peraturan:sdp:945pj.512002
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 September 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 945/PJ.51/2002 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN ATAS PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan Surat Saudara Nomor XXX tanggal 22 Juli 2002 hal Permohonan penegasan atas pengkreditan Pajak Masukan, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengajukan permohonan penegasan atas pengkreditan Pajak Masukan karena: a. Sesuai Kontrak Karya Generasi VI yang ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Perusahaan Saudara pada tanggal 28 April 1997, perusahaan Saudara bergerak dibidang pertambangan emas dan logam dasar dengan wilayah pertambangan Halmahera Tengah, Maluku Utara. b. Sesuai Kontrak Karya tersebut perusahaan Saudara tunduk pada Undang-undang Perpajakan yang berlaku pada tahun 1994, yakni UU Nomor 10 TAHUN 1994 mengenai PPh dan UU Nomor 11 TAHUN 1994 mengenai PPN dan PPn BM beserta peraturan pelaksanaannya. c. Wilayah pertambangan Saudara termasuk kategori daerah terpencil yang memiliki potensi ekonomis untuk dikembangkan namun prasarana ekonominya tidak memadai dan tidak terjangkau oleh transportasi umum. d. Selama periode eksplorasi dan eksploitasi, perusahaan Saudara menanggung beban/ pengeluaran dalam bentuk fasilitas dan pemberian natura yang diberikan kepada pegawai yang dipekerjakan di wilayah kontrak karya. e. Perusahaan Saudara membayar PPN atas perolehan barang dan jasa kena pajak sehubungan pengeluaran/biaya pada butir d di atas dan memperoleh Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh suplier barang dan jasa tersebut. f. Beban/biaya pengeluaran untuk fasilitas dan pemberian berbentuk natura sebagaimana disebutkan dalam butir d di atas, sesuai dengan Lampiran H Kontrak Karya merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung besarnya PPh badan terutang perusahaan Saudara. g. Sehubungan dengan butir f maka sewajarnya Pajak Masukan atas pengeluaran untuk perolehan barang/jasa kena pajak tersebut juga merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. 2. Pasal 13 angka 6 Kontrak Karya VI antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT ABC menyebutkan bahwa PPN dan PPn BM sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994. Dengan memperhatikan kewajiban umum yang dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1994 dan peraturan pelaksanaannya, Perusahaan berkewajiban: (i) melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak; (ii) memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dengan tarif 10% (sepuluh persen) atau tarif lain, sesuai dengan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya; (iii) memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai Pemungut Pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan peraturan pelaksanaannya; (iv) perusahaan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor atau pembelian Barang Kena Pajak atau perolehan Jasa Kena Pajak yang berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1994 dan Peraturan Pelaksanaannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah; (v) dalam hal Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran untuk suatu masa pajak, maka kelebihan Pajak Masukan tersebut dikompensasikan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak berikutnya kecuali kelebihan pembayaran Pajak Masukan yang disebabkan ekspor dan/atau penyerahan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak; (vi) Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan proyek Kontrak Karya yang diperoleh oleh pemegang saham yang merupakan bagian pengeluaran sebelum perusahaan didirikan yang kemudian dialihkan kepada Perusahaan, tidak dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sepanjang pemegang saham adalah Pengusaha Kena Pajak; (vii) Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dialihkan tersebut pada butir (vi) dapat dikreditkan oleh Perusahaan sepanjang belum dikreditkan oleh pemegang saham. 3. Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 menyebutkan antara lain bahwa Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Dalam memori penjelasan Pasal 9 ayat (8) huruf b tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan- kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar Pajak Masukan dapat dikreditkan, juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. 4. Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1994 antara lain menyebutkan bahwa jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. 5. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tanggal 28 Desember 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 TAHUN 1999 tanggal 24 Juni 1999 antara lain mengatur bahwa barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya yang tidak dikenakan PPN meliputi: 1. minyak mentah; 2. gas bumi; 3. pasir dan kerikil; 4. barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya. 6. Butir 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-65/PJ.3/1985 tanggal 14 Nopember 1985 tentang Penafsiran atas Pasal 9 ayat (8) huruf b UU PPN 1984 menyebutkan antara lain bahwa Pajak Masukan yang benar-benar tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses pabrikasi dan distribusi saja yang tidak dapat dikreditkan, misalnya Pajak Masukan atas pembelian bahan bakar untuk kendaraan Direksi dan Karyawan, Pajak Masukan atas pengeluaran biaya representasi, jamuan, pengeluaran lain yang bersifat konsumtif serta pengeluaran yang umumnya termasuk biaya overhead. 7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Pajak Masukan atas pengeluaran dalam bentuk fasilitas dan pemberian natura yang diberikan kepada pegawai tidak dapat dikreditkan. b. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat dikreditkan. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PPN DAN PTLL ttd I MADE GDE ERATA
peraturan/sdp/945pj.512002.txt · Last modified: 2023/02/05 06:10 by 127.0.0.1