persyaratan formal usulan pemeriksaan
                    ulang seperti:

                    a)  kebenaran bahwa wajib pajak sudah pernah
                        diterbitkan SKP untuk masa pajak, tahun pajak
                        dan jenis pajak yang akan dilakukan
                        pemeriksaan ulang;

                    b)  kelengkapan bukti pendukung dari data baru
                        termasuk data yang semula belum terungkap
                        serta ringkasan hasil pemeriksaan yang telah
                        dilakukan; dan

                    c)  kesesuaian kode pemeriksaan dengan alasan
                        pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan;

                2)  evaluasi terhadap potensi penerimaan;

                3)  penelitian atas tunggakan pemeriksaan; dan

                4)  penelitian atas history pemeriksaan.

            e.  Setelah melakukan evaluasi, penelitian dan seleksi atas usulan
                pemeriksaan ulang dari Kepala Kantor Wilayah DJP, Direktur
                Pemeriksaan dan Penagihan menyampaikan usulan untuk
                melakukan pemeriksaan ulang kepada Direktur Jenderal Pajak
                untuk memperoleh persetujuan atau penolakan. Evaluasi dan
                penelitian yang dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan
                Penagihan meliputi:

                1)  penelitian atas persyaratan formal usulan pemeriksaan
                    ulang seperti;

                    a)  kebenaran bahwa wajib pajak sudah pernah
                        diterbitkan SKP untuk masa pajak, tahun pajak
                        dan jenis pajak yang akan dilakukan
                        pemeriksaan ulang;

                    b)  kelengkapan bukti pendukung dari data baru
                        termasuk data yang semula belum terungkap
                        serta ringkasan hasil pemeriksaan yang telah
                        dilakukan; dan

                    c)  kesesuaian kode pemeriksaan dengan alasan
                        pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan;

                2)  evaluasi terhadap potensi penerimaan;

                3)  penelitian atas tunggakan pemeriksaan; dan

                4)  penelitian atas history pemeriksaan.

            f.  Persetujuan pemeriksaan ulang oleh Direktur Jenderal Pajak
                diberikan dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada
                Lampiran 25.

            g.  Penolakan pemeriksaan ulang oleh Direktur Jenderal Pajak
                diberikan dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada
                Lampiran 25.1.

        5.  Prosedur instruksi Pemeriksaan Khusus dalam rangka pemeriksaan
            ulang adalah:

            a.  Instruksi pemeriksaan ulang melalui Pemeriksaan Khusus
                diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan dilakukan dengan
                alasan terdapat data baru termasuk data yang semula belum
                terungkap atau terdapat sebab lain berdasarkan pertimbangan
                Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada angka
                2 huruf a dan huruf b.

            b.  Instruksi pemeriksaan ulang melalui Pemeriksaan Khusus oleh
                Direktur Jenderal Pajak diterbitkan dengan menggunakan
                formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26.

    G.  Kententuan Lain-Lain

        1.  Apabila dilakukan Pemeriksaan Khusus dalam rangka pemeriksaan
            ulang, maka pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir
            (Closing Conference) dilakukan setelah konsep Laporan Hasil
            Pemeriksaan ditelaah dan dikeluarkan surat tindak lanjut hasil
            pemeriksaan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

        2.  Dalam hal Pemeriksaan Khusus mencakup SPT Masa PPN Lebih Bayar
            yang segera jatuh tempo, maka tim Pemeriksa Pajak dapat
            menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan Parsial untuk jenis pajak
            dimaksud dan harus digabung dengan Laporan Hasil Pemeriksaan
            keseluruhan setelah Pemeriksaan Khusus untuk jenis pajak lainnya
            diselesaikan.

        3.  Kepala Kantor Wilayah DJP diminta untuk melakukan evaluasi atas hasil
            Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan usulan dari Kepala
            Kantor Pelayanan Pajak dengan membandingkan antara potensi pajak
            terutang menurut usulan Kantor Pelayanan Pajak dengan pajak
            terutang menurut surat ketetapan pajak hasil Pemeriksaan Khusus.

        4.  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan melakukan evaluasi atas hasil
            Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan instruksi Direktur
            Pemeriksaan dan Penagihan.

        5.  Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan
            kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan setiap 3 (tiga) bulan
            sekali yang selanjutnya oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan akan
            digabungkan dengan hasil evaluasi Pemeriksaan Khusus berdasarkan
            instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.

