peraturan:sebd:214pj.1999
25 Agustus 1999
SURAT EDARAN BERSAMA
KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA
DAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-214/PJ./1999, SE-17/PN/1999
TENTANG
LELANG EKSEKUSI PAJAK
KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA DAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka peningkatan penerimaan negara khususnya penerimaan lelang eksekusi pajak, dengan ini
disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
a. Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak yaitu Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
b. Lelang eksekusi pajak adalah lelang yang dilaksanakan untuk melakukan eksekusi atas
barang-barang milik Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang sudah disita dalam rangka
penagihan utang pajak yang harus dibayar kepada negara atas permintaan Pejabat.
c. Pejabat adalah Kepala KPP atau Kepala KPPBB yang selanjutnya disebut Pejabat selaku
pemohon lelang.
2. Dasar hukum Lelang Eksekusi Pajak :
a. Vendu Reglement Stb. 1908 Nomor 189.
b. Vendu Instructie Stb. 1908 Nomor 190.
c. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994.
d. Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 390 Tahun 1949 tentang Peraturan Pungutan Bea Lelang untuk
Pelelangan dan Penjualan Umum.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 22 TAHUN 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1998 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
3. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian :
a. Penyitaan Barang
(1) Penyitaan barang bergerak
Penyitaan barang bergerak dilakukan secara fisik, sejauh mungkin beserta dokumen
bukti kepemilikannya dengan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita dan dapat
menempelkan segel sita pada objek sita. Dalam hal yang disita berupa kendaraan
bermotor, penyitaan harus didaftarkan di instansi tempat kendaraan tersebut
terdaftar. Penyitaan atas kapal yang bobotnya kurang dari 20 m3 (dua puluh meter
kubik) harus didaftarkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Khusus penyitaan
terhadap deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih
dahulu.
(2) Penyitaan barang tidak bergerak
(a) Penyitaan barang tidak bergerak berupa tanah dan atau bangunan dilakukan
secara fisik. Penyitaan tersebut harus didaftarkan kepada instansi yang
terkait dengan cara menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita.
Untuk tanah yang sudah terdaftar atau bersertifikat, penyitaannya harus
didaftarkan kepada Kantor Pertanahan dan Pengadilan Negeri. Sedangkan
untuk tanah yang belum terdaftar atau belum bersertifikat, selain ke
Pengadilan Negeri, penyitaannya juga harus didaftarkan kepada Kelurahan
atau Kepala Desa setempat, untuk mencegah pemindahtanganan tanah
dimaksud. Sedapat mungkin bukti kepemilikan seperti sertifikat hak atas
tanah dapat ikut disita.
(b) Penyitaan barang tidak bergerak berupa kapal yang bobotnya 20 m3 (dua
puluh meter kubik) atau lebih harus didaftarkan di Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dengan cara menyampaikan salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita.
(c) Penyitaan barang tidak bergerak berupa barang-barang lain yang
mempunyai mekanisme pendaftaran dalam kepemilikannya juga didaftarkan
di instansi terkait.
b. Lelang tanpa dokumen
Lelang eksekusi pajak dapat dilaksanakan meskipun tidak ada dokumen bukti kepemilikan,
sepanjang dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita disebutkan bahwa dokumen tidak dapat
disita dan adanya pernyataan tertulis dari Pejabat selaku pemohon lelang bahwa memang
dokumennya tidak dapat disita. Dalam hal yang akan dilelang tanah dan atau bangunan Surat
Keterangan Tanah tetap harus ada.
