User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:04pj.1011996
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      28 Mei 1996

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 04/PJ.101/1996

                        TENTANG

              MASA TRANSISI PENERAPAN SE-03/PJ.101/1996 (SERI P3B NO.1)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan penyederhanaan prosedur penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) 
sebagaimana telah ditegaskan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.101/1996 
tanggal 29 Maret 1996, dan adanya pertanyaan-pertanyaan mengenai permohonan Surat Keterangan Bebas 
(SKB) dan Surat Keterangan Tarif (SKT) PPh Pasal 26 yang belum dijawab KPP atau belum dimohonkan 
SKT/SKB sampai dengan berlakunya SE-03/PJ.101/1996, bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.101/1996 diterapkan pula 
    atas permohonan SKT/SKB yang telah diterima dan belum dijawab Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
    Penerapan P3B yang berkaitan dengan permohonan yang belum dijawab tersebut agar dilakukan 
    sesuai dengan penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.101/1996.
    Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar segera memberitahukan kepada semua pemohon SKT/SKB 
    selambat-lambatnya tanggal 31 Mei 1996 yang menyatakan bahwa sesuai dengan 
    SE-03/PJ.101/1996 atas permohonan tersebut tidak perlu diterbitkan SKT/SKB.

2.  Permohonan SKT/SKB sebagaimana dimaksud pada butir 1 meliputi baik permohonan yang telah 
    lengkap maupun permohonan yang belum lengkap. Untuk permohonan yang belum lengkap, baik 
    yang telah diberitahukan maupun yang belum diberitahukan KPP kepada pemohon untuk segera 
    dilengkapi.

3.  Atas penghasilan yang telah terlanjur dipotong PPh Pasal 26 sesuai dengan tarif berdasarkan tarif 
    P3B tanpa SKT/SKB dan belum diajukan permohonan SKT/SKB, maka pihak yang wajib memotong/
    pihak yang wajib membayar penghasilan harus menyampaikan fotokopi Surat Keterangan Domisili 
    Wajib Pajak luar negeri yang menerima penghasilan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak 
    yang membayar terdaftar dengan menunjukkan asli Surat Keterangan Domisili tersebut.
    Apabila hal tersebut tidak dipenuhi maka PPh Pasal 26 dihitung sebesar 20% (dua puluh persen).

4.  Atas penghasilan yang dibayar oleh pihak yang berkedudukan di Indonesia yang telah dipotong PPh 
    Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dan belum dimohonkan SKT/SKB, dan menurut 
    P3B seharusnya dipotong dengan tarif dibawah 20% (dua puluh persen), maka 
    a.  Wajib Pajak luar negeri tidak perlu mengajukan permohonan SKT/SKB PPh Pasal 26;
    b.  Wajib Pajak luar negeri dapat mengajukan permohonan restitusi dengan melampirkan asli 
        Surat Keterangan Domisili dari pejabat yang berwenang pada saat penghasilan terutang atau 
        saat dipotong PPh Pasal 26, tergantung mana yang lebih dahulu, dan asli Bukti Pemotongan 
        PPh Pasal 26.

5.  Apabila berdasarkan pemeriksaan, penghasilan yang dibayar atau terutang oleh pihak yang 
    berkedudukan di Indonesia belum dipotong PPh Pasal 26 dan belum dimohonkan SKT/SKB, agar 
    segera diterbitkan SKP PPh Pasal 26 sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 
    1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 dengan menerapkan 
    tarif sebesar 20% kecuali Wajib Pajak menunjukkan asli Surat Keterangan Domisili atas nama Wajib 
    Pajak luar negeri yang menerima penghasilan. Apabila Wajib Pajak tersebut dapat menunjukkan asli 
    Surat Keterangan Domisili, maka diterapkan tarif sesuai dengan P3B yang berlaku.

6.  Untuk penerapan SE-03/PJ.101/1996 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak dari suatu 
    bentuk usaha tetap di Indonesia, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 26 ayat (4) UU Nomor 7 
    Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 10 TAHUN 1994, dilaksanakan 
    sebagai berikut :
    a.  Atas penghasilan BUT yang kantor induknya berada di negara treaty partner, BUT cukup 
        menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili kantor induknya kepada KPP tempat BUT 
        tersebut terdaftar. Berdasarkan Surat Keterangan Domisili tersebut maka tarif pemotongan 
        PPh Pasal 26 diterapkan sesuai dengan tarif berdasarkan P3B dengan negara yang 
        bersangkutan;
    b.  Atas penghasilan BUT yang kantor induknya berkedudukan di negara non-treaty partner, 
        diterapkan tarif pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20%.

Demikian untuk dilaksanakan.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/04pj.1011996.txt · Last modified: 2023/02/05 06:15 by 127.0.0.1