User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:04pj.72002
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      16 Mei 2002

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 04/PJ.7/2002

                        TENTANG

                  KEBIJAKAN PEMERIKSAAN (SERI PEMERIKSAAN 01-02)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka lebih meningkatkan kualitas, efektivitas dan efisiensi pemeriksaan pajak dan untuk 
meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak serta sehubungan dengan pemekaran organisasi DJP sesuai 
dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 65/KMK.03/2002 tentang Pembentukan Kantor 
Wilayah Wajib Pajak Besar dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar, dengan ini disampaikan kebijakan 
pemeriksaan sebagai berikut:

I.  Rencana Pemeriksaan Nasional
    1.  Mulai tahun 2002 dan seterusnya, pelaksanaan pemeriksaan difokuskan pada Wajib Pajak 
        yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala nasional, regional 
        maupun lokal.
    2.  Terhadap Wajib Pajak yang tidak termasuk dalam kategori Wajib Pajak Besar atau Menengah 
        dapat dilakukan pemeriksaan berdasarkan usulan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak 
        (UP3).
    3.  Penetapan Wajib Pajak Besar dan Menengah dilaksanakan oleh Kantor Pusat DJP berdasarkan 
        jumlah peredaran usaha dan jumlah pajak yang dibayarkan serta elemen-elemen 
        pertimbangan lainnya.
    4.  Data yang dipergunakan sebagai dasar penetapan adalah data yang terdapat di dalam Sistem 
        Informasi Perpajakan yang ada. Untuk menjamin validitas data yang ada di dalam Sistem 
        Informasi Perpajakan, para Kepala Kantor Wilayah DJP bertanggung jawab untuk mengawasi
        proses input data Surat Pemberitahuan yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak yang ada 
        di wilayahnya.
    5.  Terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah dilakukan 
        poses seleksi oleh Tim Alokasi Pemeriksaan Kantor Pusat DJP dengan menggunakan Sistem 
        Kriteria Seleksi yang telah disempurnakan.
    6.  Pengiriman Daftar Wajib Pajak untuk diperiksa dilakukan secara bertahap setiap tiga bulan 
        dan dikirimkan oleh Direktur P4 kepada masing-masing Kepala Kantor Wilayah DJP paling 
        lambat setiap akhir triwulan tahun berjalan (April, Juli, Oktober dan Januari).
    7.  Kepala Kantor Wilayah DJP diminta untuk menyusun Tim Alokasi Pemeriksaan pada Tingkat 
        Kantor Wilayah (Tim Alokasi Kanwil). Tim Alokasi Kanwil diketahui oleh Kepala Bidang 
        Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dan beranggotakan Pejabat dan Staf pada 
        Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak. Pedoman pelaksanaan tugas Tim 
        Alokasi Kanwil adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
    8.  Daftar Alokasi pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Besar dan Menengah dikirimkan oleh 
        Kepala Kantor Wilayah DJP kepada masing-masing UP3 yang telah ditunjuk dengan tembusan 
        kepada Direktur P4 untuk diterbitkan LP2-nya.
    9.  Pembatalan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Besar dan Menengah yang telah terpilih untuk 
        diperiksa hanya dapat dilakukan oleh Direktur P4 atau berdasarkan usul Kepala Kantor 
        Wilayah DJP setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
    10. Apabila ternyata jumlah Wajib Pajak Besar dan Menengah yang tersedia untuk diperiksa 
        cukup untuk memenuhi standar prestasi pemeriksaan yang berlaku, Kepala Kantor Wilayah 
        DJP dapat mengajukan permintaan tambahan Wajib Pajak Besar dan Menengah yang akan 
        diperiksa kepada Direktur P4.

