peraturan:sdp:799pj.3122003
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 6 November 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 799/PJ.312/2003 TENTANG PERLAKUAN PAJAK ATAS USAHA PERIKANAN TANGKAP ASING DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 15 Agustus 2003 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: a. Dengan telah diberlakukannya: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan; 3) Keputusan Menteri Nomor 10 Tahun 2003 tentang Perizinan Usaha Perikanan; telah diberlakukan izin operasi kapal-kapal ikan asing di ZEE Indonesia sejak Nopember 2002; b. Salah satu isu utama adalah masalah peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam pertemuan bilateral antara Indonesia dan RRC di bidang perikanan, masalah tersebut dipertanyakan; c. Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara mohon penegasan mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) Apakah kapal-kapal ikan asing yang beroperasi di ZEE Indonesia yang sudah membayar resource fee yang merupakan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), masih diharuskan membayar pajak dan jenis pajak apa saja? 2) Apakah perusahaan perikanan asing yang sudah mendapat ijin penangkapan ikan dapat langsung membuat PEB atas hasil ikan tangkapan yang akan dibawa ke negaranya? 3) Jika ada pajak atau sejenis pungutan di daerah, di mana perusahaan perikanan asing sudah memenuhi kewajiban PNBP dan pajak kepada Pemerintah (pusat), bagaimana sikap yang harus diambil? 4) Dengan belum adanya tax treaty antara RI dan RRC, apakah akan dikenakan pajak di Indonesia dan di RRC untuk komoditi yang sama? 2. Pajak Penghasilan Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur: a. Pasal 2 ayat (4) : yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah: 1) Huruf a : orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan di Indonesia dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; 2) Huruf b : orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan di Indonesia dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. b. Pasal 2 ayat (5) huruf h : yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang antara lain dapat berupa perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan. c. Pasal 5 ayat (1) : yang menjadi Objek Pajak bentuk usaha tetap antara lain adalah penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; d. Pasal 6 ayat (1) : besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. Pasal 6 ayat (2) : apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. 3. Pajak Pertambahan Nilai a. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain diatur: 1) Pasal 1 angka 11 : ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean; 2) Pasal 3A ayat (1) : pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang; 3) Pasal 4 huruf f : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak; 4) Pasal 7 ayat (2) : tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen); 5) Pasal 13 ayat (1) : Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. b. Berdasarkan Pasal 2 huruf b Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ/2000 tentang Dokumen-dokumen Tertentu yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001, diatur bahwa Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut, diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar. 4. Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 TAHUN 2000, antara lain diatur: a. Pasal 2 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf g : jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; Pajak Parkir; b. Pasal 2 ayat (4) huruf d : dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis pajak Kabupaten/ kota selain yang ditetapkan dalam ayat (2) yang memenuhi kriteria objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan/atau objek pajak Pusat; c. Pasal 4 ayat (1) : pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 5. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan penjelasan umum Undang-undang Nomor 20 TAHUN 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak diatur bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penerimaan Perpajakan meliputi penerimaan yang berasal dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Masuk, Cukai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Meterai, Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan, dan penerimaan lainnya yang diatur dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat diberikan penegasan bahwa: a. Pajak Penghasilan 1) Resource Fee merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tidak sama dengan pajak khususnya Pajak Penghasilan, meskipun keduanya merupakan kewajiban kepada negara, karena: a) Resource Fee wajib dibayar karena memperoleh izin penangkapan ikan di ZEE Indonesia, sedang Pajak Penghasilan wajib dibayar karena menerima/ memperoleh penghasilan (keuntungan) dari usaha penangkapan ikan tersebut; b) Resource Fee merupakan biaya perusahaan, sedang Pajak Penghasilan bukan merupakan biaya perusahaan. Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, Resource Fee dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai unsur biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 2) Pajak Penghasilan terutang baik oleh Subjek Pajak dalam negeri (berdasarkan residence principle), maupun oleh Subjek Pajak luar negeri (berdasarkan source principle) yaitu antara lain oleh badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menerima/memperoleh penghasilan di Indonesia melalui bentuk usaha tetap maupun tidak melalui bentuk usaha tetap. Perusahaan perikanan asing yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan di ZEE Indonesia, berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia dan atas penghasilan yang diperoleh/diterima dari hasil ikan tangkapan dikenakan Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak didapat kerugian, maka Pajak Penghasilan tidak terutang dan atas kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan (keuntungan) selama 5 (lima) tahun berikutnya; 3) Dalam hal belum ada tax treaty yang berlaku antara Indonesia dan RRC, maka atas penghasilan Wajib Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia dengan mengacu sepenuhnya kepada Undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku. b. Pajak Pertambahan Nilai 1) Kapal Ikan Asing yang melakukan ekspor ikan hasil tangkapan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang; 2) Atas ekspor ikan hasil tangkapan Kapal Ikan Asing dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen). Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) diterbitkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar; 3) Sepanjang tidak ada tax treaty antara Indonesia dan RRC yang di dalamnya menyepakati adanya perlakuan Pajak Pertambahan Nilai secara khusus di luar perlakuan yang umumnya berlaku, maka perlakuan Pajak Pertambahan Nilai terhadap kegiatan Kapal Ikan Asing tersebut tetap diberikan perlakuan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. c. Apabila dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut ternyata terhadap Kapal Ikan Asing tersebut juga dikenakan pajak oleh Pemerintah Daerah, sepanjang pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan bukan merupakan objek pajak Pemerintah Pusat, maka Kapal Ikan Asing tersebut juga wajib memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam Peraturan Daerah dimaksud. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL ttd HADI POERNOMO
peraturan/sdp/799pj.3122003.txt · Last modified: 2023/02/05 05:57 by 127.0.0.1