User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:877pj.3432004
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               25 Agustus 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 877/PJ.343/2004

                            TENTANG

                PEMOTONGAN PPh PASAL 26 ATAS XYZ

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 05 Februari 2004 perihal tersebut di atas, dengan ini 
kami sampaikan hal-hal berikut ini :

1.  Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
    a.  Perusahaan Saudara (PT ABC) memanfaatkan jasa XYZ (perusahaan Amerika Serikat) untuk 
        menjadi perantara dalam penjualan produk-produk PT ABC di Amerika Serikat. Atas jasa 
        tersebut PT ABC telah membayar komisi (agent comission) pada XYZ dan memotong serta 
        memungut PPh Pasal 26 dengan tarif 15%.
    b.  Tarif PPh Pasal 26 yang digunakan oleh PT ABC berdasarkan konsultasi PT ABC dengan KPP 
        Karawang.
    c.  Bukti pemotongan PPh Pasal 26 yang diterima oleh XYZ dari PT ABC ternyata tidak dapat 
        diakui oleh pihak IRS sebagai kredit pajak luar negeri XYZ. Penolakan IRS berdasarkan 
        kepada ketentuan Pasal 5 mengenai BUT dan Pasal 8 mengenai Laba Usaha dari P3B 
        Indonesia-Amerika Serikat dimana berdasarkan ketentuan tersebut dalam kegiatan 
        pemberian jasa oleh XYZ tidak menimbulkan BUT karena jasa diberikan di luar Indonesia 
        sehingga hak pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh XYZ berada di Amerika Serikat.
    d.  Saudara meminta penegasan mengenai perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas 
        pembayaran agent comission kepada XYZ dan prosedur restitusi atas seluruh pajak yang 
        telah dipotong PT ABC dari pembayaran jasa perantara XYZ.

2.  Pajak Penghasilan Pasal 26 :
    Pasal 26 UU No. 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    UU No. 17 TAHUN 2000 mengatur hal-hal sebagai berikut :
    a.  Pasal 26 ayat (1):
        "Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang 
        dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara 
        kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib 
        Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua 
        puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan :
        a.  dividen;
        b.  bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan 
            jaminan pengembalian utang;
        c.  royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
        d.  imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
        e.  hadiah dan penghargaan;
        f.  pensiun dan pembayaran berkala lainnya."

    b.  Pasal 26 ayat (5) :
        "Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) bersifat 
        final, kecuali :
        a.  pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b 
            dan huruf c;
        b.  pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan 
            luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha 
            tetap."

3.  Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Amerika:
    a.  Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) huruf j P3B Indonesia-Amerika Serikat, yang termasuk 
        pengertian bentuk usaha tetap adalah :

        "pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, melalui pegawai atau orang lain untuk tujuan 
        tersebut, namun hanya jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek     yang sama 
        atau yang berhubungan) lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua 
        belas) bulan, sepanjang tidak terdapat suatu bentuk usaha tetap pada tahun pajak di mana 
        jasa-jasa tersebut dilakukan di negara tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang 
        keseluruhannya kurang dari 30 (tiga puluh) hari pada tahun pajak itu."

    b.  Berdasarkan Pasal 28 ayat (6) dan ayat (7) P3B Indonesia-Amerika Serikat diatur hal-hal 
        sebagai berikut:

        Ayat 6 :

        Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (7), badan (selain orang pribadi) yang merupakan 
        penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian tidak berhak, berdasarkan Perjanjian ini, untuk 
        dibebaskan dari perpajakan di negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali :
        (a) lebih dari 50% dari kepemilikan badan tersebut (atau dalam hal perseroan, lebih dari 
            50% dari jumlah lembar tiap-tiap kelompok saham perseroan) dimiliki secara 
            langsung atau tidak langsung oleh suatu kombinasi dari satu atau lebih :
            (i) orang pribadi penduduk Amerika Serikat;
            (ii)    warga negara Amerika Serikat;
            (iii)   orang pribadi penduduk Indonesia;
            (iv)    perusahaan-perusahaan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (7) (a); dan
            (v) Negara-negara Pihak pada Perjanjian; dan
        (b) Penghasilan badan tersebut tidak digunakan dalam jumlah yang berarti, langsung 
            atau tidak langsung, untuk membayar utang (termasuk utang bunga atau utang 
            royalti) kepada badan selain yang dirinci dalam sub-ayat (a) (i) sampai (v).

        Ayat 7 :

        Ketentuan-ketentuan dalam ayat (6) tidak berlaku, jika :
        (a) badan tersebut adalah suatu perusahaan di mana kelompok utama sahamnya 
            diperdagangkan secara reguler dalam jumlah yang berarti di suatu bursa efek yang 
            diakui; atau
        (b) pendirian, perolehan, dan pengelolaan dari badan tersebut serta tujuan utama dari 
            pelaksanaan kegiatan badan tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh manfaat-
            manfaat dari Perjanjian ini.

    c.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 
        tentang Penerapan P3B antara lain mengatur sebagai berikut :
        a)  Butir 2 a dan b :
            Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili 
            (SKD) kepada pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi 
            SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang 
            membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut menjadi dasar bagi pihak 
            yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan 
            yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat 
            kedudukan WPLN tersebut.

        b)  Butir 3 a :
            SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra 
            runding. Namun demikian, SKD yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pelayanan 
            Pajak tempat WPLN yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan 
            dengan SKD yang dibuat Competent Authority.

