User Tools

Site Tools


peraturan:sedp:01pj.1991
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                  4 Januari 1991

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 01/PJ./1991

                        TENTANG

   PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN DAN PEMBEBANANNYA SEBAGAI BIAYA PERUSAHAAN

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan masih adanya perbedaan penafsiran berkenaan dengan Pajak Masukan yang tidak dapat 
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984 serta pembebanannya sebagai biaya 
yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No. 42 TAHUN 1985 
tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan 1984, dengan ini disampaikan penjelasan dan penegasan sebagai 
berikut :

1.  Dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a, b dan c Undang-undang PPN 1984 telah ditetapkan bahwa Pajak 
    Masukan tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran bagi pengeluaran untuk :
    a.  pembelian Barang atau Jasa sebelum Pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
    b.  pembelian Barang dan pengeluaran biaya lain yang tidak mempunyai hubungan langsung 
        dengan proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.
    c.  pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi.

2.  Pedoman lanjut mengenai pengertian Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-undang PPN 1984 telah diberikan dalam Keputusan
    Menteri Keuangan dan Surat Edaran dari Direktur Jenderal Pajak yaitu:
    2.1.    Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1441b/KMK.04/1989 tanggal 29 Desember 1989. Dalam 
        Pasal 1 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan tersebut telah digariskan mengenai Pajak 
        Masukan yang tidak dapat dikreditkan yaitu untuk:
        a.  Pembelian BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan menjadi PKP sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf a UU. PPN 1984.
        b.  Pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van 
            dan kombi sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang-undang PPN 1984 kecuali 
            untuk barang dagangan atau untuk digunakan secara langsung sesuai dengan bidang 
            usahanya.
        c.  Pembelian yang sifatnya untuk kepentingan pribadi Pemilik/Pemegang saham, 
            Direktur, Komisaris dan Karyawan.
        d.  Penyerahan yang Pajak Keluarannya ditanggung Pemerintah kecuali ditetapkan lain 
            oleh Menteri Keuangan.
        e.  Perolehan BKP/JKP yang Pajak Pertambahan Nilainya ditanggung Pemerintah.

    2.2.    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-50/PJ.71/1989 tanggal 2 Desember 1989 
        dengan lampiran Buku Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan. Dalam butir 5.5. Buku 
        Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan telah diberikan Pedoman Pengkreditan Pajak 
        Masukan yang tidak dapat dikreditkan karena tergolong tidak mempunyai hubungan langsung 
        dengan kegiatan usaha, antara lain Pajak Masukan untuk :
        -   perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak untuk kepentingan Direktur, pengurus 
            perusahaan maupun karyawan.
        -   pemberian natura kepada karyawan.
        -   hadiah/sumbangan sepanjang Barang Kena Pajak yang dihadiahkan/disumbangkan 
            adalah bukan hasil produksinya.
        -   penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang Pajak Keluarannya ditanggung 
            Pemerintah.

    2.3.    Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.: SE-65/PJ.3/1985 (Seri PPN-66). Dalam Surat 
        Edaran tersebut ditegaskan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai dengan 
        ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN 1984 adalah Pajak 
        Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses pabrikasi dan distribusi 
        antara lain Pajak Masukan atas pembelian bahan bakar untuk kendaraan direksi dan 
        karyawan, Pajak Masukan atas pengeluaran biaya representasi, jamuan, pengeluaran lain 
        yang sifatnya konsumtif serta pengeluaran yang umumnya termasuk biaya overhead.

3.  Perlakuan Pajak Penghasilan.
    3.1.    Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 42 TAHUN 1985 tentang Pelaksanaan PPh 1984, 
        pada dasarnya PPN yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984 adalah sebesar PPN yang tidak dapat dikreditkan 
        berdasarkan UU No. 8 TAHUN 1983.

    3.2.    PPN Pajak Masukan dapat digolongkan sebagai berikut :
        a.  PPN Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, sehingga PPN 
            Pajak Masukan tersebut tidak merupakan beban biaya bagi perusahaan.
        b.  PPN Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dapat 
            digolongkan :
            b.1.    PPN Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran untuk 
                memperoleh Barang dan Jasa yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto 
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984.
            b.2.    PPN Pajak Masukan yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran untuk 
                pembelian Barang dan Jasa yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan 
                bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU PPh 1984.

