User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:887pj.522002
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                             2 September 2002

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 887/PJ.52/2002

                            TENTANG

                     PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 12 Juli 2002 hal sebagaimana tersebut pada pokok 
surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut secara garis besar disampaikan bahwa PT ABC merupakan salah satu 
    perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang termasuk badan-badan tertentu yang ditunjuk 
    sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Selanjutnya 
    Saudara mohon penegasan atas hal-hal sebagai berikut:
    a.  Atas pembelian BKP/JKP dari Perorangan/Badan yang tidak mempunyai NPWP, apakah 
        PT ABC harus memungut PPN-nya.
    b.  Atas pembelian BKP/JKP dari Badan yang mempunyai NPWP tetapi bukan PKP, apakah 
        PT ABC harus memungut PPN-nya.

2.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa 
    dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang 
    Nomor 18 Tahun 2000, diatur antara lain sebagai berikut:
    a.  Pasal 1 angka 15, bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan 
        penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak 
        berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan 
        dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk 
        dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    b.  Pasal 1 angka 27, bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan 
        Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk 
        memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas 
        penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan 
        Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
    c.  Pasal 14 ayat (1), bahwa orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha 
        Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak.

3.  Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 tentang Tata 
    Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas 
    Barang Mewah oleh Badan-badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, diatur bahwa 
    Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena 
    Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Badan-badan 
    tertentu dipungut dan disetor oleh Badan-badan tertentu baik Kantor Pusat, Cabang-cabang maupun 
    Unit-unitnya yang melakukan pembayaran atas tagihan rekanan atas nama rekanan yang 
    bersangkutan.

4.  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil 
    Pajak Pertambahan Nilai, diatur antara lain sebagai berikut:
    a.  Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan:
        1)  Barang Kena Pajak (BKP) dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari 
            Rp 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah);
        2)  Jasa Kena Pajak (JKP) dengan jumlah penerimaan bruto tidak lebih dari 
            Rp 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah); atau
        3)  Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, dengan jumlah peredaran bruto 
            dan penerimaan bruto tidak lebih dari:
            -   Rp 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) jika peredaran Barang 
                Kena Pajak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran 
                bruto dan penerimaan bruto; atau
            -   Rp 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah) jika penerimaan Jasa 
                Kena Pajak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh peredaran 
                bruto dan penerimaan bruto.
    b.  Atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh 
        Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali Pengusaha Kecil yang 
        memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    c.  Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena 
        Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan 
        atau penerimaan brutonya melebihi batas sebagaimana dimaksud di atas.

5.  Berdasarkan Lampiran II huruf D Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002 tentang 
    Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha Kena Pajak 
    Rekanan, diatur antara lain sebagai berikut:
    a.  Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan atau PPn BM atas penyerahan BKP dan atau 
        JKP yang dilakukan oleh bukan PKP.
    b.  Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam 
        bentuk daftar yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal Faktur 
        Penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan rekanan yang bukan 
        PKP dan daftar tersebut di lampirkan pada SPT Masa Bagi Pemungut PPN.
    c.  Dalam hal pemungut melakukan transaksi dengan rekanan yang belum berstatus sebagai PKP 
        dan diketahui telah memenuhi syarat sebagai PKP, seperti melakukan penyerahan BKP dan 
        atau JKP yang telah melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka rekanan yang bersangkutan 
        diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan 
        transaksi.

6.  Berdasarkan ketentuan di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini 
    ditegaskan bahwa:
    a.  Atas pembelian Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Perorangan atau Badan 
        (pengusaha) yang tidak mempunyai NPWP atau mempunyai NPWP namun bukan Pengusaha 
        Kena Pajak (PKP) tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sehingga PT. ABC tidak perlu 
        memungut Pajak Pertambahan Nilai.
    b.  PT. ABC wajib memberitahukan kepada Kepala KPP dalam bentuk daftar yang berisi nama, 
        alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal Faktur Penjualan atau dokumen yang 
        sejenis, apabila terjadi transaksi dengan rekanan yang bukan PKP dan daftar tersebut 
        dilampirkan pada SPT Masa Bagi Pemungut PPN.
    c.  Apabila PT. ABC melakukan transaksi dengan rekanan yang belum berstatus sebagai PKP dan 
        diketahui telah memenuhi syarat sebagai PKP, seperti melakukan penyerahan BKP dan atau 
        JKP yang telah melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka rekanan yang bersangkutan 
        diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan 
        transaksi.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd

I MADE GDE ERATA
peraturan/sdp/887pj.522002.txt · Last modified: 2023/02/05 05:09 by 127.0.0.1