User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:05pj2016

tkb_admin_user_images_images_logo_20djp.jpg
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


 


SURAT EDARAN
NOMOR SE-05/PJ/2016

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR **PER-42/PJ/2015** TENTANG TATA CARA PENGENAAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN

 

 

A.

Umum

 

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-42/PJ/2015** tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai petunjuk pelaksanaan atas Peraturan Direktur Jenderal tersebut.

 

 

B.

Maksud dan Tujuan

 

1.

Maksud

 

 

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perhutanan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

 

2.

Tujuan

 

 

Surat Edaran ini bertujuan untuk memberikan petunjuk pelaksanaan mengenai hal-hal yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-42/PJ/2015** tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan, yang masih bersifat umum dan memerlukan penegasan.

 

 

 

 

C.

Ruang Lingkup

 

Ruang Lingkup Surat Edaran ini meliputi penegasan mengenai pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan terkait:

 

1.

Pendaftaran Objek Pajak dan Pemutakhiran Data Objek Pajak;

 

2.

Penilaian Objek Pajak;

 

3.

Penetapan Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan; dan

 

4.

Penetapan PBB Perhutanan.

 

 

D.

Dasar

 

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-42/PJ/2015** tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan.

 

 

E.

Pengertian

 

Dalam Surat Edaran ini, yang dimaksud dengan:

 

1.

Pengenaan adalah kegiatan menetapkan Wajib Pajak dan besarnya pajak terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan.

 

2.

Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, yang selanjutnya disebut PBB Perhutanan, adalah Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan.

 

3.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPP Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang mengadministrasikan objek pajak PBB Perhutanan.

 

4.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut Kanwil DJP adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan KPP Pratama.

 

5.

Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan, yang meliputi Hutan Tanaman dan Hutan Alam.

 

6.

Hutan Tanaman adalah Hutan Produksi yang dibangun dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa penyiapan lahan, pembenihan atau pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan atau penebangan, dan pemasaran hasil hutan.

 

7.

Hutan Alam adalah Hutan Produksi yang didalamnya telah bertumbuhan pohon-pohon alami dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran hasil hutan.

 

8.

lzin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan, dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

 

9.

Areal Produktif adalah areal yang telah ditanami pada Hutan Tanaman, areal blok tebangan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu, dan/atau areal blok pemanenan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu.

 

10.

Areal Belum Produktif adalah areal yang belum ditanami berupa areal yang belum diolah dan/atau areal yang sudah diolah pada Hutan Tanaman, areal yang dapat ditebang selain blok tebangan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan kayu, dan/atau areal yang dapat dipanen selain blok pemanenan pada Hutan Alam dengan izin pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu.

 

11.

Areal Tidak Produktif adalah areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang tidak dapat diusahakan untuk kegiatan usaha perhutanan, antara lain berupa sungai, zona penyangga (buffer zone), kawasan perlindungan setempat, areal hutan IUPHHK-RE yang belum tercapai keseimbangan ekosistem dan belum ada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, areal hutan yang ditetapkan sebagai hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest), serta areal yang diduduki oleh pihak ketiga secara tidak sah.

 

12.

Areal Pengaman adalah areal yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang dimanfaatkan sebagai pendukung dan pengaman kegiatan usaha perhutanan, antara lain berupa log ponds, log yards, tempat pengumpulan hasil panen, jalan, kanal, parit dan tanggul.

 

13.

Areal Emplasemen adalah areal yang diatasnya dimanfaatkan untuk bangunan dan/atau pekarangan serta fasilitas penunjangnya.

 

14.

Angka Kapitalisasi adalah angka yang digunakan untuk mengonversi pendapatan bersih setahun menjadi nilai bumi Areal Produktif pada Hutan Alam.

 

15.

Biaya Produksi adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan kegiatan produksi hasil hutan, sampai di log ponds/log yards untuk hasil hutan kayu dan/atau sampai tempat pengumpulan hasil panen untuk hasil hutan bukan kayu pada Hutan Alam.