II. Kebijakan Pemeriksaan pada Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar (Kantor Wilayah WP Besar) dan 
    Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar (KPP WP Besar)
    1.  Seluruh Wajib Pajak yang terdaftar di KPP WP Besar dapat diperiksa oleh KPP WP Besar, 
        Kantor Wilayah WP Besar dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
    2.  Pada prinsipnya ruang lingkup pemeriksaan di KPP WP Besar adalah Pemeriksaan Lengkap 
        (PL). Namun demikian, dalam hal-hal tertentu dapat dilaksanakan melalui Pemeriksaan 
        Sederhana Lapangan (PSL) dan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK). Penentuan ruang 
        lingkup pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah WP Besar.
    3.  Khusus untuk Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan terhadap Wajib Pajak KPP WP 
        Besar dilakukan oleh Kanwil WP Besar atau Kantor Pusat DJP berdasarkan usul dari KPP WP 
        Besar maupun data yang diperoleh Kanwil WP Besar atau Kantor Pusat DJP. Pelaksanaan 
        Pemeriksaan Bukti Permulaan dan Penyidikan dapat dilakukan setelah terlebih dahulu 
        mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
    4.  Pemeriksaan Bukti Permulaan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah WP Besar dan 
        Pemeriksaan yang dilakukan oleh KPP WP Besar harus mencakup seluruh cabang dan lokasi 
        yang ada di seluruh Indonesia.
    5.  Kantor Wilayah WP Besar dan KPP WP Besar memiliki wewenang untuk melakukan 
        pemeriksaan atas Wajib Pajak lain yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak 
        KPP WP Besar meskipun Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut tidak 
        terdaftar sebagai Wajib Pajak KPP WP Besar.
    6.  Pelaksanaan pemeriksaan atas Wajib Pajak lain yang mempunyai hubungan istimewa dengan 
        Wajib Pajak KPP WP Besar harus dikoordinasikan dengan Kantor Wilayah DJP dan KPP terkait.
    7.  Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) atas WP Lokasi, yang merupakan cabang Wajib Pajak 
        yang terdaftar di KPP WP Besar, yang pemeriksaannya dilakukan oleh KPP WP Besar harus 
        dikirimkan ke KPP Lokasi untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan.
    8.  Dalam masa transisi, terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP WP Besar dapat 
        dilakukan pemeriksaan untuk setiap tahun pajak.
    9.  Sepanjang tidak diatur khusus dalam surat edaran ini, seluruh kebijaksanaan pemeriksaan 
        yang telah diatur terdahulu tetap berlaku.

III.    Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang menyatakan Lebih 
    Bayar atau Rugi
    1.  Setiap bulan Kantor Pelayanan Pajak membuat Daftar Nominatif SPT Tahunan PPh yang 
        menyatakan Lebih Bayar atau Rugi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan 
        mengirimkannya kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya tanpa tembusan ke Direktorat 
        P4. Dalam hal masih terdapat SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi (yang 
        dikompensasikan) Tahun Pajak 1996 yang belum diperiksa, Daftar Nominatifnya agar 
        didahulukan dan dibuat tersendiri.
    2.  Tim Alokasi Kanwil melakukan uji silang antara Wajib Pajak yang terdapat dalam daftar 
        nominatif tersebut dengan kelompok Wajib Pajak Besar dan Menengah yang sudah ditentukan 
        dalam Rencana Pemeriksaan Nasional.
    3.  Apabila Wajib Pajak yang termasuk dalam kelompok Wajib Pajak Besar dan Menengah 
        ternyata termasuk dalam Daftar Nominatif maka pelaksanaan pengawasan administrasi 
        pemeriksaannya termasuk ke dalam kriteria pemeriksaan Lebih Bayar atau Rugi.
    4.  Terhadap Wajib Pajak Besar dan Menengah yang termasuk dalam Daftar Nominatif, 
        pemeriksaannya harus mencakup seluruh jenis pajak dan dilakukan melalui Pemeriksaan 
        Lengkap. Sedangkan terhadap Wajib Pajak lainnya yang juga termasuk dalam Daftar 
        Nominatif tersebut, UPPP-nya ditentukan oleh kepala Kantor Wilayah DJP.
    5.  Daftar Alokasi pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar atau Rugi 
        dikirimkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP ke masing-masing UPPP yang telah ditunjuk 
        dengan tembusan kepada Direktur P4 untuk diterbitkan LP2-nya.

IV. Pemeriksaan atas dokumen non-finansial
    1.  Setiap pemeriksaan yang dilakukan harus juga mencakup pemeriksaan atas dokumen non-
        finansial yang hasilnya diperkirakan dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menguji 
        kebenaran SPT Wajib Pajak.
    2.  Pemeriksaan ditujukan untuk memperoleh temuan dasar dari suatu kegiatan usaha yang 
        akan dikembangkan dalam pemeriksaan atas dokumen finansial dan diharapkan dapat 
        menjadi kunci pembuka bagi penentuan strategi pemeriksaan selanjutnya.
    3.  Yang termasuk sebagai dokumen non finansial antara lain adalah:
        i.  akte pendirian perusahaan dan akte perubahannya;
        ii. dokumen perijinan, kontrak dan perjanjian;
        iii.    notulen rapat direksi;
        iv. notulen Rapat Umum Pemegang Saham;
        v.  agenda surat masuk-surat keluar;
        vi. spesifikasi teknis atas kapasitas alat produksi;
        vii.    studi kelayakan;
        viii.   korespondensi baik intern maupun ekstern yang meliputi faksimil, memorandum, 
            teleks, kabelgram maupun korespondensi melalui sarana elektronik ataupun 
            sarana komunikasi lainnya.
    4.  Hasil pemeriksaan atas dokumen non-finansial dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.

V.  Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan 
    pembayaran pajak
    1.  Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan 
        kelebihan pembayaran pajak sesuai dengan Pasal 17C Undang-undang Nomor 6 Tahun 
        1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah 
        terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 dapat dilakukan apabila:
        a.  terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap; atau
        b.  termasuk dalam daftar Wajib Pajak Besar dan Menengah yang terpilih untuk 
            dilakukan pemeriksaan sesuai hasil kriteria seleksi; atau
        c.  terdapat instruksi pemeriksaan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
    2.  Pemeriksaan ini diperlakukan sebagai Pemeriksaan Khusus.

