User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:04pj.042007
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   25 Juli 2007

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 04/PJ.04/2007

                               TENTANG

         RENCANA PEMERIKSAAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN UMUM PEMERIKSAAN TAHUN 2007

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pemeriksaan
serta sejalan dengan program modernisasi Direktorat Jenderal Pajak, dipandang perlu untuk menetapkan
rencana pemeriksaan nasional dan kebijakan umum pemeriksaan tahun 2007, yaitu sebagai berikut :

I.  RENCANA PEMERIKSAAN NASIONAL 

    Rencana pemeriksaan nasional dimaksudkan agar pemeriksaan dapat berlangsung dengan efisien dan
    tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan kinerja pemeriksaan. Dalam tahun 2007, rencana 
    pemeriksaan akan diarahkan pada pemeriksaan yang berbasiskan resiko (risk based audit) 
    diantaranya mengacu pada :
    a.  Perbandingan laba bruto usaha dengan peredaran usaha per Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU),
    b.  Frekuensi pemeriksaan pajak;dan
    c.  Pemanfaatan data eksternal.
    Rencana pemeriksaan nasional tahun 2007 disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai 
    berikut :

    A.  FOKUS PEMERIKSAAN
        1.  Pemeriksaan dalam tahun 2007 terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan 
            difokuskan pada Wajib Pajak dengan klasifikasi lapangan usaha yang memberikan 
            kontribusi penerimaan yang signifikan pada tahun pajak 2006 yang antara lain 
            memenuhi kriteria :
            a.  persentase laba bruto usaha di bawah rata-rata persentase laba kotor 
                klasifikasi lapangan usaha yang bersangkutan; atau
            b.  belum pernah dilakukan pemeriksaan untuk lima tahun pajak terakhir.
        2.  Pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi antara lain 
            difokuskan pada Wajib Pajak yang memenuhi kriteria :
            a.  berdasarkan data diindikasikan bahwa SPT Tahunan PPh yang disampaikan
                tidak benar;
            b.  para pejabat dan tokoh yang menjadi panutan masyarakat yang diindikasikan
                bahwa pemenuhan kewajiban perpajakannya dilakukan tidak sebagaimana
                mestinya.

    B.  TARGET PEMERIKSAAN
        1.  Target pemeriksaan tahun 2007 terdiri dari :
            a.  jumlah Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang harus diselesaikan
                oleh masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UP3), yaitu minimal
                sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1. Target tersebut ditetapkan 
                dengan memperhatikan jumlah pemeriksa menurut Sistem Informasi 
                Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP) pada masing-masing UP3; dan
            b.  jumlah penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan per Kantor Wilayah,
                yaitu sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 2. Berdasrkan target 
                penerimaan tersebut, Kepala Kantor Wilayah diminta untuk mengalokasikan
                target penerimaan pada tiap-tiap UP3 yang berada dilingkungan Kanwil yang
                bersangkutan.
        2.  Target penyelesaian SP3 hanya mencakup penyelesaian pemeriksaan untuk menguji
            kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan urutan prioritas kriteria 
            pemeriksaan sebagai berikut :
            a.  pemeriksaan rutin SPT Lebih Bayar;
            b.  pemeriksaan khusus;
            c.  pemeriksaan kriteria seleksi;dan
            d.  pemeriksaan rutin lainnya.
        3.  Target penyelesaian SP3 mencakup ruang lingkup pemeriksaan untuk :
            a.  seluruh jenis pajak (all taxes), dan
            b.  satu jenis pajak (single tax audit), yaitu pemeriksaan SPT Masa PPN Lebih 
                Bayar (kompensasi/restitusi) dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lebih Bayar.
        4.  Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat
            dilakukan dengan jenis pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor.
        5.  Target pemeriksaan dalam rencana pemeriksaan nasional tidak termasuk 
            Pemeriksaan untuk Tujuan Lain.

