User Tools

Site Tools


peraturan:seda:38a5210395
                                                 15 Maret 1995

                            SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN
                           NOMOR SE - 38/A/521/0395

                        TENTANG

 PPh PASAL 21 YANG DITANGGUNG PEMERINTAH BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PARA 
 PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH

                       DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN,

Sehubungan dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan No.636/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 
1994 sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-undang No.10 TAHUN 1994 dan Peraturan Pemerintah No. 45 
Tahun 1994 tentang "Pengenaan PPh bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI, dan Para Pensiunan atas 
Penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah" serta memperhatikan pasal 1 
PP No. 45 Tahun 1995 bahwa atas pengenaan PPh Pasal 21 tersebut ditanggung pemerintah, dengan ini 
diberikan petunjuk dalam rangka pelaksanaannya sebagai berikut :

A.  PENGERTIAN :
    1.  Yang dimaksud dengan Pejabat Negara adalah :
        a.  Presiden dan Wakil Presiden;
        b.  Ketua, Wakil Ketua dan Anggota MPR;
        c.  Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR;
        d.  Ketua, Wakil Ketua dan Anggota BPK;
        e.  Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Mahkamah Agung;
        f.  Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPA;
        g.  Menteri dan Menteri Negara;
        h.  Jaksa Agung;
        i.  Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Tk. I;
        j.  Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Tk. II;
        k.  Walikotamadya dan Wakil Walikotamadya Tk. II.

2.  Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah dan PNS lainnya 
    yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8 
    Tahun 1974.

3.  Yang dimaksud dengan Pensiunan adalah :
    a.  Pensiunan Pegawai Negeri Sipil/Daerah;
    b.  Pensiunan Pejabat Negara;
    c.  Pensiunan ABRI termasuk Onderstand;
    d.  Penerima Tunjangan Veteran;
    e.  Penerima Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan Kemerdekaan;
    f.  Huruf a s.d huruf e termasuk janda/duda serta yatim piatunya;
    g.  Penerima uang tunggu.

4.  Yang dimaksud dengan Bendaharawan Pemerintah (Pusat/Daerah) adalah :
    a.  Bendaharawan rutin Kantor/Satuan Kerja dan Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek pada 
        Departemen/Lembaga;
    b.  Bendaharawan rutin Kantor/Satuan Kerja dan Bendaharawan Proyek/Bagian Proyek pada 
        Pemerintah Daerah Tk. I dan Tk. II;
    huruf a dan b di atas lazimnya disebut Bendaharawan.

5.  Yang dimaksud dengan penghasilan Pejabat Negara, PNS dan Pensiunan yang PPh Pasal 21 nya 
    ditanggung pemerintah, adalah penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS dan Pensiunan yang 
    dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, berupa :
    a.  Gaji kehormatan;
    b.  Gaji (PP.15/1993 dan PP.33/1994);
    c.  Tunjangan-tunjangan yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang 
        pensiun, seperti :
        1)  tunjangan keluarga;
        2)  tunjangan jabatan struktural/fungsional;
        3)  tunjangan pangan;
        4)  tunjangan khusus, termasuk tunjangan khusus Irian Jaya, tunjangan khusus Timor-
            Timur dan TKPKN.

6.  Penghasilan lainnya yang diterima Pejabat Negara, PNS gol. III/a ke atas dan Pensiunan yang tidak 
    tergolong dengan butir 5 di atas, seperti honorarium, vakasi, uang lembur, uang sidang, uang hadir, 
    imbalan prestasi kerja dan atau imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada 
    Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dikenakan PPh Pasal 21 dan tidak ditanggung pemerintah.

B.  PAJAK PENGHASILAN (PPh PSL. 21) :
    1.  Terhadap penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS dan Pensiunan dikenakan PPh 
        Pasal 21;
    2.  PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Pejabat Negara, PNS dan Pensiunan 
        sebagaimana disebut huruf A angka 5 adalah sebesar tarif psl. 17 ayat (1) UU No. 10 Tahun 
        1994 dikali Penghasilan Kena Pajak (PKP);
    3.  Sesuai dengan UU No. 10 TAHUN 1994 psl. 17 ayat (1) tarif atas PPh Psl. 21, diatur sebagai 
        berikut :
        a.  Lapisan penghasilan kena pajak s.d Rp. 25.000.000,00 dikenakan tarif 10%;
        b.  Lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp. 25.000.000,00 s.d Rp. 50.000.000,00 
            dikenakan tarif 15%;
        c.  Lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp. 50.000.000,00 dikenakan tarif 30%;

    4.  Atas penghasilan lainnya yang diterima Pejabat Negara, PNS gol. III/a ke atas dan Pensiunan 
        sebagaimana disebut pada huruf A angka 6 dikenakan PPh Psl. 21 sebesar 51% dan bersifat 
        final serta tidak ditanggung pemerintah.

