User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:801pj.532005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                           31 Agustus 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 801/PJ.53/2005

                             TENTANG

                PERLAKUAN PPN ATAS TRANSAKSI JASA MAKLON

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 27 September 2004 hal sebagaimana tersebut diatas, 
dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
    a.  PT. ABC merupakan Kantor Cabang dari XYZ di Korea. XYZ mendapatkan order dari buyer 
        (Super Rifle) dan order tersebut diberikan kepada PT. ABC.
    b.  Sebagian material dikirim (impor) dari Korea oleh XYZ dan sebagian dibeli oleh PT. ABC di 
        dalam negeri. Material yang diimpor dari Korea dibayar oleh XYZ.
    c.  PT. ABC menjual order/hasil produksi tersebut kepada XYZ sebesar harga material yang dibeli 
        di Indonesia ditambah biaya produksi.
    d.  PT. ABC mengekspor hasil produksi langsung ke buyer (Super Rifle)
    e.  Saudara meminta penegasan:
        e.1.    Apakah atas ekspor dikategorikan sebagai penjualan jasa maklon?
        e.2.    Apakah penerimaan order dari kantor pusat yang letaknya di luar negeri dan sama 
            kepemilikannya dengan kantor cabang dapat dikatakan sebagai jasa maklon
        e.3.    Apakah untuk perusahaan yang berada di luar negeri dapat dikenakan PPN? Jika betul 
            dimana PPN tersebut harus dilaporkan dan dibayarkan serta atas nama siapa, 
            sedangkan perusahaan tersebut tidak terdaftar di Indonesia.
        e.4.    Apakah jasa maklon dikenakan PPN? Atas dasar apa dikenakan dan berapa persen 
            PPN yang dipungut?
        e.5.    Apabila dikenakan PPN atas ekspor jasa ke luar negeri, peraturan nomor berapa yang 
            mengatur dan bagaimana cara memungutnya sedangkan perusahaan tersebut berada 
            di luar negeri?
        e.6.    Apakah mungkin kami memungut pajak tersebut apabila perusahaan tidak terdaftar 
            sebagai Pengusaha Kena Pajak di Indonesia?
        e.7.    Walaupun tetap dikenakan PPN berarti kami termasuk ke dalam perusahaan BUT yang 
            tidak dipungut PPN dan PPnBM?
        e.8.    Faktor apa yang menyebabkan kami termasuk kepada penyerahan atas jasa maklon 
            dalam Kawasan Berikat kepada PT. ABC?
        e.9.    Kami PT. ABC meminta penegasan bahwa export sales sebesar Rp 2.722.996.454,- 
            tersebut bukan sebagai contract manufacturing.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 
    Tahun 2000, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1 angka 5, Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau 
        perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak 
        tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena 
        pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
    b.  Pasal 1 angka 6, bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 
        yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
    c.  Pasal 1 angka 7, bahwa Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa 
        Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 6.
    d.  Pasal 1 angka 11, bahwa Ekspor adalah setiap mengeluarkan barang dari dalam Daerah 
        Pabean ke luar Daerah Pabean.
    e.  Pasal 1 angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga Jual, 
        Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan 
        Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
    f.  Pasal 1 angka 19, bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang 
        diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak 
        termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang 
        dicantumkan dalam Faktur Pajak.
    g.  Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak 
        di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Di dalam memori penjelasannya 
        dinyatakan bahwa Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat 
        sebagai berikut : jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, penyerahan dilakukan di 
        dalam Daerah Pabean, dan penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
    h.  Pasal 4A ayat (3), bahwa penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 
        namun jasa maklon tidak termasuk ke dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak 
        Pertambahan Nilai.
    i.  Pasal 7 ayat (1), bahwa tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
    j.  Pasal 9 ayat (1), bahwa PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan DPP.
    k.  Pasal 16 B ayat (1) huruf a, bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa 
        pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau 
        selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak untuk kegiatan di kawasan tertentu atau 
        tempat tertentu di dalam Daerah Pabean.

3.  Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak 
    Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, diatur kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan 
    Nilai, diatur Kelompok Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah:
    a.  Jasa di bidang pelayanan medik
    b.  Jasa di bidang pelayanan sosial
    c.  Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
    d.  Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
    e.  Jasa di bidang keagamaan
    f.  Jasa di bidang pendidikan
    g.  Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan Pajak Tontonan
    h.  Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan
    i.  Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air
    j.  Jasa di bidang tenaga kerja
    k.  Jasa di bidang perhotelan
    l.  Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara 
        umum

4.  Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 162/KMK.04/2003 tentang Pekerjaan Sub 
    Kontrak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan Berikat, diatur bahwa atas pekerjaan sub 
    kontrak yang dilakukan oleh PDKB di Kawasan Berikat tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas 
    jasa sesuai ketentuan yang berlaku.

5.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4 serta memperhatikan isi surat Saudara pada 
    butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Jasa maklon atau contract manufacturing adalah jasa pembuatan atau perakitan barang 
        dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak 
        pemesan. Ekspor yang dilakukan oleh PT ABC ke Super Rifle dan XYZ adalah dalam rangka 
        pengiriman produksi pesanan pemesan. Dengan demikian usaha PT. ABC adalah usaha jasa 
        maklon.
    b.  Atas penyerahan jasa maklon kepada PT. ABC dan Super Rifle tersebut PT. ABC berkewajiban 
        untuk memungut PPN yang terutang sebesar 10% dari Nilai Penggantian.
    c.  Atas penyerahan JKP kepada pengusaha di Kawasan Berikat dikenakan PPN dan PPN tersebut 
        tetap harus dipungut oleh PT. ABC.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PPN DAN PTLL,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/801pj.532005.txt · Last modified: 2023/02/05 05:00 by 127.0.0.1