 

16.

Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh dari rata-rata Biaya Produksi setahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor setahun.

 

17.

Satuan Biaya Pembangunan Hutan Tanaman yang selanjutnya disingkat SBPHT adalah satuan biaya tahunan per kegiatan yang meliputi kegiatan pembukaan lahan dan penanaman yang selanjutnya disebut PO, pemeliharaan tahun pertama yang selanjutnya disebut P1, dan seterusnya sampai pemeliharaan tahun terakhir (Pn) untuk setiap hektar pembangunan hutan tanaman, yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.

 

18.

Satuan Biaya Tanaman yang selanjutnya disingkat SBT adalah satuan biaya langsung yang diinvestasikan tiap tahun berdasarkan umur dan jenis tanaman.

 

19.

Standar lnvestasi Tanaman yang selanjutnya disingkat SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.

 

20.

Formulir Data Masukan yang selanjutnya disingkat FDM adalah formulir yang digunakan sebagai sarana perekaman data hasil penilaian ke dalam basis data PBB Perhutanan.

 

21.

Rincian Perhitungan Nilai yang selanjutnya disingkat RPN adalah informasi rinci perhitungan nilai bumi dan bangunan PBS Perhutanan.

 

 

F.

Pengenaan PBB Perhutanan

 

1.

Pendaftaran Objek Pajak dan Pemutakhiran Data Objek Pajak

 

 

Subjek pajak melakukan pendaftaran objek pajak PBB Perhutanan atau Wajib Pajak melakukan pemutakhiran data objek pajak PBB Perhutanan dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP), dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung antara lain berupa rencana kerja usaha, rencana kerja tahunan dan peta areal kerja.
 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran objek pajak dan pemutakhiran data objek pajak mengacu kepada ketentuan mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran atau Pemutakhiran Pajak Bumi dan Bangunan.

 

2.

Penilaian Objek Pajak

 

 

Penilaian objek pajak PBB Perhutanan dilakukan terhadap bumi dan/atau bangunan yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan, dengan tujuan menentukan Nilai lndikasi Rata-rata (NIR) dan/atau nilai bangunan, dalam rangka penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB Perhutanan.

 

 

a.

Penilaian Bumi

 

 

 

1)

Objek pajak bumi yang dilakukan penilaian dibedakan menjadi:

 

 

 

 

a)

Areal Produktif, berupa areal yang ditanami pada hutan tanaman, areal blok tebangan atau areal pemanenan pada hutan alam,

 

 

 

 

b)

Areal Belum Produktif,

 

 

 

 

c)

Areal Emplasemen,

 

 

 

 

d)

Areal Pengaman, dan

 

 

 

 

e)

Areal Tidak Produktif,

 

 

 

2)

Pendekatan penilaian bumi yang digunakan sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

untuk menentukan nilai bumi Areal Produktif:

 

 

 

 

 

(1)

pada Hutan Alam berupa tanah dan tegakan hutan, menggunakan pendekatan kapitalisasi pendapatan bersih;

 

 

 

 

 

(2)

pada Hutan Tanaman berupa tanah , menggunakan penyesuaian terhadap Nilai Bumi per meter persegi Areal Belum Produktif;

 

 

 

 

 

(3)

pada Hutan Tanaman berupa tanaman, berdasarkan SIT.

 

 

 

 

b)

untuk menentukan nilai bumi Areal Belum Produktif, menggunakan perbandingan data pasar, atau perbandingan NIR bumi objek pajak lain.

 

 

 

 

c)

untuk menentukan nilai bumi Areal Emplasemen, menggunakan perbandingan data pasar, atau perbandingan NIR bumi objek pajak lain.

 

 

 

 

d)

untuk menentukan nilai bumi Areal Pengaman, menggunakan penyesuaian terhadap Nilai Bumi per meter persegi Areal Belum Produktif.