C.  CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK & PPh psl. 21 :
    1.  Atas Gaji kehormatan dan Gaji.
        a.  Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
            1)  Penghasilan bruto sebulan (yaitu gaji pokok/kehormatan ditambah tunjangan-
                tunjangan terkait);
            2)  Dikurangi :
                a)  Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto pada angka 1) maksimum 
                    Rp 54.000,00 sebulan;
                b)  Iuran pensiun;
                c)  Iuran Tunjangan hari tua/Tabungan hari tua.
            3)  Penghasilan neto sebulan, angka 1) dikurangi angka 2)
            4)  Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan neto angka 3) dikalikan 
                12 dan dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

        b.  PPh Pasal 21 :
            1)  PPh Psl 21 setahun = PKP xTarif (huruf B angka 3)
            2)  PPh Psl 21 sebulan = PPh Psl 21 setahun : 12.

    2.  Atas Gaji Kehormatan / Gaji dan Tunjangan Khusus sebagaimana disebutkan pada huruf A 
        angka 5.d.4), yang cara pembayarannya tidak disatukan dalam daftar gaji (terpisah) :
        a.  Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
            1)  Penghasilan bruto sebulan (yaitu penghasilan berupa gaji kehormatan / gaji 
                dan tunjangan yang terkait dengannya + tunjangan khusus yang 
                pembayarannya tidak tercantum dalam daftar gaji/kehormatan);
            2)  Dikurangi :
                a)  Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto pada angka 1) maksimum 
                    Rp. 54.000,00 sebulan;
                b)  Iuran Pensiun;
                c)  Iuran Tunjangan Hari Tua / Tabungan Hari Tua;
            3)  Penghasilan neto sebulan, angka 1) dikurangi angka 2);
            4)  Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan neto angka 3) dikalikan 
                12 dan dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

        b.  PPh psl 21 :
            1)  PPh Psl. 21 setahun = PKP x Tarif (huruf B angka 3);
            2)  PPh Psl. 21 sebulan = PPh psl. 21 setahun : 12;

        Selisih antara PPh Psl. 21 atas gunggungan gaji/gaji kehormatan dan tunjangan khusus PPh 
        psl. 21 huruf C angka 1.b.2.) di atas adalah PPh Psl. 21 atas tunjangan khusus.
    3.  Atas Penghasilan Pensiunan :
        a.  Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
            1)  Penghasilan bruto sebulan (yaitu penghasilan berupa pensiun pokok dan 
                tunjangan-tunjangan yang terkait dengan pensiun);
            2)  Biaya pensiun, 5% dari penghasilan bruto pada angka 1) maksimum 
                Rp. 18.000,00 sebulan;
            3)  Penghasilan neto sebulan, angka 1) dikurang angka 2);
            4)  Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan neto angka 3) dikalikan 
                12 dan dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

        b.  PPh psl. 21 :
            1)  PPh psl. 21 setahun = PKP x Tarif (huruf B angka 3);
            2)  PPh psl. 21 sebulan = PPh psl. 21 setahun : 12.
    4.  Untuk lebih jelasnya agar Saudara memperhatikan lampiran I (contoh perhitungan PPh 
        psl. 21)    dan lampiran II (contoh cara pemasukan PPh psl. 21 ke dalam daftar gaji);


D.  PEMOTONG/WAJIB POTONG PPh PSL. 21 :

    1.  Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, berdasarkan SPP yang diajukan Bendaharawan 
        sebagaimana tercantum daftar gaji kehormatan daftar gaji dan daftar pembayaran lainnya 
        yang dibayarkan kepada Pejabat Negara PNS, wajib melakukan pemotongan PPh psl. 21 yang 
        terutang serta melakukan pemindahbukuan sebagai penerima PPh psl. 21.