c. Surat Keterangan Tanah (SKT)
Apabila barang yang akan dilelang berupa tanah dan atau bangunan, maka lelang baru dapat
dilaksanakan apabila ada SKT yang lebih dikenal dengan nama Surat Keterangan Pendaftaran
Tanah (SKPT). Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, SKT diminta oleh KLN/Pejabat Lelang Kelas II, setelah ada surat
permintaan lelang dari Pejabat selaku pemohon lelang dan pengurusannya dibantu oleh
Pejabat selaku pemohon lelang. Permintaan SKT dilakukan dengan cara :
(1) KLN/Pejabat Lelang Kelas II wajib meminta SKT ke Kantor Pertanahan setempat
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, dengan
dilengkapi sertifikat hak untuk tanah yang sudah terdaftar atau bukti-bukti hak tanah
yang belum terdaftar. Apabila sertifikat atau bukti-bukti hak tidak dapat disita, maka
untuk kepentingan permohonan SKT diperlukan surat keterangan yang dikeluarkan
oleh Kelurahan atau Kepala Desa setempat menyangkut data-data lokasi tanah yang
disita termasuk batas-batasnya dengan jelas (depan, belakang, kanan, kiri) dari
posisi tanah. Selain itu juga disertakan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan dan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita.
(2) Apabila ditemukan kendala menyangkut SKT, maka Kepala KLN/Pejabat Lelang Kelas
II bersama dengan Pejabat selaku pemohon lelang akan melakukan upaya
penyelesaian melalui koordinasi.
d. Tempat lelang
(1) Lelang dilaksanakan melalui KLN/Pejabat Lelang Kelas II di wilayah kerjanya meliputi
tempat barang tersebut berada. Atas permintaan Pejabat selaku pemohon lelang,
lelang dapat dilakukan di luar wilayah kerja KLN/Pejabat Lelang Kelas II tempat
barang tersebut berada, setelah mendapat persetujuan dari Kepala BUPLN/Kepala
Kantor Wilayah BUPLN setempat.
(2) Tempat pelaksanaan lelang dapat dilakukan :
(a) Di tempat Wajib Pajak atau ditempat lain dengan mempertimbangkan
efisiensi dan hal-hal yang mungkin menjadi hambatan seperti keamanan,
ketertiban dan sebagainya;
(b) Di KPP atau KPPBB atau di KLN/Kantor Pejabat Lelang Kelas II.
e. Uang jaminan
(1) Untuk melihat potensi dan kesungguhan peserta lelang, setiap lelang eksekusi pajak
harus dipersyaratkan adanya uang jaminan bagi peserta lelang. Uang jaminan
disetorkan ke Rekening KLN/Pejabat Lelang Kelas II atau langsung kepada Pejabat
Lelang sebelum pelaksanaan lelang. Penetapan besarnya Uang Jaminan hendaknya
lebih dahulu dikonsultasikan antara Pejabat selaku pemohon lelang dengan Kepala
KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
(2) Bagi peserta yang memenangkan lelang, uang jaminan akan diperhitungkan sebagai
pembayaran. Apabila pemenang lelang wanprestasi, uang jaminan akan diserahkan
ke Pejabat selaku pemohon lelang untuk disetorkan sebagai Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
(3) Bagi peserta yang tidak memenangkan lelang, uang jaminan akan dikembalikan
selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja setelah selesai lelang.
(4) Jangka waktu sebagaimana ditentukan pada butir (3) dapat dilampaui karena
kelalaian penyetor uang jaminan.
f. Pengumuman Lelang
(1) Setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang oleh Pejabat
selaku pemohon lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Untuk barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dilelang bersama-
sama dengan barang bergerak, pengumuman lelang dilakukan 2 (dua) kali.
Pengumuman lelang pertama dilakukan berselang 15 (lima belas) hari kalender
dengan pengumuman lelang kedua. Pelaksanaan pengumuman lelang diatur
sedemikian rupa sehingga tidak jatuh pada hari libur/hari besar. Pengumuman lelang
pertama diperkenankan tidak menggunakan surat kabar, tetapi dengan cara
pengumuman tempelan atau melalui media elektronik. Namun demikian bila
dikehendaki oleh Pejabat selaku pemohon lelang dapat saja pengumuman lelang
yang pertama tersebut dilakukan dengan surat kabar harian. Sedangkan
pengumuman lelang kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan
sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum hari pelaksanaan
lelang.