 

 

 

 

e)

untuk menentukan nilai bumi Areal Tidak Produktif, menggunakan perbandingan NIR bumi objek pajak lain.

 

 

 

3)

Prosedur penilaian bumi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

Nilai bumi per meter persegi untuk Areal Produktif:

 

 

 

 

 

(1)

pada Hutan Alam ditentukan melalui perkalian pendapatan bersih setahun dengan angka kapitalisasi, dibagi luas Areal Produktif.

 

 

 

 

 

(2)

pada Hutan Tanaman, ditentukan dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

(a)

Menentukan NIR bumi per meter persegi Areal Produktif, melalui penyesuaian Nilai bumi per meter persegi Areal Belum Produktif, dengan menggunakan Formulir Analisis Penentuan Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Areal Produktif/Areal Pengaman.

 

 

 

 

 

 

(b)

Menentukan Nilai bumi Areal Produktif, melalui perkalian antara NIR bumi per meter persegi Areal Produktif dengan luas Areal Produktif, kemudian ditambah dengan SIT.

 

 

 

 

 

 

©

Menentukan Nilai bumi per meter persegi Areal Produktif, melalui pembagian antara nilai bumi produktif dengan luas areal produktif.

 

 

 

 

b)

Nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Produktif dan Areal Emplasemen, ditentukan menggunakan perbandingan data pasar, dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

 

(1)

Nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Produktif dan Areal Emplasemen, ditentukan menggunakan perbandingan data pasar, dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

 

(2)

Menentukan nilai bumi per meter persegi data pembanding sebagaimana dimaksud pada huruf a), melalui analisis penyesuaian jenis data dan waktu, menggunakan Formulir Analisis Penentuan Nilai Bumi Per Meter Persegi Data Pembanding.

 

 

 

 

 

(3)

Menentukan Nilai lndikasi Rata-Rata (NIR) bumi per meter persegi objek yang dinilai dengan melakukan penyesuaian terhadap faktor lokasi, fisik, jenis penggunaan tanah, dan keluasan, menggunakan Formulir Analisis Penentuan Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Areal Belum Produktif/Areal Emplasemen, dengan acuan sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

(a)

Terhadap faktor lokasi, fisik, dan jenis penggunaan tanah, diberikan penyesuaian:

 

 

 

 

 

 

 

i.

positif (+), dalam hal kondisi masing-masing areal atas objek yang dinilai lebih baik dibandingkan dengan kondisi data pembanding;

 

 

 

 

 

 

 

ii.

negatif (-), dalam hal kondisi masing-masing areal atas objek yang dinilai lebih jelek dibandingkan dengan kondisi data pembanding; atau

 

 

 

 

 

 

 

iii.

nol (0), atau tidak dilakukan penyesuaian, dalam hal kondisi masing-masing areal atas objek yang dinilai relatif sama dengan kondisi data pembanding.

 

 

 

 

 

 

(b)

Terhadap faktor keluasan, diberikan penyesuaian:

 

 

 

 

 

 

 

i.

positif (+), dalam hal keluasan masing-masing areal atas objek yang dinilai lebih kecil daripada keluasan data pembanding;

 

 

 

 

 

 

 

ii.

negatif (-), dalam hal keluasan masing-masing areal atas objek yang dinilai lebih besar daripada keluasan data pembanding; atau

 

 

 

 

 

 

 

iii.

nol (0), atau tidak dilakukan penyesuaian, dalam hal keluasan masing-masing areal atas objek yang dinilai relatif sama dengan keluasan data pembanding.