    C.  ANALISIS RISIKO
        Untuk mencapai target pemeriksaan, pemilihan SPT Wajib Pajak yang diperiksa dilakukan
        berdasarkan analisis risiko. Analisis risiko merupakan cara yang efektif untuk mengarahkan
        pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang kurang atau tidak patuh dalam memenuhi kewajiban
        perpajakan, sehingga analisis risiko harus dilakukan dengan mengaitkan data akurat tertentu
        terhadap kewajiban perpajakan wajib Pajak. Selain untuk menentukan Wajib Pajak yang akan
        diperiksa, analisis risiko juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan jangka waktu
        penyelesaian pemeriksaan untuk masing-masing jenis pemeriksaan.

    D.  TUNGGAKAN PEMERIKSAAN
        1.  Untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pemeriksaan, setiap Kepala UP3 harus
            melakukan monitoring penyelesaian pemeriksaan dan harus mengupayakan agar
            tunggakan SP3 setiap saat pada masing-masing UP3 maksimal sebesar 30% dari 
            target pemeriksaan selama 1 (satu Tahun).
        2.  Jika tunggakan SP3 pada suatu UP3 melebihi batas maksimal 30%, terhadap UP3 
            yang bersangkutan tidak dapat diberikan penugasan pemeriksaan (LP2) baru, kecuali 
            untuk pemeriksaan SPT Lebih Bayar atau berdasarkan pertimbangan Direktur 
            Pemeriksaan dan Penagihan.

    Dalam merencanakan, mengalokasikan, dan mengawasi pelaksanaan pemeriksaan, para Kepala 
    Kantor Wilayah harus mengacu pada rencana pemeriksaan nasional sehingga pelaksanaan 
    pemeriksaan sesuai dengan rencana.

II. KEBIJAKAN UMUM PEMERIKSAAN

    Dalam rangka mendukung pelaksanaan rencana pemeriksaan nasional serta mempertimbangkan
    tingginya tunggakan pemeriksaan nasional yang menurut aplikasi SIMPP per 1 Januari 2007 sebanyak
    47.184, dengan ini disampaikan kebijakan umum pemeriksaan sebagai berikut :

    A.  PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
        1.  Untuk menghindari Wajib Pajak diperiksa berulang-ulang untuk tahun pajak yang 
            sama atas jenis pajak yang berbeda, pada prinsipnya ruang lingkup pemeriksaan
            meliputi seluruh jenis pajak (all taxes), kecuali wajib Pajak menyampaikan SPT Masa
            PPN yang menyatakan lebih bayar atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan
            lebih bayar.
        2.  Pada prinsipnya pemeriksaan dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lengkap atau 
            Pemeriksaan Sederhana Kantor, kecuali pemeriksaan terhadap  SPT Masa PPN Lebih
            Bayar, SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lebih Bayar, dan pemeriksaan oleh KPP yang 
            belum menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, dapat dilakukan melalui
            Pemeriksaan Sederhana Lapangan.
        3.  Jangka waktu pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan harus dilakukan
            sesuai dengan :
            a.  Keputusan Menteri Keuangan nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara
                Pemeriksaan Pajak sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
                nomor 123/PMK.03/2006;
            b.  Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor kep-142/PJ/2005 tentang Petunjuk
                Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor sebagaimana diubah dengan Peraturan 
                Direktur Jenderal Pajak nomor PER-173/PJ./2006;
            c.  Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor Per-123/PJ/2006 tentang Petunjuk 
                Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana diubah dengan Peraturan
                Direktur Jenderal Pajak nomor PER - 176/PJ./2006;
            d.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-10/PJ.7/2006 tentang 
                Penegasan Atas Pembahasan Hasil Pemeriksaan.
        4.  Untuk kepentingan manajemen penyelesaian pemeriksaan, Kepala Kantor Wilayah
            dapat merelokasi tenaga fungsional pemeriksa dari satu UP3 ke UP3 lainnya dalam
            wilayah kerjanya yang bersifat bantuan sementara (ad hoc) dan memberitahukan
            kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak dan Direktur Pemeriksaan dan 
            Penagihan.

