peraturan:sdp:869pj.3132005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 869/PJ.313/2005 TENTANG ASPEK PERPAJAKAN ATAS AGUNAN YANG DIAMBIL ALIH (AYDA) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 9 Juni 2004 hal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan permasalahan Asset Yang Diambil Alih (AYDA) bank- bank dalam restrukturisasi, sebagai berikut : A. Pajak Penghasilan 1) Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) PP 48 TAHUN 1994, Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi/Badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Dalam hal ini yang menjadi subjek pajak seharusnya adalah Debitur bukan Bank Umum; 2) Pengambilalihan harta/agunan berupa tanah dan/atau bangunan milik debitur yang dilakukan oleh Bank Umum disebabkan tidak terpenuhinya kewajiban debitur (kredit macet) dan bukan untuk digunakan sendiri atau dijual kembali. Atas pengambilalihan harta/agunan tersebut belum dilakukan perubahan akta sampai ditemukan pembeli yang sebenarnya sehingga dianggap belum terjadi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan (Pasal 1 ayat (2) PP 48 TAHUN 1994). B. Pajak Pertambahan Nilai 1) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 180/KMK.04/1999, diatur bahwa pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka restrukturisasi perusahaan ditunda (paling lama 5 tahun) sampai dengan waktu penyerahan kepada pembeli sebenarnya. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-546/PJ/2000, diatur bahwa dalam hal aktiva tersebut tidak dialihkan atau tidak dijual oleh Bank Kreditur dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penyerahan dari pihak kreditur, maka Bank Kreditur dianggap telah menerima penyerahan aktiva tersebut sehingga terutang PPN dan wajib dilunasi oleh Bank Kreditur atau BPPN. 2) Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.54/2000 tanggal 28-05-2000, disebutkan bahwa dalam hal pembelinya adalah Bank Kreditur dan atau BPPN maka PPN yang disetor tidak dapat dikreditkan. 3) Saudara berpendapat bahwa pengenaan PPN berdasarkan ketentuan di atas sulit diterapkan karena : a. Pengambilalihan aktiva milik debitur macet disebabkan tidak dipenuhinya kewajiban debitur dalam suatu perjanjian utang piutang, dimana berdasarkan Pasal 1A ayat (2) huruf b UU PPN Tahun 2000, Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. b. Pada saat pengambilalihan aktiva dari debitur oleh bank kreditur, penyerahan aktiva tersebut bukan merupakan objek pajak, sedangkan kewajiban objektif baru muncul pada saat penyerahan terjadi pada saat penyerahan kepada pembeli sebenarnya. c. Penundaan pengenaan PPN atas penyerahan BKP dalam rangka restrukturisasi perusahaan selama 5 tahun tidak memiliki landasan hukum. d. Timbul ketidakadilan apabila Bank Kreditur atau BPPN tidak diperkenankan untuk mengkreditkan PPN yang disetor atas penyerahan BKP dalam rangka restrukturisasi perusahaan. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan masalah tersebut adalah sebagai berikut : A. Pajak Penghasilan 1). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, antara lain diatur bahwa : a. Pasal 1 : a.1. Ayat (1) : Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan; a.2. Ayat (2) : Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: i). Penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; ii). Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus; iii). Penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. b. Pasal 2 ayat (1) : Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau kantor Pos dan Giro sebelum akta Keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang; c. Pasal 4 c.1 ayat (1) : Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; c.2 Ayat (2) : Nilai pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994, kecuali : b.1. dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; b.2. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai menurut risalah tersebut. 2). Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-141/PJ/1999 tentang Pengakuan Penghasilan dari Pengalihan Harta/Agunan Berupa Tanah dan/atau Bangunan bagi Wajib Pajak Tertentu, antara lain diatur bahwa : a. Pasal 1 ayat (1) : yang dimaksud dengan Wajib Pajak Tertentu dalam keputusan ini adalah : i) Bank Dalam Penyehatan; ii) Perusahaan Terafiliasi Bank Dalam Penyehatan; iii) Debitur yang langsung atau tidak langsung mempunyai kewajiban pembayaran kepada Bank Dalam Penyehatan, BPPN, dan atau Perusahaan Terafiliasi Bank Dalam Penyehatan atau BPPN, termasuk Bank yang mempunyai kewajiban kepada Bank Indonesia dalam kaitan dengan Fasilitas Bank Indonesia; iv) Pemegang saham, Direktur atau Komisaris Bank Dalam Penyehatan; v) Debitur/Pemilik Agunan pada Bank Umum; yang diambil alih harta/agunannya dalam rangka melaksanakan restrukturisasi perusahaan sesuai dengan program pemerintah. b. Pasal 2 ayat (2) : Saat pengakuan penghasilan atas pengalihan agunan berupa tanah dan atau bangunan milik wajib pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e yang dilakukan oleh Bank Umum yang melaksanakan restrukturisasi sesuai program Pemerintah ditunda sampai dengan pihak Bank Umum mengalihkan agunan tersebut kepada pembeli yang sebenarnya; c. Pasal 3 : c.1 Ayat (1) : Penundaan saat pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tersebut di atas berlaku paling lama 5 tahun terhitung sejak tanggal Surat Pernyataan Pembelian Sementara oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau saat pengambilalihan agunan debitur oleh Bank Umum; c.2 Apabila setelah lewat batas waktu tersebut pada ayat (1) belum terjadi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pembeli yang sebenarnya, maka atas pengalihan yang dilakukan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan Bank Umum tersebut harus dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 TAHUN 1996. B. Pajak Pertambahan Nilai 1). Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, ditetapkan bahwa : a. Pasal 1A ayat (1) huruf b : Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan hutang-piutang. b. Pasal 11 ayat (4) : Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal saat terutangnya pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan. c. Pasal 16D : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 2). