User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:04pj.331994
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      10 Mei 1994

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 04/PJ.33/1994

                        TENTANG

                PEMBAYARAN PPh DALAM TAHUN BERJALAN ATAS PENGHASILAN 
              DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH ATAU TANAH DAN BANGUNAN

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Bersama ini disampaikan :
1.  Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dalam Tahun 
    Berjalan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah atau Tanah dan Bangunan;
2.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 85/KMK.04/1994 tanggal 22 Maret 1994 tentang Tata Cara
    Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib 
    Pajak dan Tata Cara penyampaian Laporan PPAT dan Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan
    Pembayaran Sehubungan dengan Pengalihan Hak atas Tanah atau Tanah dan Bangunan.

Untuk kelancaran pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut, dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut :
1.  Pengalihan hak
    Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994, pengalihan
    hak atas tanah atau tanah dan bangunan yaitu pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan :
    a.  antara Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lainnya berupa penjualan, tukar-menukar atau cara 
        lain yang disepakati;

    b.  antara Wajib Pajak dengan Pemerintah berupa :
        b.1.    penjualan, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela, yang oleh 
            Pemerintah digunakan selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan 
            umum;
        b.2.    pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada 
            Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Bentuk
            pembayaran adalah berupa ganti rugi sesuai dengan ketentuan dalam Keppres Nomor 
            55 Tahun 1993.

2.  Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang
    wajib dibayar dalam tahun berjalan.
    a.  Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan atau Badan dari 
        pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan diluar kegiatan usaha pokoknya, PPh
        yang terhutang wajib dibayar dalam tahun berjalan, kecuali yang ditegaskan dalam butir 3.

    b.  Agar kewajiban pembayaran PPh yang terhutang dilakukan dengan baik, maka pemenuhan 
        kewajiban tersebut dikaitkan dengan penandatanganan akte pengalihan hak oleh PPAT atau 
        dengan pembayaran oleh Bendaharawan atau Pejabat yang berwenang melakukan 
        pembayaran atas pengalihan hak dimaksud, yaitu :
        b.1.    PPAT tidak diperkenankan menandatangani akte pengalihan hak atas tanah atau
            tanah dan bangunan sebelum kepadanya dibuktikan bahwa PPh yang terhutang telah 
            dibayar oleh Wajib Pajak yang mengalihkan haknya;
        b.2.    Bendaharawan/Pejabat memungut dan menyetorkan PPh yang terhutang sebelum 
            melakukan pembayaran.

    c.  PPh yang telah dilunasi digolongkan sebagai pembayaran PPh Pasal 25 sehingga dapat
        dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang mengalihkan haknya untuk tahun
        pajak yang bersangkutan.

3.  Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang
     tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan.
    a.  Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan 
        tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan apabila :
        a.1.    penghasilan tersebut diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari
            pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang jumlah brutonya secara 
            keseluruhan (tidak dipecah-pecah) kurang dari Rp.60.000.000,- (enam puluh juta 
            rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 
            3 TAHUN 1994;

        a.2.    penghasilan tersebut diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari 
            pelepasan atau Penyerahan hak kepada Pemerintah yang akan digunakan untuk
            pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pembangunannya 
            memerlukan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)
            Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994, yaitu untuk membangun :
            -   jalan umum;
            -   saluran pembuangan air;
            -   bendungan dan bangunan pengairan lainnya;
            -   saluran irigasi;
            -   pelabuhan laut;
            -   bandar udara;
            -   fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya
                banjir, lahar dan lain-lain, dan
            -   fasilitas ABRI.

        Pembebasan dari kewajiban melunasi pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib yang 
        bersangkutan berlaku dengan sendirinya tanpa memerlukan Surat Keterangan Bebas (SKB) 
        PPh sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

    b.  Selain ketentuan sebagaimana diuraikan pada huruf a di atas, maka atas pengalihan hak
        atas tanah atau tanah dan bangunan yang dilakukan berdasarkan:
        b.1.    hibah atau bantuan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan dari 
            pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU 
            PPh 1984;
        b.2.    warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh 1984, tidak 
            termasuk sebagai objek PPh sehingga tidak terutang PPh. Kepala KPP wajib meneliti 
            bahwa hibah, bantuan atau warisan tersebut bukan merupakan suatu upaya untuk 
            menghindari kewajiban pembayaran PPh dalam tahun berjalan sebagaimana 
            dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) PP Nomor 3 TAHUN 1994.

    c.  Wajib Pajak yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dapat memperoleh 
        Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran PPh dalam tahun berjalan dari Kantor Pelayanan 
        Pajak yang wewenangnya meliputi wilayah tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak 
        yang bersangkutan. Bentuk SKB tersebut sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran I 
        Surat Edaran ini.

4.  Besarnya PPh yang wajib dibayar dalam tahun berjalan Besarnya PPh atas penghasilan yang diterima 
    atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana tersebut pada 
    butir 2, dihitung sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah bruto.

