User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:01pj.511995
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                  2 Januari 1995

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 01/PJ.51/1995

                        TENTANG

       PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN DALAM RANGKA PELAKSANNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11
         TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK 
         PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH 
                           (SERI PPN 1-95)

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan pelaksanaan Undang- Undang nomor 11 TAHUN 1994 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah beserta perangkat peraturan pelaksanaannya, dengan ini ditegaskan ketentuan peralihannya
sebagai berikut :

1.  Pelaksanaan ketentuan peralihan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 
    mengacu pada ketentuan pokok peralihan sebagaimana diatur dalam Pasal 35 PP Nomor 50 Tahun
    1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
    Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan
    Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994.


2.  Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

                        "Pasal 35

    (1) Ketentuan tentang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Dasar Pengenaan Pajak, tarif dan
        pembuatan Faktur Pajak yang diberlakukan terhadap suatu penyerahan atau kegiatan lain
        yang dipersamakan dengan penyerahan, adalah ketentuan yang berlaku pada saat terjadinya 
        penyerahan atau kegiatan lain yang dipersamakan dengan penyerahan tersebut.

    (2) Atas penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang 
        diperoleh sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 tentang perubahan atas 
        Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    (3) Selama peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini belum dikeluarkan, maka peraturan 
        pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, yang belum dicabut 
        dan diganti, dinyatakan masih berlaku."


3.  Penjabaran ketentuan pokok tentang peralihan tersebut dengan ini ditetapkan sebagai berikut :
    3.1 Untuk peristiwa-peristiwa yang semula tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai menjadi 
        terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya :
        a.  penyerahan barang yang merupakan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan,
            perikanan, peternakan, pertambangan yang tidak memenuhi syarat yang 
            ditetapkan Undang-undang baru, yaitu "diambil langsung/ dipetik langsung/disadap 
            langsung dari sumbernya", dan bukan pula merupakan hasil pabrikasi sebagaimana 
            disyaratkan dalam Undang-undang lama,

        b.  penyerahan Jasa Kena Pajak secara cuma - cuma,

        c.  penyerahan Barang Kena Pajak oleh pedagang pengecer yang tidak tergolong
            Pengusaha Kecil, kecuali yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 
            karena mempunyai omzet tahunan Rp 1 milyar atau lebih,

        d.  kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan 
            atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau 
            digunakan oleh pihak lain,

        e.  penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,maka 
            saat yang menentukan terutangnya Pajak Pertambahan Nilai adalah saat terjadinya 
            penyerahan Barang Kena Pajak atau saat terjadinya penyerahan Jasa Kena Pajak 
            atau saat dimulainya kegiatan membangun sendiri. Peristiwa-peristiwa tersebut hanya 
            terutang Pajak Pertambahan Nilai apabila penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa 
            Kena Pajak atau permulaan kegiatan membangun sendiri tersebut terjadi pada atau 
            setelah tanggal 1 Januari 1995.

    3.2 Untuk peristiwa-peristiwa yang semula terutang Pajak Pertambahan Nilai menjadi tidak
        terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya :
        a.  penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh pengusaha yang semula 
            tidak tergolong Pengusaha Kecil menjadi tergolong Pengusaha Kecil;
        b.  penyerahan persediaan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk usaha 
            atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti 
            dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak,
        c.  penyerahan Barang Kena Pajak oleh pengusaha yang dikukuhkan menjadi Pengusaha 
            Kena Pajak semata-mata karena pengusaha tersebut mempunyai hubungan istimewa 
            dengan Pengusaha Kena Pajak lain,maka peristiwa-peristiwa tersebut tidak lagi 
            terutang Pajak Pertambahan Nilai apabila peristiwa tersebut terjadi pada atau setelah 
            tanggal 1 Januari 1995.

    3.3 Untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang semula tidak terutang PPn BM menjadi terutang 
        PPn BM, maka saat yang menentukan terutangnya PPn BM adalah saat terjadinya penyerahan 
        Barang Kena Pajak yang bersangkutan. Penyerahan Barang Kena Pajak tersebut hanya 
        terutang PPn BM apabila tersebut terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995. Misalnya 
        atas penyerahan rumah mewah dan kondominium.

    3.4 Untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang semula terkena PPn BM dengan tarif lebih tinggi, 
        atau dari terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah menjadi tidak terutang Pajak Penjualan 
        atas Barang Mewah, maka ketentuan dalam Undang-undang yang baru diberlakukan hanya 
        untuk penyerahan-penyerahan yang terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995.
        Misalnya atas penyerahan softdrink, dari terkena tarif 20% menjadi terkena tarif 10%, dan 
        atas penyerahan handphone, pager, dari semula terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
        menjadi tidak terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

    3.5 Dalam hal ketentuan dalam Undang-undang yang baru mengakibatkan timbulnya beban pajak 
        atau beban pajak yang telah diperhitungkan oleh penjual dan pembeli menjadi lebih besar, 
        maka pelaksanaan ketentuan dalam undang-undang yang baru tersebut tidak terikat pada isi 
        kontrak atau perjanjian yang bersangkutan. Untuk keadilan, jika dapat dibuktikan bahwa 
        kontrak atau perjanjian tertulis telah dibuat sebelum 1 Januari 1995 dan tidak atau belum 
        mengantisipasi adanya beban pajak baru atau tambahan, maka beban pajak baru atau 
        tambahan tersebut dianggap inklusif di dalam harga yang disepakati. Namun kebijaksanaan 
        ini tidak boleh ditafsirkan bahwa beban pajak baru atau tambahan ini, dari sudut pandang 
        perdata, menjadi beban penjual. Kebijaksanaan ini hanya untuk meringankan beban penjual 
        dan pembeli. Mengenai bagaimana beban pajak baru atau tambahan tersebut harus dibagi di 
        antara penjual dan pembeli, hal itu merupakan urusan perdata antara penjual dan pembeli. 
        Sebaliknya, jika ketentuan dalam Undang-undang yang baru mengakibatkan berkurangnya 
        atau hilangnya beban pajak, maka meskipun dalam kontrak atau perjanjian tertulis disebutkan 
        adanya beban pajak, tidak mengakibatkan seluruh atau sebagian pajak tersebut tetap harus 
        dipungut dan dipertanggung-jawabkan ke Kas Negara, kecuali jika pihak pembelinya adalah 
        instansi pemerintah dan pembelian atau perolehan tersebut dibiayai dengan dana APBN atau 
        APBD.

