User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:02pj.411995
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 8 Februari 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 02/PJ.41/1995

                        TENTANG

    PEMBAYARAN PPh PASAL 25 ATAS PENEBUSAN BAHAN BAKAR PREMIX. (SERI PPh UMUM NO. 2)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Pasal 2 ayat (2) naskah perjanjian kerjasama antara Ditjen Pajak, Pertamina Hiswana
Migas :         PER-33/PJ/1994
        ----------------------
Nomor :       890/C.000/94-S4,  tanggal 2 Juli 1994 dan KEPMEN No.:
        -----------------------
        01/PKS/DPP/VII/94 

599/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, dengan ini diberitahukan penghitungan pengenaan PPh Pasal 25
terhadap SPBU, agen/dealer Pertamina yang melakukan penebusan bahan bakar Premix ke Perusahaan-
perusahaan penyedia Premix sebagai berikut :

I.  Pengenaan PPh Pasal 25 atas Premix tahun 1994.
    1.  Dalam rangka pelayanan bahan bakar minyak kepada konsumen, di kota-kota besar terdapat 
        SPBU, Agen/dealer Pertamina yang menyalurkan produk Pertamina sesuai dengan perjanjian 
        kerjasama berupa Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan Minyak tanah yang juga 
        menyalurkan bahan bakar Premix yang sifatnya sebagai pelengkap dalam pelayanan bahan 
        bakar minyak tersebut.

    2.  Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) perjanjian kerjasama dimaksud bahwa besarnya PPh Pasal 25 
        yang terutang oleh SPBU, Agen/ dealer pada saat penebusan produk Pertamina berupa 
        Premium, Solar, Pelumas, Gas LPG dan minyak tanah bersifat final, maka apabila penghasilan 
        yang diterima dan diperoleh hanya semata-mata dari produk Pertamina yang disebutkan 
        dalam perjanjian kerjasama, pada tahun yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kurang 
        bayar atau lebih bayar PPh dan tidak pula dilakukan verifikasi atau pemeriksaan.

    3.  Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 2 ayat (2) perjanjian kerjasama serta tidak 
        mengurangi maksud dan tujuannya dimana hanya karena SPBU, Agen/dealer melengkapi
        pelayanan bahan bakar pada konsumen yaitu dengan menyalurkan Premix yang kemudian 
        atas penghasilan dari penyaluran Premix yang belum bersifat final tersebut masih dilakukan 
        verifikasi atau pemeriksaan, maka pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kerjasama pada 
        pertemuannya tanggal 29 Nopember 1994 telah sepakat untuk menentukan jenis bahan bakar 
        Premix diperlakukan sama dengan jenis bahan bakar lainnya yang telah diatur dalam 
        perjanjian kerjasama dengan membayar PPh Pasal 25 terlebih dahulu pada waktu melakukan 
        penebusan Delivery Order (D/O).

    4.  Berdasarkan kesepakatan bersama Ditjen Pajak, Pertamina dan Hiswana Migas, maka 
        terhadap Premix diperlakukan sama dengan bahan bakar Premium atau Solar dengan 
        besarnya PPh Pasal 25 yang disetor berkenaan dengan penebusan Premix untuk SPBU, Agen/
        dealer ditetapkan sebagai berikut :
        4.1.    SPBU Swastanisasi
            Premix : 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.610,00/KL
        4.2.    SPBU Pertamina
            Premix : 0,25% dari penjualan atau Rp. 2. 175,00/KL
            Apabila terjadi perubahan besarnya PPh Pasal 25 yang harus disetor karena 
            terjadinya perubahan harga, akan diberitahukan lebih lanjut.

    5.  Kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 untuk penebusan Premix tahun 1994 berlaku sesuai 
        dengan ketentuan perjanjian kerjasama yaitu mulai 1 Januari 1994 dan harus disetor sebelum 
        Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun 1994 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau 
        sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tahun 1994 pada 
        tanggal 31 Maret 1995.

II. Pemungutan PPh Pasal 22 atas Premix tahun 1995.
    1.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf d KEPMEN Nomor 599/KMK.04/1994 bahwa badan 
        usaha selain Pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis Premix ditunjuk 
        sebagai pemungut PPh Pasal 22, sehingga jenis pembayaran Pajak Penghasilan yang disetor 
        menurut butir 4 angka I sebagai PPh Pasal 25 diganti dengan pemungutan PPh Pasal 22.

    2.  Besarnya pungutan PPh Pasal 22 tetap sama dengan butir 4 angka I.

    3.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (5) KEPMEN Nomor 599/KMK.04/1994 pemungutan PPh 
        Pasal 22 atas penjualan atau penyerahan Premix pada saat penerbitan surat perintah 
        pengeluaran barang ("delivery order").

    4.  Sedangkan tatacara pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan atau penyerahan Premix sesuai 
        dengan ketentuan Pasal 5 ayat(4) KEPMEN Nomor 599/KMK.04/1994 dilaksanakan dengan 
        cara pelunasan PPh Pasal 22 yang disetor oleh SPBU, Agen/dealer ke Bank Persepsi atau 
        Kantor Pos dan Giro.

    5.  Perusahaan Perusahaan Penyedia Premix (P3 Premix), baru dapat menerbitkan Delivery Order 
        atas Premix setelah SPBU, Agen/dealer dapat menunjukkan bukti setor PPh Pasal 22 yang 
        terutang pada tingkat SPBU, Agen/dealer pada saat penebusan kepada P3 Premix berupa 
        Surat Setoran Pajak (SSP).

III.    Untuk pengawasan dalam pemenuhan kewajiban tersebut pada butir 5, diminta agar Saudara Ka.
    Kanwil IV DJP meminta data penyaluran Premix dalam tahun 1994 kepada Perusahaan Perusahaan
    Penyedia Premix sebagai berikut :
    1.  PT. Elnusa
    2.  PT. Giga Intrax
    3.  PT. Sinar Pedoman Abadi
    4.  PT. Panutan Selaras
    5.  PT. Humpuss.

Demikian untuk diketahui dan disebarluaskan kepada SPBU, Agen/dealer yang menyalurkan bahan bakar 
Premix di wilayah kerja Saudara masing-masing.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/02pj.411995.txt · Last modified: 2023/02/05 06:18 by 127.0.0.1