(3) Untuk barang bergerak, pengumuman lelang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat
kabar harian dan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari kalender
sebelum hari pelaksanaan lelang.
g. Penjelasan lelang/Aanwijzing
(1) Aanwijzing dapat diadakan sebelum pelaksanaan lelang agar lelang benar-benar
transparan dan calon peserta lelang tahu permasalahannya.
(2) Aanwijzing dilaksanakan oleh Pejabat selaku pemohon lelang atau yang mewakilinya
bersama-sama dengan Pejabat Lelang.
(3) Dalam hal aanwijzing akan dilaksanakan hendaknya Pejabat selaku pemohon lelang
melakukan hal-hal sebagai berikut :
(a) mengupayakan agar peminat lelang dapat melihat barang;
(b) menjelaskan keadaan terakhir atas barang yang akan dilelang seperti
adanya gugatan atau verzet, surat-surat/dokumen yang tidak dikuasai dan
lain-lain.
(4) Tanggal dan waktu aanwijzing agar dicantumkan dalam pengumuman lelang.
h. Harga limit
(1) Untuk mengamankan pelaksanaan lelang serta melindungi kepentingan Wajib Pajak,
dalam setiap pelaksanaan lelang harus ada harga limit yang merupakan harga
minimal dari barang yang akan dilelang. Harga Limit ditetapkan oleh Pejabat selaku
pemohon lelang.
(2) Harga limit ditentukan dengan melihat kondisi dari barang yang akan dilelang dan
tidak dikaitkan dengan besarnya utang pajak.
(3) Harga limit ditentukan secara objektif dan wajar serta dapat dipertanggungjawabkan.
Apabila dipandang perlu untuk menentukan harga limit atas barang yang sulit ditaksir
dan tidak mempunyai Nilai Jual Objek Pajak, Pejabat selaku pemohon lelang dapat
meminta bantuan tenaga profesional di bidang penilaian.
(4) Dalam hal barang bergerak dan barang tidak bergerak dilelang bersama-sama dalam
satu paket, harga limit harus dibuat secara terperinci untuk masing-masing barang
bergerak dan barang tidak bergerak.
(5) Harga limit pada dasarnya tidak bersifat rahasia dan ditetapkan sesaat sebelum
lelang dilaksanakan.
(6) Dalam hal harga limit semula tidak tercapai pada saat lelang maka Pejabat selaku
pemohon lelang dapat memberikan harga limit baru untuk menjamin pelaksanaan
lelang.
i. Tata cara penawaran
(1) Penawaran dalam pelaksanaan lelang dapat dilakukan secara tertulis dan lisan.
Apabila penawaran tertulis belum mencapai harga limit dapat dilanjutkan dengan cara
lisan.
(2) Penawaran dapat dilakukan secara inklusif artinya Bea Lelang dan Uang Miskin sudah
termasuk di dalam harga penawaran atau dapat dilakukan secara eksklusif artinya
Bea Lelang dan Uang Miskin belum termasuk dalam harga penawaran.
j. Pungutan Negara
Dalam setiap pelaksanaan lelang eksekusi pajak dikenakan pungutan negara berupa Bea
Lelang dan Uang Miskin.
______________________________________________________________________
BEA LELANG
_____________________
JENIS BARANG PENJUAL PEMBELI UANG MISKIN
______________________________________________________________________
Barang Bergerak 3% 9% 0,7%
Barang Tidak Bergerak 1,5% 4,5% 0,4%
______________________________________________________________________
Keterangan :
(1) Bea Lelang dan Uang Miskin dihitung dari pokok lelang.
(2) Uang Miskin hanya dikenakan kepada pemenang lelang.