 

 

 

 

 

(4)

Dalam hal perbandingan data pasar sebagaimana dimaksud pada huruf a), b), dan c), tidak dapat dilakukan, penentuan nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Produktif dan Areal Emplasemen menggunakan perbandingan NIR bumi objek pajak lain, dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

(a)

Mengumpulkan data NIR bumi per meter persegi Areal Belum Produktif dan Areal Emplasemen objek pajak lain pada tahun pajak yang sama dengan menggunakan Formulir Data Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Objek Pembanding dan Formulir Rekapitulasi Data Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Objek Pembanding;

 

 

 

 

 

 

(b)

Menentukan NIR bumi per meter persegi dengan melakukan penyesuaian terhadap keberadaan pabrik pengolahan, aksesibilitas, ketersediaan infrastruktur dan faktor lainnya atas NIR sebagaimana dimaksud pada huruf a) dengan menggunakan Formulir Analisis Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Areal Belum Produktif/Areal Emplasemen.

 

 

 

 

 

(5)

NIR bumi per meter persegi:

 

 

 

 

 

 

(a)

untuk Areal Belum Produktif merupakan Nilai bumi per meter persegi untuk Areal Belum Produktif;

 

 

 

 

 

 

(b)

untuk Areal Emplasemen, merupakan Nilai bumi per meter persegi untuk Areal Emplasemen;

 

 

 

 

c)

Nilai bumi per meter persegi Areal Pengaman ditentukan dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

 

(1)

Menentukan NIR bumi per meter persegi Areal Pengaman melalui penyesuaian terhadap Nilai Bumi per meter persegi Areal Belum Produktif, dengan menggunakan Formulir Analisis Penentuan Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Areal Produktif/Areal Pengaman.

 

 

 

 

 

(2)

NIR bumi per meter persegi Areal Pengaman merupakan Nilai Bumi per meter persegi untuk Areal Pengaman.

 

 

 

 

d)

Nilai bumi per meter persegi untuk Areal Tidak Produktif ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

 

 

 

 

e)

Besarnya penyesuaian perbandingan sebagaimana dimaksud pada huruf b), angka (3), butir (a), (b) dan huruf b), angka (4), butir (b), ditentukan berdasarkan hasil analisis dan keahlian penilai.

 

 

b.

Penilaian Bangunan

 

 

 

1)

Objek pajak bangunan yang dilakukan penilaian dibedakan menjadi:

 

 

 

 

a)

bangunan umum, merupakan bangunan yang memiliki jenis konstruksi dan material pembentuk yang umum digunakan, antara lain berupa perumahan, perkantoran, gudang, pabrik.

 

 

 

 

b)

bangunan khusus, merupakan bangunan yang memiliki jenis konstruksi, material pembentuk dan/atau penggunaan khusus, antara lain berupa pipa, tangki, silo.

 

 

 

2)

Pendekatan penilaian yang digunakan untuk penilaian bangunan adalah pendekatan biaya dengan metode biaya pembangunan baru. Penerapan metode biaya pembangunan baru, menggunakan teknik:

 

 

 

 

a)

Teknik meter persegi, untuk bangunan umum.

 

 

 

 

b)

Teknik survei kuantitas, untuk bangunan khusus.

 

 

 

3)

Prosedur penilaian bangunan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

 

a)

Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total luas bangunan.

 

 

 

 

b)

Total nilai bangunan merupakan hasil penjumlahan dari nilai masing-masing bangunan.

 

 

 

 

 

Nilai masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan, dengan ketentuan:

 

 

 

 

 

(1)

Bangunan um um, dihitung menggunakan aplikasi daftar biaya komponen bangunan sesuai ketentuan yang berlaku;

 

 

 

 

 

(2)

Bangunan khusus:

 

 

 

 

 

 

(a)

dihitung menggunakan petunjuk teknis penilaian bangunan sesuai ketentuan yang berlaku; dan

 

 

 

 

 

 

(b)

dalam hal terdapat bangunan khusus yang belum tercantum dalam petunjuk teknis penilaian bangunan, maka nilai bangunan dihitung menggunakan metode survei kuantitas, atau metode biaya lain sesuai prinsip-prinsip penilaian.

 

 

 

 

 

 

©

Total luas bangunan merupakan hasil penjumlahan dari luas masing-masing bangunan.

 

3.

Penetapan Standar I nvestasi Tanaman Sektor Perhutanan

 

 

a.