    B.  AUDIT PROTOCOL
        1.  Pada masa mendatang akan mulai diterapkan audit protocol dalam proses 
            pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tertentu, seperti Wajib Pajak pada sektor migas 
            dan industri perbankan. Audit protocol merupakan kesepakatan tertulis yang dibuat
            dan ditandatangani antara pemeriksa dengan Wajib Pajak pada tahap awal 
            pemeriksaan yang digunakan oleh kedua belah pihak sebagai kerangka kerja 
            pelaksanaan pemeriksaan.
        2.  Audit protocol memberikan manfaat antara lain :
            a.  meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dalam pelaksanaan 
                pemeriksaan, yaitu mempersingkat jangka waktu pemeriksaan, transparan,
                komunikatif, dan bersifat konsultatif;
            b.  meningkatkan efisiensi sumberdaya yang dialokasikan dalam kegiatan
                pemeriksaan, baik bagi Wajib Pajak maupun pemeriksa; dan
            c.  meningkatkan produktivitas pemeriksa sehingga tax audit coverage ratio 
                menjadi semakin tinggi.

    C.  TEKNIK SAMPLING
        Teknik Sampling merupakan alat atau sarana untuk membantu pemeriksa dalam pelaksanaan
        pemeriksaan agar lebih efektif dan efisien. Pada saat ini pedoman penerapan teknik sampling
        dalam pemeriksaan telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor 
        SE-06/PJ.7/1999 tentang Perlakuan dan Pendekatan Pemeriksaan Terhadap Golongan Wajib
        Pajak serta Penerapan Teknik Sampling dalam Pemeriksaan Pajak. Berdasarkan hasil 
        evaluasi terhadap pelaksanaan pemeriksaan yang selama ini dilakukan diketahui bahwa 
        pedoman tersebut nampaknya sulit diterapkan. Oleh karena itu, saat ini sedang disusun 
        pedoman penerapan teknik sampling dalam pemeriksaan yang diharapkan lebih mudah untuk 
        digunakan oleh para pemeriksa.

    D.  PEMERIKSA RUTIN
        1.  Pemeriksaan Rutin diprioritaskan terhadap SPT yang menyatakan lebih bayar.
        2.  Terhadap SPT Tahunan PPh Lebih Bayar yang diterima oleh KPP, harus dibuatkan
            rekapitulasinya beserta target penyelesaiannya dan dikirimkan kepada Direktur 
            Pemeriksaan dan Penagihan c.q Subdirektorat Perencanaan Pemeriksaan setiap 3
            (tiga) bulan sekali.
        3.  Atas SPT Tahunan PPh Pasal 21 Lebih Bayar dan SPT Masa PPN Lebih Bayar 
            (Kompensasi/restitusi) tiap kepala UP3 harus melakukan pengawasan atas 
            penyelesainnya.
        4.  Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar diprioritaskan
            yang memiliki potensi penerimaan pajak yang signifikan, atau yang akan daluwarsa,
            atau pada saat rugi tersebut dikompensasikan.
        5.  Sebelum memberikan persetujuan atas Pemeriksaan Rutin tehadap SPT Tahunan PPh
            suatu tahun pajak, Kepala Kantor Wilayah harus memperhatikan  SPT Tahunan PPh
            Rugi Tidak Lebih Bayar tahun-tahun pajak sebelumnya yang belum dilakukan 
            pemeriksaan.
        6.  Dalam hal ditemukan adanya SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar tahun-tahun
            pajak sebelumnya, pemeriksaanya harus diperluas ke tahun-tahun pajak tersebut.