(3) Dalam hal terjadi lelang ditahan (penawaran secara tertulis), yaitu barang tidak jadi
dijual karena tidak mencapai harga limit yang dikendaki oleh Pejabat selaku
pemohon lelang. Karena itu Pejabat selaku pemohon lelang akan dikenakan Bea
Lelang ditahan sebesar :
(a) Barang Bergerak 1,5% dari harga penawar tertinggi yang ditahan;
(b) Barang Tidak Bergerak 0,375% dari harga penawar tertinggi yang ditahan.
(4) Dalam hal lelang yang akan dilaksanakan dibatalkan oleh Pejabat selaku pemohon
lelang dalam waktu sesuai ketentuan berlaku sebelum pelaksanaan lelang Pejabat
dimaksud akan dikenakan Bea Pembatalan Lelang sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembatalan lelang bukan oleh Pejabat selaku pemohon lelang, tetapi disebabkan oleh
hal-hal lain (SKT tidak terbit, adanya Penetapan Pengadilan) tidak dikenakan Bea
Pembatalan Lelang.
k. Pajak Penghasilan
Terhadap lelang atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Wajib Pajak yang
bersangkutan, baik Wajib Pajak orang pribadi maupun badan dikenakan Pajak Penghasilan
sebesar 5% dari pokok lelang, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996
jo. Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 dan Surat Edaran Kepala BUPLN Nomor :
SE-11/PN/1997 tanggal 13 Maret 1997 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari
Pengalihan Hak atas Tanah atau Tanah dan Bangunan.
Pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 5%, selambat-lambatnya sebelum petikan Risalah
Lelang ditandatangani.
l. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
(1) Atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan melalui lelang dikenakan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
(2) Besarnya BPHTB terutang adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak
(NPOP) setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) sebesar Rp.30 juta.
(3) NPOP sebagaimana dimaksud angka 2 adalah nilai yang lebih tinggi antara harga
pokok lelang dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun dilaksanakannya
lelang.
(4) Dalam hal harga pokok lelang lebih rendah dari NJOP PBB pemenang lelang dapat
membayar BPHTB sebesar BPHTB terutang berdasar harga lelang. Selanjutnya
pemenang lelang wajib segera mengajukan permohonan pengurangan BPHTB kepada
kepala KPPBB yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau bangunan
bersamaan dengan pemenuhan persyaratan lelang lainnya.
(5) Pembayaran BPHTB harus dilakukan sesuai ketentuan, selambat-lambatnya sebelum
petikan Risalah Lelang ditandatangani. Penyampaian Petikan Risalah Lelang kepada
Pemenang Lelang dilakukan setelah yang bersangkutan menunjukkan tanda terima
permohonan pengurangan BPHTB dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
(jika ada).
m. Pembayaran Hasil Lelang oleh Pemenang Lelang
(1) Pembayaran hasil lelang pada prinsipnya harus dilakukan secara tunai.
(2) Pembayaran dengan cek atau bilyet giro hanya dapat diterima sebagai pelunasan
pembayaran lelang setelah cek atau bilyet giro tersebut dicairkan.
n. Penyetoran Hasil Bersih Lelang ke Pemohon Lelang
Penyetoran hasil bersih lelang yaitu pokok lelang setelah dikurangi Bea Lelang Penjual dan
atau Pajak Penghasilan dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II kepada Pejabat selaku pemohon
lelang dilakukan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja dalam bentuk uang tunai atau
selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja dalam bentuk cek/bilyet giro sejak diterimanya
pembayaran lelang oleh Bendaharawan Penerima KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
o. Perlindungan Pembeli
Pejabat selaku pemohon lelang dan Pejabat Lelang agar membantu dalam hal pemenang
lelang mendapat kesulitan untuk memperoleh haknya.
p. Wanprestasi
(1) Yang dimaksud dengan wanprestasi dalam lelang adalah apabila lelang telah
dilaksanakan dan pemenang lelang yang telah ditunjuk tidak atau tidak sepenuhnya
membayar pokok lelang, bea lelang dan uang miskin.