    3.6 Pemberlakuan ketentuan dalam undang-undang baru yang ditentukan oleh saat terjadinya
.       penyerahan atau kegiatan yang dipersamakan dengan penyerahan, juga tidak terikat pada 
        terjadinya pembayaran sebelum 1 Januari 1995 untuk penyerahan yang terjadi pada atau 
        setelah tanggal 1 Januari 1995. Ketentuan tentang saat terutangnya pajak yang dikaitkan 
        dengan saat pembayaran dalam hal pembayaran mendahului penyerahan pada dasarnya
        merupakan upaya untuk merealisasikan prinsip "bayar segera ketika likuiditas tersedia"
        ("Pay as you earn").

    3.7 Saat penyerahan atau kegiatan yang dipersamakan dengan penyerahan, selain menentukan 
        ketentuan dalam Undang-undang lama atau ketentuan dalam Undang-undang baru yang harus 
        diberlakukan, juga menentukan ketentuan pengkreditan Pajak Masukan yang harus 
        diberlakukan pada pihak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang 
        diserahkan tersebut. Misalnya, jika terjadi penyerahan sebelum 1 Januari 1995, maka bagi 
        Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima jasa, ketentuan pengkreditan Pajak Masukan 
        yang berlaku untuk pembelian atau perolehan tersebut adalah ketentuan dalam Undang-
        undang lama, meskipun misalnya Faktur Pajak yang bersangkutan dibuat oleh penjual atau 
        diterima oleh pembeli pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995.

    3.8 Terhitung mulai tanggal 1 Januari 1995, ketentuan-ketentuan selanjutnya yang harus di-
        berlakukan atas suatu penyerahan atau kegiatan yang dipersamakan dengan penyerahan
        adalah sebagai berikut :
        3.8.a.  Dalam hal penyerahan atau kegiatan yang dipersamakan dengan penyerahan 
            terjadi sebelum tanggal 1 Januari 1995, maka :
            3.8.a.1.    Untuk ketentuan lanjutan yang bersifat substansial, tetap berlaku peraturan 
                perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai yang lama.
            3.8.a.2 Untuk ketentuan lanjutan yang bersifat formal, apalagi yang bersifat tata-
                usaha, berlaku peraturan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai yang 
                baru.

        3.8.b   Dalam hal penyerahan atau kegiatan yang dipersamakan dengan penyerahan 
            tersebut terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995, maka berlaku seluruh
            ketentuan lanjutan, baik yang bersifat substansial, formal maupun tata-usaha, yang 
            diatur dalam peraturan perundang-undangan Pajak Pertambahan Nilai yang baru.
            Yang dimaksud dengan ketentuan lanjutan yang bersifat substansial atas suatu
            penyerahan adalah ketentuan mengenai Dasar Pengenaan Pajak, mengenai tarif 
            pajaknya, syarat-syarat pembuatan Faktur Pajak, pengkreditan Pajak Masukannya, 
            sanksi-sanksi baik yang dihitung dan dikenakan untuk tiap penyerahan, misalnya 
            sanksi karena Faktur Pajaknya tidak dibuat, maupun sanksi-sanksi yang dihitung dan 
            dikenakan pada penghitungan pajak yang harus disetor ke Kas Negara untuk tiap 
            masa pajak, dan lain sebagainya.

            Yang dimaksud dengan ketentuan lanjutan yang bersifat formal adalah antara lain 
            ketentuan mengenai penyetoran pajak, pelaporan, penagihan, dan peradilannya.
            Yang dimaksud dengan ketentuan lanjutan yang bersifat tata-usaha adalah 
            antara lain ketentuan mengenai penomoran kohir.

    3.9.    Ketentuan lanjutan mengenai cara penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang harus 
        disetor, cara penyetoran, dan cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
        Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah 
        Pabean sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 
        597/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 hanya diberlakukan terhadap pemanfaatan
        Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak yang permulaan pemanfaatannya 
        terjadi pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995.

    3.10    Pelaksanaan Undang-undang baru beserta perangkat peraturan pelaksanaannya dapat 
        mengakibatkan pengusaha-pengusaha yang sudah ditata-usahakan di Kantor Pelayanan
        Pajak harus dikeluarkan dari tata-usaha Kantor Pelayanan Pajak, misalnya sebagai akibat
        dari dinaikkannya batas omzet tahunan dalam menentukan golongan Pengusaha Kecil.
        Tidak berlebihan bila diingatkan bahwa Pengusaha-pengusaha tersebut seyogyanya tetap
        ditata-usahakan secara tersendiri, untuk sewaktu-waktu, bila pengusaha tersebut memenuhi 
        persyaratan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan 
        dapat dengan lebih mudah menindaklanjuti.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

FUAD BAWAZIER
peraturan/sedp/01pj.511995.txt · Last modified: 2023/02/05 18:16 by 127.0.0.1