    E.  PEMERIKSAAN KHUSUS
        1.  Tata cara pemeriksaan khusus harus dilakukan berdasarkan Surat Edaran Direktur 
            Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan Khusus.
        2.  Selain berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka II Surat Edaran 
            Direktur Jenderal Pajak nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan 
            Khusus, usulan pemeriksaan khusus juga dilakukan sehubungan dengan :
            a.  Wajib Pajak yang data dan informasinya telah ditindaklanjuti dengan 
                Optimalisasi Pemanfaatan Data Perpajakan (OPDP) sebagaimana diatur dalam
                Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-26/PJ/2007; atau
            b.  Wajib Pajak dari sektor tertentu yang data dan informasinya telah 
                ditindaklanjuti dengan aktivitas himbauan dan counseling.
        3.  Usulan pemeriksaan khusus berdasarkan data dan informasi sebagaimana dimaksud 
            pada angka 2, dikirimkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan 
            menggunakan formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 3.
        4.  Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menerbitkan surat persetujuan pemeriksaan
            khusus dengan kriteria data/informasi yang telah ditindaklanjuti dengan aktivitas 
            himbauan/klarifikasi dan/atau counseling (kode pemeriksaan 1901 atau 1902) dan
            Lembar Penugasan Pemeriksaan diterbitkan melalui SIMPP.
    
    F.  PEMERIKSAAN KRITERIA SELEKSI
        Pemeriksaan Kriteria Seleksi dilaksanakan terhadap SPT Tahunan PPh yang terpilih untuk
        diperiksa berbasiskan risiko (risk based audit). Risk based audit dihitung dari tax revenue at
        risk berdasarkan rasio tertentu, tax gap, kepatuhan, dan audit history yang diproses secara
        sistem (computerized).
    
    G.  PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
        1.  Kriteria Pemeriksaan untuk Tujuan Lain adalah sebagaimana dimaksud dalam Surat
            Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-07/PJ.7/2005 tentang Kebijakan 
            Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain, yaitu :
            a.  pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan
                Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan;
            b.  penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP;
            c.  penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
            d.  penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
            e.  Penagihan Pajak;
            f.  keberatan;
            g.  penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
            h.  pertukaran informasi dengan negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak
                Berganda (P3B);dan
            i.  tujuan lain selain yang tersebut dalam huruf a sampai dengan huruf h.
        
        2.  Pemeriksaan untuk Tujuan Lain dengan kriteria penghapusan NPWP dan/atau 
            pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b, harus
            dilakukan dengan memperhatikan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor
            SE-03/PJ.04/2007 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka
            Penghapusan NPWP/Pencabutan PKP.
        
        3.  Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1, Pemeriksaan untuk Tujuan Lain
            juga meliputi pemeriksaan dalam rangka :
            a.  pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang;
            b.  penetapan saat dimulainya produksi komersial atau penetapan penambahan
                jangka waktu kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh
                fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu
                dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan
                Direktur Jenderal Pajak nomor PER-67/PJ./2007 tentang Tata cara Pemberian 
                Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha
                Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu;
            c.  pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
                kenaikan; dan/atau
            d.  pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.

        4.  Mengingat Pemeriksaan untuk Tujuan Lain pada prinsipnya dimaksudkan untuk
            memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
            oleh pejabat fungsional pemeriksa pajak atau pegawai selain pejabat fungsional 
            pemeriksa pajak yang memiliki keahlian di bidang pemeriksaan, yang ditunjuk oleh
            Kepala Kantor.