(2) Akibat wanprestasi uang jaminan lelang yang telah disetor oleh pemenang lelang,
diserahkan kepada Pejabat selaku pemohon lelang untuk disetorkan sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
(3) Penawar tertinggi kedua tidak dapat ditunjuk sebagai pemenang lelang menggantikan
pemenang lelang yang wanprestasi dan pelaksanaan lelang harus diulang.
q. Sita Persamaan
(1) Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan
Negeri atau instansi lain yang berwenang.
(2) Terhadap hal tersebut diatas Jurusita Pajak yang akan melakukan sita menyampaikan
salinan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau instansi lain
yang berwenang yang telah lebih dahulu melakukan penyitaan untuk meminta
diterapkan sita persamaan.
(3) Sejalan dengan sita persamaan tersebut di atas, Pengadilan Negeri atau instansi lain
yang berwenang menjadikan barang yang telah disita tersebut sebagai jaminan
pelunasan utang pajak.
(4) Instansi yang lebih dahulu melaksanakan sita dan mendaftarkannya sesuai ketentuan
yang berlaku, berwenang melaksanakan eksekusi lelang melalui KLN/Pejabat Lelang
Kelas II.
(5) Hasil lelang sebagaimana tersebut pada angka (4) diserahkan kepada instansi
pemohon lelang dan pembagian hasil lelang dilaksanakan dengan memperhatikan
hak mendahulu sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 19 TAHUN 1997
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa jo. Undang-undang No. 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 9 TAHUN 1994.
(6) Instansi yang sitanya berkekuatan eksekutorial, namun pelaksanaan sitanya
didahului oleh instansi lain, maka dalam rangka tertib hukum dan tegaknya keadilan,
instansi yang sitanya berkekuatan eksekutorial perlu melakukan konsultasi kepada
instansi yang sitanya belum/tidak berkekuatan eksekutorial untuk diselesaikan
berdasarkan peraturan yang berlaku.
(7) Dalam hal jaminan telah lebih dahulu disita untuk pelaksanaan kepentingan
kejaksaan atau kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, Jurusita Pajak
menyampaikan Surat Paksa dengan dilampiri surat pemberitahuan yang menyatakan
bahwa barang dimaksud akan disita apabila proses pembuktian telah selesai dan
diputus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 UU No. 19 TAHUN 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
r. Hak Mendahulu
Sesuai dengan Pasal 19 Undang-undang No. 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa jo. Pasal 21 Undang-undang No. 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 9 TAHUN 1994,
utang pajak mempunyai hak mendahulu. Hak mendahulu hilang setelah lampau waktu 2 (dua)
tahun sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Tagihan Pajak Bumi dan
Bangunan (STPPBB), Surat Tagihan BPHTB (STB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT),
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, kecuali
apabila dalam jangka waktu dua tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu
diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran.
s. Gugatan/bantahan
(1) Keberatan atau banding yang sedang ditempuh oleh Wajib Pajak tidak menghalangi
dilaksanakannya pelelangan.
(2) Lelang tetap akan dilaksanakan meskipun ada Putusan PTUN atau ada gugatan/
bantahan melalui Pengadilan Negeri dan harus disertai surat penegasan dari Pejabat
selaku pemohon lelang bahwa lelang tetap akan dilaksanakan, kecuali Pengadilan
Negeri memerintahkan secara tertulis untuk menghentikan lelang, dalam hal ada
gugatan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang.
t. Pembatalan Lelang
Lelang tidak dilaksanakan apabila :
(1) Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan;
(2) Berdasarkan putusan pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak ketiga atas
kepemilikan barang yang disita;
(3) Berdasarkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang mengabulkan
gugatan Penanggung Pajak atas pelaksanaan penagihan pajak;
(4) Barang sitaan yang akan dilelang musnah karena terbakar atau bencana alam;
Pembatalan lelang sebagai akibat dari hal yang dimaksud pada angka (1), (2), (3) atau (4)
harus diberitahukan secara tertulis sebelum lelang dilaksanakan oleh Pejabat selaku
pemohon lelang kepada Kepala KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
u. Penundaan Lelang
Lelang ditunda apabila tidak memenuhi persyaratan atau apabila Pejabat Lelang tidak
memperoleh keyakinan akan legalitas objek maupun subjek lelang serta kemungkinan
kesulitan yang dihadapi Pemenang Lelang dalam memperoleh hak-haknya.
