peraturan:sdp:876pj.3122005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 876/PJ.312/2005 TENTANG PERMOHONAN IJIN MENIADAKAN PENYUSUTAN ATAS AKTIVA INVESTASI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 29 Juli 2005 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara disampaikan hal-hal sebagai berikut : a. Wajib Pajak Dana Pensiun Bank Negara Indonesia (DP BNI) melalui surat Direktur Utama DP BNI Nomor XXX tanggal 29 Juni 2005 perihal Permohonan Ijin Meniadakan Penyusutan atas Aktiva Investasi Dana Pensiun (dalam bentuk Gedung Kantor/Bangunan beserta Perabotnya) yang disewakan dan atas hasil sewa telah dikenakan Pajak Final. Menyampaikan permohonan untuk meniadakan penyusutan atas aktiva investasi yang dimiliki oleh DP BNI khususnya aktiva investasi dalam bentuk gedung kantor/bangunan beserta perabotnya yang disewakan dan atas penghasilan sewanya telah dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final, dengan pokok- pokok alasan sebagai berikut : 1) Penerapan PPh Final atas penghasilan sewa gedung telah mengakibatkan DP BNI menanggung pajak yang lebih tinggi sebesar 31,50% dari yang seharusnya dibayar apabila PPh dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 dan tidak final; 2) Pembayaran PPh Final tersebut mengakibatkan Return on Investment (ROI) menjadi lebih rendah dari batas minimal ROI yang direncanakan sehingga secara kumulatif dapat mengakibatkan kesulitan bagi DP BNI untuk membayar kewajiban manfaat pensiun khususnya jika terjadi hal-hal yang tidak terduga; 3) Kebijakan untuk meniadakan penyusutan atas aktiva investasi dilakukan dengan tujuan agar kondisi dan harga beli gedung kantor/bangunan dan perabot tidak berkurang dan apabila aktiva tersebut terpaksa harus dijual akan diperoleh harga yang pantas dan dapat menutup kekurangan dana yang digunakan untuk pembayaran PPh Final; 4) Kebijakan meniadakan penyusutan tidak mempengaruhi besarnya pajak final dan hanya sedikit pengaruhnya terhadap besarnya pajak dari keuntungan penjualan aktiva investasi dan hal tersebut sebagai kompensasi bagi DP BNI yang selama ini telah membayar pajak lebih tinggi akibat penerapan PPh Final; b. Saudara mohon penegasan terhadap permohonan Wajib Pajak untuk meniadakan penyusutan atas aktiva investasi. 2. Dalam surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta I Nomor XXX tanggal 8 Juli 2005 perihal Permohonan Ijin Meniadakan Penyusutan atas Aktiva Investasi a.n. Pers. Dana Pensiun Bank Negara Indonesia (NPWP : XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX), disampaikan hal-hal sebagai berikut : a. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 511/KMK.06/2002 tanggal 4 Desember 2002 tentang Investasi Dana Pensiun diatur bahwa investasi Dana Pensiun tidak dapat ditempatkan pada tanah dan atau bangunan di luar negeri. Sedangkan investasi pada tanah dan atau bangunan di dalam negeri tidak boleh melebihi 15% dari total investasi Dana Pensiun. Investasi Dana Pensiun yang melebihi batasan yang ditetapkan wajib disesuaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan tersebut; b. Investasi pada tanah dan bangunan di DP BNI per 31 Desember 2003 adalah sebesar 29,89% atau melebihi 14,89% dari batas maksimal dan sebagian di antaranya adalah berupa tanah dan bangunan diluar negeri. Dalam usaha menyesuaikan dengan ketentuan tersebut maka dalam periode 2003-2004 DP BNI banyak melakukan penjualan aktiva investasi berupa tanah dan bangunan. Hal ini diperkirakan akan terjadi juga pada tahun 2005-2006. Atas laba penjualan tanah dan bangunan ini dikenakan Pajak Penghasilan sesuai tarif Pasal 17 Undang- Undang Pajak Penghasilan; c. Dari segi pencatatan, selama ini DP BNI mencatat aktiva tanah dan bangunan (yang sebagian besar disewakan dan atas penghasilan sewanya telah dikenakan Pajak Penghasilan Final) tersebut pada aktiva Investasi, namun secara komersial setiap tahunnya selalu menghitung dan mengakui adanya biaya penyusutan. Berdasarkan data pada Neraca per 31 Desember 2003 tercatat harga perolehan aktiva Investasi adalah sebesar Rp 307.258.740.432,00 dengan akumulasi penyusutan sebesar Rp 263.235.639.580,00 sehingga nilai sisa bukunya adalah Rp 83.053.672.115,00; d. Berdasarkan penelitian terhadap data Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat berpendapat bahwa sebagian aktiva tanah dan bangunan berada di luar negeri sehingga penghasilannya tidak dikenakan Pajak Penghasilan Final dan dengan demikian biaya penyusutannya selama ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak. Sebagian aktiva tanah dan bangunan (khususnya gedung BNI Sudirman) diperoleh sebelum tahun 1995 dan Wajib Pajak telah menikmati pengurangan berupa biaya penyusutan sampai dengan diberlakukannya pengenaan Pajak Penghasilan Final atas persewaan tanah dan bangunan. DP BNI tidak memperhitungkan jumlah biaya penyusutan yang telah dinikmati tersebut dalam perhitungan-perhitungannya dan menganggap bahwa semua biaya penyusutannya adalah non-deductable. 3. Berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, diatur bahwa pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. 4. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf i, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta dan sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, maka selisih harga tersebut merupakan keuntungan; b. Pasal 4 ayat (2), atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa pengenaan Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final; c. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf b, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan serta penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak; d. Pasal 9 ayat (2), pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A; e. Pasal 11 ayat (1), penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut; f. Pasal 11 ayat (4), dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan; g. Pasal 11 ayat (8), apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut. 5. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 TAHUN 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 TAHUN 2002, antara lain diatur sebagai berikut: a. Pasal 1, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan; b. Pasal 2 ayat (1), atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa; c. Pasal 2 ayat (2), dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan; d. Pasal 3, besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final. 6. Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak dan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 7. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : a. Mengingat ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan maka pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A; b. Mengingat ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan memori penjelasannya serta ketentuan Pasal 4 huruf a dan huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, maka penyusutan sebagaimana dimaksud dalam penegasan huruf a di atas dan nilai sisa buku harta harus dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok sebagai berikut : 1) Kelompok harta (yang berada di dalam negeri dan di luar negeri) dan penyusutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan; 2) Kelompok harta dan penyusutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan; 3) Kelompok harta (yang berada di dalam negeri dan di luar negeri) dan penyusutan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Penyusutan harta yang berada di luar negeri dihitung sesuai dengan ketentuan perpajakan di luar negeri; c. Nilai sisa buku fiskal sebagaimana dimaksud dalam penegasan huruf b di atas dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta dan penghasilan yang bersumber dari luar negeri yang dilaporkan di Indonesia adalah penghasilan neto dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri yang menjadi dasar pengenaan pajak di luar negeri; d. Besarnya tarif Pajak Penghasilan Final yang wajib dipotong atau dibayar sendiri dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan sebesar 10% (sepuluh persen) yang lebih kecil dari tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 sebesar 30% telah memperhitungkan beban penyusutan harta sebagaimana dimaksud dalam penegasan huruf b angka 2 di atas; e. Mengingat ketentuan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan maka wewenang Direktur Jenderal Pajak untuk dapat memberikan persetujuan dibatasi hanya untuk permohonan Wajib Pajak untuk dapat melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan; f. Berdasarkan penegasan pada huruf a hingga huruf e di atas, maka permohonan Wajib Pajak untuk meniadakan penyusutan atas aktiva investasi tidak dapat dikabulkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Demikian penegasan kami untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/876pj.3122005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:28 by 127.0.0.1