User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:946pj.532002
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   17 September 2002

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 946/PJ.53/2002

                            TENTANG

PERMOHONAN PENEGASAN ATAS PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN SERTA 
                  PENGARUHNYA TERHADAP SPT TAHUNAN PAJAK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 10 Oktober 2001 hal sebagaimana tersebut pada 
pokok surat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan antara lain bahwa:
    a.  PT ABC melakukan pembayaran jasa (handling commission) ke luar negeri, yakni kepada 
        XYZ, Singapura. Atas pembayaran tersebut PT ABC melakukan pemungutan PPh Pasal 26 
        sebesar 20% atau sesuai tarif P3B, serta menyetorkan dan melaporkan PPN atas Jasa Kena 
        Pajak dari luar Daerah Pabean sebesar 10% dari nilai transaksi dengan menggunakan Surat 
        Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan SE-08/PJ.08/1995, yakni paling lambat tanggal 15 
        bulan berikutnya.

    b.  Jika transaksi terjadi pada bulan Oktober 2001, maka menurut pendapat Saudara bahwa 
        PT ABC harus:
        b.1.    Memungut dan menyetorkan PPh Pasal 26 paling lambat tanggal 10 November 2001 
            dan melaporkannya dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 Masa Pajak Oktober 2001; dan
        b.2.    Menyetorkan PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 
            tersebut paling lambat tanggal 15 November 2001, dan harus melaporkannya dalam 
            SPT Masa PPN Masa Pajak November 2001 sesuai dengan tanggal penyetoran.

    c.  Pertanyaan Saudara:
        -   Bagaimanakah cara pengisian Surat Setoran Pajak yang benar untuk pembayaran 
            JKP dari luar Daerah Pabean, terutama dalam pengisian tanggal dan masa pajaknya, 
            serta bagaimana cara pengisian dan pelaporan PPN atas Jasa Kena Pajak dari Luar 
            Daerah Pabean tersebut dalam SPT Masa PPN formulir B1? Dan bagaimanakah 
            perlakuan terhadap PPN atas Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang telah 
            disetorkan dan telah dilaporkan oleh PT ABC dengan menggunakan Cara I (dalam 
            surat Saudara) yang dilakukan berdasarkan surat Direktur PPN dan PTLL nomor 
            S-2633/PJ.531/1999 sebelum berlakunya keputusan/ketentuan yang baru ?

        -   Jika pelaporan PPN atas Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut 
            berdasarkan pada tanggal penyetoran, maka akan terjadi perbedaan masa pelaporan 
            antara SPT Masa PPh Pasal 26 dan SPT Masa PPN atas satu pembayaran jasa yang 
            sama. Bagaimanakah perlakuan atas biaya/jasa tersebut, terutama atas biaya yang 
            terjadi pada akhir tahun (Desember) dan pengaruhnya terhadap SPT Tahunan PPh 
            Badan ?

2.  Pajak Pertambahan Nilai
    a.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur:
        a.1.    Pasal 4 huruf e menyatakan bahwa PPN dikenakan atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak 
            dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
        a.2.    Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak 
            dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.

    b.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang 
        Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai 
        atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak Dari Luar 
        Daerah Pabean, antara lain mengatur:
        b.1.    Pasal 2 menyatakan bahwa PPN yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
            dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak 
            berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan 
            Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean 
            tersebut.

        b.2.    Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak 
            tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana 
            dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari 
            peristiwa-peristiwa di bawah ini:
            -   saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut 
                secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
            -   saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena 
                Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
            -   saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa 
                Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
            -   saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena 
                Pajak tersebut dibayar, baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang 
                memanfaatkannya;

        b.3.    Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud 
            dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau 
            bank persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya 
            pemungutan.

        b.4.    Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, PPN yang telah 
            disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan 
            Masa PPN (SPT Masa PPN) pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran.

        b.5.    Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, SPT Masa PPN 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) diperlakukan sebagai laporan 
            pemungutan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa 
            Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

    c.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.5/1995 tanggal 17 Maret 1995 hal saat 
        dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar 
        Daerah Pabean, penghitungan, serta tata cara penyetoran, dan pelaporannya, antara lain 
        mengatur:
        c.1.    Butir 5.2 menyatakan bahwa dalam mengisi Surat Setoran Pajak untuk penyetoran 
            PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud 
            atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean perlu diperhatikan hal-hal sebagai 
            berikut:
            -   Kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi dengan nama dan alamat orang 
                pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar daerah 
                Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa 
                Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean;
            -   Kolom "NPWP" untuk bagian digit selain kolom untuk kode Kantor Pelayanan 
                Pajak diisi dengan angka 0 (nol, sedangkan kolom untuk kode Kantor 
                Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang 
                memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak;
            -   Kolom "Wajib Pajak/Penyetor" pada bagian kanan bawah diisi dengan nama 
                dan NPWP pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau 
                Jasa Kena Pajak;

        c.2.    Butir 5.3 menyatakan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, PPN yang telah dipungut 
            dan disetorkan tersebut harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN untuk Masa Pajak 
            terjadinya penyetoran, dan dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan 
            kegiatan usaha yang terutang PPN maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan 
            yang dapat dikreditkan.