4. Prosedur Lelang Eksekusi Pajak
Persiapan lelang :
a. Pejabat selaku pemohon lelang mengajukan permohonan secara tertulis kepada KLN/Pejabat
Lelang Kelas II dalam wilayah kerja tempat objek sita berada. Khusus untuk wilayah DKI
Jakarta semua permohonan lelang, yang objek sitanya berada di wilayah DKI Jakarta,
permohonan lelangnya diajukan melalui KLN Jakarta II.
b. Dokumen yang harus dilampirkan dalam permohonan lelang adalah sebagai berikut :
(1) Salinan/fotocopy Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan
(STPPBB), Surat Tagihan BPHTB (STB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan atau Putusan Banding :
(2) Salinan/fotocopy Surat Teguran;
(3) Salinan/fotocopy Surat Paksa;
(4) Salinan/fotocopy Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan bukti bahwa sita telah
terdaftar (khusus untuk barang yang kepemilikannya terdaftar);
(5) Salinan/Fotocopy Berita Acara Pelaksanaan Sita;
(6) Perincian jumlah tagihan pajak yang terakhir dan biaya penagihan;
(7) Bukti Kepemilikan atas barang yang akan dilelang apabila ada. Dalam hal bukti
kepemilikan dimaksud tidak ada, harus ada pernyataan tertulis dari Pejabat selaku
pemohon lelang bahwa barang-barang tersebut tidak disertai bukti kepemilikan
dengan disertai alasannya.
Seluruh surat yang difotocopy harus dilegalisir.
c. Dalam hal kelengkapan dokumen sebagaimana tersebut angka 4 huruf b belum terpenuhi,
KLN/Pejabat Lelang Kelas II meminta kelengkapan dokumen permohonan lelang secara
tertulis kepada Pejabat selaku pemohon lelang selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja
sejak permohonan lelang diterima.
d. Apabila permintaan kelengkapan dokumen dimaksud dalam jangka waktu sebagaimana
ditetapkan angka 4 huruf c tidak dilakukan, maka permohonan lelang dianggap lengkap.
e. Khusus untuk permohonan lelang berupa tanah dan atau bangunan, dalam waktu 3 (tiga) hari
kerja setelah dokumen permohonan lelang diterima lengkap, KLN/Pejabat Lelang Kelas II
wajib mengajukan surat permintaan SKT ke Kantor Pertanahan setempat dengan tembusan
kepada Pejabat selaku pemohon lelang. Apabila tanah dan atau bangunan yang dilelang
belum bersertifikat, maka surat permintaan SKT harus dilampiri Surat Keterangan Tanah yang
dibuat oleh Kepala Desa atau Kepala Kelurahan.
f. KLN/Pejabat Lelang Kelas II menetapkan tanggal dan tempat lelang selambat-lambatnya 3
(tiga) hari kerja setelah SKT diterima dari Kantor Pertanahan.
g. Khusus untuk lelang barang bergerak, KLN/Pejabat Lelang Kelas II menetapkan tanggal dan
tempat lelang selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah dokumen permohonan lelang
diterima lengkap.
h. Pejabat selaku pemohon lelang :
(1) menetapkan harga limit;
(2) melaksanakan pengumuman lelang sesuai ketentuan yang ditetapkan pada angka 3
huruf f;
(3) menyampaikan bukti pengumuman lelang kepada KLN/Pejabat Lelang Kelas II
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pengumuman lelang;
(4) dapat mengadakan aanwijzing/penjelasan lelang bersama dengan KLN/Pejabat Lelang
Kelas II sebelum lelang dilaksanakan;
i. Sebelum pelaksanaan lelang KLN/Pejabat Lelang Kelas II harus meneliti ada tidaknya surat
permohonan pembatalan lelang dari Pejabat selaku pemohon lelang.