    2.  Bendaharawan Pemerintah (pusat dan daerah) dan Bendaharawan Perwakilan/kedutaan 
        Besar RI di luar negeri, berkewajiban :
        a.  Menghitung besarnya PPh psl. 21 yang terutang atas penghasilan Pejabat Negara 
            dan atau PNS;
        b.  Mencantumkan besarnya PPh psl. 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah pada 
            daftar gaji/gaji kehormatan dan atau PPh psl. 21 yang terutang dan ditanggung 
            pemerintah atas daftar pembayaran lainnya.
        c.  Memungut dan menyetor PPh psl. 21 yang terutang atas penghasilan Pejabat Negara 
            dan atau PNS gol. III.a/Letnan II ke atas sebagaimana disebut pada huruf A angka 6 
            yang dibayarkan melalui beban dana UYHD, ke rekening Kas Negara pada Bank 
            Perpepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 
            bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan / pemungutan pajak;
        d.  Memberikan bukti pemotongan PPh psl. 21 dimaksud pada huruf c diatas kepada 
            wajib pajak;
        e.  Melaporkan PPh psl. 21 yang telah dipotong/dipungut pada huruf c diatas kepada 
            Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya 
            setelah dilakukan pemotongan/pemungutan pajak dimaksud.

    3.  PT. Taspen (Persero) dan PT. Asabri (Persero) :
        a.  Menghitung besarnya PPh psl. 21 yang terutang atas penerimaan Pensiun;
        b.  Mencantumkan besarnya PPh psl. 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah pada 
            daftar pembayaran pensiun (Dapem) dan atau PPH psl. 21 yang terutang dan tidak 
            ditanggung pemerintah pada daftar pembayaran lainnya;
        c.  Memotong dan menyetorkan PPh psl. 21 yang terutang atas penghasilan Para 
            Pensiunan yang dibayarkan, ke rekening Kas Negara pada Bank Persepsi dengan 
            menggunakan SSP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah dilakukan 
            pemotongan/pemungutan pajak;
        d.  Melaporkan PPh psl. 21 yang telah dipotong/dipungut pada huruf c diatas kepada KPP 
            setempat, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan/
            pemungutan pajak dimaksud.

E.  LAIN-LAIN :

    1.  Sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 psl. 7, besarnya Penghasilan Tidak 
        Kena Pajak (PTKP)di atur sebagai berikut :
        a.  RP. 1.728.000,00 (satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) untuk diri 
            Wajib Pajak orang pribadi;
        b.  Rp. 864.000,00 (delapan ratus enam puluh empat ribu rupiah) tambahan untuk Wajib 
            Pajak yang kawin;
        c.  Rp.1.728.000,00 (satu juta tujuh ratus dua puluh delapan ribu rupiah) tambahan 
            untuk seorang istri yang penghasilannya digabungkan dengan penghasilan suami 
            sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1);
        d.  Rp.864.000,00 (delapan ratus enam puluh empat ribuh rupiah) tambahan untuk setiap 
            anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta 
            anak angkat, yang menjadi tunjangan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang 
            untuk setiap keluarga.

    2.  Dengan diberlakukannya ketentuan ini maka ketentuan terdahulu yang diatur berdasarkan :
        a.  Surat edaran Direktur Jenderal Anggaran tanggal 2 Maret 1985 No.SE-134/A.7/1985;
        b.  Surat edaran Direktur Anggaran tanggal 12 Februari 1986 No.SE-124/A/1986;
        c.  Surat edaran Direktur Jenderal Anggaran tanggal 8 April 1991 No.SE-49/A/522/0491.
        huruf a s.d c di atas dinyatakan tidak berlaku lagi.

    3.  Kepala KPNK diminta untuk segera memberitahukan ketentuan baru ini kepada para Kepala 
        Kantor/Bendaharawan Gaji/Pembuat Daftar Gaji, Pemimpin Proyek/Bagian Proyek dan 
        Bendaharawan Proyek/Bendaharawan Bagian Proyek serta Biro Keuangan/Bagian Keuangan 
        Pemerintah Daerah setempat.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya dan kepada para Kepala Kantor Wilayah 
Direktorat Jenderal Anggaran diminta untuk mengawasi dalam pelaksanaannya.




DIREKTUR JENDERAL ANGGARAN.

ttd

DARSJAH
peraturan/seda/38a5210395.txt · Last modified: 2023/02/05 06:12 by 127.0.0.1