IV. TATA CARA USUL PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN DARI PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI
    KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN WAJIB PAJAK

    Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
    diusulkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1.  Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilakukan dengan memperhatikan
        ketentuan yang mengatur tentang Kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

    2.  Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada angka
        1 harus ditembuskan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sebagai
        bahan untuk monitoring dan evaluasi.

    3.  Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disebabkan karena selain Pasal 29
        ayat (3a) dan ayat (3b) Undang-Undang KUP harus disampaikan setelah tim
        Pemeriksa Pajak meyakini bahwa Wajib Pajak diduga telah melakukan tindak
        pidana di bidang perpajakan dan:

        a.  harus disampaikan paling lambat 2 (dua bulan) sebelum jangka waktu
            maksimal pemeriksaan berakhir; atau

        b.  dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
            kewajiban perpajakan merupakan pemeriksaan atas permohonan
            pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, harus disampaikan paling
            lambat 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu maksimal pemeriksaan
            berakhir dan 5 (lima) bulan sebelum jangka waktu penyelesaian
            permohonan tersebut berakhir.

    4.  Terhadap Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang terkait dengan
        permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
        dimaksud pada angka 3 huruf b, harus diberikan keputusan persetujuan atau
        penolakan paling lambat 1 (satu) bulan sejak usulan Pemeriksaan Bukti
        Permulaan diterima oleh pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam
        Kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

    5.  Tindak lanjut atas pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
        kewajiban perpajakan yang diusulkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan
        harus menunggu sampai dengan terdapat keputusan persetujuan atau
        penolakan dengan ketentuan sebagai berikut:

        a.  Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak disetujui, maka
            pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
            perpajakan tetap dilanjutkan dengan memperhatikan jangka waktu
            penyelesaian pemeriksaan sampai dengan diterbitkannya Laporan Hasil
            Pemeriksaan.

        b.  Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan disetujui, pelaksanaan
            pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
            perpajakan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan
            sumir, kecuali usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan
            permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, penyelesaian
            pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
            perpajakan ditangguhkan.

        c.  Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
            perpajakan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada huruf
            b dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila:

            1)  Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan dan tidak dilanjutkan
                dengan penyidikan;

            2)  dilanjutkan dengan penyidikan tetapi tidak dilakukan
                penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A
                Undang-Undang KUP; atau

            3)  diterima putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
                hukum tetap yang menyatakan Wajib Pajak bebas atau lepas
                dari segala tuntutan hukum.

        d.  Dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
            kewajiban perpajakan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada huruf c,
            jangka waktu pemeriksaan diperpanjang dengan paling lama 3 (tiga)
            bulan.

        e.  Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan,
            pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf d,
            dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak
            yang ditunjuk.

V.  LEMBAR PENUGASAN PEMERIKSAAN (LP2) DAN KODE PEMERIKSAAN

    A.  Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)

        1.  LP2 diterbitkan berdasarkan:

            a.  Penugasan pemeriksaan/persetujuan pemeriksaan/instruksi
                pemeriksaan; atau

            b.  Surat Permintaan Pemeriksaan Lokasi.

        2.  LP2 merupakan sarana untuk melakukan pengawasan pemeriksaan
            sehingga bukan merupakan dasar dilakukannya pemeriksaan. Dasar
            dilakukannya pemeriksaan adalah penugasan/persetujuan/instruksi
            pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dan huruf b.

        3.  Untuk kepentingan pengawasan pemeriksaan, setiap Surat Perintah
            Pemeriksaan baik untuk seluruh jenis pajak maupun untuk satu atau
            beberapa jenis pajak harus memiliki LP2.

        4.  Surat Perintah Pemeriksaan yang tidak harus memiliki LP2 hanya
            meliputi Surat Perintah Pemeriksaan atas Wajib Pajak yang belum
            memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

        5.  Format LP2 terdiri dari tiga bagian yaitu Data Pemeriksaan, Data
            Penugasan, dan Data Pelaporan.

        6.  Data Pemeriksaan adalah data yang tercantum dalam LP2 yang terkait
            dengan dasar dilakukannya pemeriksaan, yang meliputi:

            a.  Nomor Pengawasan Pemeriksaan (Nomor LP2);

            b.  Tahun Pajak Yang Diperiksa;

            c.  Nama Wajib Pajak;

            d.  Nomor Pokok Wajib Pajak;

            e.  Kode Pemeriksaan dan;

            f.  Unit Pelaksana Pemeriksaan.