    H.  PEMERIKSAAN TERHADAP KEWAJIBAN PERPAJAKAN WAJIB PAJAK LOKASI
        1.  Pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi dapat dilakukan oleh
            UP3 Lokasi berdasarkan permintaan dari UP3 Domisili atau memenuhi kriteria
            Pemeriksaan Rutin.
        2.  Pemeriksan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi karena permintaan
            dari UP3 Domisili dilakukan dengan mengacu pada kriteria pemeriksaan yang 
            dilakukan oleh UP3 Domisili, yaitu Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Khusus, atau
            Pemeriksaan Kriteria Seleksi.
        3.  Apabila Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) all taxes telah diterbitkan untuk UP3
            Domisili, LP2 untuk pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi
            dapat diterbitkan jika UP3 Domisili mengirimkan surat permintaan pemeriksaan
            terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi kepada UP3 Lokasi dan surat
            permintaan tersebut direkam ke dalam SIMPP dan divalidasi oleh UP3 Domisili.
        4.  Surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi
            harus dibuat dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak Surat
            Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak Domisili dengan menggunakan
            formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 4.
        5.  UP3 Domisili dapat meminta pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib
            Pajak Lokasi apabila pemeriksaan yang dilakukan oleh UP3 Domisili adalah
            Pemeriksaan Lapangan.
        6.  Dalam hal UP3 Domisili melakukan pemeriksaan khusus all taxes berdasarkan 
            persetujuan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan karena adanya usulan dari UP3
            Lokasi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor
            SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan Khusus, UP3 Domisili harus 
            meminta kepada Kepala UP3 Lokasi untuk melakukan  pemeriksaan terhadap 
            kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi.
        7.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh UP3 Domisili yang wilayah kerjanya seluruh
            Indonesia yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, UP3 di lingkungan Kanwil DJP
            Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, pemeriksaan terhadap kewajiban 
            perpajakan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan oleh UP3 Domisili tanpa melakukan
            permintaan pemeriksaan kepada kepala UP3 Lokasi.
        8.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh UP3 Domisili yang wilayah kerjanya meliputi
            satu Kanwil, yaitu KPP Madya dan Kantor Wilayah, pemeriksaan terhadap kewajiban
            perpajakan Wajib Pajak Lokasi di dalam wilayah kerjanya harus dilakukan oleh UP3
            Domisili tanpa melakukan permintaan pemeriksaan kepada Kepala UP3 Lokasi.
        9.  Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh UP3 Domisili selain UP3 sebagaimana 
            dimaksud pada angka 7, permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan
            Wajib Pajak Lokasi (untuk KPP Madya dan Kanwil adalah yang berada di luar wilayah
            kerjanya) dapat dilakukan oleh UP3 Domisili, terutama dalam hal lokasi kegiatan
            usaha (seperti pabrik, tempat penjualan) yang dominan terdapat di wilayah UP3 
            Lokasi.
        10. UP3 Domisili sebagaimana dimaksud pada angka 9 dapat melakukan pemeriksaan
            di lokasi kegiatan usaha di wilayah UP3 Lokasi dengan mengajukan izin kepada 
            Kepala Kantor Wilayah atasannya dengan menggunakan formulir sebagaimana 
            tersebut pada Lampiran 5, dan pemberian izin dari Kepala Kantor Wilayah dilakukan
            dengan menggunakan formulir sebagaimana tersebut pada Lampiran 6.
        11. Dalam hal UP3 Domisili melakukan pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha di wilayah
            UP3 Lokasi, surat permintaan pemeriksaan terhadap kewajiban perpajakan Wajib
            Pajak Lokasi harus disampaikan kepada Kepala UP3 Lokasi setelah Kepala UP3 
            Domisili memperoleh izin dari Kepala Kantor Wilayah atasannya.
        12. Setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Wilayah atasannya, pemeriksaan 
            di lokasi kegiatan usaha di wilayah UP3 Lokasi oleh tim pemeriksa dari UP3 Domisili 
            harus dilakukan secara bersamaan dengan tim pemeriksa dari UP3 Lokasi.
        13. Satu eksemplar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) hasil pemeriksaan terhadap 
            kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi yang dilakukan berdasarkan permintaan 
            dari UP3 Domisili harus dikirimkan kepada Kepala UP3 Domisili sesuai dengan jangka
            waktu sebagaimana tercantum dalam surat permintaan pemeriksaan terhadap
            kewajiban perpajakan Wajib Pajak Lokasi.

    I.  AKTIVITAS PENDUKUNG PEMERIKSAAN
        Selama tahun 2006, aktivitas pendukung pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Surat 
        Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-05/PJ.7/2004 tanggal 16 Juni 2004 belum
        dilakukan secara optimal. Dalam tahun 2007, aktivitas pendukung pemeriksaan harus 
        dilakukan dan laporan hasil evaluasi atas pelaksanaan aktivitas pendukung pemeriksaan 
        harus dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang diatur pada huruf A angka 2 surat edaran
        tersebut.