4.  Permohonan restitusi atas PPh Pasal 26 yang tidak seharusnya dipotong atau dipotong di atas tarif 
    yang seharusnya dapat dilakukan jika memenuhi ketentuan sebagai berikut :
    a.  Terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Republik Indonesia dengan 
        negara tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan;

    b.  Memenuhi ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 
        29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Pajak Berganda (P3B), antara lain :
        1)  Menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang berkedudukan 
            di Indonesia yang membayar penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut 
            kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat pihak yang membayar 
            penghasilan terdaftar. SKD tersebut diterbitkan oleh Competent Authority atau 
            wakilnya yang sah di negara treaty partner;
        2)  Bahwa sesuai dengan ketentuan dalam P3B, atas jasa yang dilakukan di luar negeri 
            oleh penduduk negara treaty partner, Indonesia tidak dapat mengenakan PPh atas 
            Imbalan jasa tersebut.

    c.  Melakukan permohonan restitusi sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal 
        Pajak Nomor SE-09/PJ.10/1994 tentang Restitusi Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan 
        Dengan Ketentuan Dalam P3B, antara lain :
        1)  Permohonan dilakukan secara tertulis oleh penerima pembayaran atau pihak lain 
            yang diberi kuasa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak 
            terdaftar, dengan menggunakan bentuk yang telah ditentukan dalam lampiran 
            SE-09/PJ.10/1994, yang dilengkapi dengan nomor rekening bank kemana kelebihan 
            pembayaran pajak dipindahkan;
        2)  Permohonan dilampiri dengan Surat Keterangan Tarif (SKT) atau Surat Keterangan 
            Bebas (SKB) atas objek pajak yang diajukan restitusinya;
        3)  Dalam hal tidak ada SKT atau SKB, permohonan tersebut dilampiri :
            a)  Surat Keterangan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang/
                competent authority dari negara treaty partner, yang menyatakan bahwa 
                pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut pada saat 
                penghasilan diterima betul-betul Wajib Pajak dalam negeri di negara treaty 
                partner yang bersangkutan;
            b)  Surat Kuasa (Power of Attorney) yang khusus untuk pengurusan restitusi 
                tersebut, yang harus bermeterai cukup atau telah dilunasi dengan 
                pemeteraian kemudian oleh Pejabat Pos, apabila pengurusan restitusi 
                tersebut dilakukan oleh pihak lain;
            c)  Bukti pemotongan PPh Pasal 26 asli yang dikeluarkan oleh pemotong pajak;
            d)  Dokumen pendukung yang berkaitan dengan jenis pembayaran jasa:
                i.  Service Agreement;
                ii. Surat pernyataan dari Wajib Pajak luar negeri tersebut bahwa 
                    perusahaannya tidak mempunyai tempat usaha (fixed place of 
                    business) tertentu di Indonesia, dan;
                iii.    Surat pernyataan dari pihak penerima jasa yang menyatakan 
                    bahwa jasa tersebut diselesaikan dalam kurun waktu kurang 
                    dari jangka waktu yang ditetapkan dalam P3B antara RI dengan 
                    negara treaty partner yang bersangkutan.

5.  Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
    a)  Apabila benar bahwa kehadiran karyawan XYZ di Indonesia adalah selama 3-4 hari dalam 
        kurun waktu 12 (dua belas) bulan, dan selanjutnya dengan fakta bahwa jasa yang diberikan 
        oleh XYZ selama kurang dari 30 hari, hal ini memenuhi persyaratan bahwa XYZ tidak 
        mempunyai bentuk usaha tetap (permanent establishment) di Indonesia. Hal ini berarti sesuai 
        P3B antara Pemerintah RI dan Amerika Serikat, hak pemajakan atas jasa perantara yang 
        diberikan oleh XYZ kepada PT ABC bukan dilakukan di Indonesia;
    b)  Ketentuan dalam P3B antara Pemerintah RI dan Amerika Serikat tersebut hanya akan berlaku 
        apabila XYZ dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) dari pejabat berwenang 
        Amerika Serikat yang menerangkan bahwa XYZ merupakan penduduk Amerika Serikat;
    c)  Mengingat angka 5 huruf a di atas, maka XYZ dapat meminta restitusi PPh Pasal 26 yang telah 
        terlanjur dipotong oleh PT ABC dengan tata cara sesuai dengan angka 4 di atas.

Demikian untuk menjadi maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
Pjs. DIREKTUR,

ttd

ROBERT PAKPAHAN
peraturan/sdp/877pj.3432004.txt · Last modified: 2023/02/05 18:12 by 127.0.0.1