peraturan:sdp:811pj.522005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 September 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 811/PJ.52/2005 TENTANG PENGKREDITAN PPN MASUKAN TAHUN 2003/2004 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 22 Juli 2005 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa: a. Perusahaan Saudara, PT ABC, melakukan pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) selama Tahun Pajak 2003 (Januari s.d. Desember 2003), yaitu ketika status PT ABC masih sebagai Pemungut atau Wajib Pungut. Sehubungan dengan kondisi keuangan yang kurang memungkinkan saat itu, maka atas pembelian BKP dan atau JKP sepanjang Tahun Pajak 2003 tersebut baru akan dibayarkan dalam waktu dekat ini. Atas pembayaran yang dilakukan tersebut akan menimbulkan Pajak Masukan bagi PT ABC. b. Atas Pajak Masukan sebagaimana dimaksud di atas dan atas kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak 2004, terhadap PT ABC belum dilakukan pemeriksaan. c. Atas permasalahan tersebut di atas, Saudara memohon agar Pajak Masukan yang saudara bayarkan untuk pembelian BKP dan atau JKP sepanjang Tahun Pajak 2003 dapat dikreditkan, selanjutnya Saudara memohon penjelasan tentang tata cara pengkreditannya. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, antara lain mengatur bahwa: a.1. Pasal 8 ayat (1) : Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. a.2. Pasal 9 ayat (1) : Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing- masing jenis pajak, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir. a.3. Pasal 9 ayat (2a) : Apabila pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atau ayat (2) dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. b. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 ("UU PPN"), antara lain mengatur bahwa: b.1. Pasal 9 ayat (2) : Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama; b.2. Pasal 9 ayat (8) : Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: (a) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; (b) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; (c) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; (d) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; (e) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; (f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); (g) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); (h) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; (i) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; b.3. Pasal 9 ayat (9) : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan; b.4. Pasal 16A ayat (1) : Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; b.5. Pasal 16A ayat (2) : Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. c. Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, antara lain mengatur bahwa: c.1. Pasal 10 : Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut pada saat pembayaran oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; c.2. Pasal 12 ayat (3) : Apabila pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan Pengusaha Kena Pajak, namun Faktur Pajaknya belum atau terlambat diterima sehingga belum dapat dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak yang bersangkutan, maka Pajak Masukan yang Faktur Pajaknya belum atau terlambat diterima tersebut dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. d. Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 547/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-Badan Tertentu, Dan Instansi Pemerintah Tertentu Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, mengatur bahwa: (1) Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara, Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten atau Kota, Pertamina, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak, Gas Bumi, Panas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah dan Bank Indonesia, ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; (2) Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, antara lain mengatur bahwa: e.1. Pasal 2 ayat (1) : Bendaharawan Pemerintah dan Kantor perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; e.2. Pasal 10 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan kepada Badan-badan Tertentu yang ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-badan tertentu, Instansi Pemerintahan Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2003, tetap dipungut oleh Badan-badan Tertentu sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut diterbitkan sebelum tanggal 31 Januari 2004; e.3. Pasal 10 ayat (2) : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disetorkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat tanggal 31 Januari 2004. e.4. Pasal 10 ayat (3) : Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak dipenuhi, kepada PKP rekanan atau pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. d. Huruf E angka 1 Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Dan pengusaha Kena Pajak Rekanan mengatur bahwa saat pemungutan adalah pada saat dilakukannya pembayaran oleh Pemungut PPN kepada PKP Rekanan. 3. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada angka 1 di atas, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut: a. Atas pembelian BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PT ABC sampai dengan tanggal 31 Desember 2003, PPN dan PPn BM yang terutang tetap dipungut oleh PT ABC sepanjang Faktur Pajak atas pembelian BKP dan atau JKP tersebut diterbitkan (oleh PKP rekanan PT ABC) sebelum tanggal 31 Januari 2004. b. PPN dan PPn BM yang terutang dan dipungut wajib disetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 31 Januari 2004. Apabila terjadi keterlambatan penyetoran pajak, maka atas keterlambatan penyetoran tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. c. Pajak Masukan yang diperoleh PT ABC yang diakibatkan pembayaran tagihan selama Tahun Pajak 2003 tetap merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN. d. Pajak Masukan sebagaimana dimaksud di atas dapat dikreditkan oleh PT ABC pada Masa Pajak Januari 2004 dengan cara melakukan pembetulan SPT Masa Pajak Januari 2004, mengingat bahwa seharusnya pembayaran atas pembelian BKP dan atau JKP tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Januari 2004, sepanjang Pajak Masukan tersebut belum dibiayakan dan belum dilakukan pemeriksaan atas Masa Pajak yang hendak dibetulkan. e. atas penyerahan yang dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2003 dan Faktur Pajak atas penyerahan tersebut diterbitkan sebelum atau setelah tanggal 31 Januari 2004, maka PPN dan PPn BM yang terutang tidak lagi dipungut oleh PT ABC melainkan dipungut oleh pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan atau jasa. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/811pj.522005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:10 by 127.0.0.1