peraturan:sdp:842pj.3122003
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Desember 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 842/PJ.312/2003 TENTANG PERMOHONAN PEMBATALAN PEMOTONGAN PAJAK ATAS DIVIDEN YANG DITERIMA BPPN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 25 September 2003 perihal tersebut di atas, dengan ini dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: a. Bank ABC telah melakukan pemotongan pajak atas pembayaran dividen tunai yang dibayarkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melalui XYZ; b. Sehubungan dengan hal tersebut Saudara mengajukan permohonan pembatalan atas pemotongan pajak tersebut mengingat BPPN selaku penerima manfaat dari dividen bukanlah Subjek Pajak sebagaimana ditegaskan dalam surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-339/PJ.332/2002 tanggal 25 April 2002; c. Sesuai lampiran surat, kronologis kejadian antara lain sebagai berikut: 1) Sehubungan dengan program divestasi pemilikan 51% saham Pemerintah Republik Indonesia qq BPPN di Bank ABC, pada tanggal 21 Mei 2003 dilakukan penandatanganan Sales and Purchase Agreement (SPA) antara BPPN dan XYZ. Sebagaimana tercantum di SPA Pasal 6.8., BPPN telah berhasil menegosiasikan agar BPPN tetap berhak atas dividen tahun 2002, sesuai dengan jumlah kepemilikan saham sebelum Program Divestasi; 2) Tanggal 21 Mei 2003, dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Bank ABC, yang antara lain memutuskan untuk membagikan sisa dividen tunai tahun buku 2002 sejumlah Rp 102.883.433.574,- sebagai implementasi dari poin 1), di atas; 3) Sesuai jadwal rencana pembagian sisa dividen tunai Bank ABC tahun buku 2002 dan ketentuan Bursa Efek jakarta, maka ditetapkan Daftar Pemegang Saham yang berhak atas pembagian sisa dividen tunai untuk tahun buku 2002 adalah 2 Juli 2003; 4) Tanggal 12 Juni 2003 XYZ melalui suratnya menyatakan bahwa dividen yang menjadi haknya sesuai Daftar Pemegang Saham (DPS) per 2 Juli 2003 sebetulnya adalah hak BPPN, dengan merujuk kepada SPA yang telah ditandatangani. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa: a. Pasal 4 ayat (1) huruf g, diatur bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen; b. Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 1, atas dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto. 3. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-339/PJ.332/2002 ditegaskan bahwa BPPN telah memenuhi kriteria sebagai badan pemerintah yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak sebagaimana tersebut dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat diberikan penegasan bahwa: a. Atas pembayaran dividen oleh Bank ABC kepada XYZ wajib dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (atau tarif tax treaty yang berlaku) apabila berstatus sebagai Wajib Pajak luar negeri, atau Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% apabila berstatus sebagai Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dalam hal dividen tersebut langsung dibayarkan oleh Bank ABC kepada BPPN sebagai penerima manfaat (beneficial owner) sesuai dengan perjanjian jual beli saham, maka ketentuan tersebut di atas tidak berlaku. b. Apabila pembayaran dividen kepada BPPN baru dilakukan kemudian setelah terjadi pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atau Pasal 23, pihak XYZ dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak (restitusi) yang tidak seharusnya terutang sesuai ketentuan yang berlaku dengan mengajukan bukti-bukti pendukungnya. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO
peraturan/sdp/842pj.3122003.txt · Last modified: by 127.0.0.1