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 551/KMK.04/2000 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 180/KMK.04/1999 Tentang Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dalam Rangka Restrukturisasi Perusahaan, dinyatakan bahwa Keputusan Menteri Keuangan Nomor 180/KMK.04/1999 tersebut dinyatakan tidak berlaku. 3). Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-546/PJ/2000 tentang Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dalam Rangka Restrukturisasi Perusahaan diatur antara lain: a. Pasal 1 : Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang dimaksud dengan penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka restrukturisasi perusahaan dan restrukturisasi hutang usaha adalah : a) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dari debitur kepada kreditur (Bank Kreditur dan atau Badan Penyehatan Perbankan Nasional), dalam rangka program : i). Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA)/Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN); ii). Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA); atau iii). Jakarta Initiative (Prakarsa Jakarta); yang merupakan penyerahan yang bersifat sementara dan bukan untuk dimiliki. b) Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dari Bank Kreditur dan atau BPPN dan atau Juru Lelang kepada pembeli sebenarnya. b. Pasal 2 ayat (1) : Atas penyerahan aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 belum terutang Pajak Pertambahan Nilai. c. Pasal 2 ayat (2) : Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 adalah pada saat penyerahan aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2. d. Pasal 3 ayat (1) : Dalam hal aktiva tersebut tidak dialihkan atau dijual oleh Bank Kreditur atau BPPN dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak penyerahan dari pihak debitur, maka Bank Kreditur atau BPPN dianggap telah menerima penyerahan aktiva sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 sehingga terutang Pajak Pertambahan Nilai. e. Pasal 3 ayat (2) : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilunasi oleh Bank Kreditur atau BPPN. 4). Berdasarkan angka 5.1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-12/PJ.54/1999 tanggal 28-05-1999, disebutkan bahwa dalam hal pembelinya adalah Bank Kreditur dan atau BPPN maka PPN yang disetor tidak dapat dikreditkan. 3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, dengan ini kami sampaikan bahwa : a. Pajak Penghasilan Aset Yang Diambil Alih pada prinsipnya merupakan cara penyelesaian hutang dalam hal kreditur mengambil alih aset debitur untuk dijual kepada pembeli. Dalam hal ini, pihak bank umum sebagai kreditur bukanlah sebagai pembeli sebenarnya, sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-141/PJ/1999. Bahwa menurut hemat kami tidak terdapat masalah dalam pelaksanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas AYDA. Pajak Penghasilan atas AYDA ditunda saat pengakuannya sampai paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal Surat Pernyataan Pembelian Sementara oleh BPPN atau saat pengambilalihan agunan debitur oleh Bank Umum. Apabila AYDA dialihkan kepada pembeli sebenarnya atau apabila setelah lewat batas waktu tersebut belum terjadi pengalihan, maka PPh atas pengalihan AYDA tersebut harus segera dilunasi oleh pemilik AYDA (dalam hal ini debitur yang mengalihkan AYDA kepada bank umum) sesuai dengan ketentuan sebelum akta pengalihan tersebut ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang. b. Pajak Pertambahan Nilai 1) Pengambilalihan aktiva milik debitur oleh Bank Kreditur atau BPPN bukan termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan hutang piutang yang tidak dikenakan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1A ayat (2) huruf b UU PPN, namun merupakan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan yang terutang PPN berdasarkan Pasal 16D UU PPN. Dalam penyerahan BKP untuk jaminan hutang piutang, hak atas BKP masih berada pada debitur, sedangkan dalam pengambilalihan aktiva milik debitur karena kredit macet, hak atas aktiva telah diserahkan kepada Bank Kreditur atau BPPN. 2) PPN terutang pada saat terjadi pengambilalihan aktiva milik debitur oleh Bank Kreditur atau BPPN (penyerahan BKP dari debitur kepada Bank Kreditur atau BPPN), namun demikian berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (4) UU PPN, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak. 3) Sebagai pelaksanaan atas Pasal 11 ayat (4) UU PPN tersebut, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-546/PJ/2000 ditetapkan bahwa terutangnya pajak terjadi pada saat terjadi penyerahan dari Bank Kreditur atau BPPN atau melalui Juru Lelang kepada pembeli sebenarnya. Dalam hal tidak terjadi penyerahan kepada pembeli sebenarnya tersebut dalam waktu 5 tahun, maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut menetapkan saat itulah terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dari debitur kepada Bank Kreditur atau BPPN. Dengan demikian penundaan 5 tahun tersebut memiliki landasan hukum yang kuat dalam UU PPN. 4) Tidak diperkenankannya Bank Kreditur atau BPPN untuk mengkreditkan PPN yang telah disetor atas penyerahan aktiva karena Bank Kreditur atau BPPN bukan merupakan Pengusaha Kena Pajak yang memperjualbelikan aktiva dan memungut PPN atas penjualan aktiva tersebut. Demikian juga apabila aset tersebut dipergunakan sendiri dalam kegiatan usaha di bidang perbankan yang bukan merupakan Jasa Kena Pajak, Bank Kreditur tetap tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan mengingat Pajak Masukan yang dapat dikreditkan hanya Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak. 5) Berdasarkan hal-hal tersebut, kami berpendapat bahwa pada dasarnya ketentuan yang ada telah cukup mengatur pengenaan PPN atas pengambilalihan aktiva dalam rangka restrukturisasi perusahaan. Demikian kami sampaikan. DIREKTUR ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/869pj.3132005.txt · Last modified: 2023/02/05 05:11 by 127.0.0.1