    3.3.    Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 1 PP No. 42 TAHUN 1985 tersebut hendaknya tetap 
        dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a jo. Pasal 9 UU PPh 
        1984. Oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan 
        yang berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran yang termasuk dalam Pasal 6 ayat (1) 
        huruf a UU PPh 1984, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung 
        Penghasilan Kena Pajak. Sebaliknya Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang 
        berkenaan dengan pengeluaran-pengeluaran yang termasuk dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh
        1984, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

4.  Sehubungan dengan hal itu, untuk lebih memberikan kepastian dan keseragaman pengertian tentang 
    Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan serta pembebanannya sebagai biaya yang boleh 
    dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, dengan ini diberikan 
    petunjuk lebih lanjut tentang Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan dan pembebanannya 
    sebagai biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No. 42 1985 dihubungkan dengan sifat, tujuan 
    serta usul-usul BKP/JKP yang digunakan sebagai berikut :
    4.1.    BKP yang berasal dari produksi sendiri:
        4.1.1.  Pemakaian sendiri :
            Pemakaian sendiri hasil produksi sendiri dilihat dari tujuan pemakaiannya dibedakan 
            dalam :
            a.  Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif.
                Atas pemakaian sendiri oleh PKP untuk tujuan konsumtif BKP yang berasal 
                dari produksinya sendiri terutang PPN. PPN tersebut merupakan Pajak 
                Keluaran dan juga merupakan Pajak Masukan bagi PKP yang bersangkutan. 
                Pajak Masukan yang dibayar oleh PKP yang bersangkutan tidak dapat 
                dikreditkan.

                Contoh :
                Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi 
                karyawan atau para tamu.
                Perlakuan PPN :
                PPN dan/atau PPn BM harus dibayar oleh pengusaha yang bersangkutan 
                sesuai dengan Pasal 1 huruf d angka 1 huruf e jo Pasal 4 ayat (1) huruf a 
                angka 1 UU PPN 1984. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang 
                tidak dapat dikreditkan.

                Perlakuan PPh :
                Untuk pembebanan sebagai biaya perusahaan sebagaimana dimaksud dalam 
                Pasal 1 PP No. 42 TAHUN 1985, maka PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat 
                dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang pengeluarannya termasuk 
                biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh 1984 
                yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. 
                Sebaliknya apabila PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut berasal dari 
                pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto 
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, f, h dan i UU PPh 
                1984, maka PPN yang dibayar tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Dengan 
                demikian, maka dalam hal minuman tersebut disuguhkan kepada para tamu 
                dalam kaitannya dengan usaha untuk mendapatkan, menagih dan 
                memelihara penghasilan, maka atas pengeluaran untuk minuman tersebut 
                dapat dibebankan sebagai biaya sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) 
                huruf a UU Pajak Penghasilan 1984. Apabila minuman tersebut diberikan 
                untuk konsumsi karyawan, maka atas pengeluaran untuk minuman tersebut 
                berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU Pajak Penghasilan 1984 
                tidak dapat dikurangkan sebagai biaya perusahaan karena merupakan 
                kenikmatan (fringe benefit) dan bagi karyawan bukan merupakan 
                penghasilan.

            b.  Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif.
                Yang dimaksud pemakaian sendiri untuk tujuan produktif adalah pemakaian 
                hasil produksi sendiri untuk keperluan yang berhubungan langsung dengan 
                kegiatan usahanya.

                Contoh :
                Pabrikan mobil/truck mempergunakan sendiri truck yang diproduksinya untuk 
                kegiatan usaha mengangkut bahan baku spare parts/barang dagangan dari 
                suatu tempat ke pabriknya atau ke tempat pembeli.

                Perlakuan PPN :
                Atas pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar 
                sendiri oleh pengusaha yang bersangkutan. PPN yang dibayar merupakan 
                Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

                Perlakuan PPh :
                Karena telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan maka PPN tidak dapat 
                di bebankan sebagai biaya untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak.

        4.1.2.  Pemberian cuma - cuma.
            Penyerahan hasil produksi sendiri untuk pemberian cuma-cuma kepada pihak lain
            terutang PPN. PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran dan juga Pajak Masukan
            bagi PKP yang bersangkutan. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang
            tidak dapat dikreditkan. 
            Untuk PPh, sepanjang pemberian cuma-cuma seperti ini termasuk dalam pengertian 
            pemberian natura kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam Buku Petunjuk 
            Umum Pembukuan Untuk Perpajakan dan termasuk dalam pengertian fringe benefit, 
            sumbangan, hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d, f, h dan i 
            UU PPh 1984, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan tidak dapat dibebankan 
            sebagai biaya.

    4.2.    BKP yang berasal bukan dari produksi sendiri :
        Untuk PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP yang berasal bukan dari produksinya sendiri 
        yang digunakan untuk pemakaian sendiri dengan tujuan konsumtif maupun pemberian cuma-
        cuma berupa hadiah/sumbangan tidak dapat dikreditkan sebagaimana ditegaskan dalam Buku 
        Petunjuk Umum Pembukuan Untuk Perpajakan. Untuk PPh, apabila pengeluaran tersebut 
        termasuk dalam pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat  (1) huruf d,f, h dan i UU PPh tahun 1984, maka 
        Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yang berkenaan dengan pengeluaran tersebut 
        juga tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
    
    Demikian untuk dimaklumi dan supaya penegasan ini disebar-luaskan kepada semua pihak di wilayah
kerja Saudara masing-masing.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/sedp/01pj.1991.txt · Last modified: 2023/02/05 06:27 by 127.0.0.1