        7.  Data Penugasan adalah data yang termuat dalam LP2 yang menunjuk
            pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemeriksaan,
            yang meliputi:

            a.  Nomor Surat Perintah Pemeriksaan (SP2);

            b.  Tanggal Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) dan;

            c.  Susunan tim Pemeriksa Pajak yaitu Supervisor, Ketua Tim, dan
                Anggota Tim.

        8.  Data Pelaporan adalah data yang tertulis dalam LP2 yang menunjukkan
            status dan hasil (kinerja) pemeriksaan, yang meliputi:

            a.  Nomor dan Tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan;

            b.  Jumlah Jam Pemeriksaan dan;

            c.  Hasil Pemeriksaan.

        9.  Format LP2 secara terinci dapat dilihat pada Lampiran 27.

        10. Nomor Pengawasan Pemeriksaan atau Nomor LP2 terdiri dari 15 (lima
            belas) digit yang terbagi dalam 4 (empat) bagian dengan struktur
            sebagai berikut:

            0 0 0.  M M Y Y.    0 0 0 0.    0 0 0 0
            ===     =====   ====    ====
            A   B   C   D

            -   Bagian A terdiri dari 3 (tiga) digit yang menjelaskan Kode Unit
                Pelaksana Pemeriksaan.

            -   Bagian B terdiri dari 4 (empat) digit yang menjelaskan Kode
                Bulan dan Kode Tahun Penerbitan LP2 masing-masing 2 digit.

            -   Bagian C terdiri dari 4 (empat) digit yang menjelaskan Kode
                Pemeriksaan.

            -   Bagian D terdiri dari 4 (empat) digit yang menjelaskan nomor
                urut LP2 yang terbit di Unit Pelaksana Pemeriksaan yang
                bersangkutan dalam tahun penerbitan LP2.

    B.  Daftar Kode Pemeriksaan

        1.  Setiap usulan pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan kriteria
            pemeriksaan dan alasan pemeriksaan yang sesuai dan dikonversikan
            dalam bentuk Kode Pemeriksaan.

        2.  Kode Pemeriksaan mencerminkan alasan dilakukannya pemeriksaan
            dan harus dicantumkan dalam setiap penugasan/persetujuan/instruksi
            pemeriksaan.

        3.  Struktur Kode Pemeriksaan terdiri dari 4 (empat) digit dengan
            pengelompokkan sebagai berikut:

            -   Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak/Ruang Lingkup
                Pemeriksaan;

            -   Digit kedua menunjukkan Kriteria dan Jenis Pemeriksaan;

            -   Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan; dan

            -   Digit keempat menunjukkan Jenis Wajib Pajak yang diperiksa.

        4.  Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak/Ruang Lingkup terdiri dari

            -   1 -> Semua Jenis Pajak (All Taxes)

            -   2 -> Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

            -   3 -> Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan

            -   4 -> Pajak Penghasilan Pasal 25129

            -   5 -> Administrasi (Untuk Pemeriksaan Tujuan Lain)

            -   6 -> WP Lokasi

            -   7 -> Pajak Penghasilan Pasal 21/26

            -   8 -> Pajak Penghasilan Pasal 23/26

            -   9 -> Pajak Penghasilan Final

            -   0 -> Beberapa Jenis Pajak (kode ini digunakan jika yang
                diperiksa adalah PPN dan PPh Potput secara sekaligus atau
                seluruh kewajiban perpajakan cabang dilakukan pemeriksaan)

        5.  Digit kedua menunjukkan Kriteria dan Jenis Pemeriksaan terdiri dari:

            -   0 -> 3 Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Kantor

            -   1 -> 3 Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan

            -   2 -> Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan
                Lapangan

            -   4 -> Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara
                Komputerisasi dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan

            -   5 -> Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor

            -   9 -> Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara
                Manual dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan

        6.  Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan yang meliputi:

            a.  Jika Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah
                Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Kantor (0), maka
                kode untuk digit ketiga ditentukan sebagai berikut:

                -   1 -> 3 Perubahan Tahun Buku atau Metode Pembukuan
                    oleh WP Go Public

                -   2 -> Likuidasi atau Penutupan Usaha oleh WP Go Public

                -   3 -> 3 Penggabungan Usaha oleh WP Go Public

                -   4 -> Peleburan usaha atau Pengambilalihan usaha oleh
                    WP Go Public

                -   5 -> Pemecahan usaha atau Pemekaran Usaha oleh WP
                    Go Public

