User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:06pj.2331984
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     9 Maret 1984

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR SE - 06/PJ.233/1984

                        TENTANG

    PENJELASAN LEBIH LANJUT ATAS BUKU PETUNJUK PEMOTONGAN PPh PASAL 21 (SERI PPh PASAL 21-03)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang timbul berkenaan dengan pelaksanaan Buku Petunjuk 
Pemotongan PPh Pasal 21 (SK. Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-1927/PJ.23/1983), bersama ini diberikan 
penjelasan sebagai berikut :
1.  Pemberian uang pesangon yang jumlahnya dihitung berdasarkan sekian bulan atau paling banyak satu 
    tahun gaji, maka penghitungan PPh Pasal 21-nya sama seperti penghitungan gratifikasi dan 
    sebagainya.

    Pemberian uang pesangon seperti itu bukanlah merupakan penghasilan yang meliputi beberapa tahun 
    yang diterima atau diperoleh sekaligus, melainkan merupakan penghasilan yang sifatnya tidak tetap 
    atau diberikan sekali saja.

2.  Untuk uang pesangon yang jumlahnya dihitung berdasarkan perhitungan lebih dari satu tahun gaji, 
    maka penghitungan PPh Pasal 21-nya dilakukan dengan menerapkan tarif efektif rata-rata.

    Contoh :
    Karyawati S dengan status kawin menerima gaji setiap bulan Rp. 400.000,-
    Sejak 1 Juni 1984 Karyawati S tersebut diberhentikan karena adanya penyusutan pegawai, dengan 
    memperoleh pesangon sebesar 1 1/2 tahun gaji dari bulan terakhir, yakni 
    18 x Rp. 400.000,- = Rp. 7.200.000,- yang diterima pada tanggal 1 Juni 1984.

    Penghitungan PPh. Pasal 21. 
    Penghasilan berupa uang pesangon rata-rata setahun :
    12
    --- x Rp.7.200.000,-                = Rp. 4.800.000,-
    18

    Penghasilan teratur dalam tahun 1984 :
    5 x Rp. 400.000,-               = Rp. 2.000.000,-
                               _____________
                Jumlah          = Rp. 6.800.000,-
    PTKP                           Rp.    960.000,-
                               _____________
    PKP                        Rp. 5.840.000,-
    Tarif : 15% x Rp. 5.840.000,-           = Rp.    876.000,-

    Tarif efektif rata-rata :
      876
    ------- x 100% = 12,88% dibulatkan = 13%
    6.800

    PPh Pasal 21 dari uang pesangon sebesar Rp. 7.200.000,- :
    13% x Rp. 7.200.000,-               = Rp.   936.000,-
                               ==========

3.  Setiap pembayaran dengan nama apapun kepada orang pribadi atau persekutuan orang-orang pribadi 
    yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan sehubungan dengan 
    jasa atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia, dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif 
    20% (dua puluh persen) dan bersifat final yang diterapkan atas penghasilan bruto.

    Hal ini dicantumkan dalam Buku Petunjuk dengan maksud agar Pemotong PPh Pasal 21 tidak lupa 
    akan kewajibannya untuk memotong juga PPh Pasal 26 atas pembayaran seperti tersebut di atas, 
    karena pada umumnya Pemotong PPh Pasal 26 adalah juga Pemotong PPh Pasal 21.

4.  Tabel tarif tahunan dan bulanan seperti dimuat dalam Lampiran I dan II Buku Petunjuk tersebut, 
    dimaksudkan untuk mempermudah cara penghitungan PPh Pasal 21 yang terhutang, tanpa mencari 
    PKP terlebih dahulu, melainkan langsung berdasar Penghasilan Netto-nya.
    Jumlah pajaknya dapat diketahui pada lajur status pegawai dan banyaknya tanggungan.

    Tabel ini dimaksudkan untuk mereka yang kebetulan Penghasilan Netto-nya dalam ribuan rupiah, bagi 
    yang tidak maka penghitungan PPh Pasal 21 tetap dilakukan seperti biasa yakni dengan menerapkan 
    tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas Penghasilan Kena Pajak yang telah 
    disetahunkan.

5.  Sesuai dengan maksud Pasal 6 Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 948/KMK.04/1983 bahwa 
    Pemotong dan Pemungut pajak diharuskan memberikan tanda bukti pemotongan atau pemungutan 
    kepada orang yang dibebani membayar PPh. yang dipotong atau dipungut, maka kepada orang pribadi 
    yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan tanda bukti pemotongan baik diminta 
    maupun tidak (Pasal 16 ayat 4 Buku Petunjuk).

    Orang pribadi yang dimaksud adalah pegawai, karyawan atau karyawati yang bukan pegawai, 
    karyawan atau karyawati tetap, karena bagi pegawai, karyawan atau karyawati tetap tanda bukti 
    pemotongan tersebut hanya diberikan apabila diminta oleh yang bersangkutan (perhatikan kembali 
    bunyi Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan No. 948/KMK.04/1983).

Demikian untuk mendapat perhatian Saudara sepenuhnya.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK LANGSUNG

ttd

Drs. MANSURY
peraturan/sedp/06pj.2331984.txt · Last modified: 2023/02/05 18:12 by 127.0.0.1