3.  Pajak Penghasilan
    a.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan 
        sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 
        2000, Pasal 28 ayat (5) menyatakan bahwa pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat 
        asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Pada stelsel akrual, penghasilan diakui pada 
        waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang, tidak tergantung kapan penghasilan itu 
        diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai.

    b.  Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000, Pasal 8 dan penjelasannya menyatakan bahwa 
        batas waktu pelaksanaan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23/26 adalah saat pembayaran 
        atau saat terutangnya penghasilan. Saat terutangnya penghasilan berupa jasa adalah saat 
        yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur.

    c.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 541/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang 
        Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata 
        Cara Penyetoran dan Pelaporan Pajak, antara lain mengatur:
        -   jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 23/26 paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan 
            takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak, dalam hal jatuh tempo 
            bertepatan dengan hari libur maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan 
            pada hari kerja berikutnya;
        -   jatuh tempo pelaporan PPh Pasal 23/26 paling lambat adalah dua puluh hari setelah 
            Masa Pajak berakhir.

    d.  Berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Singapura mengenai 
        Penghindaran Pajak Berganda (P3B RI-Singapura) antara lain diatur:
        1)  Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2)
            Bentuk Usaha Tetap (BUT) berarti suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau 
            sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan. Istilah BUT terutama meliputi:
            a)  suatu tempat kedudukan manajemen;
            b)  suatu cabang;
            c)  suatu kantor;
            d)  suatu pabrik;
            e)  suatu bengkel;
            f)  suatu pertanian atau perkebunan;
            g)  suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian sumber daya 
                alam;
            h)  suatu lokasi bangunan konstruksi, proyek instalasi atau proyek perakitan yang 
                berlangsung untuk suatu masa yang melebihi 183 hari;
            i)  pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan 
                melalui seorang pegawai atau pegawai-pegawai lain dimana kegiatan-
                kegiatan tersebut berlangsung di suatu negara pihak pada persetujuan dalam 
                suatu masa yang melebihi 90 hari dalam dua belas bulan.

        2)  Pasal 7
            Penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh perusahaan Singapura akan dikenakan 
            pajak di Singapura kecuali ia menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di 
            Indonesia.

4.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di 
    atas, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Sepanjang transaksi sebagaimana dimaksud dalam surat Saudara merupakan saat terutang 
        yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa sebagaimana ketentuan pada butir 
        2 huruf b sub b.2 di atas, maka:
        -   PPN dipungut oleh PT ABC pada saat transaksi tersebut (Oktober 2001);
        -   PPN tersebut harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah 
            bulan terjadinya pemungutan (dalam hal ini paling lambat 15 November 2001); dan
        -   PPN tersebut dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN pada Masa Pajak yang 
            sama dengan bulan penyetoran.

        Dalam hal demikian, maka pengisian Surat Setoran Pajak dan pelaporan dalam Surat 
        Pemberitahuan Masa yang benar adalah sebagaimana Cara I dalam surat Saudara, dimana 
        PPN yang terutang disetorkan pada tanggal 21 Oktober 2001 dan dilaporkan dalam Surat 
        Pemberitahuan Masa PPN Masa Pajak Oktober 2001.

    b.  Dalam hal tidak ada BUT, sesuai P3B RI-Singapura, penghasilan yang diperoleh atau diterima 
        oleh perusahaan Singapura akan dikenakan pajak di Singapura.

    c.  Dalam hal terdapat BUT, sesuai Pasal 5 P3B RI-Singapura, maka atas pembayaran jasa yang 
        diterima oleh perusahaan Singapura dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15%. 
        Penyetoran PPh Pasal 23 dilakukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim 
        berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak dan pelaporan PPh Pasal 23 paling lambat 20 
        (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

    d.  Pembebasan biaya atas imbalan jasa (handling commision) dilakukan pada tahun pajak 
        terjadinya transaksi impor atau ekspor barang yang menggunakan jasa perusahaan Singapura 
        tersebut, karena merupakan bagian biaya yang melekat pada impor atau ekspor barang 
        tersebut.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sdp/946pj.532002.txt · Last modified: 2023/02/05 06:13 by 127.0.0.1