peraturan:sdp:993pj.3422004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 27 Oktober 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 993/PJ.342/2004 TENTANG PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS IMBALAN JASA KEPADA XYZ DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 07 September 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal berikut ini : 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut : a. PT PQR (selanjutnya disebut sebagai PT ABC) memanfaatkan jasa XYZ (perusahaan Singapura) untuk menjadi perantara dalam penjualan 'pulp' di Indonesia sebagaimana tercantum dalam lampiran Letter of Agreement. Atas jasa tersebut PT ABC telah membayar "marketing fee" pada XYZ dan memotong serta memungut PPh Pasal 26 dengan tarif 15% sepanjang tahun 2002 dan 2003. b. Persetujuan kerjasama antara PT ABC dan XYZ dilakukan dalam dua tahap, yang pertama berlaku mulai 7 Januari - 31 Desember 2002, dengan XYZ sebagai agen pemasaran dan perdagangan "pulp" yang ditunjuk oleh PT ABC, selanjutnya PT ABC membayar XYZ, "marketing fee" pada tahun 2002 sebesar Rp. 2.055.875.821,00, serta mengenakan PPh Pasal 26 sebesar 15% atau sejumlah Rp. 308.381.373,00. c. Persetujuan kedua antara PT ABC dan XYZ berlaku mulai 1 Januari - 31 Desember 2003, dengan PT ABC sebagai agen perdagangan yang ditunjuk oleh XYZ, namun PT ABC masih melakukan pembayaran "marketing fee" atas kontrak kedua tersebut pada tahun 2003 sebesar Rp. 411.065.360,00, serta mengenakan PPh Pasal 26 sebesar 15% atau sejumlah Rp. 61.659.804,00. d. XYZ berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura mengajukan restitusi terhadap pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 15% atas imbalan jasa yang dibayar oleh PT ABC pada tahun 2002 dan tahun 2003. e. Saudara meminta penegasan mengenai perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas pembayaran "marketing fee" PT ABC kepada XYZ. 2. Pajak Penghasilan Pasal 26 : Pasal 26 UU Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 17 TAHUN 2000 mengatur hal-hal sebagai berikut : a. Pasal 26 ayat (1) : "Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan : a. dividen; b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang; c. royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; e. hadiah dan penghargaan; f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya." b. Pasal 26 ayat (4) : "Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan." c. Pasal 26 ayat (5): "Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) bersifat final, kecuali : a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c; b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap." 3. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Singapura : a. Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) huruf i P3B Indonesia-Singapura, sebagai berikut : Article 5 Paragraph 2 (i) The term of "permanent establishment" shall include especially : "The furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise through an employee or other person (other than an agent of an independent status within the meaning of paragraph 7) where the activities continue within a Contracting State for a period or periods aggregating more than 90 days within a twelve month period". Berdasarkan Pasal 5 ayat (7) P3B Indonesia-Singapura diatur hal-hal sebagai berikut : Article 5 paragraph 7 "An enterprise of a Contracting State Shall not be deemed to have a permanent establishment in the other Contracting State merely because it carries on business in that other state through a broker, general commision agent or any other agent of an independent status, where such persons are acting in the ordinary course of their business. However, when the activities of such an agent are devoted wholly or almost wholly on behalf of the enterprise, he shall not be considered an agent of an independent status within the meaning of this paragraph." b. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan P3B antara lain mengatur sebagai berikut : a) Butir 2 huruf a dan b : Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan WPLN tersebut. b) Butir 3 huruf a : SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra runding. Namun demikian, SKD yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pelayanan Pajak tempat WPLN yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan SKD yang dibuat Competent Authority. 