    J.  MANAJEMEN PEMERIKSAAN
        SIMPP merupakan sarana untuk melakukan manajemen pemeriksaan. Dalam rangka tertib 
        administrasi pemeriksaan, setiap UP3 harus memanfaatkan aplikasi tersebut. Ketertiban 
        perekaman dalam SIMPP digunakan sebagai salah satu dasar evaluasi untuk mengalokasikan
        penugasan pemeriksaan. Oleh karena itu, setiap Kepala UP3 harus mengawasi perekaman ke
        dalam SIMPP.

    K.  PENGAWASAN PEMERIKSAAN
        Untuk menjamin agar pelaksaan pemeriksaan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang
        berlaku dan untuk memastikan bahwa pemeriksaan dapat memberikan efek jera serta
        memberi kontribusi terhadap penerimaan, tugas pengawasan pelaksanaan pemeriksaan oleh
        UP3 dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah. Pengawasan pemeriksaan oleh Direktorat 
        Pemeriksaan dan Penagihan dilakukan melalui SIMPP dan selanjutnya digunakan sebagai
        salah satu dasar untuk melakukan evaluasi kinerja pemeriksaan untuk tiap UP3.

    L.  PENILAIAN KINERJA PEMERIKSAAN
        Untuk melakukan penilaian kinerja pemeriksaan, selain menggunakan indikator sebagaimana
        ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-18/PJ.22/2006 tentang
        Key Performance Indicator (KPI), digunakan indikator tambahan, yaitu:
        1.  Ketepatan Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
            Mengukur kinerja dalam menyelesaikan pemeriksaan yang dihitung dengan 
            membandingkan jumlah LHP yang diselesaikan tepat waktu (tidak termasuk 
            perpanjangan jangka waktu pemeriksaan) dengan jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan
            yang diselesaikan dalam semester tertentu. Untuk melakukan penilaian tersebut,
            setiap akhir semester Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan akan menggunakan
            data penyelesaian pemeriksaan pada tiap UP3 berdasarkan SIMPP.
        2.  Hasil Kuesioner Pemeriksaan 
            Mengukur ketaatan pemeriksa dalam melaksanakan prosedur pemeriksaan berdasar-
            kan hasil evaluasi dari Wajib Pajak melalui kuesioner yang dikirimkan kepada
            Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sebagaimana diatur dalam SE-10/PJ.7/2006
            tentang Penegasan Penegasan Atas Pembahasan Hasil Pemeriksaan.