Pelaksanaan lelang :
a. Para peserta lelang membayar uang jaminan;
b. Pelaksanaan lelang dipimpin oleh Pejabat Lelang;
c. Penetapan/penunjukan pemenang lelang dilakukan oleh Pejabat Lelang;
d. Pejabat Lelang, dan Pejabat selaku pemohon lelang atau yang mewakilinya menandatangani
Asli/Minut Risalah Lelang. Khusus untuk barang tidak bergerak Pemenang Lelang turut
menandatangani.
Setelah pelaksanaan lelang :
a. Pemenang Lelang :
(1) menandatangani Minut Risalah Lelang khusus untuk barang tidak bergerak
(2) menyetor pembayaran harga pokok lelang dan kewajiban-kewajiban lainnya seperti
Bea Lelang dan Uang Miskin kepada Pejabat Lelang;
(3) menerima kuitansi pelunasan dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II;
(4) untuk barang bergerak, menerima Petikan Risalah Lelang selambat-lambatnya 6
(enam) hari kerja setelah pelunasan pembayaran;
(5) menerima Petikan Risalah Lelang setelah menyerahkan bukti pembayaran BPHTB
kepada KLN/Pejabat Lelang Kelas II dalam hal barang yang dilelang berupa tanah
dan atau bangunan dengan harga pokok lelang Rp. 30 juta ke atas;
(6) menerima barang yang dilelang.
b. KLN/Pejabat Lelang Kelas II :
(1) menerima uang pembayaran hasil lelang dari pemenang lelang;
(2) menyetorkan Bea Lelang dan Uang Miskin;
(3) menyerahkan uang hasil bersih lelang kepada Pejabat selaku pemohon lelang
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja dalam bentuk uang tunai atau selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja dalam bentuk cek/bilyet giro setelah hasil lelang
dilunasi oleh pemenang lelang;
(4) menandatangani Petikan Risalah Lelang setelah memperhatikan bukti pembayaran
BPHTB (SSB), untuk obyek lelang tanah dan atau bangunan;
(5) menyampaikan Risalah Lelang berupa Petikan kepada pembeli, Salinan kepada
Pejabat selaku pemohon lelang, dan Kutipan kepada Kantor Pertanahan untuk
barang tidak bergerak berupa tanah dan atau bangunan.
c. Pejabat selaku pemohon lelang
(1) menerima hasil bersih lelang dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II;
(2) memberikan tanda terima uang hasil bersih lelang kepada KLN/Pejabat Lelang Kelas
II;
(3) mengembalikan kelebihan uang hasil lelang dan sisa barang yang tidak dilelang
kepada Wajib Pajak;
(4) menerima Salinan Risalah Lelang dari KLN/Pejabat Lelang Kelas II.
d. Wajib Pajak :
(1) menerima sisa uang hasil bersih lelang dan atau menerima sisa barang yang tidak
dilelang dari Pejabat selaku pemohon lelang;
(2) menerima bukti SSP dan bukti setoran lainnya dari Pejabat selaku pemohon lelang.
5. Dengan berlakunya Surat Edaran Bersama ini, maka semua peraturan yang menyangkut Lelang
Eksekusi Pajak tidak berlaku.
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG
DAN LELANG NEGARA
ttd ttd
A. ANSHARI RITONGA KARSONO SURJOWIBOWO
peraturan/sebd/214pj.1999.txt · Last modified: by 127.0.0.1