4. Permohonan restitusi atas PPh Pasal 26 yang tidak seharusnya dipotong atau dipotong di atas tarif yang seharusnya dapat dilakukan jika memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Republik Indonesia dengan negara tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan; b. Memenuhi ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Pajak Berganda (P3B), antara lain : 1) Menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang berkedudukan di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar penghasilan terdaftar. SKD tersebut diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner; 2) Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam P3B, atas jasa yang dilakukan di luar negeri oleh penduduk negara treaty partner, Indonesia tidak dapat mengenakan PPh atas imbalan jasa tersebut. c. Melakukan permohonan restitusi sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.10/1994 tentang Restitusi Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Ketentuan Dalam P3B, antara lain : 1) Permohonan dilakukan secara tertulis oleh penerima pembayaran atau pihak lain yang diberi kuasa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar, dengan menggunakan bentuk yang telah ditentukan dalam lampiran SE-09/PJ.10/1994, yang dilengkapi dengan nomor rekening bank kemana kelebihan pembayaran pajak dipindahkan; 2) Permohonan dilampiri dengan Surat Keterangan Tarif (SKT) atau Surat Keterangan Bebas (SKB) atas objek pajak yang diajukan restitusinya; 3) Dalam hal tidak ada SKT atau SKB, permohonan tersebut dilampiri : a) Surat Keterangan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang/ competent authority dari negara treaty partner, yang menyatakan bahwa pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut pada saat penghasilan diterima betul-betul Wajib Pajak dalam negeri di negara treaty partner yang bersangkutan; b) Surat Kuasa (Power of Attorney) yang khusus untuk pengurusan restitusi tersebut, yang harus bermeterai cukup atau telah dilunasi dengan pemeteraian kemudian oleh Pejabat Pos, apabila pengurusan restitusi tersebut dilakukan oleh pihak lain; c) Bukti pemotongan PPh Pasal 26 asli yang dikeluarkan oleh pemotong pajak; d) Dokumen pendukung yang berkaitan dengan jenis pembayaran jasa: i. Letter of Agreement; ii. Surat pernyataan dari Wajib Pajak luar negeri tersebut bahwa perusahaannya tidak mempunyai tempat usaha (fixed place of business) tertentu di Indonesia, dan; iii. Surat pernyataan dari pihak penerima jasa yang menyatakan bahwa jasa tersebut diselesaikan dalam kurun waktu kurang dari jangka waktu yang ditetapkan (time test) dalam P3B antara RI dengan negara treaty partner yang bersangkutan. 5. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Sepanjang jasa yang diberikan oleh XYZ adalah jasa pemasaran yang dilakukan di wilayah Indonesia dan dilakukan selama lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka XYZ harus ditetapkan secara jabatan oleh KPP sebagai badan asing yang mempunyai bentuk usaha tetap (permanent establishment) di Indonesia., hak pemajakan atas jasa pemasaran yang diberikan oleh XYZ kepada PT ABC, dilakukan di Indonesia. Terhadap pembayaran "marketing fee" tahun 2002 antara PT ABC ke XYZ (BUT yang ditetapkan oleh KPP) terutang PPh Pasal 23, dan pembayaran antara XYZ (BUT) kepada perusahaan Induknya, XYZ Singapura, terutang PPh Pasal 26 sebagai branch tax profit dengan tarif sebesar 15% sesuai P3B Indonesia-Singapura; b. Sesuai dengan Pasal 5 ayat 7 P3B Indonesia-Singapura sebagaimana tersebut di atas, XYZ tidak akan dianggap memiliki suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sepanjang perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui seorang makelar, komisioner atau setiap agen independen, selama pihak-pihak tersebut bertindak bebas. Dalam hal kegiatan PT ABC, selaku agen dari XYZ, secara keseluruhan atau sebagian besar diperuntukkan bagi kepentingan XYZ, maka PT ABC bukan merupakan agen yang independen, dan dianggap sebagai BUT. c. Ketentuan dalam P3B antara Pemerintah RI dan Singapura tersebut hanya akan berlaku apabila XYZ dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dari pejabat berwenang Singapura yang menerangkan bahwa pada tahun 2002 dan 2003 XYZ merupakan penduduk Singapura. Apabila XYZ tidak dapat menyerahkan SKD dimaksud, maka atas penghasilan jasa tersebut dikenakan PPh Pasal 26; Demikian untuk menjadi maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/993pj.3422004.txt · Last modified: 2023/02/05 20:59 by 127.0.0.1