    M.  PENYELESAIAN PEMERIKSAAN
        Mempertimbangkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana diatur dalam 
        Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2006 tentang Kebijakan Umum
        Pemeriksaan Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-142/PJ/2005 tentang
        Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur 
        Jenderal Pajak Nomor PER-173/PJ./2006, Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-123/
        PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana di ubah dengan
        Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 176/PJ./2006 serta dalam rangka memberikan 
        kepastian hukum kepada Wajib Pajak, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
        1.  Terhadap surat persetujuan/instruksi pemeriksaan khusus, surat penugasan 
            pemeriksaan rutin/tujuan lain, surat alokasi pemeriksaan kriteria seleksi yang diterbit
            kan sebelum tanggal 1 Januari 2007 yang sampai dengan tanggal Surat Edaran ini 
            belum ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) 
            atau sudah ditindaklanjuti dengan penerbitan SP3 tetapi Surat Pemberitahuan 
            Pemeriksaannya belum disampaikan kepada Wajib Pajak, pemeriksaannya dibatalkan.
        2.  Terhadap surat persetujuan/instruksi pemeriksaan khusus, surat penugasan 
            pemeriksaan rutin/tujuan lain, surat alokasi pemeriksaan kriteria seleksi yang diterbit
            kan selama tahun 2006 yang Surat Pemberitahuan Pemeriksaannya telah disampai-
            kan kepada Wajib Pajak tetapi sampai dengan tanggal Surat Edaran ini belum selesai,
            sedangkan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan telah terlampaui, Kepala UP3 
            harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan dengan cara:
            a.  penerbitan skp sesuai dengan data yang ada setelah terlebih dahulu
                menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan 
                melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak;
            b.  ditingkatkan ke pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indiksai
                tindak pidana dibidang perpajakan; atau 
            c.  membuat laporan pemeriksaan sumir dalam hal Wajib Pajak tidak ditemukan.
            Kepala Kantor Wilayah harus mengawasi pelaksanaan tindak lanjut pemeriksaan 
            tersebut.
        3.  Terhadap surat persetujuan/instruksi pemeriksaan khusus, surat penugasan 
            pemeriksaan rutin/tujuan lain, surat alokasi pemeriksaan kriteria seleksi yang diterbit
            kan sebelum tanggal 1 Januari 2006 yang Surat Pemberitahuan Pemeriksaannya telah 
            disampaikan kepada Wajib Pajak, namun sampai dengan Surat Edaran ini diterima, 
            konsep Laporan Hasil Pemeriksaan belum selesai dibuat, pemeriksaannya dihentikan 
            dengan membuat LHP Sumir. LHP Sumir harus diselesaikan dan direkam ke dalam 
            SIMPP paling lambat tanggal 16 Agustus 2007.
        4.  Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 tidak berlaku untuk:
            a.  Pemeriksaan Rutin karena SPT Tahunan/Masa Lebih Bayar;
            b.  Pemeriksaan Rutin karena SPT Tahunan menyatakan Rugi;
            c.  Pemeriksaan Rutin karena penggabungan, pemekaran, pengambilalihan 
                usaha, likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia untuk 
                selama-lamanya;
            d.  Pemeriksaan Rutin karena adanya perubahan tahun buku atau metode 
                pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh
                Direktur Jenderal Pajak;
            e.  Pemeriksaan Tujuan Lain dalam rangka Penghapusan NPWP dan/atau
                Pencabutan PKP;
            f.  Pemeriksaan Khusus karena Pengaduan Masyarakat atau terdapat indikasi
                transfer pricing.
        5.  Terhadap pemeriksaan yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus
            dilaporkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan
            formulir pada Lampiran 7. Laporan tersebut digunakan oleh Direktur Pemeriksaan
            dan Penagihan sebagai dasar untuk melakukan pembatalan terhadap persetujuan
            pemeriksaan/instruksi pemeriksaan termasuk LP2-nya sehinggan setiap UP3 harus
            melakukan verifikasi atas validitas laporan yang disampaikan.
        6.  Terhadap pemeriksaan yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud pada angka 3,
            apabila menurut pertimbangan Kepala UP3 ternyata memiliki potensi penerimaan
            pajak yang signifikan, Kepala UP3 agar mengusulkan kembali pemeriksaannya
            melalui prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
            nomor SE-03/PJ.7/2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan Rutin atau Surat Edaran
            Direktur Jenderal pajak Nomor SE-02/PJ.04/2007 tentang Kebijakan Pemeriksaan
            Khusus.

    N.  AKTIVITAS LAINNYA
        Kepala UP3 turut bertanggung jawab atas pelunasan surat ketetapan pajak yang merupakan
        hasil pemeriksaannya. Terkait dengan hal tersebut, untuk membantu pelaksanaan penagihan
        aktif, segera setelah dilakukan pemeriksaan, pemeriksa harus membuat Daftar Harta 
        Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan prioritas berupa monetary assets seperti
        deposito berjangka, tabungan, giro, piutang atau tagihan, saham, obligasi, dan surat berharga
        lainnya. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KPP, daftar harta tersebut disampaikan secara
        langsung kepada Kepala Seksi Penagihan. Apabila pemeriksaan dilakukan oleh selain KPP,
        daftar tersebut disampaikan kepada Kepala KPP c.q Kepala Seksi Penagihan. Disamping itu, 
        daftar tersebut juga dilampirkan pada  LHP.

Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat-surat Edaran yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap 
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    


Direktur Jenderal,

ttd

Darmin Nasution
NIP 130605098


Tembusan:
1.  Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
2.  Para Direktur dan Tenaga Pengkaji dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak    
peraturan/sedp/04pj.042007.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1