VI. Pemeriksaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak
    1.  Pemeriksaan dilaksanakan dalam rangka mendapatkan data mengenai harta Wajib Pajak/
        Penanggung Pajak yang merupakan objek sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak 
        sesuai dengan Undang-undang Penagihan dengan Surat Paksa.
    2.  Subdirektorat Penagihan pada Direktorat P4 mengkoordinasikan pengumpulan data dan 
        informasi Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak untuk 
        kemudian disusun Daftar Wajib Pajak 1000 Penunggak Pajak Terbesar Nasional. Wajib Pajak 
        yang termasuk di dalam daftar tersebut akan diberitahukan kepada Kepala KPP tempat Wajib 
        Pajak terdaftar dan Kepala Kanwil DJP atasannya untuk diawasi secara seksama.
    3.  Pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan instruksi pemeriksaan dari Kepala Kanwil DJP atas 
        data 1000 penunggak pajak skala nasional atau data 500 penunggak pajak skala regional 
        atau data 100 penunggak pajak skala lokal.
    4.  Pemeriksaan dapat dilaksanakan bersamaan dengan:
        a.  pemeriksaan tahun berjalan melalui PSL dan dapat didampingi oleh jurusita pajak; 
            atau
        b.  pemeriksaan lapangan tahun lalu dengan menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan 
            Pajak tersendiri untuk tahun berjalan.
    5.  Pemeriksaan mencakup pemeriksaan atas harta yang menjadi objek sita yang dimiliki oleh 
        Wajib Pajak/Penanggung Pajak pada saat pemeriksaan dilakukan.
    6.  Program pemeriksaan yang dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan 
        pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 
        2.
    7.  Hasil pemeriksaan disusun tersendiri dan dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan untuk 
        tujuan Penagihan Pajak sesuai contoh pada Lampiran 3.
    8.  Hasil Pemeriksaan hanya berupa data dan informasi yang berkaitan dengan objek sita Wajib 
        Pajak/Penanggung Pajak dan tidak perlu ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan 
        pajak
    9.  Mengingat bahwa pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak dapat dilakukan bersamaan 
        dengan pemeriksaan lainnya dan tidak ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan 
        pajak maka instruksi pemeriksaan tidak perlu ditindaklanjuti dengan penerbitan LP2.
    10. Pemeriksaan untuk tujuan Penagihan Pajak harus diselesaikan dalam waktu paling lama 14 
        (empat belas) hari kerja sejak Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) atau SP3 tersendiri 
        diterima oleh Wajib Pajak.
    11. Laporan Pemeriksaan untuk tujuan Penagihan Pajak dikirim ke Kantor Pelayanan Pajak 
        terkait u.p. Kepala Seksi Penagihan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari dengan tembusan 
        kepada Kasubdit Penagihan Direktorat P4 dan Kepala Bidang Pemeriksaan   penyidikan dan 
        Penagihan Kanwil DJP.
    12. Kepala KPP harus segera menindaklanjuti LPP untuk tujuan penagihan pajak sesuai dengan 
        ketentuan yang berlaku.

VII.    Lain-lain
    1.  Laporan Kemajuan Pemeriksaan Kasus
        a.  Tim Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Kemajuan Pemeriksaan Kasus yang 
            berisi tentang perkembangan pemeriksaan yang dilakukannya.
        b.  Laporan hanya disusun untuk Pemeriksaan bukti Permulaan, Pendidikan dan 
            pemeriksaan atas kasus besar yang memerlukan perhatian khusus atau atas kasus 
            tertentu berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.
        c.  Laporan dibuat setiap bulan dan setelah disetujui Kepala UPPP atasannya, dikirimkan 
            ke Direktur P4 dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya paling lambat
            tanggal 10 bulan berikutnya.
        d.  Laporan tersebut ditelaah dan dianalisa dan bila dipandang perlu ditentukan tindak 
            lanjutnya.
        e.  Bentuk Surat Pengantar dan Laporan Kemajuan Kasus Pemeriksaan dapat dibuat 
            sesuai contoh pada Lampiran 4 dan 5.

    2.  Laporan Pemeriksaan Pajak
        a.  Bentuk formulir LPP untuk Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi diubah menjadi 
            sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6 dan 7.
        b.  Bentuk formulir LPP untuk Pemeriksaan PPN dan PPn BM (single audit) dapat dibuat 
            sesuai contoh pada Lampiran 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
            SE-01/PJ.7/2002 tanggal 19 Februari 2002 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan PPN 
            dan PPnBM.
        c.  Bentuk LPP dapat digunakan untuk Pemeriksaan Lapangan maupun Pemeriksaan 
            Kantor.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sedp/04pj.72002.txt · Last modified: by 127.0.0.1