5.  Pengertian jumlah bruto
    Yang dimaksud dengan jumlah bruto :
    a.  Apabila pengalihan hak dilakukan dengan Wajib Pajak lain yaitu nilai tertinggi antara nilai 
        berdasarkan akte pengalihan hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menurut SPPT PBB 
        tahun pajak saat pengalihan hak tersebut dilakukan, atau kalau belum ada maka dipakai NJOP 
        menurut SPPT PBB tahun pajak sebelumnya. Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan 
        tersebut belum terdaftar, maka dipakai nilai jual menurut surat keterangan yang diterbitkan 
        Kepala Kantor Pelayanan PBB setempat;

    b.  Apabila pengalihan hak tersebut dilakukan kepada Pemerintah, yaitu nilai berdasarkan
        keputusan Pejabat atau Panitia yang berwenang.

6.  Tata cara pembayaran PPh yang terutang
    a.  Pengalihan hak yang dilakukan dengan akte yang dibuat Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)
        a.1.    PPh yang terutang yaitu sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah bruto, wajib dibayar 
            oleh Wajib Pajak yang mengalihkan hak dengan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank 
            persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akte pengalihan hak tersebut 
            ditandatangani oleh PPAT.

        a.2.    Dalam SSP dicantumkan nama, alamat dan NPWP (kalau belum ada dengan
            menggunakan NPWP 0.000.000.0.xxx, dan xxx adalah kode KPP tempat Wajib Pajak 
            yang mengalihkan hak bertempat tinggal atau berkedudukan) dari Wajib Pajak yang 
            mengalihkan hak tersebut.

        a.3.    PPAT baru diperkenankan menandatangani akte setelah terbukti bahwa Wajib Pajak 
            tersebut telah melunasi PPh yang terutang dengan menyerahkan photo copy SSP 
            pelunasan PPh yang terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf    a.1. dan 
            menunjukkan asli SSP yang bersangkutan atau menyerahkan lembar ke-2 SKB 
            pembayaran PPh dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf c 
            kecuali bagi Wajib Pajak yang mendapat pembebasan dari kewajiban membayar PPh 
            dalam tahun berjalan yang berlaku dengan sendirinya sebagaimana ditegaskan dalam 
            butir 3 huruf a.

        a.4.    PPAT wajib melampirkan photo copy SSP atau lembar ke-2 SKB pembayaran PPh 
            dalam tahun berjalan pada akte pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan 
            berkenaan kecuali bagi Wajib Pajak yang mendapat pembebasan dari kewajiban 
            membayar PPh dalam tahun berjalan yang berlaku dengan sendirinya sebagaimana 
            ditegaskan dalam butir 3 huruf a.

        a.5.    SSP lembar ketiga wajib disampaikan oleh Wajib Pajak tersebut kepada Kantor 
            Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau yang wewenangnya meliputi
            wilayah tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, selambat-
            lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak.

    b.  Pengalihan hak kepada Pemerintah.
        b.1.    Pelunasan PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib 
            Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah 
            sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b yang dibayar dengan dana yang 
            berasal dari APBN atau APBD,dilakukan melalui Bendaharawan atau Pejabat yang 
            melakukan pembayaran.

        b.2.    Bendaharawan atau pejabat yang dimaksud terlebih dahulu memungut dan 
            menyetorkan PPh yang terutang sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah bruto atas 
            nama Wajib Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan SSP ke bank persepsi 
            atau Kantor Pos dan Giro, sebelum pembayaran kepada Wajib Pajak dilaksanakan.
            Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah tersebut dilakukan dengan akte Notaris 
            atau PPAT maka yang wajib memungut dan menyetor PPh yang terhutang sebesar 
            3% dari jumlah bruto pengalihan hak adalah Bendaharawan/Pejabat yang ditunjuk 
            yang melakukan pembayaran.

        b.3.    Dalam SSP dicantumkan nama, alamat dan NPWP (kalau belum ada dengan 
            menggunakan NPWP 0.000.000.0.xxx, dan xxx adalah kode KPP tempat WP 
            bertempat tinggal atau berkedudukan) dari Wajib Pajak yang mengalihkan hak
            tersebut.

        b.4.    Bendaharawan atau Pejabat yang ditunjuk menyerahkan SSP yang telah diberi 
            tanggal/tanda tangan dan nama terang petugas bank persepsi atau Kantor Pos dan 
            Giro kepada Wajib Pajak, kecuali lembar kelima SSP tersebut disimpan oleh 
            Bendaharawan atau Pejabat yang bersangkutan.

        b.5.    Bendaharawan atau pejabat yang ditunjuk wajib melampirkan photo copy SSP atau
            lembar ke-2 SKB pembayaran PPh dalam tahun berjalan pada surat keputusan 
            mengenai pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah 
            kecuali bagi Wajib Pajak yang mendapat pembebasan dari kewajiban membayar PPh 
            dalam tahun berjalan yang berlaku dengan sendirinya sebagaimana ditegaskan dalam 
            butir 3 huruf a.

        b.6.    Lembar ketiga SSP segera disampaikan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke 
            Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau yang wewenangnya 
            meliputi wilayah tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau kedudukan, 
            selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya 
            pengalihan hak.

