peraturan:sdp:961pj.522004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 10 November 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 961/PJ.52/2004 TENTANG PENETAPAN PPN PADA PENGUSAHA KECIL DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 31 Juli 2004, hal tersebut pada pokok surat, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Surat tersebut secara garis besar menjelaskan bahwa Saudara mempunyai usaha sebagai penjual kacamata dengan omzet sebesar Rp. 150.000.000,00 setahun. Saudara merasa keberatan atas diterbitkannya SKPKB PPN dan STP PPN oleh KPP Bukit Tinggi karena menurut Saudara yang wajib memungut dan menyetor PPN adalah pengusaha yang omzetnya 360.000.000,00 setahun. Saudara juga berpendapat tidak dapat memungut PPN tersebut kepada pembeli. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, diatur bahwa : a. Pasal 1 angka 15, Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Pasal 3A : (1) Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean, penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean atau ekspor Barang Kena Pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. (2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, diatur bahwa : a. Pasal 1, dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan : 1. Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 360.000.000, 00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah); 2. Jasa Kena Pajak dengan jumlah penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah); atau 3. Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, dengan jumlah peredaran bruto dan penerimaan bruto tidak lebih dari : a. Rp 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) jika peredaran Barang Kena Pajak lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto; atau b. Rp 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah) jika penerimaan Jasa Kena Pajak lebih dari 50 % (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran bruto dan penerimaan bruto. b. Pasal 2, atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. c. Pasal 3, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. d. Pasal 5 ayat (1), Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya dalam satu tahun buku tidak melebihi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. e. Pasal 5 ayat (2), Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya tahun buku. f. Pasal 8, Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. 4. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, diatur bahwa : a. Pasal 1, Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000, 00 (enam ratus juta rupiah). b. Pasal 11, Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2004. 5. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 diatur bahwa : a. Pasal 16 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Pasal 23 ayat (2) huruf a, Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak. c. Pasal 25 ayat (1), Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil; 5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. d. Pasal 25 ayat (2), keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. e. Pasal 25 ayat (3), keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. f. Pasal 25 ayat (4), keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. g. Pasal 25 ayat (7), pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. 6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 dengan ini ditegaskan bahwa : a. Dalam hal omzet Saudara dalam satu tahun buku Rp 150.000.000,00, maka Saudara termasuk dalam kriteria Pengusaha Kecil sehingga atas penyerahan Barang Kena Pajak yang Saudara lakukan tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun, karena Saudara telah mendapat pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Saudara wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang walaupun dalam satu tahun buku jumlah peredaran bruto kurang dari ketentuan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Dalam hal Saudara keberatan atas Surat Paksa yang telah terbit tersebut, Saudara dapat mengajukan upaya hukum kepada Badan Peradilan Pajak. Demikian agar maklum. a.n. Direktur Jenderal Pajak, Direktur PPN dan PTLL, ttd. A. Sjarifuddin Alsah NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kepala KPP Bukit Tinggi.
peraturan/sdp/961pj.522004.txt · Last modified: 2023/02/05 06:06 by 127.0.0.1