User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:900pj.522001
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                              19 Juli 2001

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 900/PJ.52/2001

                             TENTANG

        PERMOHONAN PEMBEBASAN BEA MASUK, PPN, PPnBM, DAN PPh PASAL 22

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : xxxxxxxxxxxxx tanggal 26 Juni 2001 hal sebagaimana tersebut 
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 

1.      Dalam surat tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut :     
        1.1.        Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPP. HNSI) telah mengimpor 
        barang yang pemasukannya melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dengan perincian 
        barang sebagaimana terlampir dalam Invoice FG-1218 tanggal 18 Desember 2000 dan Bill of 
        Lading Nomor : UGMU 20100.48.64469 tanggal 24 Desember 2000;     
        1.2.        Sehubungan dengan hal tersebut di atas, DPP. HNSI mengajukan permohonan agar dapat 
        diberikan pembebasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang 
        Mewah, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.     

2.      Dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 5 dan Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/
    KMK.03/2001 tanggal 30 April 2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat 
    dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya, diatur bahwa dikecualikan dari 
    pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea 
    Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan 
    ilmu pengetahuan. Pengecualian dimaksud dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 
    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.     

3.      Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah     
        3.1.        Dalam Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas 
        Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Undang-undang PPN) diatur bahwa impor adalah setiap 
        kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean;     
        3.2.        Berdasarkan Pasal 4 huruf b Undang-undang PPN dan penjelasannya, diatur bahwa siapapun 
        yang memasukkan Barang Kena Pajak (BKP) ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan 
        baik dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya maupun tidak, tetap 
        dikenakan PPN dan PPn BM yang pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh Direktorat 
        Jenderal Bea dan Cukai;     
        3.3.        Selanjutnya dalam Pasal 4A ayat (2) Undang-undang PPN tersebut diatur bahwa penetapan 
        jenis barang yang tidak dikenakan PPN didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai 
        berikut :     
                a.      barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari 
            sumbernya;     
                b.      barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;     
                c.      makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, waning, dan 
            sejenisnya;     
                d.      uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.     

4.      Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3 di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, 
    dengan ini ditegaskan bahwa :     
        4.1.        Atas impor barang-barang yang akan dipergunakan HNSI untuk keperluan perbaikan Kapal 
        KM Bahtera Nelayan 2 dan 3, dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 apabila barang 
        tersebut dipergunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan 
        dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai.     
        4.2.        Apabila atas impor barang tersebut dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sedangkan 
        impornya dilakukan oleh importir lain dengan HNSI sebagai indentor, maka importir yang 
        bersangkutan diwajibkan terlebih dahulu menyetor PPh Pasal 25 sebesar 15 % (lima belas 
        persen) dari "handling fee" yang diterima.     
        4.3.        Atas impor BKP yang terdapat di dalam Invoice FG-1218 tanggal 18 Desember 2000 dan Bill 
        of Lading Nomor : UGMU 20100.48.64469 tanggal 24 Desember 2000 yang dilakukan oleh 
        DPP. HNSI, tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.     
  
Demikian untuk dimaklumi. 
  



Direktur Jenderal Pajak 

ttd.

Hadi Poernomo 
NIP. 060027375 


Tembusan : 
1.      Direktur Jenderal Bea dan Cukai 
2.      Direktur PPN dan PTLL 
3.      Direktur Pajak Penghasilan 
4.      Direktur Peraturan Perpajakan 
5.      Kepala Kantor Wilayah V DJP Jakarta Raya I 
6.      Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Sawah Besar 
peraturan/sdp/900pj.522001.txt · Last modified: 2023/02/05 18:15 by 127.0.0.1