                -   7 -> 3 SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar oleh WP
                    Go Public

                -   8 -> 3 SPT Lebih Bayar (LB) Restitusi/Kompensasi

                -   9 -> Revaluasi Aktiva Tetap oleh WP Go Public

            b.  Jika Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah
                Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan (1),
                maka kode untuk digit ketiga ditentukan sebagai berikut:

                -   1 -> Perubahan Tahun Buku atau Metode Pembukuan

                -   2 -> Likuidasi, Penutupan Usaha, atau Akan
                    Meninggalkan Indonesia Selama-lamanya

                -   3 -> Penggabungan Usaha

                -   4 -> Peleburan usaha atau Pengambilalihan usaha

                -   5 -> Pemecahan usaha atau Pemekaran Usaha

                -   7 -> SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar (RTLB)

                -   8 -> SPT Lebih Bayar (LB) Restitusi/Kompensasi

                -   9 -> 3 Revaluasi Aktiva Tetap

            c.  Jika Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah
                Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara
                Komputerisasi dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan (4), kode
                digit ketiga ditentukan sebagai berikut:

                -   1 -> Wajib Pajak Besar

                -   2 -> Wajib Pajak Menengah

                -   3 -> Wajib Pajak Kecil

            d.  Jika Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah
                Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual
                dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan (9), kode digit ketiga
                ditentukan maka:

                -   1 -> terdapat data dan/atau informasi yang
                    menunjukkan ketidakpatuhan Wajib Pajak (bottom up)

                -   2 -> pertimbangan Dirjen Pajak selain permintaan WP
                    (top down)

                -   3 -> laporan dan/atau pengaduan masyarakat hasil
                    analisis Direktorat Intelijen dan Penyidikan (top down)

                -   4 -> pertimbangan Dirjen Pajak karena Permintaan WP
                    (top down)

                -   5 -> laporan dan/atau pengaduan masyarakat hasil
                    analisis KPP/Kanwil (bottom up)

                -   6 -> terdapat data dan/atau informasi terkait dengan
                    Wajib Pajak Kriteria Tertentu Pasal 17C UU KUP dan
                    Wajib Pajak Persyaratan Tertentu Pasal 17D UU KUP
                    (bottom up)

                -   8 -> terdapat laporan dan/atau pengaduan Masyarakat
                    terkait dengan Wajib Pajak Kriteria Tertentu Pasal 17C
                    UU KUP dan Wajib Pajak Persyaratan Tertentu Pasal
                    17D UU KUP (bottom up)

                -   9 -> Pemeriksaan Khusus dalam rangka pemeriksaan
                    ulang

        7.  Digit keempat menunjukkan Jenis Wajib Pajak yang meliputi:

            -   1 -> Orang Pribadi

            -   2 -> Badan

        8.  Berdasarkan struktur tersebut di atas, Kode Pemeriksaan untuk
            masing-masing kriteria dan jenis pemeriksaan ditentukan sebagai
            berikut:

            a.  Kode Pemeriksaan Rutin:

                ==========================================================
                                            Jenis Pemeriksaan
                ==========================================================
                No. Alasan Pemeriksaan              Pemeriksaan Pemeriksaan
                                            Kantor      Lapangan
                                                                                        ======================
                                            OP  Badan   OP  Badan
                ==========================================================
                1.  Perubahan Tahun Buku/Metode         0012    0111    0112
                    Pembukuan

                2.  Likuidasi atau Penutupan Usaha:
                    a.  Domisili                        1022    1121    1122
                    b.  Cabang                  0022    0121    0122

                3.  WP OP Akan Meninggalkan Indonesia               1121
                    Selama-Lamanya

                4.  Penggabungan Usaha                  1032    1131    1132

                5.  Peleburan usaha atau Pengambilalihan        1042    1141    1142
                    Usaha

                6.  Pemecahan Usaha atau Pemekaran          1052    1151    1152
                    Usaha

                7.  SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih            1072    1171    1172
                    Bayar

                8.  SPT Lebih Bayar:

                    a.  SPT Tahunan PPh Badan/OP        1081    1082    1181    1182
                        (All Taxes)

                    b.  Masa PPN                2181    2182    2181    2182

                9.  Revaluasi Aktiva Tetap                  1092    1191    1192
                =========================================================


            b.  Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Komputerisasi

                =======================================================
                                    Jenis Pemeriksaan
                                    =========================
                                    Pemeriksaan Pemeriksaan
                No.     Kriteria Pemeriksaan    Kantor      Lapangan
                                    =========================
                                    OP  Badan   OP  Badan
                =======================================================
                1.  WP Besar                    1411    1412