Untuk menentukan SIT sektor Perhutanan sebagaimana dimaksud pada angka 2, huruf a, angka 2), huruf a), angka (3), dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 

 

 

1)

SIT Sektor Perhutanan jenis tanaman tertentu dihitung sesuai Pedoman Penentuan SIT sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI Surat Edaran ini, berdasarkan SBPHT yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.

 

 

 

2)

Dalam hal terdapat jenis tanaman perkebunan yang berada dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan, maka menggunakan pedoman penentuan SIT sektor Perkebunan.

 

 

 

3)

Dalam hal terdapat jenis tanaman yang belum termasuk jenis tanaman sebagaimana angka 1) dan 2), maka menggunakan standar biaya pembangunan hutan tanaman dari instansi, lembaga, asosiasi, dan/atau pihak lain di wilayah setempat atau wilayah lainnya.

 

 

 

4)

Dalam hal tidak diperoleh standar biaya pembangunan hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada angka 3), maka SIT Sektor Perhutanan dihitung sesuai Pedoman Penentuan SIT sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI Surat Edaran ini, dengan menggunakan indeks tanaman sebesar 1,0000.

 

 

b.

Hasil penentuan SIT sebagaimana dimaksud pad a huruf a, angka 1), dapat tidak digunakan dalam hal Kanwil DJP memiliki data berdasarkan dokumen pendukung terkait yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk penentuan SIT.

 

 

c.

Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak cq. Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian menyampaikan kepada Kepala Kanwil DJP:

 

 

 

1)

SBPHT sebagai dasar penentuan SIT, dalam hal SBPHT pada tahun sebelum tahun pajak diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan; atau

 

 

 

2)

pemberitahuan untuk menggunakan data SBT tahun pajak sebelumnya dengan tingkat penyesuaian tertentu dalam penentuan SIT, dalam hal SBPHT pada tahun sebelum tahun pajak tidak diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.

 

 

d.

Berdasarkan hasil penentuan SIT, Kepala Kanwil DJP menetapkan Keputusan Kepala Kanwil DJP mengenai Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan paling lambat akhir bulan Januari tahun pajak bersangkutan.

 

 

e.

Penetapan SIT untuk masing-masing wilayah dituangkan dalam lampiran Keputusan Kepala Kanwil DJP mengenai Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Kepala Kanwil DJP yang dimaksud.

 

 

f.

Dalam hal Keputusan Kepala Kanwil DJP mengenai Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan untuk tahun pajak berjalan telah ditetapkan tetapi dikemudian hari diketahui terdapat data baru atau kekeliruan dalam penetapan SIT, maka Kepala Kanwil DJP yang bersangkutan menerbitkan perubahan Keputusan Kepala Kanwil DJP mengenai Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan.

 

4.

Penetapan PBB Perhutanan

 

 

KPP Pratama berdasarkan SPOP dan LSPOP:

 

 

a.

Merekam SPOP dan LSPOP ke dalam aplikasi Sistem lnformasi DJP;

 

 

b.

Melakukan penilaian dan mengunggah formulir penilaian bumi dan formulir penilaian bangunan ke dalam Sistem lnformasi DJP;

 

 

c.

Membuat, merekam dan mencetak FDM;

 

 

d.

Menyampaikan usulan NJOP Bumi per meter persegi dan NJOP Bangunan per meter persegi ke Kanwil DJP sebagai dasar penetapan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB;

 

 

e.

Menerbitkan SPPT, setelah ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) NJOP yang mengacu kepada ketentuan mengenai Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;

 

 

f.

Menyampaikan SPPT ke Wajib Pajak paling lambat minggu ke-2 bulan Juni tahun pajak;

 

 

g.

Melakukan pemberkasan SPOP, LSPOP, FDM, salinan SPPT, kertas kerja penilaian, laporan penilaian, dan dokumen pendukung penilaian per objek pajak.

G.

Ketentuan Lain-lain

 

1.

