User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:837pj.522004
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                         5 Oktober 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 837/PJ.52/2004

                             TENTANG

               PENGENAAN PPN ATAS MINYAK GORENG DALAM RANGKA STABILISASI HARGA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Bulog Nomor B-297/II/06/2004 tanggal 2 juni 2004 kepada Menteri Keuangan RI 
perihal Pengenaan PPN atas Minyak Goreng Dalam Rangka Stabilisasi Harga yang tembusannya kami terima, 
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa :
    a.  Dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng pada tahun 1995/1996, 1996/1997, 1998/1999
        dan 1999/2000, Pemerintah melakukan stabilisasi harga minyak goreng melalui distribusi 
        bersubsidi. Selanjutnya Bulog ditunjuk untuk melakukan distribusi   minyak goreng tersebut. 
        Biaya yang diperlukan Bulog untuk melaksanakan tugas diperoleh melalui kredit KLBI dan 
        Departemen Keuangan bertindak sebagai penjamin.
    b.  Harga jual minyak goreng bersubsidi tersebut ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan 
        Perdagangan dimana dalam kalkulasi harga jual tidak termasuk unsur PPN. Bulog harus 
        menjual minyak goreng sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.
    c.  Pada tahun 2003, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan pajak atas 
        pendistribusian minyak goreng tersebut dan menyatakan bahwa penyerahan minyak goreng 
        dimaksud terutang PPN sebesar 10%. Menurut perhitungan (sementara) PPN terutang yang 
        harus dibayar BULOG termasuk denda/bunga sekitar Rp. 460.000.000.000,00.
    d.  Atas jumlah PPN terutang tersebut Bulog berpendapat bahwa:
        1)  dalam penyaluran minyak goreng tersebut Bulog tidak memungut PPN karena harga 
            jual minyak goreng merupakan harga subsidi yang ditetapkan Pemerintah dan Bulog 
            tidak berada pada posisi yang dapat menambah unsur PPN pada harga jual;
        2)  beban PPN belum dimasukkan dalam anggaran yang diajukan Kepada Menteri 
            Keuangan sehingga sesuai mekanisme penyediaan anggaran yang telah disepakati, 
            dana yang diperlukan untuk membayar PPN terutang dapat diajukan kepada Menteri 
            Keuangan;
        3)  saat ini Bulog tidak dapat membayar PPN terutang tersebut.
    e.  Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas Bulog mengajukan 3 (tiga) kemungkinan 
        pemecahan masalah, yaitu:
        1)  dana untuk membayar PPN terutang akan disediakan oleh Menteri   Keuangan;
        2)  menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur bahwa PPN terutang 
            ditanggung oleh Pemerintah;
        3)  penetapan dari Menteri Keuangan bahwa penyaluran minyak goreng merupakan 
            bagian dan tugas umum Pemerintah sehingga atas penyerahan minyak goreng 
            tersebut tidak terutang PPN.

2.  Memperhatikan penjelasan Bulog dalam suratnya seperti disebutkan di atas, kami berpendapat bahwa:
    a.  PPN pada dasarnya bukan merupakan dan atau tidak ditambahkan ke dalam unsur harga jual.
        Harga jual sendiri merupakan dasar pengenaan pajak dalam pengenaan PPN yaitu pajak yang
        dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak. Pendistribusian minyak goreng bersubsidi 
        kepada masyarakat memiliki pengertian bahwa masyarakat mengkonsumsi minyak goreng 
        tersebut sehingga mereka memiliki kewajiban dan atau beban PPN atas konsumsi, yang dalam
        hal ini PPN tersebut seharusnya mereka bayarkan kepada Bulog sebagai distributor minyak 
        goreng  sekaligus sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk memungut PPN dari 
        masyarakat/konsumen. Dengan demikian alasan bahwa Bulog tidak pada tempatnya untuk 
        menambah PPN ke dalam harga jual adalah tidak tepat karena Bulog seharusnya dan atau 
        berkewajiban untuk memungut PPN. 
    b.  Dalam hal Bulog menyatakan bahwa saat ini belum dan atau tidak dapat membayar PPN 
        terutang, akan mengakibatkan akumulasi sanksi administrasi atas pokok pajak akan semakin
        besar. Dengan demikian, PPN terutang yang ditanggung oleh Bulog harus segera dilunasi agar
        tidak menimbulkan akumulasi hutang PPN yang semakin besar di kemudian hari.

3.  Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, kami merekomendasikan untuk :
    a.  Mengingat bahwa beban hutang PPN Bulog juga merupakan beban Pemerintah, maka 
        penyelesaian pembayaran hutang PPN Bulog, yang ditetapkan melalui Surat Ketetapan Pajak 
        Kurang Bayar oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Bulog, dapat diselesaikan melalui 
        mekanisme PPN Ditanggung Pemerintah sehingga atas pembayaran PPN tersebut tetap 
        menjadi penerimaan Direktorat Jenderal Pajak dengan cara penerbitan Surat Keputusan 
        Otorisasi oleh Direktur Jenderal Anggaran.
    b.  Sehubungan dengan rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan Republik Indonesia 
        dapat menetapkan bahwa beban PPN dapat ditanggung Pemerintah melalui Keputusan Menteri
        Keuangan Republik Indonesia. 

Demikian dapat kami sampaikan.




Direktur Jenderal Pajak,

ttd.

Hadi Poernomo
NIP 060027375


Tembusan :
1.  Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan RI;
2.  Direktur Jenderal Anggaran;
3.  Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/sdp/837pj.522004.txt · Last modified: by 127.0.0.1