peraturan:sdp:977pj.3132004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 21 Oktober 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 977/PJ.313/2004 TENTANG JASA PENAYANGAN IKLAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 14 Mei 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut pada intinya Saudara mengemukakan bahwa a. PT ABC bergerak di bidang jasa penayangan iklan, yang menerima fee dari pelanggan atas penayangan iklan di media milik PT ABC sendiri berupa pesawat televisi, display iklan di taxi, neon box, bilboard dan lain-lain. b. PT ABC tidak melakukan proses pembuatan materi iklan dan bukan sebagai perantara iklan, tapi hanya sebagai pemilik media, menerima design iklan yang sudah jadi dari klien, kemudian pengerjaan konstruksi dan instalasi dilakukan oleh pihak ketiga. Sebagai pemilik media, PT ABC memberikan jasa kepada klien berupa pengaturan lokasi pemasangan iklan di media, penayangan dan atau pemasangan iklan (waktu dan kesempatan), serta monitoring pemasangan iklan. c. Dalam biaya iklan yang dibebankan kepada klien sudah termasuk biaya pemasangan iklan, monitoring pemasangan iklan, pajak reklame, perijinan, administrasi dan asuransi; d. Saudara mohon penegasan apakah atas penghasilan Saudara tidak termasuk objek PPh Pasal 23 dan tidak termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2) final. 2. Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), diatur bahwa atas penghasilan di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas : a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21. 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa konstruksi, antara lain diatur sebagai berikut : a. Pasal 2 ayat (1) huruf a, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha jasa di bidang konstruksi dikenakan pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23 UU PPh oleh pengguna jasa antara lain badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka termin; b. Pasal 2 ayat (2) huruf a, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai ketentuan Pasal 3 oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn; c. Pasal 3, besarnya Pajak Penghasilan yang terutang dan harus dipotong oleh pengguna jasa atau disetor sendiri oleh Wajib Pajak penyedia jasa, yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b ditetapkan sebagai berikut : 1) 2% (dua persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa pelaksana konstruksi; 2) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diterima Wajib Pajak penyedia jasa perencanaan konstruksi; 3) 4% (empat persen) dari jumlah bruto, yang diperoleh Wajib Pajak penyedia jasa pengawasan konstruksi. 4. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh, antara lain diatur sebagai berikut : a. Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto khusus untuk jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material/barangnya; b. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak; c. Lampiran II angka 3, jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan/pemeliharaan/ perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 5. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.3/1998 tentang Perlakuan Perpajakan atas perusahaan periklanan, antara lain ditegaskan sebagai berikut : a. Yang dimaksud dengan media adalah TV, radio, surat kabar, majalah, tabloid dan media luar ruang seperti iklan bilboard, iklan di bis, iklan di kereta api, iklan di jembatan penyeberangan dan lain-lain; b. Dalam melakukan pemasangan iklan di media lazimnya perusahaan memberikan jasa kepada klien berupa : - Pemilihan iklan yang tepat dan/atau pengaturan pemasangan di media; - Penayangan dan/atau pemasangan iklan (waktu dan kesempatan); - Monitoring pemasangan iklan; - Pengukuran efektifitas dari iklan yang terbit/ditayangkan terhadap penjualan atau pengenalan produk (brand awareness). c. Kegiatan pemasangan iklan di media tidak termasuk objek PPh Pasal 23. 6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut : a. Dalam hal pekerjaan yang dilakukan PT ABC hanya berupa pemasangan/penempatan iklan di media sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas, maka atas imbalan tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 23 maupun PPh Pasal 4 ayat (2) Final. Namun demikian, atas penghasilan tersebut tetap terutang PPh dengan tarif sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dan wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunnan PPh PT ABC pada tahunn yang bersangkutan; b. Dalam hal PT ABC menyerahkan pengerjaan konstruksi dan instalasi kepada pihak ketiga, maka atas jasa konstruksi dan instalasi tersebut terutang Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% x 13 1/3% atau 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Namun apabila pengusaha tersebut memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka atas pengerjaan konstruksi tersebut terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final. Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/977pj.3132004.txt · Last modified: by 127.0.0.1