7.  Pengkreditan PPh yang telah dibayar
    a.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994, pembayaran 
        PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan digolongkan 
        sebagai pembayaran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak yang bersangkutan. Dengan demikian 
        maka penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak tersebut wajib dilaporkan dalam SPT 
        Tahunan PPh dan dihitung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan pelunasan PPh yang 
        terutang tersebut dikreditkan dengan PPh yang terutang dalam tahun pajak yang 
        bersangkutan.

    b.  Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari pengalihan hak 
        atas tanah atau tanah dan bangunan yang tidak wajib dilunasi PPh-nya dalam tahun berjalan 
        tersebut pada butir 3 huruf a, wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh 
        tahun pajak yang bersangkutan.

8.  Laporan PPAT dan Bendaharawan/Pejabat
    a.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 
        3 TAHUN 1994 dan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan 
        Menteri Keuangan Nomor : 85/KMK.04/1994, PPAT dan Bendaharawan/Pejabat wajib 
        menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

    b.  Sambil menunggu bentuk laporan PPAT yang akan disempurnakan bersama-sama dengan 
        Badan Pertanahan Nasional maka untuk sementara dipergunakan bentuk laporan PPAT yang 
        ditetapkan dengan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan 
        Pertanahan Nasional Nomor :      640 - 2455 
                           -------------------                  
                           SE-34/PJ.6/1992
        tanggal 31 Juli 1992 dengan menambahkan kolom tanggal dan besarnya PPh yang disetor
        sesuai dengan SSP.

    c.  Laporan Bendaharawan/Pejabat dimaksud dilakukan dengan menggunakan formulir
        sebagaimana dimaksud dalam lampiran II Surat Edaran ini.

    d.  Laporan pembayaran PPh yang disampaikan Wajib Pajak dan laporan pengalihan hak oleh 
        PPAT dan atau Bendaharawan/Pejabat yang melakukan pembayaran yang disampaikan 
        kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, berguna sebagai data.

    e.  Apabila ditemukan bahwa PPh yang terutang belum dilunasi oleh Wajib Pajak tetapi PPAT 
        ternyata telah menandatangani akte pengalihan hak, maka kepada Wajib Pajak yang 
        bersangkutan agar dikeluarkan Surat tagihan Pajak (STP) dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak 
        agar segera melaporkan PPAT yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan 
        setempat, Kakanwil DJP dan Direktur Jenderal Pajak.

    f.  Apabila ditemukan bahwa PPh yang terutang belum disetorkan oleh Bendaharawan/Pejabat 
        yang bersangkutan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar segera melaporkan kepada 
        atasan Bendaharawan/Pejabat yang bersangkutan dan Kepala Perwakilan BPKP setempat 
        dengan tindasan kepada Kakanwil DJP dan Direktur Jenderal Pajak.

9.  Ketentuan-ketentuan dalam peraturan/Surat Edaran sebelumnya.
    a.  Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994, maka ketentuan Pasal 20 
        Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985 tidak diterapkan sepanjang mengenai kewajiban 
        pembayaran PPh dalam tahun berjalan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib 
        Pajak Perseorangan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan.

    b.  Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1994, maka terhitung mulai tanggal 
        berlakunya Surat Edaran ini, bagi Wajib Pajak yang dalam rangka kegiatan usahanya 
        menerima pembayaran ganti rugi pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang 
        dananya berasal dari APBN/APBD, tidak dipungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 382/KMK.04/1989 tanggal 20 April 1989.

    c.  Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka penegasan dalam butir 2 Surat Edaran Direktur 
        Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.41/1993 tanggal 31 Agustus 1993 tentang Pemanfaatan data 
        PPAT bagi Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT PPh (Seri Pemanfaatan data 22), 
        dinyatakan tidak berlaku lagi.

10. Pelaksanaan dan Lain-lain
    a.  untuk menghindari kesulitan dalam pelaksanaannya maka petunjuk dalam Surat Edaran ini 
        diterapkan atas pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan berdasarkan akta 
        pengalihan hak atau keputusan pejabat yang berwenang mulai tanggal 1 Juni 1994.

    b.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar menyampaikan Surat Edaran ini kepada Notaris, PPAT 
        ( PPAT, Notaris PPAT dan Camat ) dan Bendaharawan/Pejabat yang bersangkutan di wilayah 
        masing-masing.

    c.  Dapat ditambahkan, dalam hal pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan tersebut 
        dilakukan kepada perusahaan yang usaha pokoknya bergerak dalam bidang tanah atau tanah 
        dan bangunan, maka penandatanganan akte pengalihan hak hanya dapat dilakukan setelah 
        pihak yang mengalihkan menunjukkan bukti setoran PPh sebesar 3% (tiga persen) dari harga 
        pengalihan, kecuali PPh yang terhutang tidak wajib dilunasi dalam tahun berjalan 
        sebagaimana ditegaskan dalam butir 3 di atas.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/04pj.331994.txt · Last modified: 2023/02/05 06:04 by 127.0.0.1