User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:89pj.311999
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    12 April 1999

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 89/PJ.31/1999

                            TENTANG

                  PENJELASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP YAYASAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 22 Desember 1998 yang ditujukan kepada Bapak Presiden 
Republik Indonesia mengenai permohonan peninjauan kembali masalah perpajakan, dan surat Asisten Menteri 
Sekretaris Negara Urusan Pemerintahan dan LPND kepada Saudara yang tembusannya juga disampaikan 
kepada kami, dengan ini dijelaskan :

1.  Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa :
    a.  Saudara mengabdikan diri dalam yayasan sosial keagamaan yang bergerak dalam bidang 
        pelayanan kesehatan.
    b.  Akibat adanya regulasi perpajakan sejak tahun 1995, semua yayasan termasuk yayasan 
        keagamaan, dikenakan pajak.
    c.  Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara mohon agar dilakukan peninjauan kembali 
        pengaturan Pajak Penghasilan bagi yayasan, khususnya yayasan keagamaan yang 
        menyelenggarakan kegiatan di bidang kesehatan (rumah sakit).

2.  Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
    ebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, yayasan atau 
    rganisasi yang sejenis termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan.

3.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 tentang 
    perlakuan Pajak Penghasilan bagi yayasan atau organisasi yang sejenis, antara lain ditegaskan hal-hal 
    sebagai berikut :
    a.  Penghasilan yayasan yang bukan merupakan objek PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-
        undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
        dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 antara lain :
        1)  bantuan atau sumbangan;
        2)  harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan 
            keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam 
            Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;

        sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan 
        antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau 
        hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus 
        dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.

        3)  dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang 
            sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat 
            kedudukan di Indonesia.

        4)  bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.

    b.  Penghasilan yayasan yang merupakan objek Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 
        ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, antara lain :
        a)  penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa;
        b)  bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;
        c)  sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
        d)  keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang 
            semula berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah;
        e)  pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.

    c.  Bagi yayasan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, termasuk sebagai penghasilan 
        adalah :
        a)  uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan;
        b)  sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan;
        c)  penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi 
            rontgent, scaning, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya;
        d)  uang pemeriksaan kesehatan termasuk "general check up";
        e)  penghasilan dari penyewaan alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya;
        f)  penghasilan dari penjualan obat;
        g)  penghasilan lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan 
            dengan nama dan dalam bentuk apapun.

4.  Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan ini dijelaskan sebagai berikut :

    a.  Yayasan merupakan Subjek Pajak Penghasilan badan yang mempunyai kewajiban perpajakan 
        sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana halnya subjek pajak badan lainnya. Dengan 
        demikian, yayasan mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan sesuai 
        ketentuan Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata 
        Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 
        beserta peraturan pelaksanaannya dan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) 
        Tahunan dan SPT Masa sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    b.  Penghasilan Kena Pajak yayasan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan adalah 
        gunggungan penghasilan (pada butir 3 huruf b dan c), kecuali penghasilan yang dikenakan 
        PPh yang bersifat final, dikurangi dengan biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 
        ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 
        tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 
        10 TAHUN 1994.

    c.  Bagi yayasan yang bergerak di bidang kesehatan (rumah sakit), biaya-biaya yang 
        diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto antara lain termasuk :
        -   Gaji/tunjangan/honorarium perawat/tenaga medis/karyawan;
        -   Biaya umum;
        -   Obat-obatan;
        -   Konsumsi karyawan;
        -   Biaya bunga;
        -   Pemeliharaan kendaraan, inventaris, gedung;
        -   Perlengkapan rumah sakit;
        -   Transportasi;
        -   Biaya penyusutan;
        -   Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
        -   Biaya penelitian dan pengembangan;
        -   Biaya bea siswa dan pelatihan karyawan;
        -   Subsidi/biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu.

    d.  Dalam hal atas penghitungan Penghasilan Kena Pajak yayasan seperti tersebut dalam butir b 
        di atas terdapat selisih lebih, maka atas selisih lebih tersebut dikenakan Pajak Penghasilan 
        berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak 
        Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 
        1994, dan apabila menunjukkan selisih negatif tidak terutang Pajak Penghasilan.

    e.  Tidak berlebihan kiranya kami sampaikan mengenai latar belakang ketentuan 
        perundangan yang menetapkan yayasan sebagai Wajib Pajak, yaitu :
        -   menjaga persaingan yang sehat mengingat masih cukup banyak usaha-usaha 
            komersial dengan menggunakan nama yayasan;
        -   mendorong yayasan untuk menyelenggarakan pembukuan yang teratur dan 
            transparan;
        -   kegiatan-kegiatan/jasa-jasa yang semula dianggap sebagai jasa-jasa sosial seperti 
            rumah sakit, kini mulai (sebagian) merupakan bisnis yang menarik dan 
            menguntungkan bagi para investor;
        -   pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih antara penghasilan yang merupakan 
            objek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan akan menekan hasrat yayasan 
            untuk mencari selisih lebih (keuntungan), dan atau akan mendorong menggunakan 
            dana yang seharusnya selisih lebih tersebut untuk kepentingan peningkatan mutu 
            pelayanan. Dengan perkataan lain yayasan dapat meniadakan atau mengecilkan 
            selisih lebih dengan cara menurunkan harga/tarif jasa yang dijualnya atau menaikkan 
            mutu pelayanannya yang tentunya menaikkan anggaran biayanya. Dengan demikian, 
            akan semakin jelas mana yayasan yang memang bertujuan menghimpun keuntungan 
            (selisih lebih) dan mana yang tidak.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL

ttd

A. ANSHARI RITONGA
peraturan/sdp/89pj.311999.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1