peraturan:sdp:987pj.522001
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 7 Agustus 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 987/PJ.52/2001 TENTANG PERMOHONAN PEMBEBANAN BEA MASUK, PPN, PPnBM DAN PPh PASAL 23 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : xxxxxxxxx tanggal 29 Juni 2001 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini beritahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. Associated Mission Aviation/AMA Indonesia telah mengimpor jenis barang berupa spare part mesin pesawat terbang yang di overhaul, dengan nilai impor sebesar US $ 44.386.00 dan Nomor Invoice : RO 202. b. Barang tersebut merupakan hadiah dari Franciscan Friary Australia kepada Associated Mission Aviation/AMA Indonesia yang digunakan untuk mendukung pelayanan AMA di Indonesia sehubungan dengan tugas-tugas keagamaan, sosial dan kemanusiaan, khususnya di daerah pedalaman Irian Jaya. c. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, AMA Indonesia mengajukan permohonan pembebasan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor atas hadiah barang tersebut. 2. Pajak Penghasilan a. Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 yang tidak termasuk Objek Pajak antara lain adalah harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. b. Sesuai Pasal 1 huruf c Keputusan Menteri Keuangan Nomor 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Badan-badan dan Pengusaha Kecil yang menerima Harta Hibahan yang Tidak termasuk sebagai Objek Pajak Penghasilan, sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 05/PJ.4/1995 tanggal 8 Pebruari 1995 antara lain disebutkan bahwa badan sosial adalah badan termasuk yayasan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan kegiatan sosial sepanjang badan sosial tersebut tidak mencari keuntungan. c. Sesuai Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 3 dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/ KMK.03/2001 tanggal 4 Juli 2001, diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 antara lain adalah impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial atau kebudayaan. Adapun pelaksanaan dari pengecualian tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. 3. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah a. Pasal 2 ayat (3) huruf c Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk, Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan. b. Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan RI tersebut disebutkan bahwa tata cara dan pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud Pasal 2 sepenuhnya dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. c. Dalam Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan RI tersebut disebutkan bahwa apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor, Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya, maka Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang seharusnya terutang harus disetor ke kas negara oleh Orang Pribadi atau Badan yang melakukan importasi. 4. Berdasarkan ketentuan tersebut pada butir 2 dan 3, serta memperhatikan isi surat Saudara tersebut pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Pajak Penghasilan - Sepanjang Associated Mission Aviation (AMA) memenuhi kriteria sebagai badan sosial sebagaimana dimaksud pada butir 2 huruf a, huruf b, dan huruf c, maka atas pemasukan barang tersebut yang merupakan hasil sumbangan dari Franciscan Friary, Australia dan dihadiahkan kepada AMA Indonesia guna menunjang operasi pelayanan AMA di Indonesia sehubungan dengan tugas-tugas keagamaan, sosial dan kemanusiaan, khususnya di daerah pedalaman Irian Jaya dapat dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 apabila impor barang tersebut dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai. Adapun pengecualian tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. - Apabila pemasukan barang-barang seperti tersebut pada butir 1 di atas dilakukan oleh importir lain dengan AMA Indonesia sebagai indentor, maka importir yang bersangkutan diwajibkan terlebih dahulu menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15 % dari handling fee yang diterima. b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Atas impor barang berupa spare part mesin pesawat terbang yang merupakan bantuan atau hadiah dari Franciscan Friary Australia dan barang tersebut akan digunakan untuk mendukung pelayanan AMA di Indonesia, maka Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut, sepanjang atas impor tersebut dibebaskan dari bea masuk berdasarkan Undang-undang Kepabeanan. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal Pajak ttd. Hadi Poernomo NIP. 060027375 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Bea dan Cukai 2. Direktur PPN dan PTLL 3. Direktur Pajak Penghasilan 4. Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/sdp/987pj.522001.txt · Last modified: 2023/02/05 18:06 (external edit)