                2.  WP Menengah                 1421    1422

                3.  WP Kecil                    1431    1432
                =======================================================

            c.  Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual

                =======================================================
                                        Jenis Pemeriksaan
                                    =========================
                No  Alasan Pemeriksaan      Pemeriksaan Pemeriksaan
                                    Kantor      Lapangan
                                    =========================
                                    OP  Badan   OP  Badan
                =======================================================
                1.  Terdapat data dan informasi yang
                    menunjukkan ketidakpatuhan WP:

                    a.  All Taxes               1911    1912

                    b.  PPN                 2911    2912

                    c.  P2PPh                   3911    3912

                    d.  PPh Pasal 21/26         7911    7912

                    e.  PPh Pasal 23/26         8911    8912

                    f   PPh Final               9911    9912

                    g.  Beberapa Jenis Pajak            0911    0912

                2.  Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
                    Selain karena Permintaan WP         1921    1922

                3.  Laporan dan Pengaduan Masyarakat
                    hasil analisis Direktorat Intelijen dan
                    Penyidikan                  1931    1932

                4.  Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
                    karena Permintaan Wajib Pajak       1941    1942

                5.  Laporan dan Pengaduan Masyarakat hasil
                    analisis KPP/Kanwil             1951    1952

                6.  Terdapat data dan/atau informasi terkait
                    dengan Wajib Pajak Kriteria Tertentu
                    Pasal 17C UU KUP dan Wajib Pajak
                    Persyaratan Tertentu Pasal 17D UU KUP
                    a.  All Taxes               1961    1962

                    b.  PPN                 2961    2962

                7.  Terdapat laporan dan/atau pengaduan
                    terkait dengan Wajib Pajak Kriteria
                    Tertentu Pasal 17C UU KUP dan Wajib
                    Pajak Persyaratan Tertentu Pasal 17D
                    UU KUP

                    a.  All Taxes               1981    1982

                    b.  PPN                 2981    2982

                8.  Pemeriksaan Pemsus dalam rangka
                    pemeriksaan ulang

                    a.  All Taxes               1991    1992

                    b.  PPN                 2991    2992

                    c.  P2PPh                   3991    3992

                    d.  PPh Pasal 21/26         7991    7992

                    e.  PPh Pasal 23/26         8991    8992

                    f.  PPh Final               9991    9992

                    g.  Beberapa Jenis Pajak            0991    0992
                =======================================================


            d.  Kode Pemeriksaan WP Lokasi:

                Kode Pemeriksaan WP Lokasi disesuaikan dengan Kriteria
                Pemeriksaan WP Domisili, namun digit pertama dari setiap kode
                pemeriksaan diganti dengan angka 6.

                Contoh:

                a.  Wajib Pajak Badan Domisili diperiksa dalam rangka
                    Pemeriksaan Rutin #Pemeriksaan Lapangan Lebih Bayar
                    (Kode 1182), maka kode pemeriksaan WP Lokasi adalah
                    6182.

                b.  Wajib Pajak Badan Domisili diperiksa dalam rangka
                    Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan Lapangan karena
                    Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak (Kode 1922),
                    maka kode pemeriksaan WP Lokasi adalah 6922.

                Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Direktur
                Jenderal Pajak nomor:

                1.  SE-02/PJ.7/2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan
                    Berdasar Kriteria Seleksi;

                2.  SE-03/PJ.7/2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan Rutin;

                3.  SE-01/PJ.7/2006 tentang Kebijakan Umum Pemeriksaan;

                4.  SE-10/PJ.7/2006 tentang Penegasan atas Pembahasan
                    Hasil Pemeriksaan

                5.  SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan
                    Khusus; dan

                6.  SE-04/PJ.04/2007 tentang Rencana Pemeriksaan
                    Nasional dan Kebijakan Umum Pemeriksaan Tahun 2007,
                    dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi Demikian Surat
                    Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan
                    sebaik-baiknya.



Direktur Jenderal,
ttd,

Darmin Nasution
NIP 130605098

Tembusan:

1.  Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2.  Para Direktur dan Tenaga Pengkaji;
3.  Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
peraturan/sedp/10pj.042008.txt · Last modified: 2023/02/05 18:13 by 127.0.0.1