Dalam hal subjek pajak atau Wajib Pajak meminta informasi rincian perhitungan nilai bumi dan nilai bangunan objek pajak PBB Perhutanan, KPP Pratama menerbitkan RPN atas objek dimaksud.

 

2.

Dalam hal terdapat jenis tanaman baru yang belum tercantum dalam Petunjuk Pengisian FDM sebagaimana dimaksud dalam Lampiran XV Surat Edaran ini, diminta agar:

 

 

a.

Kepala KPP Pratama memberitahukan jenis tanaman baru dimaksud kepada Kepala Kanwil DJP setempat;

 

 

b.

Kepala Kanwil DJP mengusulkan jenis tanaman dimaksud kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian untuk ditambahkan ke dalam daftar referensi tanaman hutan;

 

 

c.

Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian meneliti dan mengusulkan penambahan kode jenis tanaman kepada Direktur Teknologi lnformasi Perpajakan; dan

 

 

d.

Kepala Kanwil DJP menetapkan SIT atas tanaman tersebut.

 

3.

Bentuk Formulir dan contoh format berupa:

 

 

a.

Penetapan Penomoran Bukti Penerimaan SPT Tahunan diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

b.

Tata cara penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

c.

Petunjuk penetapan satuan tugas (satgas) penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

d.

Tata cara penerimaan SPT Tahunan dalam keadaan darurat/gangguan teknis diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

e.

Tata cara perekaman SPT Tahunan dalam Bentuk Kertas diatur sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

 

f.

Formulir Rekapitulasi Data Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Objek Pembanding sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Surat Edaran ini;

 

 

g.

Formulir Analisis Nilai lndikasi Rata-Rata Bumi Per Meter Persegi Areal Belum Produktif/Areal Emplasemen sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Surat Edaran ini;

 

 

h.

Contoh format Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP mengenai Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII Surat Edaran ini;

 

 

i.

Contoh format Perubahan Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP mengenai Standar lnvestasi Tanaman Sektor Perhutanan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV Surat Edaran ini;

 

 

j.

Formulir Data Masukan (FDM) untuk Hutan Alam dan Hutan Tanaman sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV dan Lampiran XVI Surat Edaran ini; dan

 

 

k.

Formulir Rincian Perhitungan Nilai (RPN) untuk Hutan Alam dan Hutan Tanaman sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII dan XVIII Surat Edaran ini,

 

 

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.

 

4.

Prosedur Kerja berupa:

 

 

a.

Prosedur penilaian objek pajak PBB Sektor Perhutanan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Surat Edaran ini;

 

 

b.

Prosedur penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Penetapan Angka Kapitalisasi, Rasio Biaya Produksi, dan Nilai Bumi per meter persegi untuk Areal Tidak Produktif pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman untuk PBS Sektor Perhutanan oleh Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX Surat Edaran ini.

 

 

c.

Prosedur penerbitan Surat Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian mengenai Satuan Biaya Pembangunan Hutan Tanaman (SBPHT) oleh Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X Surat Edaran ini;

 

 

d.

Prosedur penerbitan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak mengenai Standar lnvestasi Tanaman dan Perubahan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sektor Perhutanan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII Surat Edaran ini;

 

 

e.

Prosedur penyelesaian permohonan penerbitan Rincian Perhitungan Nilai (RPN) PBS Sektor Perhutanan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIX Surat Edaran ini; dan 

 

 

f.

Prosedur penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBS Sektor Perhutanan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XX Surat Edaran ini;

 

 

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.

 

5.

Pada saat Surat Edaran ini mulai berlaku Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor **SE-89/PJ/2011** tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-36/PJ/2011** tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

6.

Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

 

 

 

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya

 

 

 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Februari 2016

 

Plt.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001

 

 

 

@timtkb/liendza, 02/03/2016

Kp. : PJ .063/PJ.0632/2016

 

peraturan/sedp/05pj2016.txt · Last modified: 2023/02/05 18:08 by 127.0.0.1